NovelToon NovelToon

Nadaku

Awal Cerita

Putus cinta itu ga sakit

Yang sakit itu udah putus tapi tetap cinta

~ anonim ~

Hari ini aku mendengar kabar dari Arum bahwa Gallen, mantanku, sudah memiliki pacar lagi.

"Na, kemarin Rico cerita dia lihat Gallen disekitar area kampus, sepertinya ia sudah memiliki pacar baru Na. Kata Rico, Gallen terlihat mesra dengan cewek yang dirangkulnya itu".

"Oh ya Rum? Memang sialan tuh cowok, aku aja masih jomblo eh dia cepet amat dapat pacar baru", ucapku kesal.

"Ya kamu juga sih Na, tiap ada cowok mau pendekatan, kamunya malah kabur duluan, atau diblokir langsung nomernya, kapan mau move on nya Nada".

"Kata siapa aku ga move on, aku udah ga mikirin si Gallen sialan itu kok. Cuma aku lagi malas pacaran dulu Rum, urusan skripsi sama diam-diam les animasi aja udah buat aku cape. Kalau pacaran ntar malah makin ribet yang ada".

"Ok ok baiklah", ucap Arum dengan wajahnya tidak percayanya pada perkataanku.

Arum adalah sahabatku semenjak kami masih menggunakan seragam putih biru. Sedangkan Rico adalah anak pindahan yang datang ke sekolah kami saat kami berganti menjadi seragam putih abu. Arum dan Rico resmi berpacaran saat kami duduk dikelas 12. Aku dan Arum melanjutkan kuliah di Jakarta di kampus yang sama, sedangkan Rico pergi keluar negri.

Sudah hampir setahun aku putus dengan Gallen. Dia adalah kakak seniorku di kampus. Sesaat setelah menamatkan S1 ia melanjutkan kuliahnya di luar negri, kebetulan di kampus yang sama dengan Rico, sungguh takdir kadang suka bercanda yang tidak lucu menurutku, kenapa juga sih dia diterima dikampus yang sama dengan Rico. Akhhh... sungguh menyebalkan.

Gallen si cowok brengsek itu, meminta putus denganku saat ia tau akan pergi melanjutkan kuliahnya diluar, alasannya sih klasik, dia ga bisa hubungan jarak jauh.

Emang dasar dianya aja yang ga serius selama ini, atau emang dia udah bosen sama hubungan ini, entahlah, buktinya Arum dan Rico masih bisa bertahan sampai detik ini, tapi dia dengan mudahnya menggunakan alasan itu untuk putus. Sialan Gallen. Padahal sudah lama aku tidak memakinya lagi, tapi mendengar namanya lagi hari ini, membuat aku ingin memaki namanya terus menerus.

Jika ada satu hal yang aku syukuri dari Gallen adalah, berkatnya aku mengenal dunia animasi. Dari dulu aku memang suka menggambar kartun lucu. Buku-buku pelajaran saat aku sekolah dulu adalah saksi bisu dari kegemaranku.

Gallen memang anak jurusan IT, ia mengenalkan dunia animasi yang menjadi pekerjaan sampingannya sebagai guru part time di sebuah tempat les. Sejak saat itu aku diam-diam les ditempat Gallen bekerja. Aku sendiri berkuliah jurusan bisnis, karena papa mengharapkan aku akan meneruskan perusahaannya kelak.

Dari awal entah kenapa orangtuaku tidak menyukai Gallen, tapi mereka tetap memperbolehkanku berhubungan dengan Gallen, namun karena itu pula bertambah lagi alasan untuk menutupi bahwa aku belajar dunia baru, dunia animasi.

Namun itu hanya bertahan beberapa bulan saja, dan akhirnya mereka mengetahui kalau aku belajar animasi. Beberapa bulan kemudian mereka menerima kabar kalau aku dan Gallen putus, maka mimpiku memilih karir sebagai animator semakin menjauh. Karena mereka sudah tidak lagi mempercayai keputusanku, bagi mereka jalan yang mereka pilih adalah jalan benar yang terbaik bagiku dan tidak bisa dinegosiasikan.

Menikah?

Tell me that you need me. Tell me that I'm loved. Tell me that I'm worth it. And that I'm enough. I need it and I don't know why

This late at night....That I'd be

The number one girl in your eyes....

Aku termenung sambil mendengarkan lagu milik Rose. Kejadian yang baru saja terjadi, diputar kembali dalam ingatanku.

"Kenapa aku?".

"Karena aku menyukaimu".

Dasar cowok, aku rasa dia berpengalaman dan memiliki banyak pacar. Menyukaiku..., yang benar saja, berharap aku percaya sama gombalannya, jangan harap! Kataku dalam hati.

"Jelaskan kenapa aku harus menerima tawaranmu?", tanyaku.

Ia tertawa kecil mendengar perkataanku, lalu berkata, "Aku sedang membutuhkan pegawai yang bisa berpikir seperti kamu, apa kamu tertarik untuk bekerja di perusahaanku?".

"Bukan waktunya bercanda tuan Farel!", kataku ketus.

"Aku menyukaimu karena kamu apa adanya. Orang disekelilingku biasanya hanya bisa berkata iya untuk menyenangkanku, ada yang mendekatiku karena nama belakang keluargaku, yang lain juga kurang lebih dengan alasan yang sama".

"Mmm...",ucapku menunjukkan ketidak tertarikanku dengan penjelasannya.

"Ok baiklah kita buat ini menjadi tawaran menarik", ucapnya.

"1. Kamu bisa balas dendam pada mantanmu yang pergi itu, kurasa baik secara fisik ataupun ekonomi, aku lebih baik darinya".

Tau darimana aku ditinggalkan mantanku, pikirku dalam hati. Mungkin itu terbaca dari raut mukaku, kemudian ia berkata.

"Tentu saja aku tau dari mamamu, apa kamu pikir mereka tidak suka bergosip tentang kita", jawabnya.

Aku mengangguk menyetujui perkataannya, ya orangtua kami cukup dekat untuk bisa bergosip tentang hal pribadi kami.

"2. Setahun, beri kesempatan untuk hubungan ini selama setahun. Setelah itu aku akan mengikuti kemauanmu, jika kamu ingin bercerai maka aku akan mengabulkannya".

"3. Menerima tawaranku, itu berarti kamu mendapat kebebasan dalam karir yang kamu pilih. Bagaimana apa 3 alasan ini sudah membuatmu tertarik?".

"Bagaimana kamu bisa meyakinkan papa untuk mengizinkanku memilih karir lain?".

"Itu mudah, aku yang akan menggantikan kamu untuk bekerja di perusahaan papa", jawabnya terseyum.

"Hah!? Bagaimana dengan papamu, apa kamu diizinkan keluar begitu saja?".

"Ya ga mudah memang, tapi aku ini anak kesayangan mereka pada akhirnya mereka akan menuruti kemauanku".

"Lalu bagaimana setelah setahun, apa kamu tetap akan bekerja di kantor papa? Dengan nama belakangmu, kamu pasti akan kembali ke perusahaan keluarga", tanyaku.

"Apa maksudmu? Tentu saja aku akan tetap bekerja pada papamu. Aku tidak pernah tertarik untuk berebut posisi dengan para sepupuku".

"Tapi kita akan bercerai setelah setahun, bukankah segalanya akan menjadi aneh?".

"Nada.... bagaimana kamu yakin kita akan bercerai setelah setahun? Bagaimana kalau kamu jatuh cinta dengan pesonaku?".

Aku memutar bola mataku menanggapi perkataannya yang tidak masuk akal.

"Sudah jawab saja, aku ga perlu gombalanmu", kataku ketus.

"Dulu kamu suka tersenyum padaku, kupikir setidaknya kita berteman bukan? Tapi hari ini kamu sinis sekali Nada".

"Sejak kapan kita berteman? Aku bersikap ramah karena kamu teman kakak, tidak lebih. Kamu belum jawab pertanyaan tadi Farel!".

"Tadi aku dipanggil tuan Farel, sekarang aku dipanggil namanya langsung tanpa ada panggilan kakak seperti biasanya, apa kamu mulai membiasakan diri untuk lebih akrab denganku hmm?".

Akhhh sungguh gila berbicara dengan orang ini pikirku dalam hati, ia hanya tertawa sepertinya ia puas melihatku kesal hari ini.

"Baiklah aku tidak akan menggodamu lagi", ucapnya tersenyum.

"Seperti perkataanku diawal tadi aku menyukaimu Nada. Alasan lainnya hanyalah alasan pendukungku. Entah kamu percaya atau tidak aku sudah menyukaimu sejak lama, cuma aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk menunjukkannya. Aku selalu berpikir kalau kamu telah membuang waktu dan perasaanmu pada orang yang tidak pantas untukmu, apa kamu tidak pernah menyadari kalau selama ini kamu selalu bukan pilihan utama, mantanmu selalu memilih karir, atau uang atau apapun alasan lainnya, kamu selalu menjadi nomor 2 Nada".

"Itu urusanku Farel! Lagipula kamu juga selalu punya pasangan setauku, jadi mana bisa aku percaya omonganmu barusan".

"Kalau kamu sedikit lebih perduli padaku, maka kamu akan tau kalau mereka cuma sekedar teman kencan saja. Tanya saja sama kakakmu Nael. Setahun Nada, beri aku waktu setahun maka kamu akan melihat bahwa aku tulus, dan mungkin saja kamu akan jatuh cinta, jadi pertanyaanmu soal bekerja di kantor papa, aku yakin aku bisa membuatmu jatuh cinta jadi tidak akan ada masalah soal pekerjaan".

"Huh percaya diri sekali kamu!".

"Tentu saja, karena pacarmu brengsek dan aku jauh lebih baik darinya".

Kami sama-sama terdiam. Aku mulai berpikir bahwa mungkin ini tawaran yang menarik, aku bisa memilih karirku sendiri, lagipula cuma setahun, kurasa itu akan berlalu dengan cepat. Dan benar juga, aku bisa balas dendam dengan Gallen, menunjukkan bahwa aku juga sudah melupakannya.

"Jika kita menikah, lalu kita akan tinggal dimana?", kulihat ia tersenyum dengan pertanyaanku.

"Saat ini pilihannya adalah rumahku, tapi jika kamu ingin kita tinggal terpisah dengan orangtuaku, ya ga masalah juga".

"Sekamar?", tanyaku mengerenyitkan mataku.

"Tentu saja, didepan mereka kita harus terlihat berusaha menjadi pasangan suami istri, Nada".

"Ya tentu saja", kataku lemah.

Menikah karena perjodohan sudah hal yang biasa di keluarga kami. Kakakku Nael menikah melalui perjodohan dan kini pernikahan mereka tampak baik-baik saja di tahun kedua mereka. Kakak menerima perjodohan sebagai syarat agar ia bisa memilih karirnya diluar perusahaan papa. Salah satu kakak perempuan Farel juga menikah melalui perjodohan, dan ia juga tampak bahagia sekarang.

"Mmmm... mengenai hubungan intim, aku tidak akan pernah akan memaksamu Nada, tentu saja aku akan bersedia menunggu, jadi jangan khawatir soal itu".

"Dasar gila, siapa pula yang mikirin itu, jangan harap!", kataku ketus.

"Pikirkanlah dulu ok, hubungi aku kapanpun kamu siap menjawabnya", ucapnya sambil tersenyum, kemudian ia pamit dan pergi meninggalkanku duduk di pojokan sebuah kafe.

...The number one girl in your eyes. Your one and only. So what's it gon' take for you to want me. I'd give it all up if you told me. That I'd be. The number one girl in your eyes.

Menghindari Farel

"Rum... disini", panggilku sambil melambaikan tanganku.

"Jadi gimana, ada gosip apa nih Na?", tanya Arum sambil membawa segelas jus ditangannya.

"Panjang gosipnya, pesan makan dulu sana", ucapku.

"Diet Na, ini makan siang aku", sambil menggoyangkan gelas plastik ditangannya.

"Ya ampun niat amat ampe segitunya Rum".

"Demi Na, demi... kan bulan depan Rico pulang libur semesteran. Udah ahh, sengaja ya ga mau cerita?".

Aku tertawa kecil mendengarnya.

"Kak Farel kemarin ngajak nikah, bilangnya sih suka, tapi aku sih ga percaya".

"Hah!!".

"Jangan berisik ihh Arum, rese deh", sambil melihat sekelilingku dan benar saja beberapa mahasiswa yang sedang makan disekitar kami menoleh ke arah Arum.

"Sorry.... terus gimana?", ucapnya sambil sedikit berbisik.

"Aku kemarin tanya soal ini ke kak Nael, kata kak Nael sih kak Farel serius sama aku, tapi entahlah Rum".

"Apanya yang entahlah Na? Kalau kamu bingung berarti kak Farel mengatakan sesuatu yang membuatmu berpikir ulang, benar ga? Terus kak Nael sendiri setuju kamu sama kak Farel?".

"Dia sih setuju aja, mereka udah kaya saudara, lebih dekat hubungan mereka dibanding aku yang jelas-jelas adik kandung".

"Kak Farel bilang kalau aku menikah dengannya, dia bisa membuat papa untuk mengizinkanku memilih karir animator. Soalnya dia mau melepas perusahaan keluarganya dan bekerja di kantor papa menggantikan aku. Apa kamu bisa percaya itu Rum?".

"Percaya yang mana Na? Percaya kalau dia mau lepas karir keluarganya demi kamu, ya aku percaya itu. Inget ga dulu aku pernah bilang kayanya kak Farel tuh suka sama kamu, sekarang aku dengar ini ya aku percaya aja. Percaya kalau dia bisa meyakinkan papa kamu, mmmm...mungkin iya dia bisa Na. Keluarga kalian kan dekat udah lama Na, mungkin aja papa kamu bisa diyakinkan sama kak Farel".

"Ah masa sih, aku masih ga percaya dia suka sama aku Rum, dia aja mantan pacarnya banyak, bagaimana kalau ini cuma demi kepentingan dia yang entah apa aku ga tau".

"Ya, kamu juga manfaatin dia aja Na, selain kamu bisa kabur dari papa kamu, kamu juga bisa manfaatin dia untuk lupain Gallen, udah berapa lama kamu jomblo tapi masih mikirin Gallen yang entah sejak kapan tau udah punya pacar baru".

"Aku ga mikirin Gallen kok", protesku.

"Ga mikirin tapi kalau ada cowok yang mau deketin udah diblokir duluan", ucap Arum.

Aku terdiam memikirkan perkataan Arum.

"Kenapa kamu ga coba aja dulu, pendekatan dulu gitu, kalau ternyata kamu ga bisa suka sama kak Farel ya udah ga usah lanjut, seengganya menurut aku sih kamu harus ambil kesempatan ini Na".

"Kak Farel juga bilang, dia hanya minta waktu setahun saja untuk mencoba, Rum".

"Nah apalagi itu. Menurutku kak Farel itu lumayan loh Na, cakep, kaya, lagipula dia ga mungkin seburuk yang kamu pikir, buktinya kak Nael setuju aja tuh Na, mungkin ada alasan lain kenapa dia putus sambung, selama ini kamu ga pernah mau tau soal kak Farel kan Na".

"Ya... benar juga sih", jawabku pelan.

Berbicara dengan Arum membuatku merasa sedikit lebih baik, kupikir saat ini membiarkan kak Farel menunggu adalah keputusan yang tepat.

Selama beberapa hari berikutnya aku mengacuhkan panggilan telepon dari kak Farel, begitu juga pesan dari kak Farel, aku jarang membalasnya, kalaupun aku balas maka aku akan menulisnya sesingkat mungkin. Ya kupikir tindakanku tepat hingga Sabtu siang orangtuaku membicarakan Farel di meja makan.

"Nada, kemarin sore Farel menemui papa dikantor".

"Ooo...", jawabku acuh dan terus menikmati makan siangku.

"Dia berkata bahwa ia menyukaimu dan meminta izin papa untuk mendekatimu".

"Uhuk... uhuk... uhuk...", aku tersedak oleh makanan dan segera meraih segelas air untuk meredakan batukku.

"Kamu tuh Na... kalau Farel ga bilang sama papa, mana mama tau kalau dia sebenarnya suka sama kamu. Kamu memang ga berniat cerita ya Na?", tanya mama.

Aku mengacuhkan pertanyaan mama, dan bertanya pada papa.

"Kemarin? Jumat sore? Kak Farel bilang apa saja pa?".

"Dia bilang menyukaimu. Papa juga menyukai Farel Na, jadi papa sih setuju aja kalau kamu jadian sama Farel, iya kan ma?".

Mama tersenyum dan mengangguk mengiyakan papa.

"Papa ga jawab pertanyaanku, kak Farel bilang apa saja selain suka aku pa?".

"Kata Farel, dia sudah menyatakan perasaannya ke kamu, tapi kamu cuekin dia, jadi dia minta izin untuk mendekati kamu".

"Hah! Dasar nih kak Farel emang.... dasar!", aku menghentikan ucapanku, karena sebenarnya entah berapa kali aku mengutuk kak Farel dan memanggilnya sialan dalam hatiku.

"Papa juga sudah bertanya mengenai kesungguhan niat Farel pada Nael, dan sepertinya dia memang berniat serius Na".

"Farel anak yang baik, sopan, selama ini dia juga cukup berhasil menunjukkan kemampuannya di perusahaan, jadi kenapa kamu ga coba aja dulu Na", ucap mama.

"Tau darimana Farel serius sama aku pa? Ma, mama tau kan mantannya Farel tuh banyak ma, yakin mama izinin aku sama Farel?".

"Nada, setau mama selama ini Farel anak baik yang menuruti permintaan orangtuanya. Yang kamu sebut mantan, semua itu adalah calon hasil perjodohan orangtuanya, wajar saja kalau ia terlihat seperti sering berganti pasangan".

"Papa juga dulu mengalami apa yang Farel alami Nada, tapi itu bukan berarti dia cowok playboy yang tidak bertanggung jawab".

"Apa kamu tau mama Farel bilang apa? Ini pertama kalinya Farel meminta untuk memilih pasangannya sendiri, dan orang itu adalah kamu", ucap mama.

Jadi Farel juga sudah mengatakan kepada orangtuanya, tentu saja betapa bodohnya aku, jika ia berani memintaku pada papa dan mama tentu saja hal pertama yang harus ia lewati adalah izin orangtuanya.

"Jika hubunganmu dengan Farel lancar, itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan untuk mama dan mama Farel. Jadi Nada, tolong pertimbangkan ini ya, demi mama nak", ucap mamaku lagi.

"Baiklah ma", ucapku pelan.

Sialan Farel, aku memakinya lagi dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!