Jarum detik di jam tangan pria itu mengisi keheningan di meja sepasang kekasih.
Terlihat seorang gadis yang tengah jenuh menunggu respon dari kekasihnya. Duduknya mulai tak nyaman, netra gadis itu terus melirik jam di tangan kiri pria dihadapannya itu.
Seolah-olah dalam diam gadis itu berkata "Tolong bicaralah, jangan diam saja"
Hingga deruan nafas terdengar dari pria itu, gadis itu menatapnya dengan penuh harap.
"Jadi Kamu mau kuliah di Amerika?"
Gadis itu terlihat lega.
30 menit berlalu akhirnya pria itu bersuara.
"Iya Je... Aku kan udah pernah bilang sebelumnya sama kamu soal ini" jawab gadis itu.
Pria itu menghela nafas.
"Yaudah kalau itu memang keinginan kamu"
"Karena kamu udah setuju, aku harap kamu juga menghargai keputusan aku yang satu lagi"
Pria itu mengernyitkan dahinya.
"Keputusan apa?" Tanya pria itu.
"Aku mau kita break " ucap gadis itu.
"Loh kenapa harus break? Hubungan kita juga gak bakal mengganggu kuliah kamu kan? Emang ada peraturan gak boleh pacaran di kampus itu?" Jean sedikit kesal.
Gadis itu berdalih.
"Aku mau fokus sama pendidikan aku. Bisa kan? Lagian aku kuliah disana cuman dua tahun doang kok"
Pria itu menggusar kasar Surai rambutnya.
"Gak masalah mau berapa tahun pun aku akan selalu dukung keputusan kamu. Tapi kenapa harus break? Kita juga sama-sama kuliah kan? Aku juga gak bakal lah sering hubungi kamu, aku juga tahu kesibukan kamu" ucap pria itu seraya memegang kedua tangan pacarnya.
"Je... Kita bakal lost Contact loh. Mungkin sampai berbulan-bulan aku gak ngabarin kamu"
"Ya terus masalahnya apa? Aku gak peduli soal kamu gak ngabarin aku. Yang penting hubungan kita tetap berlanjut" tegas pria itu.
"Kamu itu keras kepala banget sih" gadis itu pergi meninggalkan Jean dengan kesal.
Jean tidak habis pikir, memang apa masalahnya jika lost Contact? Rasa cinta Jean tidak akan pernah menghilang sedikitpun dan tetap akan menjaga komitmen mereka.
Jean pulang ke rumah dengan rasa kesal yang masih bersemayam di dalam hatinya.
"Kamu kenapa Je?" Tanya seorang wanita berusia 55 tahun yang masih terlihat awet muda itu. Dia adalah Amira ibu Jean.
"Ma... Luna mau lanjut kuliah di Amerika katanya" ucap Jean.
"Loh yah bagus dong" ucap ibunya.
"Iyah emang keputusan yang bagus, tapi.. masa dia minta break " mata Jean memerah, ibunya tersenyum kecil dan menoyor kepala putranya itu.
"Jean masa gitu aja nangis, ihh mama foto kamu yah terus mama send ke Ashana biar dia tau kalau ternyata dibalik jiwa cool dan arogannya Jean Arsa Anggasta ini juga bisa mewek" ledek Amira.
Jean tidak merespon candaan ibunya, kali ini hatinya benar-benar terasa sakit.
"Sayang... Udah gak usah sedih gitu. Kan Luna emang mau fokus sama pendidikannya, atau kamu mau susul Luna kuliah di Amerika?"
Itu terdengar seperti ide yang bagus, kalaupun memang ia ingin pasti akan langsung dipenuhi oleh ayahnya (Wira Hardi Anggasta) tapi tetap saja Jean tidak pernah berminat untuk belajar di luar negeri sekalipun demi seseorang. Karena sambil berkuliah ia juga sering meluangkan waktu untuk belajar tentang bisnis di perusahaan ayahnya. Ya namanya juga calon CEO muda.
Ayah Jean (Wira Hardi Anggasta) memiliki tiga orang istri. Dan diantara ke tiga istrinya, anak-anak Amira lah yang mendapat warisan dan harta kekayaan yang lebih banyak di banding yang lain. Karena pernikahan Wira dengan Amira adalah pernikahan yang berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka dimasa lalu. Terlebih lagi Amira memiliki dua orang putra dimana anak laki-laki di keluarga itu sangat dibanggakan.
"Gak usah lah ma, mama kan juga tau kalau aku gak minat keluar negeri" ucap Jean.
"Yaudah kalau gitu Je, jalanin aja. Ini juga yang terbaik buat kalian" ucap Amira menenangkan putra nya.
Setelah lima hari menghindari Luna akhirnya ia memutuskan untuk menemui gadis itu secara langsung. Karena memang Luna yang meminta. Mereka bertemu di tempat yang biasa mereka kunjungi, Cafe Kenangan.
"Kamu kemana aja sih Je? Sulit banget dihubungi" kesal Luna.
"Sibuk di kantor, maaf" jawab Jean tanpa menatap lawan bicaranya.
"Dua hari lagi aku berangkat Je" ucap gadis itu seraya memperhatikan Jean yang sedari tadi sibuk dengan handphone nya.
"Oh ya? Hati-hati..." ucap Jean cuek.
Gadis itu mengernyitkan dahi nya. "Kenapa diucapin sekarang? Emang kamu gak mau nganterin aku ke bandara?" Tanya gadis itu penuh harap.
"Banyak kerjaan di kantor jadi gak bisa, sorry"
Luna sedikit kecewa, jadi ia memilih untuk diam. Mereka saling diam dan saling membuang pandangan kearah lain demi menghindari kontak mata. Didalam diam sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka bagi dan ceritakan, namun rasa nyeri yang menjalar di hati mereka membungkam semua kata yang ingin diungkapkan.
"Maaf Je..." batin Luna.
***
Jean sampai dirumah, seperti biasa keadaan rumahnya tidak pernah hening. Selalu ada keributan dan hal-hal kecil yang terjadi. Terlebih lagi kedua ibu tirinya yang sering sekali berdebat tentang hal-hal kecil membuatnya kepalanya semakin pusing.
"Mereka kenapa lagi sih?" Tanya Jean yang sedang melihat keributan dari atas Mezzanine.
"Meributkan menu makan malam" ucap Sena, adik perempuan Jean.
"Yaudah kalau kamu gak suka ya gak usah dimakan" ucap Hanin, istri kedua Wira.
"Mbak Mira kasih tau sama Hanin jadi orang jangan egois" ucap Zarina, Istri ke tiga Wira.
"Kalian ini kenapa sih? Makanya biasakan musyawarah dulu sebelum melakukan apa-apa" ucap Amira.
"Percuma mbak, kalau si Hanin ini budek mana dengerin" Zarina sangat jengkel.
"Eh coba introspeksi diri jangan bisanya cuman nyalahin orang lain, lagian aku masak juga ngikutin menu yang tertulis hari ini. Kamu buta kah?" Hanin sangat emosi.
"Udah stop" cegah Amira.
"Aku pusing banget lihat kalian berdua, yaudah Zarina kalau kamu gak bisa makan udang yah gak usah makan, lagian masih banyak menu makanan yang lain kan?"
"Terus aja mbak belain si Hanin" Zarina pergi dengan mencak-mencak.
"Dia itu udah tua loh mbak, bukan ABG lagi tapi kelakuannya itu loh melebihi anak-anak" kesal Hanin.
"Udah biarin aja... Dia kan emang begitu"
"Mata mas Wira buta apa gimana memperistri perempuan macam dia?" Ucap Hanin.
Amira tertawa kecil dan merangkulnya.
"Mending kita siapin ini keruang makan, bentar lagi jam makan malam" ajak Amira.
***
Di meja makan.
"Hanin ini tuh terlalu pedas" omel Zarina.
Lagi-lagi Zarina memancing emosi Hanin, namun Amira menahan Hanin untuk tidak terpancing emosi.
"Zarina kalau pedas gak usah dimakan" ucap Wira.
Dan mendapat ledekan kecil dari Hanin. Zarina tidak bisa berkata-kata lagi kalau Wira sudah bicara.
Jean langsung menjauhkan makanan yang pedas dari hadapan Zarina dan mendekatkan makanan yang tidak pedas kepada ibu tirinya itu.
"Ini gak pedas, mama bisa makan" ucap Jean dengan wajah datar.
Amira selalu mengajarkan kepada anak-anak nya sedari kecil untuk menghormati dan menghargai ibu mereka yang lain.
Zarina hanya diam dan menatap istri kedua suaminya itu dengan tidak suka.
Zarina memilih pergi ketika melihat Hanin mengambilkan beberapa lauk untuk Wira, ia meninggalkan meja makan dengan tidak sopan.
Wira menatapnya tajam. "Dia gak akan pernah bisa jadi seorang ibu kalau tingkah nya seperti itu" ucap Wira pelan dan hanya di dengar oleh beberapa orang saja di meja makan itu.
***
"Justin, aku udah putus sama pacar aku. Kamu janji kan mau nikahin aku?"
Pria itu terlihat takut ingin berbicara. Namun dengan penuh keberanian akhirnya ia mengutarakan kejujurannya.
"Sorry Luna, mending kamu gugurin aja anak itu. Aku harus ikut orang tuaku ke Jepang dan kuliah disana"
"Apa?? Enak banget kamu bilang gitu? Terus nasib aku gimana? Aku gak punya uang buat gugurin kandungan"
"Udah yah lun, aku mau fokus kuliah jangan ganggu aku"
"Gak, gak bisa gitu Justin. Kamu harus tanggung jawab, nikahin aku"
Luna memegang lengan pria itu, memohon dengan penuh harap.
"Sorry, aku gak bisa"
Justin melepaskan tangan Luna.
Pria itu pergi meninggalkan Luna sendirian di cafe.
...Jean Arsa Anggasta...
...Ashana...
...Luna...
Hari yang ditunggu Luna telah tiba, ia didampingi oleh tiga orang teman kampusnya.
"Pacar Lo mana lun?" Tanya kia
"Sibuk katanya" jawab Luna.
"Wah parah nih si Jean, bentar gue telfon dulu ni anak" ujar kia dan mendapat pencegahan dari Luna.
"Udah gak usah, kita juga udah pamitan kemarin"
"Ya tapikan tetep aja, ini hari keberangkatan Lo. Dua tahun Lo disana dan ini moment penting" ucap Kia, Luna hanya tersenyum kecil.
"Udah lah ga apa-apa, gue juga ngerti kok. Yaudah gue masuk ya?"
"Haaa Luna, jangan lupain gue ya" ucap Fawa sambil menahan tangis.
"Ih gak bakal lah gue lupain kalian" ucap Luna ikut terharu dengan kedua temannya itu.
Kia dan fawa memeluk Luna sebelum masuk. Namun tidak dengan Alin yang berdiam diri yang menatap nya cuek.
"Lin?" Panggil Luna.
Alin berjalan menghampiri Luna setelah kia dan fawa telah selesai berpamitan. Luna memeluknya dengan sangat erat sambil menangis.
"Buat apa Lo nangis? Harusnya Lo bahagia, itukan yang Lo mau?" Bisik Alin.
"Gue terpaksa Lin"
Alin melepaskan pelukannya dan menatap sahabatnya itu dengan sinis.
"Saran gue, mending jangan 2 tahun deh. Selama-lamanya aja... Karena kepulangan Lo nanti membawa akan duka dan kekecewaan bagi orang lain"
Luna hanya menunduk, ia benar-benar merasa sangat malu.
"Lo kan tau Lin, gue gak punya pilihan lain. Gue butuh uang, gue mau hidup yang lebih mapan"
"Whatever, Selamat berbahagia" ucap Alin.
Saat Luna melangkah masuk terdengar suara seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Terdengar samar namun ia yakin bahwa suara itu memanggil namanya. Luna menoleh kebelakang dan melihat Jean tengah berlari menghampiri nya. Senyum terukir diwajah Luna. Jean semakin mendekat dan berlari kecil kearahnya. Ia memeluk Luna dengan sangat erat, setelah lima tahun pacaran baru kali ini Jean memeluknya. Keringat bercucuran di keningnya. "Maaf terlambat" ucap Jean sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan.
"Ga apa-apa Jean..."
Jean memberikan hadiah kepada Luna. "Buat kamu, semangat ya belajarnya dan jangan lupain aku. Aku akan selalu nunggu kamu" ucap Jean dengan penuh ketulusan dan membuat dada Luna semakin sesak.
"Luna, jaga diri baik-baik buat aku ya"
Jean mengusap rambut gadis itu dengan lembut lalu memegang kedua bahunya.
"Masuklah, sebentar lagi udah mau masuk jam penerbangan kamu"
Luna terus menangis dan Jean kembali menghapus air matanya. Luna pun berbalik membelakangi Jean dan masuk kedalam.
"Aku akan selalu nunggu kamu Luna" teriak Jean yang didengar oleh banyak orang.
"Cepat kembali Luna" batin Jean.
***
Jean kembali kerumah dan terkejut melihat ada banyak mobil dihalaman rumahnya yang luas. Salah satunya adalah mobil kakeknya, Jean masuk kedalam rumah dan melihat Zarina berteriak dan menampar ayahnya. Beberapa miniatur kecil diruang tamu terlihat berantakan.
"Jangan gila kamu mas, istri kamu udah 3" teriak Zarina.
Jean melihat ibunya duduk di sofa ditemani oleh Shan dengan tatapan kosong.
"Kenapa Shan?" Tanya Jean.
Shan hanya diam dan menunduk.
"Jangan gila kau Wira, diumur segini kau mau menikah lagi?" Tanya pak Aksara kakeknya Jean.
"Kami saling mencintai, dan aku akan menikahi perempuan itu" tegas Wira dan mendapat tamparan keras dari pak Aksara.
"Sadar dengan yang kau bicarakan itu Wira" ucap pak Aksa.
"Sadar aku sadar!!! Dan Aku salah bicarakan ini ke kalian semua. Aku gak peduli apa pendapat kalian dan kalaupun papa gak setuju aku akan tetap menikahi dia" ucap Wira.
"Keterlaluan kamu mas" teriak Zarina.
"Kenapa mbak mira diam aja? Mas Wira mau menikah lagi mbak" sambung Zarina.
Wira menarik lengan Zarina dengan kasar.
"Kalau sampai kamu merusak pernikahan ku, aku gak akan segan-segan menceraikan kamu" ucap Wira.
Jean yang merasa sangat panas ingin berdiri namun Amira menarik lengannya untuk tidak ikut campur urusan ini.
"Apa maksud mama? Dia nyakitin Mama lagi, gimana bisa aku diam?" Omel Jean.
"Jean please jangan ikut campur urusan orang tua" pinta Amira yang membuat Jean malas menatap ibunya.
"Kalau itu memang keputusan kamu untuk menikah lagi lakukanlah mas, jika kamu memang mencintai perempuan itu" ucap Mira dengan suara lirih.
"Tapi untuk apa kamu ngadain pertemuan seperti ini kalau kamu gak butuh saran dan pendapat orang lain? Mending langsung menikah aja, sama seperti yang kamu lakuin 15 tahun yang lalu"
"Lagipula Kamu kan memang seperti itu, gak akan pernah peduli dengan perkataan orang lain apalagi perasaannya, dan aku ikhlas" ucap Amira.
Mendengar itu Zarina semakin kesal.
"Mbak ngomong apa sih? Mbak setuju mas Wira menikah lagi? Mbak udah gila yah" ucap Zarina.
"Apa yang harus aku cegah? Kalau begitu jika aku menentang pernikahan mu 15 tahun yang lalu apakah kamu akan menerimanya? Apakah kamu akan dengan senang hati meninggalkan mas Wira? Kamu sama perempuan yang akan dinikahi mas Wira itu ga ada bedanya Zarina" ucap Mira dan pergi meninggalkan ruangan itu.
Zarina sangat sakit hati mendengar perkataan Amira.
"Dasar perempuan munafik" teriak Zarina pada Amira.
"Diam mulutmu itu, tolong jaga ucapan mu" ucap Rana ibu mertuanya.
"Shan tolong susul mama" pinta Jean kepada sepupunya, Ashana segera menyusul Amira.
"Sudahkan? Sudah selesai? Besok aku akan ke Amerika" ucap Wira.
"Kenapa ke Amerika?" Tanya Hanin.
"Aku akan menikah disana, Kalau menikah disini pernikahan ku ga akan berjalan lancar" sambil menatap sinis pada istrinya Zarina.
"Sialan!!!!"
"Jangan kamu bawa istri sialan mu itu kerumah ini!!!" Teriak Zarina.
"Tutup mulut mu itu!!" Wira hendak menampar Zarina tapi Jean dan Jovano menahan ayahnya.
"Jangan sampai aku dengar lagi ucapan seperti itu, atau kusobek mulutmu" ucap Wira seraya menjauh dari Zarina.
"Kalian lihat kelakuan ayah kalian kan? Dia itu gak pantas disebut sebagai seorang ayah" ucap Zarina.
Wira menghentikan langkahnya.
"Perempuan seperti mu memang gak pantas memiliki seorang anak, aku bersyukur pada Tuhan. Dia tidak mengirimkan bayi kepadaku dari rahim perempuan seperti mu" ucap Wira seraya mendorong bahu Zarina.
Wira pergi meninggalkan rumah. Zarina berteriak seperti orang gila, Ibu mertua menghampirinya.
"Sudah kubilang kan jaga ucapan mu" Ucap Rana, ibu mertuanya.
"Aku sudah pernah bilang ke mama jangan melempar mutiara didepan babi" sindir Hanin dan pergi meninggalkan mereka.
"Bilang apa kau tadi Hanin?? Kau juga perempuan yang gak tau malu" Teriak Zarina dan mendapat tamparan dari ibu mertuanya.
"Zarina kau gak mengerti bahasaku ya?, Tolong jaga ucapan mu itu" ucap Rana.
"Bertahun-tahun Wira gak pernah bicara buruk seperti itu kepada istri-istrinya, tapi karena ucapan mu sendiri beginilah jadinya. Terima saja kalau kau memang mandul"
Zarina semakin emosi.
"Aku akan buktiin ke mama kalau aku gak bermasalah" ucap Zarina tak mau kalah.
***
"Jean tolong sering-sering datang ke kantor ya, nanti dipandu sama om Arya kamu menghandle meeting dengan group Zhang" ucap Wira sebelum pergi.
"Iya pa" kata Jean.
"Kamu itu penerus di Anggasta company jadi harus banyak-banyak belajar" sambung Wira dan ia pun segera pergi.
Jean menghela nafas, sebenarnya ia sangat malas meladeni ayahnya karena peristiwa kemarin. "Yang sabar ya Jean" ucap om Arya sambil menepuk bahu Jean.
"Kenapa bukan om aja yang jadi papaku?" Tanya Jean sembarangan.
"Loh ya mana om tau, udah takdir kali" jawab om Arya.
Jean hanya tersenyum hambar, ia memilih untuk masuk kedalam dan menemui ibunya namun ia bertemu Shan. "Mama Lo lagi tidur, jangan di ganggu dulu" ucap Shan dan mendapat anggukan dari Jean. Jean memundurkan langkahnya dan berbalik menjauhi kamar ibunya.
"Pasti mama banyak nangis ya Shan?" Tanya Jean sedikit penasaran karena Shan lah yang menemani ibunya semalaman.
"Iya Je, sama persis seperti 15 tahun yang lalu waktu om Wira menikah sama Tante Zarina" ucap Shan.
Jean tersenyum hambar, matanya kembali memerah ia mengalihkan pandangannya kearah lain. Shan hanya mengelus punggung nya dan membuat air mata Jean tumpah.
"Bisa temani gue tidur Shan?" Pinta Jean.
Ashana hanya mengangguk, mereka pun masuk kedalam kamar. Jean merebahkan dirinya ditempat tidur dan Shan duduk disampingnya.
"Gue gak bisa tidur dari kemarin Shan" ucap Jean, Shan hanya diam dan mengelus kepala Jean yang tidur di atas pahanya.
"Bisa peluk gue Shan?" Tanya Jean dengan suara lirih, tanpa menjawab nya Shan langsung memeluk Jean samb mengusap rambutnya dengan lembut.
Jean pun tertidur di pelukan Shan, Shan dengan pelan-pelan menyingkirkan pelukan Jean dari tubuhnya lalu menyelimutinya dan pergi keluar dari kamar Jean.
"Shan kamu habis dari mana?" Tanya Sanara ibu Shan.
"Kamarnya Jean" jawab Shan.
Sanara melotot dan mencubit lengan putrinya. "Kamu ngapain di kamar Jean? Habis ngapain kalian ha?" Tanya Sanara penuh curiga dan mendapat tatapan tajam dari Shan.
"Mama ini apaan sih? Curigaan Mulu. Aku habis hibur Jean karena dia sedih. Lagian om Wira keterlaluan banget sih. Nyebelin tau gak" ucap Shan.
Sanara mengangguk faham. "Jadi gimana keadaan tantemu sekarang?" Tanya Sanara khawatir.
"Ya begitulah ma, Tante Amira masih sulit makan" jawab Shan.
"Jean dimana??" Tanya raniya yang muncul secara tiba-tiba dan memotong pembicaraan mereka.
"Jean lagi tidur" jawab Shan.
"Oh" jawab gadis itu singkat, dan ingin membuka pintu kamar Jean namun di hentikan oleh Shan.
"Lo mau ngapain?" Tanya Shan.
"Ya mau ketemu Jean lah" jawab gadis itu sombong.
"Lo tuli ya? Lo gak denger gue bilang apa tadi? Jean itu lagi istirahat, jangan ganggu bisa gak?" Shan sangat kesal dengan tingkah kekanakan Raniya.
"Lo siapa ngatur-ngatur gue gak boleh ketemu Jean?" Gadis itu mengabaikan Shan dan Sanara segera menarik lengannya dan membawa gadis itu menjauh dari kamar Jean.
"Aduh sakit Tante, jangan tarik-tarik dong" rintih Raniya.
"Jean lagi istirahat, jangan diganggu ya Raniya" pinta Sanara.
"Ada apa ini ribut-ribut?" Tanya Zarina saat melihat keponakan nya ditarik oleh adik iparnya.
"Raniya maksa mau masuk ke kamar Jean, aku udah bilang kalau Jean lagi istirahat dan jangan diganggu" jawab Sanara.
"Aku cuman pengen tau keadaan Jean Tante, aku kan juga khawatir" rengek Raniya.
"Iya ran, tapi jangan sekarang Jean lagi butuh istirahat, mohon dimengerti ya?" Pinta Sanara.
Mereka pun pergi, Zarina langsung mencubit lengan keponakan nya itu.
"Kamu itu kenapa sih? Malu-maluin aja"
"Aku kan cuman ikutin saran Tante, kan Tante yang bilang kalau aku harus deketin Jean supaya bisa jadi menantu dirumah ini" rengek Raniya. Karena sangat kesal Zarina menoyor kepala keponakannya itu.
"Kamu ini bodoh banget sih, lihat situasi dan kondisi dong" kesal Zarina.
Sudah berusia 23 tahun tapi sikap Raniya belum juga dewasa, bagaimana bisa ia mengambil hati keluarga ini? Zarina sangat pusing dengan situasi ini.
***
Tak terasa sudah satu bulan Wira pergi meninggalkan rumah. Keadaan hati anggota keluarga ini perlahan membaik dan mereka juga telah mempersiapkan diri untuk menjaga sikap saat Wira pulang membawa istri barunya.
"Kakak udah baik-baik aja kan?" Tanya Sanara.
"Udah sedikit lebih baik san" jawab Amira.
"Emm... Soal istri baru kak Wira, kakak udah tau kan?" Tanya Sanara lagi.
"Sudah san, dan aku sudah bisa menerima kehadiran nya ditengah-tengah keluarga ini. Tapi aku gak tau akan seperti apa reaksi dia nanti kalau tau" ucap Amira sedih.
"Akan ada banyak bodyguard di pesta kak Wira nanti, mereka pasti bakal menjaga ketat acara itu" Kata Sanara.
"Oh ya?"
"Em mas Wira, takut kalau Zarina buat keributan di pesta pernikahan nanti kak"
"Semoga aja... Tapi aku benar-benar gelisah" Amira mulai merasa khawatir.
"Semua itu udah takdir kak, kita harus menerima nya" Ucap Sanara.
***
"Semuanya diatur dengan rapi ya, bunga-bunga nya juga disusun rapi"
Para pelayan dan beberapa pendekor tengah sibuk menata beberapa hiasan di pesta pernikahan Wira dan istrinya.
"Gimana catering nya? Aman kan?" Itu jovano kakak pertama Jean yang tengah sibuk mengatur catering.
"Souvenir nya gimana?" Itu Farel saudara Jean, anak dari bunda Hanin. Dia sedang sibuk mengatur souvenir.
Ada Sena dan Viona yang sibuk membeli beberapa gaun untuk di pesta nanti.
"Gila bener pesta pernikahan nya kak, mewah banget" bisik Raniya kepada Zarina.
Mereka sedang melihat kesibukan orang-orang dibawah sana yang tengah mengatur dekorasi pesta. Zarina sangat muak melihat semuanya, ia benar-benar merasa sakit hati dan cemburu. Ia mengobrak ngabrik beberapa bunga yang disusun di lantai atas dan membuang nya kebawah. Melihat ibu tiri mereka yang sedang kesal, mereka hanya menghela nafas dan mengabaikannya. Jean mengambil buket bunga yang dirusak oleh ibu tirinya itu dan memberikannya kepada Sena dan Viona.
"Ini tolong diganti ya!" Suruh Jean kepada dua adik perempuannya itu.
"Nyusahin aja nenek sihir itu" ejek Viona
"Vio??" Farel menegurnya.
"Kan emang bener yang dibilang Viona kak" bela Sena.
"Gimana pun juga dia itu mama kita" ucap jovano.
"Dengerin tuh" ucap Farel.
"Jeannn jeannnn" panggil Raniya manja.
"Apa?" Jawab Jean malas.
"Kita nanti pakai baju couple ya Jean di pesta" pinta Raniya sambil menggandeng lengan Jean.
"Kita udah nentuin baju yang bakalan dipakai di pesta nanti" Sena menunjukan gambar di handphone nya.
"Ih apaan tuh? Selera kamu nggak banget Sena" kata Raniya dengan mengejek.
Jean yang merasa risih berusaha melepaskan gandengan Raniya dari lengannya.
"Gak usah kaya gini please" mohon Jean.
"Jean kok gitu? Jean masih sakit ya? Masih gak enak badan" tanya Raniya manja.
"Woi temenin gue yuk?" Panggil Shan.
Jean tersenyum penuh kemenangan, Shan benar-benar penyelamat hidupnya.
"Mau kemana?" Tanya Jean.
"Nganterin undangan" Shan menunjukan beberapa undangan dan menghampiri Jean.
"Oke" Jean menyetujuinya.
"Ihh Jean kok pergi?? Jangan tinggalin Raniya dong" Rengek Raniya.
Raniya berusaha mencegah Jean pergi , namun sena dan Viona memegang lengan Raniya sehingga Jean bebas dan pergi bersama Shan.
"Jeannnn" teriak Raniya sambil berusaha lepas dari Sena dan Viona namun sia-sia.
"Hati-hati dijalan yah kak..." ucap Sena sambil sesekali menatap remeh Raniya.
"Pulang nya lama juga gapapa" tambah Viona.
Mereka tertawa terbahak-bahak melihat raniya lari keluar rumah dan hampir menabrak beberapa pendekor di luar. Ia tambah mencak-mencak ketika melihat Shan dan Jean sudah tidak ada di halaman rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!