NovelToon NovelToon

Gara-gara Mantan

Kandas

Seorang gadis tersenyum melihat hasil cetak undangan yang beberapa waktu lalu di pesannya.

Undangan berwarna merah hati itu sangat elegan dengan ukiran namanya, dan calon suaminya tertera disana.

Tinta berwarna emas menjadi dominan dengan dasar merah hati tersebut, hingga ukiran itu nampak nyata.

"Aku gak sabar menjadi istri kamu, Mas," ucapnya dengan mata berbinar dan harapan yang indah begitu terbayang di pelupuk matanya.

Bagaimana selama ini Alan Pradipta Danish begitu mencintainya, membuat Kanya Savita Farasha mengira dia akan menjadi wanita paling bahagia saat menikah dengannya.

Kanya dan Alan menjalin hubungan sejak tiga tahun lalu, hingga tiga bulan lalu Alan melamarnya untuk menjadikannya istrinya.

Indahnya hidupnya, sebab kehadiran pria tampan itu.

Banyak teman- teman Kanya merasa iri jika melihat bagaimana posesif, dan perhatiannya Alan padanya. Tentu saja, pria itu sangat lembut dan begitu menjaganya dengan setiap perlakuannya seolah Kanya adalah barang paling berharga dan tak ternilai.

Bahkan saat teman-temannya sudah tak asing dengan kata ranjang bersama pasangan, Alan selalu bisa menahan dirinya hanya karena dia ingin memilikinya dengan benar.

Hingga lamaran itu datang untuknya, Alan berlutut bahkan menyiapkan suasana romantis untuknya dan mengatakan "Will you marry me?"

Tentu saja tanpa harus ragu Kanya menerimanya, karena sudah jelas Alan adalah pria yang baik, dan idaman para hayati.

Berbagai persiapan sudah di lakukan dan kini pernikahan hanya tinggal menghitung hari. Karena itulah Kanya akan membagikan undangan untuk semua teman dan kerabatnya.

Kanya terkekeh saat mengingat Alan belum melihat undangan di tangannya ini, sebab undangan ini baru saja dia terima dari percetakan. Rencananya hari ini dia juga akan pergi untuk memberikannya pada Alan agar pria itu bisa memberikannya pada kerabat dan teman-teman kantornya.

"Pak tunggu sebentar ya, saya gak lama," ucap Kanya pada supir taksi yang mengantarnya.

Kanya tersenyum melihat gedung perkantoran dimana Alan bekerja sebagai manager perusahaan sejak dua tahun lalu. Ketika mereka lulus kuliah Alan langsung di terima disana, awalnya Kanya tak menyangka karena Alan langsung mendapati jabatan tanpa harus merangkak menjadi karyawan biasa dahulu. Alan magang disana selama enam bulan, lalu tiba-tiba dia bilang dia jadi manager, tentu saja Kanya tak percaya. Namun saat Alan menjelaskan jika perusahaan lah yang menawarkannya pekerjaan tersebut, Kanya langsung paham.

Alan adalah siswa yang pintar, dan selalu mendapatkan nilai terbaik di bidangnya, sekalinya magang selama enam bulan pria itu langsung naik jabatan menjadi manager perusahaan.

Hebatkan, calon suaminya ini?

Kanya tentu saja merasa bangga.

Kanya membuka pintu hendak keluar, namun baru saja menurunkan kakinya dia melihat pria yang ingin dia temui memasuki mobil dengan seorang wanita.

"Sonya? mau kemana?" Mengurungkan niatnya untuk keluar dari taksi, Kanya berniat mengikuti Alan dan Sonya.

"Pak ikutin mobil itu," tunjuknya pada mobil Alan.

"Baik Mbak."

Kanya terus melihat kemana arah perginya mobil Alan hingga mobil tersebut berhenti di sebuah klinik kandungan.

"Mau ngapain mereka kesini?" Wajah Kanya yang awalnya hanya penasaran biasa saja, berubah pucat dengan kemungkinan buruk yang muncul di benaknya.

"Gak mungkin, kan?" meski berat Kanya tetap mengikuti Alan dan Sonya masuk ke dalam klinik tersebut.

Tiba disana Kanya melihat Alan dan Sonya memasuki ruangan pemeriksaan, entah apa yang mereka lakukan Kanya bahkan menunggu hingga 15 menit kemudian barulah keduanya keluar.

"Di jaga baik- baik bayinya ya, Bu, Pak."

Kanya memundurkan langkahnya saat mendengar perkataan asisten dokter yang menyerahkan sebuah kertas yang sepertinya resep obat pada Alan.

Kanya mengerjap, tentu saja mereka datang ke dokter kandungan. Jadi sudah jelas lima belas menit di dalam sana, adalah memeriksa kandungan "Sonya hamil? Anak siapa?" Tak ingin bertanya-tanya dan semakin berburuk sangka, Kanya menghampiri keduanya.

"Mas, Sonya?" Bisa Kanya lihat raut wajah keduanya terkejut seperti baru saja menginjak kotoran saat melihatnya disana.

Kenapa harus kotoran sih?

"Ka- kanya?" Sonya yang bicara sementara Alan hanya diam, mungkin pria itu masih terkejut.

"Kenapa kalian disini? Kamu hamil?" Kanya ingin tertawa, bagaimana mungkin sahabat Alan ini hamil sebab dia belum menikah, bahkan tak memiliki pacar.

"Aku- aku." namun melihat gugupnya Sonya, Kanya menyadari perkiraannya benar.

"Kamu beneran hamil?" Kanya bodoh, sudah jelas asisten dokter bilang pada mereka jika Alan dan Sonya harus menjaga bayinya. Kenapa dia bertanya lagi?

Sonya menelan ludahnya kasar, lalu menunduk.

Kanya melihat Sonya bergantian dengan Alan "Siapa ayahnya?" pertanyaan itu terlalu berat untuk Kanya, sebab dia melihat Alan yang mengantar Sonya kesana. Tapi pikiran buruk itu jelas tak mungkin, sebab Alan adalah kekasihnya, dan mereka akan menikah.

Kanya tersenyum kecil, mencoba mempertahankan pikiran baiknya, namun saat mendengar suara berat di sebelah Sonya dunia Kanya serasa runtuh sepenuhnya.

"Apa?" Seolah tak mendengar suara Alan, Kanya kembali memastikan.

"Bayi itu, milikku," ulang Alan, membuat Kanya menahan nafasnya.

"Kalian bercanda?" Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Kanya.

"Maafin aku Kany," ucap Sonya dengan wajah penuh penyesalan.

"Kenapa?"

"Karena aku-"

"Enggak, bukan. Maksudku kenapa wajah kamu begitu," tunjuk Kanya pada Sonya, yang menampilkan rasa bersalah "Saat kalian melakukannya, apa kalian gak memikirkan rasa bersalah sama sekali?" Sialan, mereka benar-benar setan aras! umpat Kanya dalam hati.

Dan yang membuat Kanya sakit sesakit-sakitnya adalah Alan yang hanya diam dengan wajah datar, tanpa pengelakan sama sekali.

Air mata bergulir di pipi Kanya, dia ingin tak percaya mengingat siapa pria di depannya. Calon suaminya yang baik dan tak pernah melewati batas. Saat bersamanya Alan bahkan selalu menghentikan kegiatan bercumbu mereka jika dirasa nafsu birahi sudah menghampiri. Tapi siapa sangka pria itu menghamili sahabatnya sendiri? Double shit.

"Kenapa kamu ngelakuin ini, Mas?" lirihnya. Sungguh dia ingin menghajar kedua orang di depannya, tapi rasa lemas di hatinya serasa meresap ke tulang- tulangnya dan melemahkannya.

"Kenapa melamarku, kalau kamu justru melakukannya dengan wanita lain?" Kanya menatap dengan penuh kecewa dan luka yang mendalam, namun Kanya justru hanya melihat Alan terdiam tak mengatakan apapun setelah tiga kata menghancurkan hati Kanya keluar dari mulut seksinya. Sial, kenapa Kanya masih memuji pria brengsek ini.

"Kanya, kita bisa jelasin ..." Sonya menjulurkan tangannya hendak meraih tangan Kanya, namun Kanya justru menjauh dan berbalik.

Baru dua langkah, Kanya menghentikan kakinya dan kembali berbalik, wajahnya menunduk dengan tangan mengepal erat, di tangan kirinya paper bag berisi undangan dia biarkan jatuh hingga isinya berserakan.

"Ini gak di butuhin lagi, kan?" ucapnya dengan menatap undangan di bawah kakinya.

Kanya mendongak untuk melihat wajah Alan sekali lagi, pria itu sempat terkejut namun kembali ke raut datar saat melihat ke arahnya.

Kanya tak menunggu lagi, dia melangkah cepat ke luar klinik, tak peduli semua orang di dalam sejak tadi memperhatikan mereka.

Kanya harap Alan menjelaskan meski itu akan menyakitinya, tapi tidak, pria itu bahkan tak mengejarnya, hingga Kanya memasuki sebuah taksi dan pergi meninggalkan semua harapannya tentang pernikahan yang hanya tinggal menghitung hari tersebut.

Semuanya berakhir bahkan sebelum di mulai.

"Sayang undangan ini bagus kan?"

"Hum, bagus aku juga suka."

"Kalau gitu kita pilih ini, ganti warna tintanya pake warna emas, pasti cantik."

"Ya, tapi tetep masih cantikan kamu." Kanya tertawa, karena Alan justru melihat ke arahnya.

"Masa aku dibandingin sama kartu undangan."

Seperti biasa tes ombak😁

Ganti Pengantin

Kanya menatap cincin di tangannya dengan perasaan hancur, sepanjang jalan dia hanya menangis dan terus menangis, tak peduli supir taksi yang sesekali menoleh ke belakang, dan berkata:

"Mbak nangisnya jangan kenceng- kenceng, nanti dikira saya, ngapa- ngapain, Mbak lagi." Si supir taksi menatap dengan kasihan, meski tak tahu permasalahannya.

Bukannya reda, tangisan Kanya justru semakin kencang. Kanya hanya ingin melampiaskan kesedihannya, dan tak peduli hal lainnya, hingga taksi yang dia tumpangi berhenti di depan rumahnya.

Kanya mengeluarkan sejumlah uang. "Ambil kembaliannya, Pak," ucapnya, lalu keluar menyisakan supir taksi yang mencebik. "Kembalian apanya? Orang pas begini." Taksi kembali melesat setelah memastikan penumpangnya keluar.

Gadis itu tak segera masuk dan hanya berdiri menatap rumah dua lantai milik orang tuanya, tempatnya tinggal selama 24 tahun ini.

Sekarang apa yang harus di katakan pada orang tuanya?

Persiapan pernikahan sudah hampir selesai dan kini dia harus membatalkan pernikahan tersebut.

Tentu saja, karena Kanya tak mau menikah dengan seorang bajingan dan pengkhianat.

Apalagi Alan sudah pasti akan menikahi Sonya, mengingat dia sedang mengandung bayinya.

"Aku doain kamu impoten tujuh turunan Mas!" Kanya mengucapkan sumpah serapahnya. "Dia bahkan udah mau jadi ayah." Kanya mengusap hidungnya yang mampet, "Seenggaknya abis ini dia gak bisa bangun lagi kan," dengusnya. Biar saja dia impoten dan miliknya loyo seumur hidup. Siapa suruh main celup sembarangan bahkan bukan pada wanita yang seharusnya.

Kanya terus mengucapkan sumpah serapah. "Cowok brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi! Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."

"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya, sebelah tangannya membawa kantung kresek dan sebelahnya lagi memasukan gorengan ke mulutnya.

"Kadal burik," ucap Kanya asal.

"Kadal pake segala di sumpahin. Ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri." pria dengan sebuah kantung di tangannya itu masuk ke dalam rumah mendahului Kanya.

"Abang gak ada ahlak," dengusnya sebal. Kanya mengikuti langkah pria itu memasuki rumah, hingga mereka tiba di ruang tamu dimana kedua orang tua mereka tengah berhadapan dengan seorang WO yang Kanya sewa untuk pernikahannya. Di depan mereka berserakan pakaian yang Kanya yakin untuk pagar ayu kenakan saat pernikahannya. "Eh, Kan, udah pulang. Sini Mama lagi lihat pakaian buat pagar ayu." Benarkan, dia bilang juga apa.

Kanya menghela nafas menahan perasaan sakit yang menghantam hatinya. Sekuat tenaga berusaha menghilangkan sesak di dadanya lalu berjalan mendekat "Gak akan ada pernikahan, pernikahan batal." Bukan hanya gerakan Sofi dan Surya yang berhenti, tapi Arga kakak Kanya yang sejak tadi acuh pun menoleh.

Hening beberapa saat, hingga tawa ketiganya terurai di susul pegawai WO yang ikut tertawa, merasa calon pengantin di depan mereka sedang bercanda.

"Jangan ngelawak deh, Kan. Kamu nih. Mana ada batal, semuanya udah siap dan tinggal nunggu hari H."

"Iya, kalau nervous jangan di pikirin, Mbak. Nanti juga ilang, udah biasa calon manten begitu," ujar si pegawai WO.

Kanya mendengus. Masa gara- gara nervous pernikahan bisa batal. Rugi bandar dong, memangnya mereka cuma sewa kamar hotel buat semalam, terus cuma rugi seratus sampe dua ratusan. Sudah jelas ini bukan masalah kecil, dan Kanya terlalu malas untuk menjelaskan, wajahnya tetap murung penuh kesedihan dengan sorot mata penuh kemarahan.

Tawa ke empat orang itu terhenti, saat Kanya tak menunjukan raut wajah bercanda sama sekali.

"Seriusan kamu, Dek?" tanya Arga dengan menyimpan kantung di tangannya lalu menghampiri Kanya.

"Gimana bisa?" Tanya Sofi dan Surya. "Kamu nih gimana sih Kan, kemarin datang sama cowok katanya mau nikah, udah tukar cincin dan buat persiapan, sekarang tiba-tiba batal, gimana uang yang udah masuk 100 persen ke WO?" Surya dan Sofi terlihat panik.

"Semua persiapan sudah selesai, jadi gak bisa mengembalikan yang sudah masuk, bisa- bisa saya rugi." Si WO segera menjelaskan dengan seksama, perjanjian mereka sebagai penyewa dan menerima pesanan. Tentu saja dia juga tak mau merugi.

"Bisa dong Pak, separuhnya?" tanya Sofi.

"Bisa kalau kalian baru pesan, ini gedung dan ketring sudah saya bayar, gimana dong?"

Kanya tak tahan lagi, bukannya bertanya keadaannya, orang tuanya justru mengkhawatir uang yang sudah mereka keluarkan. Bukan, bukan uang mereka, sebab sepenuhnya pernikahan ini di tanggung oleh, Alan.

Kanya menjatuhkan dirinya, lalu menangis dengan kencang "Aku ini batal nikah loh, Ma, Pa. Kok gak tanya kenapa, huaaaa." tangisan Kanya membuat semua perhatian tertuju padanya, dan Sofi menarik Kanya agar duduk di sofa. Bukan apa- apa Kanya menangis selonjoran seperti anak kecil gak di kasih jajan.

"Jadi kenapa sampai batal, kamu selingkuh?"

"Kok aku? Dia Ma, yang selingkuh, udah hamil lagi ceweknya, huaaa." Kanya kembali menangis, dan kali ini ke empat orang itu terdiam.

"Kurang ajar." Arga mengumpat "Beneran tuh, Dek?"

Kanya mengangguk "Aku liat sendiri mereka ke klinik kandungan." dia menyeka ingusnya dengan tangan.

Sofi mencebik lalu memberikan tisu di meja "Pake tisu, jorok banget sih, anak perawan kok begitu."

Kanya meraih tisu tersebut dengan kasar, bisa- bisanya masih mikirin jorok saat patah hati begini.

"Kamu samperin mereka?" lagi, Kanya mengangguk "Kamu apain?"

"Gak ngapa- ngapain, aku cuma bilang dia tega."

Arga berdecak "Bukannya di hajar, kadal buntung tuh orang. Tendang kek burungnya, biar impoten," ucapnya kesal.

"Maunya, tapi kan malu, Bang. Parahnya lagi Mas Alan gak mau jelasin apapun selain bilang 'Bayi itu milikku'." Kanya menjelaskan, suaranya bahkan meniru suara datar Alan.

"Sialan tuh si Alan, sampe ketemu gue pitesin tuh badannya."

Kanya masih terisak, hingga suara Surya bersuara.

"Arga, bawa si Mily, kalian nikah gantiin Kanya." Arga menarik senyumnya, bukan apa- apa dia berpacaran dengan Mily sejak SMA, namun belum memiliki cukup uang untuk menikah, maklum dia cuma karyawan biasa di sebuah perusahaan. Eh dia malah keduluan sama Kanya, adiknya yang tiba-tiba bawa cowok yang jabatannya manager. Ya dia langsung kalah. Tapi, rezeki emang gak bakalan kemana.

"Siap, Pa."

Kanya menghentikan tangisnya lalu menatap tak percaya pada sang Papa "Pa, anak Papa ini lagi patah hati, gara- gara batal nikah, bisa- bisanya ganti pengantin."

"Terus kamu mau apa? Hancurin dekorasi biar viral kaya di toktok 'Pengantin batal nikah hancurkan dekorasi', begitu? Denger ya, Kanya pria brengsek gak perlu di tangisin, apalagi sampai ilang duit, rugi bandar. Nangis, nangis yang puas hari ini. Besok kalau ketemu dia hajar sekalian, jangan sampai kamu ilang tenaga nangis tiap hari, udah bagus kita pake uang dia sekalian."

Kanya kembali menangis, tidak semudah itu melupakan Alan, pria itu cinta pertamanya, dan dia berharap akan menjadi cinta terakhirnya, tapi sialnya, dia justru di sakiti begitu dalam.

Pernikahan Impian

Kanya menatap wajah abangnya yang nampak berseri di atas panggung pelaminan. Bagaimana tidak, abangnya itu hanya tinggal membeli mas kawin, sementara semua sudah siap mulai dari dekorasi, gedung bahkan gaun pengantin yang harusnya milik Kanya, justru Mily yang menggunakannya.

Ya, pernikahan benar-benar terjadi dan hanya berganti pengantin saja.

Meski bersedih, Kanya akui Papanya benar, kalau mereka tidak boleh membuang- buang uang. Meskipun uang orang lain.

Di balik cerianya wajah Arga dan Mily, ada Kanya yang tengah meratapi nasibnya yang patah hati, putus cinta, di khianati dan batal nikah sekaligus.

Menyakitkan?

Ya iyalah, sakit hatinya bahkan tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Saking sakitnya rasanya Kanya ingin memakan daging manusia. Daging Alan tentunya.

Benar kata orang kalau tak ada persahabatan antara pria dan wanita. Dan sekarang Kanya mengakui pepatah itu. Karena nyatanya Sonya dan Alan juga memiliki hubungan lain di balik kata sahabat yang tersemat.

Berselingkuh di belakangnya.

"Brengsek!" Kanya meremas gelas di tangannya. Untung dia tidak punya ilmu tenaga dalam, karena kalau iya, gelas itu bisa pecah saking kerasnya dia meremas gelas tersebut.

Kanya memejamkan matanya, lalu menghela nafasnya. Meski abangnya menyebalkan, tapi dia tetap menyayanginya. Jadi meski hati Kanya sangat perih seperti goresan luka yang di kasih perasan jeruk nipis. Tapi Kanya tetap mencoba tersenyum di pernikahan Arga dan Mily.

"Makasih, ya, Dek. Berkat kamu Abang dan Mily menikah." Arga tersenyum lebar, membuat Kanya mencebik.

"Selamat Kak." Dia melewati Arga dan langsung menjabat tangan Mily dan memeluknya.

"Makasih Kan." Senyum Mily mengalahkan sinar mentari di luar sana.

Arga masih mengulurkan tangannya berharap Kanya akan menyambutnya, hingga dia berdecak kesal saat Kanya akan berlalu. "Heh, adik gak ada ahlak." Kanya menghentikan langkahnya, dan menatap dengan tajam.

"Pokoknya, nanti kalau aku yang nikah, Abang harus ganti rugi lagi pake dekorasi." Bagaimana pun dekorasi dan gaun pengantin semuanya adalah impian Kanya.

Arga lagi- lagi berdecak. "Yakin mau di ganti? Mau- maunya nikah di modalin mantan?" Kanya membelalakan matanya membuat Arga terkekeh. Bagaimana pun seluruh uang yang di pakai adalah milik Alan. Itu berarti jika Arga Menggantinya, sama saja dia tetap menggunakan uang Alan.

Kanya menghentakkan kakinya lalu berlalu dari panggung pelaminan impiannya.

Setelah serangkaian acara selesai Kanya memutuskan pulang lebih dulu karena bagaimanapun hatinya sakit bukan main.

Saat tiba di rumahnya, dia melihat Sonya duduk di teras rumahnya.

Kanya berdecak, mau apa dia datang. Belum cukupkah dia disakiti sangat dalam.

Saat membuka pagar Sonya langsung menyadari kedatangannya, dan berdiri.

Wanita itu bahkan memperhatikannya dari atas ke bawah seolah bingung kenapa Kanya mengenakan kebaya, yang jelas bukan kebaya pengantin, tapi kebaya pagar ayu. Iya, miris. Harusnya hari ini jadi pengantin, tapi justru turun derajat jadi pagar ayu. Dan semuanya gara- gara Sonya dan Alan. Beruntung undangan belum tersebar, kalau tidak bisa- bisa dia malu tujuh turunan, dan tujuh tanjakan karena batal nikah di ketahui orang lain.

Meski begitu ada juga beberapa tetangga yang bertanya. "Loh, bukannya Kanya yang mau nikah. Kok jadinya Arga."

Tapi, mamanya segera menjawab. "Kalian salah dengar. Jelas- jelas saya bilang Arga. Masa Kanya ngelangkahin Arga sih..." paling bisa emang kalau mengelak.

Saat itu Kanya bahkan cemberut, padahal awalnya karena uang pelangkah dari Alan cukup besar, Mama dan Papanya langsung setuju.

"Kanya?" kembali ke saat ini, Kanya melihat Sonya nampak ragu untuk bicara.

"Mau apa kamu kesini?"

"Aku-" Sonya menunduk meremas kedua tangannya.

"Langsung aja lah, jangan nunjukin wajah kayak gitu. Aku muak lihatnya. Bertingkah seolah merasa bersalah, padahal beneran salah."

Sonya mendongak, dan sudah pasti dia melihat wajah kanya yang datar sedatar tembok. Untung saja bukan cuma ekspresinya yang datar, tapi kulit wajahnya yang mulus sudah seperti menggunakan cat mahal, bening, putih dan mulus. Hingga tembok pun, bukan sembarang tembok.

Bukan seperti wajah Sonya, wajah itu sudah seperti malam berbintang, gelap dan berjerawat. Kanya heran bisa- bisanya Alan berselingkuh dengan wanita macam Sonya. Dia hanya lebih manis saja karena memiliki kulut eksotis khas Indonesia. Sawo matang. Tidak, bukan sawo matang, tapi sawo busuk.

Pokoknya menurut Kanya semua yang busuk- busuk ada pada Sonya.

"Aku datang mau kasih ini." Sonya mengulurkan sebuah kartu undangan berwarna hitam dimana tertulis nama Alan dan Sonya.

Bagus sekali setelah menghancurkan pernikahannya, akhirnya mereka menikah.

Kanya melihat tanpa mengambil. Sudah satu minggu sejak mereka bertemu di klinik, dan dari semua waktu kenapa lampir ini harus datang sekarang. Di hari harusnya pernikahannya berlansung.

"Kamu datang jauh- jauh kesini cuma mau kasih ini?"

"Maaf, Kanya, tapi aku berharap kamu bisa datang, bagaimanapun kamu juga sahabatku."

"Sahabat?" Kanya tertawa, tawa yang ngakak sampai dia merasa perutnya sakit. "Ada, sahabat yang menusuk dari belakang?"

"Bawa pergi sana, kamu pikir aku sudi buat datang?"

"Kanya..." Sonya meneteskan air matanya.

Kanya memutar matanya malas, lalu mengambil kertas undangan berwarna biru itu.

"Satu hal yang aku pikirin Sonya. Kamu gak malu menggelar pesta di saat perut kamu sudah berisi? Menyebarkan berita buruk kalian di depan semua orang, hingga mereka akan menghitung, berapa usia kandungan kamu saat kalian menikah. Harusnya nikah diam- diam, bila perlu malam hari biar gak ada yang tahu. Ah, tapi aku lupa, kalian jelas gak punya malu." Ya harusnya begitu. Menikah seperti pasangan yang di grebek warga karena ketahun jina.

Sonya semakin menangis. "Tolong jangan bicara begitu. Aku juga memiliki pernikahan impianku."

Kanya menaikan alisnya. "Oh, ya ampun. Kamu gak malu bilang begitu, di saat kamu baru saja menghancurkan pernikahan impianku?"

"Ini bukan inginku, Kanya. Tapi, aku hamil, jadi-"

Kanya berdecak. Bisa- bisanya dia meladeni wanita gila ini.

"Ya, ya... serah lah. Ini udah aku terima kan, pergi sana!" Kanya melepas sepatunya lalu membuka pintu mengabaikan Sonya, hingga saat Kanya benar-benar akan masuk Sonya kembali bersuara.

"Kamu akan datang kan?"

"Oh, tentu. Aku akan datang, bawa hadiah yang paling bagus. Dan doa yang paling banyak." Setelahnya Kanya masuk dan menutup pintu dengan keras hingga tembok rumahnya bergetar.

Di balik pintu Kanya menyandarkan tubuhnya. Kedua tangannya meremas kartu undangan pernikahan Alan dan Sonya, bahkan hingga tak berbentuk.

"Tega sekali, kamu Mas. Alan Sialan!" umpatnya. Air matanya menetes- netes deras, meski tak sederas air keran, tapi tetap saja pipinya banjir air mata.

Kanya memasuki kamarnya lalu meneliti sekitar. Mencari apa saja yang ada, dan mengumpulkannya dalam sebuah kotak, kotak yang cukup besar, hingga kotak tersebut penuh dan kamar Kanya menjadi luang. Dan saat ini Kanya menyadari jika separuh isi kamarnya selama ini diisi barang- barang pemberian Alan.

Kanya menatap kotak di depannya, lalu mulai menggunting dan menghancurkan satu persatu. Mulai dari buku, boneka, bahkan foto- fotonya bersama Alan.

Air mata terus mengalir, bahkan bahunya berguncang, saking sesegukkannya tangisan Kanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!