NovelToon NovelToon

Dendam Gila Sagara

Chapter 1

"Kak! Kakak! Ke sini cepetan!" Teriak anak lelaki berkaos oblong warna cokelat yang dipadukan dengan celana kolor selutut berwarna hitam. "Kak Rara, cepetan!!" teriaknya.

"Ada apa sih, Raja?!" balas Rara sama-sama berteriak sembari berlari tergopoh-gopoh menghampiri adiknya yang berdiri di ambang pintu keluar.

"Cepetan Kak!!" Teriakan Raja kembali mengintrupsi, membuat Rara menyingkirkan tubuh kurus adiknya dari ambang pintu.

"Ya Tuhan!" pekik Rara saat melihat seorang anak lelaki berseragam SMA tergeletak begitu saja di teras depan rumahnya. "D-dia siapa Ja dan dia kenapa?" tanya Rara sambil buru-buru menghampiri tubuh anak SMA tersebut.

"Aku nggak tahu, Kak!" sergah Raja menggelengkan kepala seraya mengekori Kakaknya dari belakang.

"De! Bangun De! Kamu masih hidup 'kan?" Rara menepuk-nepuk lengan putih si anak SMA.

"Kak, aku takut," cicit Raja. Dia mengeratkan pegangan tangannya pada piyama yang dikenakan Kakaknya. "Jangan-jangan ... dia korban pembunuhan?" sambungnya dengan suara bergetar ketakutan.

"Diem ih, jangan bicara sembarangan!" tegur Rara seraya terus menepuk-nepuk lengan si anak SMA.

"Euunghh!" Lenguhan keluar dari bibir merah delima si anak SMA, membuat Rara dan Raja menghembuskan napas lega.

"Syukurlah ... ternyata kamu masih hidup!" ucap Rara sembari membantu pemuda SMA itu bangun dari tempatnya dengan dibantu oleh Raja juga. Kakak beradik itu memapah tubuh si anak SMA, membawanya masuk ke dalam rumah dan ditidurkan di kamar Raja.

"Ambilin minum gih!" perintah Rara kepada adiknya.

Raja mengangguk dan segera pergi ke dapur.

"Nama kamu siapa? Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa tergeletak di teras rumah saya?" cerocos Rara memberondong anak SMA tersebut dengan tiga pertanyaan sekaligus.

"Namaku Ss-Sa-gara. Sepulang sekolah tadi, aku dicegat sekelompok preman, motorku dirampas dan aku dipukuli. Aku berusaha kabur dari mereka dan akhirnya sampai di sini, kemudian aku nggak ingat apa-apa lagi," jelas Saga dengan suara pelan sedikit bergetar dan membuat Rara menatap penuh iba.

"Ya Tuhan ... malang sekali nasibmu, Dek," lirih Rara, tercenung. Kemudian tidak berselang lama, Raja masuk ke kamar satu gelas air putih di tangannya. Lalu memberikan air tersebut kepada Rara. "Minum dulu, Dek!" Rara mendekatkan gelas itu ke bibir Sagara.

Saga pun meminumnya sampai tidak bersisa. "Terima kasih," ucap Saga. "Panggil saja Saga atau Gara, jangan Adek!" sambungnya meminta.

Rara menganggukkan kepala.

"Ayo, aku obatin luka di wajah kamu!" Rara mengambil kotak P3K yang tadi sudah dibawa oleh Raja. "Oh ya Saga, kenalin namaku Rara dan ini adikku Raja," jelas Rara memperkenalkan diri.

Saga menganggukkan kepala.

"Kamu istirahat aja ya, aku dan Raja mau ke dapur dulu. Mau nyiapin makan malam," kata Rara setelah selesai mengobati luka di wajah Saga.

"Terima kasih karena kalian sudah menolongku," imbuh Saga penuh haru sebelum kakak beradik itu meninggalkannya.

"Sama-sama!" jawab keduanya disertai senyuman.

________

"Oh jadi Kak Rara ini udah kerja, ya ... Aku kira masih kuliah," kata Saga setelah ketiganya selesai menyantap makan malam. Sepanjang makan malam tadi, Rara dan Raja tidak berhenti berbicara, menceritakan kisah hidup mereka pada Saga dan Saga pun demikian. Menceritakan tentang asal-usulnya dan kehidupannya.

"Iya, tadinya pengen kuliah, tapi Mama keburu nggak ada. Jadi aku milih kerja aja. Kalau aku maksain buat kuliah, kasihan Raja, nanti nggak kebagian modal buat sekolahnya," kekeh Rara sambil menggusak rambut hitam adiknya.

"Iya juga ya!" Saga menggangguk-anggukkan kepalanya menanggapi perkataan Rara.

"Berarti kita bertiga senasib, sama-sama ditinggal meninggal oleh Mama," celetuk Raja dengan wajah polosnya. Sontak hal itu mengundang pelototan dari Rara. Raja pun tercengir bagai kuda.

"Oh ya Kak, berhubung Kak Rara jualan kue basah, aku mau pesen dong buat acara di tempatku, seratus bungkus saja!" ujar Saga dan tentu saja langsung membuat Rara memekik bahagia.

"Alhamdulillah! Siap Saga!" seru Rara penuh sukacita. "Untuk hari apa dan diantar ke mana?" tanya Rara antusias.

"Hari minggu lusa. Nanti alamatnya aku chat aja!" tukas Saga dan Rara pun mengangguk paham.

Setelah mengatakan hal itu, Saga pun berpamitan. Karena tukang ojek yamg dipesan Rara untuk mengantarkannya pulang sudah datang.

Rara dan Raja melambaikan tangan kepada Saga sebelum pemuda SMA itu naik ke atas motor. "Hati-hati!" seru Rara dan motor yang membawa Saga pun berlalu dari hadapan keduanya.

"Kak Saga tampan banget ya, Kak," ujar Raja sambil memandangi kepergiannya.

"Iya," sahut Rara mengulum senyum. Saga memang sangat tampan, kalau menurut anak zaman sekarang mah Saga itu punya wajah blasteran surga. "Jhahaha ...." Rara tertawa dalam hatinya.

________

"Ceileh, itu muka ceria amat sih Nul! Aku perhatikan dari pagi sampe sore begini kok kamu mesem-mesem sendiri, ada apa sih? Cerita atuh ke aku!" Rara menghampiri Inul, rekan kerjanya sesama cleaning service di perusahaan Wijaya Corporation.

"Ya jelaslah aku ceria, malam nanti, aku mau nge-date sama Mas Windu," jelas Inul dengan wajah sumringah.

"Ooh pantesan!" sahut Rara sambil membereskan peralatan kerjanya.

"Makanya Ra, kamu juga cepetan cari pacar! Jangan nge-jomblo aja! Nggak bosen tiap malam minggu ngelumuk aja di rumah!" cibir Inul memajukan bibir bawahnya.

Rara mendengus seraya mendelik ke arah Inul. "Nggak ada yang mau sama aku," sahut Rara dan sontak mengundang gelak tawa dari Inul.

"Bukan nggak ada yang mau, tapi kamunya aja yang terlalu menutup diri!" sergah Inul di sela-sela tawanya. "Jelas ada Pak Tama yang dari dulu suka sama kamu, tapi kamunya aja yang nggak nanggepin perasaan dia."

"Aduh Nul, aku harus bilang berapa kali sih, sama kamu! Aku dan Pak Tama itu bagai langit dan bumi. Kasta dia terlalu tinggi buat aku. Dia itu seorang manajer dan aku hanyalah petugas kebersihan. Apalagi yang suka sama Pak Tama tuh banyak banget. Hampir semua staff perempuan yang masih lajang naksir sama dia. Aku nggak minat bersaing sama mereka. Minder sekaligus ngeri!" Rara bergidik, membayangkannya saja sudah membuat dia hilang kepercayaan diri.

"Kenapa harus minder coba? Mau manajer kek, cleaning service kek, staff kantoran, direktur, artis pejabat ... semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan. Hanya amal ibadah saja yang membedakan kita!" cerocos Inul menyanggah perkataan Rara.

Rara mendesah. "Terserah kamu aja deh Nul! Kalau ngomong sama kamu mah aku selalu kalah!" ujar Rara dengan lesu lalu berbalik untuk meninggalkan gadis berkulit sawo matang itu. Berdebat dengan Inul sama halnya berdebat dengan emak-emak rempong di pasar yang doyan ngejar diskon. Jelas tidak akan menang!

"Eee ... Mau ke mana kamu Ra? Aku belum selesai ngomong loh!" teriak Inul yang merasa kesal karena Rara malah meninggalkannya.

"Aku mau pulang!" sahut Rara tanpa menoleh lagi pada teman cerewetnya. Ia ingin segera pulang dan segera membuat kue pesanan Sagara. "Semangat menjemput cuan!" batin gadis itu bersorak bahagia.

*

Saga bersiul-siul di dalam kamar mewahnya sembari memandangi pantulan wajah tampannya di dalam cermin. Senyum miring tercetak jelas saat hape canggihnya berdering. "Hm, bagaimana?" sapanya pada orang di seberang sana.

"Beres bos!" sahut suara nun jauh di sana.

"Good jobs!" kekeh Saga mematikan teleponnya.

"Welcome to the hell, Rara Aprilia!"

Chapter 2

"Ya Tuhan! Ini ada apa Ja, kenapa banyak makanan dan barang-barang mewah di rumah kita?!" pekik Rara saat melihat berupa-rupa makanan mahal terhidang di meja ruang tamu dan juga beberapa barang bermerk yang berserakan di kursi dan lantai ruang tamu. Ada baju, sepatu dan mata Rara langsung terbelalak saat mendapati dus hape dengan logo apel tergigit yang ada di samping adiknya. "Raja! Jawab Kakak, ini semua dari siapa?!" cecar Rara berteriak.

Raja tersenyum lalu meraih tangan kakaknya agar duduk di sampingnya. "Tenang Kak, jangan emosi dan panik dulu. Sini duduk dulu, aku bakal ceritain asal-usul semua barang-barang dan makanan ini," ujar Raja dengan santainya. Rara pun menurut dan mendudukkan tubuhnya di samping Raja. "Cepet cerita!!" gertaknya tidak sabar.

"Kak, semua barang dan makanan ini dari Kak Saga," beri tahu Raja dan Rara pun semakin kaget dibuatnya.

"Sa-Saga?!" beonya tergagap.

"Iya, jadi setengah jam yang lalu, ada dua orang lelaki berbadan tegap dan kekar dateng ke sini, nganterin semua barang-barang ini, katanya dari Kak Saga buat kita berdua," jelas Raja. "Nih kalau nggak percaya, Kak Saga ngasih surat juga buat kita!" Raja memberikan selembar kertas kepada kakaknya.

Untuk Kak Rara dan Raja

Terima kasih sudah menolongku. 

Aku mohon, tolong terima barang-barang ini! 

Jangan menolak apalagi mengembalikannya karena aku bakal marah kalau kalian melakukannya. Itu sama saja kalian tidak menghargai pemberianku! 

Sekali lagi terima kasih sudah menolongku. 

Sagara

Rara mendesah pelan setelah membaca surat di tangannya. Padahal dia menolong Saga ikhlas tanpa pamrih, tapi ya sudahlah, tidak baik juga 'kan menolak rezeki. Pikirnya dan dia pun merogoh hapenya untuk mengucapkan beribu terima kasih kepada Sagara.

"Halo, ada apa Kak Rara?" tanya Sagara dari seberang sana.

"Saga, terima kasih atas semua barang dan makanannya. Seharusnya kamu tidak usah melakukan hal seperti ini. Aku dan Raja sangat ikhlas menolong kamu!" kata Rara merasa tidak enak. "Kami berdua jadi merasa malu," sambungnya.

Saga tertawa di seberang sana. "Sudah! Sudah! Barang yang kuberikan itu tidak sebanding dengan pertolongan kalian. Jika kemarin malam kalian tidak menolongku, mungkin sekarang aku sudah ada di dalam perut bumi alias mati!" terang Sagara masih diiringi tawa. "Sudah ya, jangan merasa tidak enak," pungkasnya.

"Iya, sekali lagi terima kasih ya. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu dengan yang lebih banyak!" ucap Rara mendoakan.

Sagara terkekeh, mengamini. "Kak Rara jangan lupa, besok malam kuenya diantar sebelum jam tujuh ya?" pintanya mengingatkan.

"Siap! Siap!" balas Rara penuh semangat. Panggilan diakhiri setelah keduanya mengucapkan salam.

"Kak Sagara baik banget ya Kak?" Raja berucap dengan mulut sibuk mengunyah pizza.

"Iya, dia baik banget," timpal Rara.

"Kak, hape iphone-nya buat aku aja ya?" Mendengar permintaan dari adiknya, Rara pun menganggukan kepala. "Horeee!!" Raja bersorak berjingkrak-jingkrak.

Rara tersenyum haru melihat betapa bahagianya Raja. Dia sadar selama ini belum bisa membahagiakan Raja. Belum bisa membelikan apa yang Raja impikan dan oleh Saga, adiknya itu bisa mendapatkan hape impiannya. "Terima kasih Saga," batin Rara bahagia.

____

"Kak, beneran Kakak nggak mau aku temenin?" tanya Raja memastikan, saat Rara sedang memasukkan kue pesanan Saga ke dalam box.

"Nggak usah!" jawab Rara tanpa menoleh ke adiknya yang berdiri di belakangnya. "Kamu jaga rumah aja. Jangan keluyuran! Jangan bukakan pintu untuk siapapun karena Kakak bawa kunci duplikat!" pesan Rara sambil mengangkat satu box besar berisi kue pesanan Sagara.

"Siap Kak!" Raja menempelkan ujung telapak tangannya di ujung alis. "Kakak juga hati-hati. Jangan pulang terlalu malam!"

"Ok!" Rara pun mencium kepala Raja lalu berpamitan masuk ke dalam taksi online yang sudah menunggunya sejak tadi.

Biasanya Rara mengantar kue pesanannya menggunakan motor, tapi kali ini dia memilih memesan taksi karena rintik gerimis sudah turun dari langit membasahi bumi.

*

"Terima kasih ya, Pak!" ucap Rara setelah mobil yang ditumpanginya berhenti di depan bangunan tinggi menjulang. Rara memberikan uang lima puluh ribu lalu keluar dari mobil tersebut.

Kemudian gadis berponi itu melangkahkan kaki untuk masuk ke apartemen mewah tersebut. "Saga bilang kamarnya ada di lantai lima puluh," monolognya mengingat-ingat. Dia pun memencet angka lima puluh.

Suara lift terbuka terdengar nyaring dan sampailah dia di lantai yang dituju. Sebelum mengetuk pintu unit apartemen Saga, gadis manis itu merapikan pakaiannya. Dia mengusap-usap rok plisket hitam selutut dan kemeja tangan pendek berwarna putih yang dipakainya. Lalu membenarkan sweater rajut hitam yang dikenakannya. "Rapi!" gumam Rara lalu segera memencet bel yang ada di sebelah pintu unit kamar apartemen Sagara. "Ya Tuhan, semoga Saga suka kuenya," bisiknya sambil menunggu sang empunya kamar membuka pintu.

Pintu pun akhirnya terbuka dan betapa terkejutnya Rara karena melihat Sagara yang jauh berbeda dari saat ditolongnya waktu itu. Ketampanan pemuda delapan belas tahun itu benar-benar membuat Rara Aprilia terpesona.

Apalagi ditambah dengan outfit yang dikenakannya, celana ripped jeans dan kaos oblong berwarna putih semakin membuat ketampanannya memancar sempurna. Ah, jangan lupakan rambut hitamnya yang sedikit berantakan berpadu dengan rahang tegas dan tatapan tajamnya.

Rara pun berdecak kagum dalam hatinya. Seandainya dia masih seumuran dengan Sagara, mungkin dia sudah klepek-klepek dibuatnya. Tapi Rara sadar, dirinya sudah bukan remaja lagi. Usianya akhir April ini sudah memasuki seperempat abad alias dua puluh lima tahun.

Dia segera membuang jauh pikiran tentang ketertarikannya terhadap Sagara. "Sadar Ra! Dia itu pantesnya jadi adek kamu!" tekan Rara masih membatin.

"Silahkan masuk Kakak Cantik!" Satu kalimat seruan dari Saga mampu membuat Rara tersadar dari lamunannya.

"Oh iya, makasih," ucap Rara lalu sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai tanda meminta izin untuk masuk ke rumah orang.

Mata Rara enggan berkedip karena merasa takjub dan kagum dengan keadaan di dalam apartemen milik Sagara. Perabotan dan furniture-nya sangatlah mewah. "Saga benar-benar anak orang kaya!" pikirnya.

Kebanyakan membatin membuat dia jadi tidak fokus, yang akibatnya dia tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Sagara. Barulah setelah Sagara menjentikkan jari di depan wajahnya, Rara pun terkesiap dan langsung meminta maaf. "Duh maafin aku ya, yang kurang fokus, tadi kamu ngomong apa?" tanya Rara tidak enak hati.

"Nggak papa Kak." Kekeh Sagara. " Tadi aku bilang, kuenya taruh di dapur aja!" ucap Saga mengulangi perkataannya.

Rara dengan sigap melaksanakan perintah Sagara. Dia pergi ke dapur mengikuti langkah si empunya rumah.

"Kalau boleh tahu, kamu pesen kue sebanyak ini untuk acara apa ya?" tanya Rara sesaat setelah menaruh kue yang dibawanya ke atas meja.

"Acara perayaan kemenanganku," jawab Saga enteng.

"Kemenangan?" ulang Rara penasaran.

"Iya. Kemenanganku mendapatkan apa yang aku mau selama ini. Setelah sekian lama aku menanti, akhirnya malam ini tujuanku akan tercapai," jelas Sagara dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Oh begitu ya. Selamat atuh atas kemenangannya. Berhubung tugasku sudah selesai, aku mau pamit pulang dulu!" tukas Rara segera berbalik meninggalkan Sagara. Namun tanpa di duga, Sagara mencekal pergelangan tangannya. Rara pun tersentak seraya melempar tanya dengan kedua alis menukik tajam. "Ada apa?"

"Jangan pulang dulu! Perayaannya 'kan belum dimulai." Senyum smirk mengembang di bibir merah Sagara dan kali ini, Rara merasa senyum itu terlihat mengerikan.

"Oh itu, memangnya aku boleh ikut merayakannya?" tanya Rara yang memang tidak mengerti tentang kemenangan dan tujuan apa yang Sagara maksudkan.

"Tentu. Karena tanpa kehadiranmu, perayaan itu tidak akan pernah terjadi." Sontak perkataan itu membuat Rara menautkan kedua alisnya, semakin tidak mengerti.

Lalu Sagara terkekeh melihat ekspresi di wajah Rara. Bibir meronanya kembali terbuka. "Aku sudah menunggu moment ini sejak tiga tahun yang lalu, Rara Aprilia."

"HAH?!"

Chapter 3

"HAH?!" Mata Rara membola. "Maksud kamu apa Saga?!" tanyanya dengan alis saling bertautan.

"Lihat wajah gue baik-baik Rara! Perhatikan dengan saksama!" titah Sagara sembari mencengkram pipi Rara dengan tangan kanannya.

Rara tidak bisa menghindar, ia terpaksa meneliti wajah tampan di depan matanya. Dia benar-benar tidak mengerti dengan Sagara. Sikap lelaki di hadapannya ini langsung berubah 180°. Awalnya berbicara aku-kamu, sekarang menjadi lo-gue. Jujur, Rara sangat takut!

"Lo udah ingat?" geram Sagara dengan suara berat, masih dengan tangan yang mencengkram kedua pipi Rara.

"I-ingat apa?" cicit Rara yang semakin ketakutan. Menurutnya, Sagara berubah seperti orang gila.

"Lo bener-bener nggak ingat gue?" bentaknya sembari menghempaskan pipi Rara dengan kasar, sehingga kepala gadis itu tertoleh ke sebelah kanan.

Rara menggeleng dengan air mata yang sudah berjatuhan. Perasaan takut sudah menyelimuti dirinya. Dia merasa tidak pernah bertemu Sagara sebelumnya, tapi kenapa lelaki itu terus menanyakan ingatannya seolah-olah mereka pernah saling bertemu.

"Ok! Kalau lo belum ingat ... Gue bakal bantu lo buat mengingatnya!" Bulu kuduk Rara meremang melihat senyuman mengerikan di wajah Sagara dan tiba-tiba saja hatinya menjadi tidak enak bersamaan dengan keringat yang mengucur deras membasahi tubuhnya. "Ikut Gue!" Dengan kasar, Sagara menarik tangan Rara menuju kamarnya. "Duduk dan dengarkan!" titahnya penuh penekanan dan Rara hanya bisa pasrah mengiyakan.

FLASHBACK ON

"Pa ... Mama tuh baru dua bulan yang lalu meninggalkan kita. Kenapa Papa udah berniat nikah lagi? Secepat inikah Papa melupakan Mama?!" tanya Sagara tidak menyangka jika Papanya ingin segera menikah lagi. Padahal kuburan Mamanya masih terlihat basah.

"Papa lelaki normal Saga. Papa butuh pendamping hidup untuk menemani Papa dan juga mengurus kamu! Mama kamu sudah tenang di surga dan dia pasti setuju jika Papa menikah lagi. Apalagi wanita yang akan Papa nikahi itu ad-"

"Nggak Pa!!" teriak Sagara menentang keras keinginan Papanya. "Aku nggak setuju Papa menikah lagi dalam waktu dekat ini! Seenggaknya Papa nunggu setahun atau dua tahun lagi, Pa, kuburan Mama masih basah!" lirih Sagara berkaca-kaca.

"Terserah! Mau kamu setuju atau tidak, Papa akan tetap menikah bulan ini! Papa bukan meminta restu kamu, Papa hanya memberitahu!" pungkas Samiaji lalu pergi begitu saja meninggalkan putra tunggalnya.

"ARGHH!!" Saga mengerang frustrasi sambil meninju meja belajarnya. Dia kecewa dengan sikap Papanya yang egois dan tidak mempedulikan keadaannya.

Jika sedang dilanda kesedihab, maka Sagara akan pergi menemui teman kecilnya yang sudah satu tahun ini telah resmi menjadi pacarnya, Celline Ayudia namanya.

Sagara berlari menuju rumah Celline, yang masih satu kompleks dengan rumahnya, hanya terhalang tiga rumah saja.

Dia menggedor pintu rumah Celline, lalu muncul lah gadis berlesung pipi itu membukakan pintu dan Sagara langsung memeluk tubuh Celline. Menumpahkan segala sakit dan kecewa di hatinya.

"Ga, kamu kenapa?" tanya Celline saat sudah duduk berhadapan dengan Sagara di bangku taman belakang rumahnya.

"Papa Cell. Dia mau nikah lagi!" ungkap Sagara dengan lirih. "Aku bener-bener kecewa sama Papa. Mama baru dua bulan yang lalu meninggal, tapi Papa seakan buru-buru ingin melepas masa dudanya," keluh Sagara dengan menyenderkan kepalanya di bahu sang kekasih.

"Mamaku juga mau nikah lagi." Perkataan Celline sukses membuat Sagara menarik kepalanya dari bahu kekasihnya.

"Really?!" Saga memastikan.

Celline mengangguk. "Mereka bahkan berencana menikah bulan depan," lanjut Celline menatap lurus ke arah depan.

"Ya Tuhan, kenapa nasib kita sama?" kekeh Sagara sembari memeluk tubuh Celline dari samping. "Ralat!" sergahnya. "Nasib kita nggak sama. Tante Shinta menjanda udah lama sedangkan Papaku menduda baru dua bulan." Lagi-lagi Saga mengeluh. "Terus gimana Cell, apa kamu ngizinin Mama kamu untuk menikah lagi?" tanyanya.

"Iya, karena Mamaku dan calon Papa baruku saling mencintai. Jadi nggak ada alasan untuk aku tidak memberikan izin. Bahagia Mamaku adalah bahagiaku juga!" Celline berkata dengan mata berkaca, membuat Sagara semakin mengeratkan pelukannya.

Mamanya Celline adalah sahabat dekat Mamanya Sagara.

"Kamu memang anak yang baik Cell." Saga memuji sambil mengecup puncak kepala Celline.

"Aku memang anak yang baik, tapi aku bukan pacar yang baik buat kamu." Tentu saja perkataan tersebut mengundang tanya dari Saga.

"Kamu ini ngomong apa sih, Cell? Kamu itu adalah pacar yang paling baik buat aku. Aku bersyukur banget bisa jadi pacar kamu," tampiknya.

"Saga ..." Celline berseru sembari melepas pelukan Sagara dari tubuhnya. "Aku mau kita putus!"

Bagai disambar petir di siang bolong. Sagara terhenyak mendengar permintaan dari gadis di hadapannya. Mata membola, tapi sedetik kemudian normal kembali. "Cell, jangan nge-prank deh! Nggak lucu tahu!" Saga tertawa kecil, menormalkan keterkejutannya.

"Aku nggak nge-prank. Aku serius Sagara!" ucap Celline penuh penekanan dan Sagara langsung menatap lekat kedua bola mata kekasihnya. Mencari keseriusan di dalamnya dan sialnya, iris mata hitam itu memancarkan keseriusan.

"Why?!" Saga bertanya sembari mengguncangkan kedua bahu Celline. "Kenapa kamu mau putus dari aku?! Apakah aku punya salah ke kamu? Kalau ada, bilang Cell! Jangan grasak-grusuk minta putus seperti ini! Atau kamu jatuh cinta sama cowok lain, iya?!" Beberapa pertanyaan keluar sekaligus dari bibir merah delima milik Sagara. Hatinya benar-benar tercabik dan hancur berkeping-keping.

Celline menggeleng cepat. "Alasannya bukan seperti apa yang kamu ucapkan barusan. Bukan itu Saga, tap-"

"Terus apa alasannya Cell?!" Suara Saga naik satu oktaf memotong perkataan Celline.

"Alasannya adalah karena kita bakal jadi saudara."

"HAH? APA?!" Saga langsung tersentak. Mulutnya menganga lebar. Matanya hampir loncat dari tempatnya.

"Calon Papa baruku itu adalah Papa kamu!"

Sekali lagi, jantung Sagara tercekat hebat. Napasnya tiba-tiba terasa sesak. "Nggak Cell! Ini nggak mungkin! Kamu pasti bohong!!" Sagara berusaha menepis dan menyanggah perkataan Celline. Tapi lagi-lagi Celline mematahkan segalanya.

"Demi Tuhan, aku berkata jujur!"

Remuklah hatinya mendengar semua itu. Ia bangkit, berjalan menjauh meninggalkan Celline.

Berteriak!

Mengeluhkan segala apa yang menimpanya saat ini kepada Tuhan. Bumi pun menurunkan hujan seolah ikut menangis melihat kesakitan yang dirasakan Saga. Bocah lima belas tahun itu berlari, menerjang derasnya hujan dan kilatan petir. Kehilangan Ibu, lalu kehilangan kekasih dalam waktu berdekatan membuat jiwanya terguncang. Sagara terpukul dan putus asa hingga dia memutuskan untuk menyusul Mamanya ke surga.

Dia berdiri tepat di t@ngah r*l keret* api, memejamkan mata untuk menanti malaikat pencabut nyawa. "Mama ... Papa dan Tante Shinta mau menikah. Padahal selama ini mereka tahu kalau Saga dan Celline itu pacaran. Papa egois, Ma ... dan Celline dengan gampangnya memberikan restu pada mereka berdua tanpa mempedulikan perasaan Saga yang benar-benar mencintai dia. Celline jahat Ma, dia tega mutusin Saga demi Mamanya. Saga benci Papa, Tante Shinta dan juga Celline! Saga mau ikut Mama ..." Isakan dan racauan menyayat hati terus keluar dari bibir Sagara. Berlomba-lomba dengan derasnya air hujan. Sagara memeluk dirinya sendiri saat cahaya lampu dari kereta api mulai menyorot tubuh ringkihnya. "Mama, Saga datang," lirihnya.

"Hey eling!! Kamu jangan nekad begini!! Bunuh diri itu dosa!!" Bentakan nyaring dari seseorang yang menarik tubuh Sagara terdengar jelas di telinganya. Sagara membuka mata dan mendapati seorang perempuan tengah memeluk tubuhnya dengan erat.

"Lepasin! Aku mau nyusul Mama!!" teriak Sagara dengan histeris karena perempuan yang memeluknya berhasil menggagalkan rencananya.

Lalu perempuan tersebut menarik Sagara, menjauh dari rel kereta. Berteduh di bawah jongko-jongko yang ada di pinggir rel.

"Lihat aku!" Perintah si perempuan pada Sagara yang terus berontak. "Seberat apapun masalahmu. Mati bukanlah jalan yang terbaik! Bangkit dan buktikan pada dunia bahwa kamu bukanlah orang yang lemah!" sentak perempuan tersebut dengan penuh penekanan.

Sagara mendongak, menatap lekat wajah perempuan yang baru saja menggagalkan rencananya. Lalu tak berapa lama, mobil patroli pun datang, Sagara digiring, dimasukkan ke dalam mobil patroli tersebut. Sagara membatin, ia akan terus mengingat wajah perempuan itu.

FLASHBACK OFF

Rara membeliakkan mata dengan mulut menganga lebar mendengar kisah yang baru saja diutarakan Sagara. "Ja-jadi, anak itu adalah kamu?" Dengan suara terbata-bata Rara bertanya.

"Ya. Anak yang lo tolong waktu itu adalah gue. Dan berkat pertolongan lo, gue bisa hidup sampai sekarang ... namun dengan kehidupan yang seperti di neraka," desis Sagara memelototkan matanya kepada Rara.

"Gue harus hidup satu atap dengan gadis yang gue cintai sebagai saudara tiri dan itu membuat gue sangat tersiksa!" teriaknya.

"Seandainya waktu itu lo nggak nolongin gue, pasti sekarang gue udah hidup bahagia bersama Mama di surga. Tapi karena lo yang so jadi pahlawan, hidup gue hancur berantakan," geram Sagara dengan gigi bergemelatuk menatap penuh kebencian pada Rara yang sudah gemetar di tempatnya.

"Sejak malam itu, gue bertekad untuk membalas dendam ke elo! Gue udah bersumpah akan membuat hidup lo hancur berantakan sama seperti yang gue rasakan."

Rara menegang, melihat senyum menyeramkan yang tersungging di wajah Sagara. Dia menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Maaf." Kata itu spontan keluar dari bibirnya.

Sagara berdecih. "Gue nggak butuh kata itu!"

Rara mengusap air mata di kedua pipinya. Berusaha melawan rasa takutnya. "Lalu, kamu mau apa dari aku?" ucap Rara dengan suara serak sesenggukkan.

Sagara memajukan wajahnya, tepat ke telinga Rara yang masih duduk di tepi ranjang. "Gue mau menghancurkan masa depan lo!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!