1 Maret 2025, malam hari.
Saat peringatan tiga tahun hubunganku dengan Edward, aku berfikir jika sudah seharusnya kami melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, yaitu jenjang pernikahan. Melihat umurku yang sudah menginjak usia 24 tahun dan Edward berumur 27 tahun. Itu adalah usia manis untuk menjalani sebuah kehidupan pernikahan bersama pasangan yang dicintai.
"Ed, selamat hari jadian kita yang ke-3 tahun! Bagaimana? Apa kau tidak ada niatan untuk melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius?" aku bertanya kepadanya, Edward Knightley yang duduk tepat di sampingku.
Edward yang mendengar pertanyaan keramat dariku itupun sontak terdiam dan menunduk seakan sedang memikirkan sesuatu. Dia yang terlihat belum siap untuk menikah, mencoba mencari-cari alasan agar tidak menyakiti perasaanku saat itu. Memikirkannya saja dia belum siap, apalagi melakukannya.
"Apa yang kau katakan sayang? Dari awal kita pacaran kan hubungan kita selalu serius, memangnya apa yang kau ragukan dariku?" tanya Edward memegang kedua pipiku dengan lembut.
"Bukan begitu. Tapi, jenjang serius yang ku maksud adalah sebuah pernikahan. Kapan kau akan menikahi ku?" tanyaku.
Pertanyaanku itu membuat Edward terdiam, dia mengepalkan tangannya, dengan wajah tersenyum ia mencoba menenangkan dirinya dan mencoba untuk terlihat baik di depanku.
"Aku paham, aku mengerti perasaan mu sayang. Tapi coba kau pikirkan diriku juga, bukankah waktu itu aku pernah berjanji? Aku akan menikahi mu disaat aku sudah sukses nanti, tunggu sebentar lagi oke?" rayu Edward dengan nada pelan dan lembut.
"Tapi kapan kau akan sukses?! Kenapa sangat sulit mendapatkan kepastian darimu? Apa karena uang? Uangmu belum cukup untuk menikah denganku? Aku punya uang, biar aku yang membayar biaya pernikahan kita nanti. Masalah sukses, kita bisa meraihnya bersama-sama!" aku mengucapkan kata-kata yang terasa bagaikan pisau tumpul yang dipaksa digunakan untuk menusuk dada laki-laki itu.
Dia merasa jika harga dirinya seakan terlihat sangat tidak berharga di mataku, padahal aku tidak begitu. Memang benar jika keluargaku jauh lebih kaya dibandingkan Edward yang hanya memiliki uang pas-pasan. Tapi masalahnya bukan soal uang, tapi soal kesiapan dan harga diri. Edward terdiam, dia menatap mataku yang terlihat mulai berkaca-kaca.
"Kau tidak tahu bagaimana perasaan ku saat kau mengatakan hal itu dengan sangat mudah! Harga diriku sebagai laki-laki seperti tidak ada harganya sama sekali di mata mu itu! Jangan hanya ingin dipahami, cobalah untuk memahami!" kata Edward yang tiba-tiba membentak gara-gara hatinya sudah terlanjur marah.
Tubuhku gemetar, air mataku perlahan menetes ke pipi. Ini pertama kalinya aku melihat kemarahan Edward yang sangat menggebu-gebu. Walau Edward tidak suka main tangan, namun nada tinggi yang barusan ia keluarkan membuatku benar-benar ketakutan.
Melihatku gemetar akibat bentakkan darinya, Edward merasa bersalah karena membuat wanita yang sangat ia cintai meneteskan air matanya gara-gara perlakuannya yang kasar. Tangannya menarik tubuhku dengan lembut, membuatku berada dekat di sampingnya.
Laki-laki itu memejamkan matanya sebentar, dia merasa wajar jika aku berfikir seperti itu. Dia salah, melihat pengorbanan yang sudah kulakukan selama ini hanya untuknya, dia tidak ingin membuatku merasa kecewa. Dengan lembut ia memelukku, membelai rambutku kemudian berbisik di telingaku.
"Baiklah, baik sayangku. Jika hal itu benar-benar bisa membuatmu bahagia, aku akan mengikuti apapun yang kau inginkan. Maaf sudah membentak mu tadi ya dan aku masih belum bisa membuatmu bahagia," kata Edward yang terdengar sangat tulus.
Aku menggelengkan kepalaku, naik ke atas pangkuan Edward yang memangku tubuhku dengan erat. "Itu tidak benar, bisa terus bersamamu seperti ini adalah sebuah kebahagiaan tak terhingga bagiku. Maka dari itu, tetaplah bersamaku sayang. Aku tidak mau kehilangan dirimu," aku membelai rambut Edward yang agak panjang dengan model potongan wolf cut.
Perasaan sedih, haru, marah, kecewa, dan bahagia. Semuanya tercampur rata didalam satu waktu diantara kami berdua. Aku mulai mencium bibir laki-laki dihadapan ku itu dengan lembut. Ritme mengalir mengikuti nada, kami terhanyut akan suasana yang penuh akan romantisme.
Perlahan Edward membalikkan keadaan, dia membaringkan tubuhku yang ringan ke sofa tempat kami duduk saat itu. Mulut saling memenuhi satu sama lain, tangan kekar Edward meraba lalu membuka kait bra di punggungku.
Dari atas turun ke bawah, jalurnya memang seperti itu. Kebimbangan hati mulai memudar seiring pesatnya kemajuan pergerakan. Tubuhku menggeliat disaat Edward menyentuh bagian yang sensitif. Hawa dingin dimalam itu seakan tidak berefek kepada kami berdua, karena suasana menjadi semakin panas seiring berjalannya waktu.
"Ugh... Ahh..." desah dan hela nafas saling bersahutan, memenuhi ruangan itu.
"Tu-tunggu Ed... Ed!" aku berteriak menyadarkan Edward yang seakan dimabukkan oleh feromon milikku.
"J-jangan dimasukkan!" sambungku sembari terus berusaha mendorong tubuh Edward yang terasa sangat berat.
"Kenapa? Tidak boleh?" tanya Edward dengan ekspresi yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. Edward yang terlihat masih belum sadar sepenuhnya itupun terus mendorong-dorongkan benda miliknya, walau hal itu tidak pernah berhasil karena ia belum melonggarkan nya.
"Hiks, kumohon Ed..." tak terasa, air mataku perlahan menetes, aku menangis sambil terus memukul-mukul dada Edward dengan lemah.
GYUTT!
Edward langsung memeluk tubuhku dengan erat, dia baru saja tersadar jika apa yang sudah ia lakukan sudah membuatku menangis seperti itu.
"Maaf, maaf sayang! Aku sudah menyakitimu," katanya sambil terus memeluk tubuhku seakan tidak mau melepaskannya.
"Hiks..., Kau hanya boleh melakukannya setelah kita menikah nanti. Sekarang tidak boleh! Huhu," sambil menangis aku memeluk balik tubuhnya yang bidang.
"Kapan kita akan menikah?" tanya Edward.
"Sebulan... Beri aku waktu sebulan, aku akan berbicara dengan kakek," sahutku.
"Kenapa hanya kau yang akan berbicara? Apa kau tidak akan membiarkanku bertemu dengan keluarga besar mu?" tanya Edward lagi.
"Itu... Itu karena kakek sudah pasti tidak akan mendengarkan mu, memangnya kau siap untuk bertemu dengan kakekku?" jelasku.
Edward tersentak, "Ja-jangan bergerak dulu sayang! Ahh..." ekspresi nya meringis, seperti sedang menahan sesuatu yang tidak bisa dia tahan.
Aku melirik ke arah bawah, dan ya benda milik Edward masih berdiri dengan tegak. Aku tertegun, Edward bergegas berdiri lalu pergi ke toilet untuk menyelesaikan urusannya. Aku tertawa saat melihat situasi yang baru saja menimpa diriku dan dirinya.
"Padahal aku takut banget, jujur rasanya sangat menegangkan hingga membuat jantungku hampir berhenti berdetak," gumam ku sambil memeriksa detak jantungku yang berdetak dengan sangat cepat dan berbunyi keras.
Aku melihat toilet yang baru saja Edward masuki. Aku sangat berharap jika aku benar-benar akan berjodoh dengan sosok Edward, laki-laki yang sangat mencintaiku dan sangat ku cintai. Sebuah ketulusan sudah membawaku sampai ke titik itu.
8 Maret 2025, pagi hari.
Sesuai janji yang ku janjikan kepada Edward. Seminggu setelah peringan hari jadian kami berdua, aku berhasil mengumpulkan keluargaku didalam satu ruangan disaat mereka semua seharusnya sibuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing.
Mereka semua (kecuali papa dan mama) berkumpul sesuai dengan permintaanku tempo hari. Kakek, Paman, Tante, kakak pertama, kakak kedua dan juga sepupu kecilku sudah siap menunggu kedatanganku untuk mengatakan tujuanku mengumpulkan mereka semua di hari yang sibuk itu.
Tangan dan kaki Edward gemetar saat melangkahkan kakinya memasuki rumah utama keluargaku yang sangat besar itu. Beberapa kali ia mencoba menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan, dengan maksud untuk menghilangkan rasa grogi nya.
Namun, rasa takut terus mencekamnya. Menurutnya, mansion besar itu lebih seram daripada rumah angker yang ditinggalkan pemiliknya. Aku menggenggam tangan laki-laki itu, aku tersenyum kemudian mengangguk saat kami sudah tiba didepan pintu ruang rapat keluarga.
"Apa kau sudah siap?" tanyaku. Dengan berat Edward mencoba meyakinkan dirinya jika dia akan menerima apapun keputusan yang akan keluargaku putuskan kepadanya.
KRIEETT...
Pintu pun terbuka, "Nona!" para pekerja menyambutku yang baru saja memasuki ruangan rapat keluarga di rumah utama keluarga Priyanka.
"Maaf kakek, aku terlambat! Semuanya, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk datang memenuhi panggilan Regi ditengah kesibukan yang kalian jalani hari ini," aku membungkuk meminta maaf atas keterlambatanku.
"Kau terlambat 3 menit 47 detik, kau membuat kami semua menunggu seperti ini," kata Satria, Pamanku yang sangat perfeksionis.
"Biasalah, pemeran utama pasti selalu datang terlambat," sambung Regan Priyanka, kakak laki-laki pertamaku yang suka mengejek dan mencemooh.
"Setelah sekian lama tidak melihatmu dengan jarak sedekat ini, ternyata kau makin tambah cantik ya sekarang," kata Rain Priyanka, kakak laki-laki keduaku yang memuji.
Ditengah ramainya sambutan yang keluargaku berikan, beberapa saat kemudian mereka menyadari kehadiran sosok yang tak dikenal berada diantara mereka. Tatapan tajam semua orang mengarah ke arah Edward yang sangat tertekan hingga mengeluarkan banyak keringat dingin di situasi yang sangat mencekam itu.
"Oy oy oy! Siapa mahluk ini? Sejak kapan dia ada disini? Hah?! Apa kau tuli? Kau tidak menjawab pertanyaan ku?!" Rain berdiri menghampiri Edward yang berdiri gemetar di sampingku, aku mencoba melindunginya.
SYUT! GREP!
Rain menarik kerah baju kemeja Edward hingga membuat laki-laki itu berjinjit karena ditarik dengan sangat kuat. Semua orang yang tadinya duduk menjadi berdiri, dengan sigap aku mencengkeram erat tangan Rain yang menarik kerah kemeja pacarku.
Bibirku gemetar, mataku mendelik karena Rain telah bertindak kelewatan. Edward tidak melawan, dia lebih memilih pasrah jika semisal Rain melayangkan pukulan ke arahnya. Itu adalah resiko ia memasuki rumah kawanan binatang buas yang memiliki harta dan kekuasaan.
"Kak! Kak Rain jangan begini! Lepaskan dia!" aku berusaha membuat Rain melepaskan Edward dari genggaman tangannya.
"Hah?? Lepas?" tanya Rain dengan nada mengejek, dia melihat Edward yang tidak bisa melakukan apapun kepadanya.
"Maaf..." Edward bergumam dengan intonasi yang sangat kecil.
"Apa~? Kau ada mengatakan sesuatu?" tanya Rain, dia tidak bisa mendengar gumaman Edward dengan jelas.
"MAAF! Saya terlambat memperkenalkan diri! Nama saya EDWARD KNIGHTLEY! Saya adalah PACAR Regina Priyanka!" Edward berteriak sangat keras hingga membuat semua orang ditempat itu merasa tercengang sakit terkejutnya.
"A-apa yang dikatakan oleh mahluk ini...?" Rain melepaskan cengkeramannya, dia mundur secara perlahan karena sangat syok mendengar pengakuan Edward barusan.
Regan yang mendengar pernyataan tak masuk akal itu langsung mengepalkan tangannya. Dia membawa Rain yang sedang syok kembali ke sofa, kemudian dia berjalan sambil meregangkan persendiannya. Tatapan matanya sangat tajam ke arah Edward yang sudah berani menatap balik ke arahnya.
"Sepertinya penjagaan di rumah ini mengalami sedikit kelonggaran, hingga membiarkan orang sinting ini masuk ke dalam tanpa halangan. Aku akan membereskan mu sekarang!" Regan membara.
"CUKUP! Kalian membuatku sakit kepala!" bentak seorang pria tua yang duduk atas kursi roda. Sontak semua orang menjadi terdiam dan aura mencekam yang Edward rasakan hingga ingin muntah itu semuanya berasal dari pria tua itu.
Dia adalah Santosa Priyanka. Kakekku sekaligus Presdir Direktur perusahaan ELICO AI Priyanka Group. Perusahaan elektronik berbasis teknologi AI yang sangat dibutuhkan dunia saat ini.
Meski umurnya saat ini sudah mencapai 80 tahun, tapi itu tidak menjadi penghalang kejeniusan otaknya yang mampu menciptakan sebuah kepintaran buatan yang digabungkan dengan alat-alat elektronik yang bisa membantu meringankan pekerjaan manusia.
Saat itu, kakek ada disana. Regan dan Rain yang awalnya membara langsung menciut saat kakek mulai bersabda. Dia kembali ke tempat duduknya dengan elegan, tapi tetap menaruh tatapan tajam ke arah Edward yang merasa terselamatkan untuk sementara.
"Terimakasih kakek, aku tahu kau pasti tidak akan membiarkan kak Regan dan Kak Rain melakukan kekerasan," kataku senang.
"Jangan senang dulu, kakek melakukannya bukan untukmu! Tapi itu karena kakek tidak suka melihat pertengkaran," sahut kakek mengabaikan ku.
Mataku berkaca-kaca, namun aku segera menghilangkan kesedihanku dihadapan para tetua di keluarga. Aku mengajak Edward untuk selalu duduk disampingku, tidak ada yang berkomentar untuk itu, mereka semua terdiam karena kakek juga sedang diam.
"Em itu..." aku memulai percakapan.
Semua orang terdiam, namun mata dan ekspresi mereka yang berbicara. Mereka penasaran sebenarnya apa maksudku mengumpulkan mereka dan mendatangkan laki-laki yang menyebut dirinya sebagai pacarku.
Walau aslinya mereka sudah menebak apa maksud dan tujuanku mengumpulkan mereka semua, tapi mereka pura-pura tidak tahu dulu, dan menungguku mengatakannya secara langsung.
Aku menggenggam tangan Edward yang tak henti-hentinya gemetar. "Kakek, Paman, Tante, Kak Regan, Kak Rain, dan Revan... Tujuanku mengumpulkan kalian semua saat ini adalah untuk memberitahukan jika aku... Aku akan menikah dengan-"
"Gak! Apa kau gila?!" Rain menyela.
"Dasar bodoh," Regan mencibir.
"Apa kau yakin menikah dengan pria ini? Kita masih belum tahu asal-usul keluarga... Ekhem-ekhem," kata tanteku yang bernama Dian mencoba ikut memperkeruh suasana.
"Ku yakin kau tidak akan mampu mempertahankan keluarga kalian dalam waktu yang lama, biasanya sih karena masalah ekonomi ya..." paman Satria juga ikut menambahkan.
Mendengar semua orang mengatakan penolakan jelas terhadap keinginanku, aku merasa sangat sedih dan kecewa. Apalagi saat melihat sikap Edward yang hanya bisa terdiam dan tidak mengucapkan sepatah kata apapun untuk mendukung rencana pernikahan kami. Aku merasa kesal.
"Kenapa kalian semua seperti ini kepadaku?" tanyaku, mataku berkaca-kaca. Air mataku tidak bisa lagi ku tahan, dan akhirnya mereka pun menetes secara perlahan.
"Memangnya apa yang kami lakukan?" tanya Rain.
"Ukhh... Kakek! Katakan sesuatu!" rengek ku saat melihat kakek hanya sibuk menghisap cerutunya daripada ikut memberikan tanggapan terhadap apa yang sedang aku hadapi.
"Baiklah, lakukan sesukamu," sahut kakek yang sontak membuat semua orang terkesiap terkejut mendengar keputusannya.
Setelah mengatakan hal itu, kakek memutar balik kursi rodanya. Lalu seorang pekerja datang untuk mendorong kursi rodanya keluar dari dalam ruangan itu.
Aku dan Edward tidak percaya dengan apa yang barusan kami dengar. Semua orang berdiri, mereka tidak terima karena dengan begitu, berarti kakek sudah merestui dan menyetujui pernikahanku yang sangat mereka tolak.
"Kakek! Apa yang kau katakan? Kakek tidak serius mengatakan hal itu kan?" tanya Rain yang langsung pergi mengejar kakek keluar.
Diikuti oleh Regan, paman Satria, tante Dian dan juga Revan. Mereka semua pergi mengejar kakek keluar dari ruangan. Aku menatap ke arah Edward yang masih syok, aku merasa sangat senang. Aku berdiri lalu memeluk kepala Edward dengan erat. Rencanaku membujuk kakek telah berhasil!
12 Maret 2025, pagi.
Aku tetap menjalani keseharianku bekerja di perusahaan keluargaku, menjadi ketua tim promosi dan negosiasi. Aku bekerja sangat giat dan kompeten, sebab atas persetujuan kakek, aku bisa mempersiapkan pernikahanku dengan Edward.
Saat itu aku sedang melakukan pertemuan dengan seorang klien besar untuk melakukan negosiasi harga produk luncuran terbaru perusahaan ELICO AI.
"Jadi pak, produk baru kami berupa robot pembersih yang bisa disetel jam penggunaan nya. Misalnya, disetel setiap jam 6 pagi dan jam 4 sore, tanpa perlu perintah lagi, robot akan membersihkan semua bagian rumah saat sudah waktunya bersih-bersih. Ada lagi kecanggihan lainnya pak, seperti bisa membersihkan sela-sela sempit rumah, menghilangkan serangga dan hama kecil yang merusak furniture rumah. Karena robot kami sudah dilengkapi dengan fitur canggih.... Bla-bla-bla," aku menjelaskan keunggulan produk perusahaan.
Si klien tampak tertarik dengan presentasi yang sudah ku lakukan mengenai keunggulan produk perusahaan. Belum lagi, ELICO AI memang sudah memiliki reputasi baik dalam membuat suatu produk yang tidak abal-abal, semuanya bagus serta dilengkapi dengan kepintaran buatan canggih lainnya.
"Saya sangat tertarik dengan produk yang anda tawarkan, mungkin ibu-ibu di rumah yang biasanya sibuk bekerja diluar tidak perlu menyewa pembantu rumah tangga yang gajinya cukup besar perbulannya. Jika membeli produk ini, ibu-ibu di rumah akan menghemat banyak uang karena produk ini tidak akan cepat rusak dalam waktu lebih dari satu tahun. Ini luar biasa, berapa harga yang anda tawarkan kepada saya?" tanya si bapak klien.
"Benar sekali pak! Selain membantu membersihkan rumah dari debu dan kotoran, robot ini juga bisa membantu menghemat pengeluaran pemiliknya. Dari perusahaan kami menetapkan harga awal sebesar 5 juta per satu robot. Kami akan memberikan garansi tukar produk selama 1 bulan setelah pembelian jika ada robot yang rusak atau eror. Anda bisa menjualnya dengan harga di atas harga awal kami. Mungkin sekitaran 6-8 juta, itu semua terserah bapak mau menetapkan harga di angka berapa, asal jangan melebihi angka 8 juta pak, karena itu akan merugikan perusahaan kami," jelas ku.
"Wahh, saya sangat takjub dengan anda Nona Regina," puji klien.
"Anda bisa saja, tolong jangan panggil saya dengan panggilan 'Nona', panggil saya ketua tim saja," aku mencoba menjaga batas profesionalitas.
"Baik ketua tim. Pertama, saya akan membeli produk ini sebanyak 10 ribu robot. Jika pembuatan nya sudah selesai, tolong kabari saya atau lewat telepon perusahaan juga bisa," kata klien yang membuatku benar-benar terkejut saat mendengar nya.
"Apa pak? Anda tidak sedang bercanda kan? Itu jumlah yang sangat banyak!" tentu saja aku tak percaya.
"Untuk apa saya bercanda tentang bisnis seperti ini? Tentu saja saya serius, untuk meyakinkan anda, saya akan membayar lebih awal sebanyak 50% dari pembayaran total. Apa dengan begini anda akan percaya kepada saya?" tanya bapak klien serius.
Mendengar hal itu, aku menjadi lebih tenang dan segera memberikan formulir tanda jadi pembelian produk kepada klien untuk ditandatangani oleh beliau. Tanpa ragu pak klien langsung menandatangani surat perjanjian tanda jadi itu.
"Hahaha anda benar-benar gadis yang cantik dan juga cerdas. Saya akan berbicara dengan Nona Regina Priyanka, tidak dengan ketua tim promosi dan negosiasi dari perusahaan ELICO AI. Bagaimana jika anda mempertimbangkan untuk pergi kencan buta dengan putra saya? Siapa tahu kalian cocok dan melanjutkan hubungan yang lebih serius," tanya si pak klien.
Aku tertegun mendengar penawaran itu, aku tersenyum dengan raut wajah tersipu. "Terimakasih atas tawaran sekaligus saran yang anda berikan pak. Tapi maaf sepertinya saya akan mengecewakan anda, sebenarnya saya sudah mempunyai tunangan dan saya akan menikah dengannya 3 minggu depan," sahutku.
"Astaga, saya mendengar kabar baik dan buruk sekaligus. Buruknya, sangat disayangkan jika saya tidak mengangkat anda sebagai menantu saya, hahaha. Sedangkan kabar baiknya, saya senang mendengar anda akan segera menyelenggarakan acara pernikahan dengan tunangan anda, jangan lupa untuk mengundang keluarga saya!"
"Tentu saja! Pastikan anda datang bersama keluarga anda," aku menjawab dengan bahagia.
Pertemuanku dengan klien diakhiri dengan kesepakatan dan keberhasilan negosiasi. Saat aku keluar mengantar kepergian si klien, para karyawan sedang berdiri menungguku kembali. Jantung mereka dag-dig-dug, berharap negosiasi kali ini berhasil karena si klien tadi merupakan ketua asosiasi perdagangan internasional perwakilan kota XXXX.
Saat aku kembali, para anggota tim promosi dan negosiasi berkumpul mengerumuniku. Regan yang merupakan wakil direktur 1 juga ikut menyimak hasil yang didapatkan oleh adiknya ini.
"Ketua tim! Bagaimana hasilnya?!" tanya para karyawan penasaran.
"Itu... Berhasil!" aku menjawab dengan girang.
Mendengar jawabanku itu, semua karyawan sontak bersorak kegirangan dan mengucap selamat atas kerja kerasku yang mampu membuat si klien menyetujui penawaran produk terbaru perusahaan. Regan juga ikut tersenyum saat mendengar kabar keberhasilan itu.
"Lalu, ketua tim! Berapa produk yang beliau minta?" tanya salah seorang karyawan.
"Hmmm itu...." aku menarik nafas dalam-dalam, semua orang fokus menatapku dan menunggu jawaban dariku.
"Beliau memesan... 10 ribu robot!" aku mengejutkan semua orang.
"Apa?!" semua orang terkejut, Regan yang berada di belakang juga sangat terkejut mendengarnya.
"Wah anda berhasil menjual produk sebanyak 50 miliar dihari pertama peluncuran! Ini baru satu orang loh, bagaimana dengan klien-klien dilain hari?" mereka heboh.
"Kurasa beliau menyukai ketua tim kita! Maka dari itu beliau berani meminta begitu banyak produk dihari pertama peluncuran!"
"Aku sependapat dengan mu, bagaimana jika beliau meminta anda menjadi menantunya? Saya dengar, putra beliau sangat tampan dan baik seperti ayahnya!"
Saat para karyawan sedang heboh, aku langsung menjawab pertanyaan salah satu karyawan begitu mendengar tawaran pernikahan. "Iya! Kalian benar! Tadi beliau sempat menyebutkan masalah kencan buta dengan putranya! Tapi tentu saja aku tolak!"
"Benarkah?! Lalu, kenapa anda menolaknya?"
"Tentu saja karena aku sudah bertunangan dan aku akan menikah 3 minggu depan!" aku membeberkan semuanya.
"Wah serius?! Sejak kapan anda memiliki tunangan? Tolong undang kami semua ke acara pernikahan anda!"
"Jika anda menikah, apakah anda akan berhenti bekerja menjadi ketua tim kami?"
Semua orang lagi-lagi dibuat heboh olehku yang tidak bisa menjaga mulut. Regan terlihat geram melihat senyum riang dibibir ku saat menceritakan rencana pernikahan ku dengan Edward.
"Kau terlihat sangat percaya diri sejak kakek menyetujui pernikahan mu dengan pria itu. Kau kira semua hal bisa berjalan dengan lancar? Melihat laki-laki yang tidak meyakinkan itu," gumam Regan meninggalkanku yang masih dikerumuni oleh para karyawan perusahaan.
Regan pergi ke ruangannya Rain yang merupakan wakil direktur 2 di perusahaan. Rain terlihat sibuk membaca ide-ide baru untuk mengembangkan produk perusahaan. Hingga Rain sendiri tidak menyadari kedatangan Regan yang masuk ke ruangan nya tanpa permisi.
"Rain, sepertinya kita harus membujuk kakek untuk menarik persetujuannya mengenai pernikahan Regina 3 minggu depan!" kata Regan mengejutkan Rain.
Rain terkejut, lalu bertanya, "Bagaimana caranya?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!