Zhang Wei melangkah perlahan melewati hutan lebat yang menutupi sebagian besar pulau. Langkahnya ringan, hampir tanpa suara, namun pikirannya penuh dengan kemungkinan yang berputar tanpa henti. Kepulauan ini, meski masih berada dalam wilayah Samudera Petaka, terasa begitu tenang. Tidak ada suara raungan binatang roh, tidak ada gerakan makhluk-makhluk laut yang seharusnya mendominasi daerah ini. Semua ini terlalu aneh.
Tiba-tiba, angin bertiup dingin, membawa aroma logam samar yang membuat alisnya berkerut. Ia berhenti, menyadari sesuatu yang semakin menguatkan dugaannya. Ada sesuatu di pulau ini, sesuatu yang cukup menakutkan hingga bahkan binatang roh laut pun enggan mendekat.
Zhang Wei mengaktifkan indranya dan berjalan lebih jauh ke dalam hutan. Pepohonan di sekitarnya mulai terlihat berbeda, dengan warna yang lebih gelap dan batang yang tampak seperti membusuk. Namun anehnya, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain vegetasi yang semakin aneh bentuknya. Akhirnya, ia tiba di sebuah celah batu besar yang terlihat seperti bekas reruntuhan.
Ia mendekat, merasakan energi yang begitu tua dan mendalam, seakan pulau ini menyimpan rahasia besar yang telah lama tersembunyi. Zhang Wei meneliti dinding-dinding batu yang dipenuhi simbol-simbol kuno, namun saat tangannya hampir menyentuh salah satu ukiran, ia merasakan tekanan mengerikan yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah.
Dengan cepat, ia melompat ke belakang, tepat saat sesuatu merayap keluar dari celah batu. Sebuah tangan raksasa berwarna hitam kelam muncul dari bawah, disusul oleh tubuh besar yang tampak seperti terbuat dari bayangan. Makhluk itu, yang tampaknya bukan binatang roh biasa, berdiri dengan postur menyeramkan. Sorot matanya kosong, tetapi auranya memancarkan kebencian yang mendalam.
"Jadi ini alasannya..." Zhang Wei bergumam. Makhluk ini bukan sekadar monster biasa. Ia adalah sesuatu yang jauh lebih tua dan lebih berbahaya. Mungkin makhluk ini adalah alasan mengapa tidak ada binatang roh yang berani mendekati kepulauan ini.
Makhluk itu menggeram, lalu menyerang dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan tubuhnya yang besar. Zhang Wei menghindar dengan gesit, sementara pedangnya meluncur keluar dari sarungnya, memancarkan aura tajam yang siap membelah lawannya. Bentrokan pertama terjadi, suara dentuman keras menggema di seluruh pulau, membuat pepohonan di sekitarnya bergetar hebat.
Pertarungan pun dimulai, dengan Zhang Wei menghadapi entitas yang bahkan ia sendiri belum pernah temui sebelumnya.
***
Zhang Wei berdiri tegak di antara pepohonan yang dipenuhi energi aneh, pedangnya bergetar halus seakan merasakan bahaya yang mengintai. Makhluk hitam itu menggeram, lalu melesat dengan kecepatan mengerikan. Sebuah tangan raksasa meluncur ke arahnya, menciptakan tekanan udara yang hampir menghancurkan tanah di sekitarnya.
Dengan refleks luar biasa, Zhang Wei berputar ke samping, menghindari serangan itu hanya dengan selisih sekecil rambut. Namun, sebelum ia bisa melancarkan serangan balasan, makhluk itu sudah mengayunkan tangan satunya, menciptakan gelombang energi hitam yang menghancurkan pepohonan di belakangnya.
Sementara itu, di pesisir pulau, Shen Tianhao dan anggota Aliansi Dagang Singa Laut merasakan getaran luar biasa dari kejauhan. Tanah bergetar, angin tiba-tiba bertiup kencang, dan suara ledakan terdengar seperti guntur yang meledak dari dalam bumi.
"Apa yang sedang terjadi di dalam sana?!" salah satu awak kapal berseru panik.
Shen Tianhao berdiri di anjungan, matanya menyipit saat ia mencoba merasakan aura yang terpancar dari dalam hutan. Ekspresinya berubah serius. "Apa sebenarnya yang sedang dihadapinya...."
Para awak terdiam. Mereka telah menyaksikan kekuatan Bai Chen selama perjalanan, tetapi bahkan mereka tidak menyangka bahwa pemuda itu bisa menciptakan gangguan sebesar ini.
Kembali ke dalam hutan, Zhang Wei melayang mundur dengan cepat, matanya tajam menatap makhluk itu. Serangannya luar biasa kuat, dan energi hitam yang dikeluarkan setiap kali bergerak terasa sangat menekan. Pedangnya bergetar hebat, seolah tidak senang menghadapi eksistensi ini.
Makhluk itu meraung dan kembali menyerang, kali ini mengayunkan cakarnya dengan kecepatan yang bahkan sulit diikuti oleh mata biasa. Zhang Wei berusaha menangkisnya, namun begitu pedangnya berbenturan dengan cakar itu, sebuah dentuman besar meledak, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh area. Tanah terbelah, pohon-pohon tercerabut dari akarnya, dan langit seolah bergetar karena dampaknya.
Darah mengalir dari sudut bibir Zhang Wei. Ini bukan pertarungan biasa. Makhluk ini tidak hanya memiliki kekuatan kasar, tetapi juga daya tahan yang luar biasa. Jika bukan karena tubuh dan tekniknya yang telah ditempa dalam berbagai pertempuran mematikan, mungkin ia sudah terlempar jauh sejak awal.
"Makhluk aneh ini..." Zhang Wei bergumam sambil mengencangkan genggaman pada pedangnya. "Dia lebih kuat dari Kaisar Qin Huangming, untungnya dia memiliki kecerdasan yang rendah."
Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengaktifkan kekuatan sejatinya. Aura abu-abu kelam menyelimuti tubuhnya, dan tekanan mengerikan mulai menyebar. Mata makhluk itu berkilat, menyadari ada perubahan dalam lawannya. Namun, sebelum bisa bereaksi, Zhang Wei telah menghilang dari pandangannya.
Dalam sekejap, pedangnya sudah menembus dada makhluk itu. Raungan kesakitan mengguncang udara, dan tubuh hitam itu mulai retak, seolah kehilangan esensinya.
Di kejauhan, Shen Tianhao dan yang lainnya merasakan tekanan yang tiba-tiba melonjak, lalu menghilang begitu saja. Semua orang terdiam.
"Dia menang..." Shen Tianhao akhirnya berkata, suaranya dipenuhi dengan rasa kagum dan sedikit ketakutan.
Di dalam hutan, Zhang Wei berdiri di atas tubuh makhluk yang kini menghilang menjadi debu hitam. Di tangannya, sebuah kristal berwarna hitam pekat berdenyut dengan aura intimidasi yang luar biasa.
Dia memandangnya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Ini akan sangat berguna."
Zhang Wei melangkah keluar dari hutan dengan langkah mantap, tubuhnya masih sedikit berdebu akibat pertempuran sebelumnya. Di tangannya, kristal hitam yang berdenyut dengan aura mengerikan masih memancarkan tekanan kuat, seakan masih menyimpan jejak dari makhluk yang baru saja ia kalahkan. Saat ia mendekati kelompok Aliansi Dagang Singa Laut, tatapan mereka langsung tertuju padanya.
Shen Tianhao yang sejak tadi menunggu dengan penuh kekhawatiran, segera bangkit. "Bai Chen, kau baik-baik saja? Kami mendengar suara dentuman hebat dari sini, dan auranya… sungguh luar biasa."
Zhang Wei tersenyum tipis dan mengangkat kristal itu sedikit. "Aku menemukan penyebab kenapa tidak ada satu pun makhluk roh laut yang berani mendekati kepulauan ini. Makhluk ini adalah penguasa wilayah ini, dan aku berhasil mengalahkannya."
Sejenak, keheningan menyelimuti semua orang. Beberapa anggota aliansi bahkan tanpa sadar mundur selangkah ketika merasakan tekanan yang masih tersisa di kristal itu.
"Jadi, makhluk itu yang membuat tempat ini begitu sepi..." gumam salah satu awak kapal.
Shen Tianhao menghela napas dan mengangguk. "Itu berarti kita cukup beruntung. Jika bukan kau yang menemukannya lebih dulu, mungkin kita semua sudah menjadi mangsanya."
Zhang Wei menyimpan kristal itu dan berkata, "Aku yakin benda ini akan berguna dalam perjalanan kita ke Benua Tengah. Untuk saat ini, mari kita beristirahat semalam lagi sebelum melanjutkan pelayaran."
Para awak kapal kembali melanjutkan perbaikan kapal dengan penuh kewaspadaan. Mereka telah mengalami banyak hal selama pelayaran ini, tetapi kejadian di pulau tak berpenghuni ini memberikan mereka alasan lebih untuk tetap waspada. Kayu-kayu yang rusak diperbaiki, layar yang sobek dijahit kembali, dan setiap sudut kapal diperiksa untuk memastikan mereka siap melanjutkan perjalanan.
Sementara itu, Zhang Wei dan Shen Tianhao berdiri di tepi pantai, memandang hamparan lautan luas yang masih menyembunyikan banyak rahasia. Langit mulai beranjak gelap, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Angin laut berembus kencang, membawa aroma asin dan sedikit bau darah yang belum sepenuhnya hilang setelah pertarungan sebelumnya.
"Apa menurutmu ada kemungkinan makhluk seperti itu masih berkeliaran di sekitar sini?" tanya Shen Tianhao dengan nada serius.
Zhang Wei menatap ke arah gugusan pulau yang tersebar di kejauhan. "Tidak hanya kemungkinan, tapi hampir bisa dipastikan. Jika makhluk itu memiliki wilayah berburu, maka kita baru saja menginjak salah satu bagian dari sarangnya."
Shen Tianhao menghela napas berat. "Sial, ini jauh lebih berbahaya dari yang kukira. Kita harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk."
Mereka berdua tetap berjaga, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan mencurigakan di air. Cahaya bulan mulai tampak, memantulkan kilauan perak di permukaan laut yang tenang—terlalu tenang, hingga justru menambah ketegangan. Dalam hati, Zhang Wei tahu bahwa ketenangan ini hanya sementara, dan sesuatu yang lebih besar mungkin akan segera datang.
Malam mulai merayap di atas kepulauan yang sunyi, hanya diterangi cahaya rembulan yang samar-samar terpantul di permukaan laut. Zhang Wei berdiri di tepi pantai, matanya tajam menatap hamparan air yang berkilauan. Shen Tianhao berdiri di sampingnya, tangan bersedekap di dada sementara telinganya tajam menangkap setiap suara di sekitar mereka. Mereka tidak bisa lengah, terutama setelah pertempuran melawan makhluk mengerikan yang mendiami pulau ini.
Saat malam semakin larut, suara-suara aneh mulai terdengar dari kejauhan. Suara seperti lolongan panjang, kadang terdengar lirih, kadang memekakkan telinga. Seakan-akan ada sesuatu yang tengah berburu di dalam kegelapan. Para awak yang masih sibuk memperbaiki kapal sesekali menoleh dengan raut tegang. Beberapa dari mereka merapatkan jubahnya, berharap malam ini berlalu dengan cepat.
"Sepertinya makhluk-makhluk itu aktif di malam hari," gumam Zhang Wei pelan.
Shen Tianhao mengangguk. "Beruntung kita hanya menghadapi satu makhluk di pulau ini. Jika ada lebih dari satu, kita pasti sudah mati."
Angin malam bertiup dingin, membawa aroma garam dan kelembapan dari laut. Di kejauhan, pulau-pulau lain tampak samar dalam kegelapan. Jaraknya memang cukup jauh, namun suara lolongan itu membuktikan bahwa mereka tidak sendirian di sini. Mungkin di setiap pulau, ada monster serupa yang berdiam di dalamnya, menjaga wilayah mereka dengan kejam.
Zhang Wei menggenggam pedangnya lebih erat. "Aku tidak suka ini. Terlalu sepi di sekitar kita, tapi suara-suara itu datang dari berbagai arah."
Shen Tianhao meliriknya. "Jangan khawatir. Selama kita tetap berjaga, mereka tidak akan menyerang. Apalagi dengan keberadaanmu."
Mereka berdua tetap siaga sepanjang malam, mata tak lepas dari kegelapan yang melingkupi lautan dan hutan di belakang mereka. Sesekali, suara dari kejauhan terdengar lebih dekat, namun tidak ada yang benar-benar muncul. Hingga fajar menyingsing, barulah lolongan itu perlahan menghilang, seperti makhluk-makhluk itu kembali ke tempat persembunyian mereka.
Saat matahari mulai menampakkan sinarnya di cakrawala, kelompok aliansi dagang yang kelelahan menyambut pagi dengan rasa lega. Kapal sudah diperbaiki dengan cukup baik untuk melanjutkan perjalanan. Angin pagi bertiup tenang, menandakan awal hari yang lebih bersahabat.
"Saatnya berlayar," kata Shen Tianhao sambil memberi isyarat kepada para awak kapal.
Zhang Wei melompat ke atas geladak, menatap laut luas di hadapan mereka. Dengan Kristal yang kini berada di tangannya, perjalanan mereka menuju Benua Tengah akan jauh lebih aman. Meskipun mereka telah melewati malam yang menegangkan, ini baru permulaan. Di depan sana, masih ada misteri yang menunggu untuk diungkap.
Perjalanan mereka terus berlanjut dengan kecepatan stabil. Gelombang yang sebelumnya ganas kini terasa lebih tenang, dan tidak ada lagi serangan dari makhluk roh laut. Kristal yang Zhang Wei peroleh terbukti sangat efektif, memancarkan aura intimidasi yang membuat semua makhluk roh di perairan ini enggan mendekat. Para awak kapal bisa beristirahat dengan lebih tenang, meski ketegangan belum sepenuhnya hilang.
Di atas dek, Zhang Wei berdiri di samping Shen Tianhao, matanya terus memandangi cakrawala. "Sesuatu tentang makhluk itu masih menggangguku," gumamnya.
Shen Tianhao mengangguk, ekspresinya serius. "Aku juga merasakannya. Makhluk itu bukan sekadar binatang roh biasa. Jika memang ada lebih banyak seperti itu di kepulauan tadi, mungkin ada sesuatu yang lebih besar yang belum kita ketahui."
Zhang Wei tetap diam, merenungkan kata-kata itu. Ada misteri yang lebih dalam di balik kemunculan makhluk tersebut, dan ia berniat untuk menyelidikinya lebih lanjut jika kesempatan muncul di masa depan.
Selama berhari-hari, mereka terus berlayar, menghindari badai dan arus laut yang tak menentu. Meskipun perairan ini dikenal berbahaya, perjalanan mereka relatif lancar berkat kristal itu. Tak ada satu pun makhluk roh laut yang mendekat, seolah-olah lautan itu sendiri mengakui superioritas energi yang terpancar dari benda tersebut.
Hingga akhirnya, di kejauhan, garis pantai yang megah mulai terlihat. Cahaya matahari yang menyentuh air laut menciptakan pemandangan yang spektakuler. Mereka telah mencapai batas antara Samudera Petaka dan wilayah perairan yang lebih tenang—pertanda bahwa Benua Tengah sudah sangat dekat.
Para awak kapal bersorak lega, sebagian tersenyum lelah, sementara yang lain masih tak percaya bahwa mereka berhasil keluar dari neraka perairan itu hidup-hidup. Shen Tianhao menepuk bahu Zhang Wei. "Kita akhirnya keluar. Selamat datang di perairan Benua Tengah."
Zhang Wei tetap diam, matanya masih tajam menatap cakrawala. Ia tahu bahwa tantangan yang lebih besar telah menunggu di tanah baru ini. Apa pun yang terjadi selanjutnya, ia siap menghadapinya.
Ketika kapal mereka semakin mendekati garis pantai, matahari pagi mulai menyinari lautan dengan sinarnya yang keemasan. Para awak kapal berdiri di geladak, mengamati daratan luas yang selama ini hanya mereka dengar dari rumor dan cerita para pedagang. Namun, yang mereka lihat hanyalah garis pantai berbatu dan hutan lebat yang membentang sejauh mata memandang. Tak ada tanda-tanda pemukiman manusia atau pelabuhan yang bisa mereka tuju.
"Sepertinya kita kurang beruntung. Tidak ada kota atau desa di sekitar sini," Shen Tianhao bergumam sambil mengamati daratan dengan saksama.
Zhang Wei tetap tenang, matanya tajam menelusuri cakrawala. "Kita tidak bisa mendarat di sembarang tempat. Wilayah ini mungkin dihuni oleh binatang roh atau suku asing yang tidak ramah. Kita harus mencari jalur yang lebih aman."
Keputusan pun diambil. Mereka tidak akan meninggalkan kapal. Sebagai gantinya, mereka akan menyusuri garis pantai untuk menemukan pelabuhan atau pusat aktivitas manusia. Dengan perbekalan yang masih cukup dan kapal yang telah diperbaiki, perjalanan kembali berlanjut.
Hari berlalu, dan angin membawa mereka menyusuri pesisir yang tak berujung. Terkadang, mereka melihat tanda-tanda kehidupan, seperti jejak asap di kejauhan atau perahu kecil yang bergerak di antara pulau-pulau lepas pantai, tetapi tidak ada yang cukup jelas untuk dijadikan tujuan. Para awak mulai merasa cemas, tetapi Zhang Wei tetap tenang, percaya bahwa mereka akan segera menemukan jalur yang benar.
Akhirnya, setelah dua hari penuh pencarian, mereka melihat sesuatu yang berbeda. Di kejauhan, berdiri sebuah pelabuhan besar dengan kapal-kapal berbagai ukuran berlabuh di dermaganya. Bangunan-bangunan kayu dan batu tampak berjajar di sepanjang pantai, dan bendera dari berbagai kekuatan perdagangan berkibar tertiup angin.
"Akhirnya... kita menemukannya," Shen Tianhao menghela napas lega.
"Siapkan semua orang. Kita akan segera bersandar," perintah Zhang Wei.
Para awak dengan sigap bergerak, mempersiapkan kapal untuk memasuki pelabuhan pertama mereka di Benua Tengah.
Kapal perlahan mendekati pelabuhan, ombak lembut menghempas lambungnya saat para awak bersiap untuk menambatkan tali. Suasana pelabuhan terlihat sibuk, dengan para pedagang yang sibuk memindahkan barang dari kapal ke daratan, sementara buruh pelabuhan berteriak memberikan arahan. Bendera dari berbagai organisasi dagang berkibar, menandakan bahwa tempat ini adalah pusat perdagangan yang cukup besar.
Shen Tianhao berdiri di haluan, mengamati keadaan sekitar dengan mata tajam. "Kita harus berhati-hati. Tidak ada yang boleh tahu bahwa kita berasal dari Benua Timur. Begitu kita bersandar, kita akan bertindak seperti pelaut yang biasa bepergian antar pulau."
Zhang Wei mengangguk. "Kita tidak tahu hukum dan aturan di tempat ini. Jika mereka tahu kita berhasil menyeberangi Samudera Petaka dengan selamat, kita bisa menarik perhatian yang tidak diinginkan."
Para awak mengerti dan mulai menyusun cerita yang akan mereka gunakan jika ada yang bertanya tentang asal-usul mereka. Mereka akan mengaku sebagai kelompok pedagang dari kepulauan selatan yang tersesat akibat badai, sebuah alasan yang cukup masuk akal di wilayah maritim seperti ini.
Saat kapal akhirnya bersandar, beberapa penjaga pelabuhan menghampiri mereka. Shen Tianhao yang paling berpengalaman dalam urusan laut segera turun tangan. Dengan sikap percaya diri, ia berbicara dengan salah satu penjaga yang tampaknya bertanggung jawab.
"Selamat datang di Pelabuhan Luoyang. Dari mana kalian berasal?" tanya penjaga itu dengan nada formal.
"Kami dari kepulauan selatan. Kapal kami tersesat akibat badai dan akhirnya terdampar di perairan ini," jawab Shen Tianhao tanpa ragu, nada suaranya menunjukkan bahwa ia telah melalui situasi serupa berkali-kali sebelumnya.
Penjaga itu memperhatikan mereka sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, selama kalian tidak membawa masalah, kalian dipersilakan tinggal. Namun, kalian harus membayar biaya tambat kapal."
Shen Tianhao menyerahkan beberapa koin emas, cukup untuk menutupi biaya tersebut. Setelah urusan administrasi selesai, mereka diperbolehkan turun ke daratan.
Saat mereka berjalan di sepanjang dermaga, Zhang Wei memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan saksama. Pelabuhan ini jauh lebih maju dibandingkan pelabuhan mana pun yang pernah ia lihat di Benua Timur. Bangunan-bangunan tinggi dari kayu dan batu berjejer rapi, dan ada menara pengawas yang dijaga ketat. Banyak orang berlalu-lalang, dari pedagang, petualang, hingga tentara yang berjaga di berbagai titik.
Mereka memutuskan untuk mencari tempat penginapan sebelum menyusun rencana berikutnya. Dengan berhati-hati agar tidak menarik perhatian, mereka memasuki salah satu penginapan yang tampak cukup ramai. Malam ini, mereka akan mengumpulkan informasi tentang wilayah ini dan mencari tahu langkah terbaik yang bisa mereka ambil.
Shen Tianhao menatap Zhang Wei—atau Bai Chen, sebagaimana ia dikenal di sini—dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Mereka telah sampai di Benua Tengah, tempat yang begitu asing, namun penuh dengan kemungkinan. Kini, dengan perjalanan laut yang telah usai, muncul pertanyaan yang belum sempat ia tanyakan sebelumnya.
"Lalu, apa rencanamu berikutnya?" tanya Shen Tianhao sambil menyandarkan tubuhnya di pagar dermaga. "Kau akhirnya tiba di Benua Tengah. Apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Zhang Wei tersenyum tipis. Matanya memandang jauh ke arah kota pelabuhan yang ramai. "Aku ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh kultivator terkuat sekalipun."
Shen Tianhao mengerutkan alis. Jawaban itu membuatnya semakin penasaran. "Apa maksudmu?"
Namun Zhang Wei hanya tersenyum tanpa menjelaskan lebih lanjut. Shen Tianhao menghela napas, menyadari bahwa pemuda ini bukanlah tipe orang yang mudah memberikan jawabannya. Ia akhirnya memilih untuk tidak memaksakan pertanyaan itu.
"Bagaimanapun juga, aku telah memenuhi janjiku membawamu ke sini," kata Shen Tianhao. "Jadi, bagaimana dengan bayaran yang kau janjikan?"
Zhang Wei tidak mengatakan apa-apa, hanya mengeluarkan sebuah kantong dimensi dan melemparkannya kepada Shen Tianhao. Ketika Shen Tianhao membukanya, matanya membelalak terkejut. Kristal roh dalam jumlah yang luar biasa banyak bersinar terang di dalamnya. Itu adalah transaksi terbesar yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.
"Kau... sungguh orang yang kaya raya," gumamnya tak percaya. "Aku tak menyangka kau membawa harta sebesar ini."
Zhang Wei hanya tersenyum, lalu mengeluarkan satu benda lain—sebuah inti kristal bercahaya, yang sebelumnya menjadi pengusir binatang roh laut di perjalanan mereka. "Ambillah ini juga. Ini bisa berguna untukmu."
Shen Tianhao menerima benda itu dengan ragu, namun ia tahu ini adalah barang yang sangat berharga. Ia menatap Zhang Wei dengan rasa hormat yang semakin dalam. "Apa kau benar-benar tidak ingin memberitahuku siapa dirimu sebenarnya?"
Zhang Wei menggeleng pelan. "Mungkin suatu hari nanti. Jika kita bertemu lagi di masa depan, aku akan memberitahumu semuanya."
Shen Tianhao hanya bisa menghela napas. Ia tahu tak ada gunanya mendesak lebih jauh. Akhirnya, mereka berdua berjabat tangan, sebelum akhirnya berpisah, masing-masing melangkah menuju takdir mereka sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!