NovelToon NovelToon

Wasiat Cinta

ch 1. LEUKEMIA

Aris Suryo, 37 tahun. Adalah seorang pengusaha sukses. Saat dirinya di usia 30 tahun, Aris memberanikan dirinya untuk mencari pendamping. Selama ini, Aris hanya sibuk membangun bisnisnya yang di mulainya saat ia masih duduk di bangku SLTA. Hingga ia tidak ada waktu untuk memulai suatu hubungan dengan seorang wanita pun, saat itu.

Sebenarnya Aris sudah berkali-kali jatuh cinta, tetapi dirinya tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan cinta kepada wanita yang ia sukai. Karena ia sangat takut sekali bila tidak bisa selalu ada untuk wanita pujaannya.

Bisa dibilang, Aris tidak pernah pacaran. Hingga akhirnya, Aris bertemu dengan seorang wanita yang baik hati. Wanita itu bernama Retno Wulandari. Wanita yang cantik, lembut dan perhatian yang saat itu bekerja menjadi sekretaris Aris.

Kesabaran dan ketulusan Retno, membuat Aris yakin untuk memilih Retno menjadi pendamping hidupnya.

Kehidupan rumah tangga mereka pun, sangat harmonis. Selama tujuh tahun menikah, jarang sekali terjadi konflik di antara mereka. Itu semua karena Retno yang selalu sabar dan pengertian dengan karakter dan kesibukan suaminya, termasuk Aris yang bukanlah tipe lelaki romantis.

Aris selalu bingung bagaimana bersikap kepada wanita yang ia cintai, walaupun Retno sudah menjadi istrinya. Karena bersama Retno lah pengalaman pertama bagi Aris menghadapi wanita dalam suatu hubungan.

Tetapi sikap tidak romantis, dan workaholic Aris berubah saat pernikahan mereka masuk di tahun ketiga. Saat itu dirinya harus menerima kenyataan bahwa Retno di diagnosa penyakit leukemia.

Aris menjadi lebih perhatian dan menomorsatukan istrinya. Karena ia selalu merasa bersedih dan takut kehilangan Retno.

"Halo tuan, nyonya Retno pingsan tuan. Tadi dari kamar mandi terus pingsan. Saya tidak tahu karena saya lagi berada di dapur. Saya sudah menghubungi dokter Andi untuk datang tuan."

Aris yang saat itu sedang ingin bertemu dengan klient nya, akhirnya memutuskan untuk pulang.

"Kamu handle semua, saya ada urusan mendadak."

Perintah Aris pada asistennya. Lalu, dirinya buru-buru pulang untuk melihat keadaan Retno.

Aris tiba dirumah, saat dokter Andi sudah selesai memeriksa Retno.

"Bagaimana keadaan istri saya dok?"

Tanya Aris dengan wajah yang sangat khawatir.

"Keadaan Ibu Retno sangat lemah saat ini Pak, saya sudah memberikan Ibu Retno beberapa obat yang harus dikonsumsinya saat ini, diselingi dengan obat yang biasa Ibu Retno minum."

"Oh iya, satu lagi Pak. Sepertinya Ibu Retno butuh pengawasan atau ada seseorang yang selalu menemaninya. Seperti asisten atau perawat khusus hanya untuk dirinya. Karena kondisinya cukup lemah, untuk sementara saya sarankan Ibu Retno jangan banyak bergerak dahulu, karena itu Ibu Retno butuh bantuan seseorang"

Terang dokter Andi, dokter yang biasa menangani Retno.

"Terimakasih dok, mari saya antar."

"Tidak usah Pak, lebih baik Bapak menemui Ibu" Ucap dokter Andi.

Aris pun, mengangguk dan langsung menemui istrinya.

Dikamar, Aris melihat Retno terbaring lemah.

"Apa kabar kamu sayang?" Sapa Aris, lalu ia mengecup lembut kening Retno.

"Aku baik-baik saja."

Jawab Retno dengan senyuman yang tersungging di sudut bibirnya.

"Kamu kok pulang?" Sambung Retno lagi.

"Aku pulang untuk istriku." Ucapnya sambil membelai rambut Retno.

Retno hanya tersenyum hambar.

"Maafkan aku Mas." Ujarnya dengan air mata yang mulai mengalir disudut mata indah Retno.

"Ssssshhhhttt...sudah, tidak ada yang salah, ini kewajibanku sebagai suami untuk selalu ada untuk istrinya, sekarang kamu istirahat ya." Ujar Aris. Lalu, ia merebahkan dirinya disamping Retno dan memeluk tubuh kurus istrinya.

"Aku temani deh." Sambungnya lagi.

.........

Malam harinya, Aris duduk di ruangan kerjanya di rumah. Dirinya terus memikirkan tentang saran dokter Andi untuk mencarikan seorang asisten atau perawat untuk Retno.

Aris tahu betul, Retno sangat benci, bila dirinya terlihat sakit, apabila harus terus diawasi perawat atau asisten. Aris harus mencari cara yang baik untuk menyampaikan dan memberikan pengertian kepada Retno.

Saat itu juga, Retno menemuinya diruang kerja Aris.

"Kok kesini sayang, kamu kan harus beristirahat"

Ucap Aris dengan penuh khawatir. Lalu, ia menuntun istrinya untuk duduk di sofa diruangan tersebut.

"Aku bosan tiduran terus Mas," Jawab Retno.

"Tapi, kamu butuh banyak istirahat."

"Tidak, aku tidak apa-apa." Ucap Retno.

Dibalik kelembutannya, Retno adalah wanita yang sangat keras kepala dan mempunyai kemauan yang kuat. Seringkali Aris harus menyerah dengan sikap istrinya itu. Tetapi, walaupun begitu, sikap yang seperti itu juga yang membuat Aris kagum dan jatuh cinta dengan Retno.

"Oh iya, ada yang ingin aku katakan kepadamu,"

"Apa itu mas?"

"Aku bingung bagaimana untuk mengatakannya. Aku tahu kamu pasti tidak setuju, tetapi kali ini aku mohon dengan amat sangat kepadamu sayang, menurut lah kepadaku."

Aris menggenggam tangan Retno dengan erat dan menatap wajah kuyu sang istri.

"Iya apa itu?" Tanya Retno penasaran.

"Aku ingin menyewa seorang asisten untukmu. Agar kamu punya teman bicara dan melakukan apa pun dirumah."

Aris menatap mata indah Retno, sambil bersiap-siap dengan penolakan dari Retno seperti biasanya. Sedangkan Retno hanya terdiam.

"Sayang.. kali ini saja menurutlah padaku, aku ingin yang terbaik untukmu. Pikiranku terus tertuju kepadamu dimanapun aku berada. Aku tidak tenang bila meninggalkan kamu seperti ini tanpa ada asisten disampingmu."

Aris menundukkan kepalanya. Air matanya mulai menetes dari sudut matanya yang bulat. Hal itu membuat hati Retno menjadi luluh, hingga ia memutuskan untuk menuruti apa yang dikatakan oleh Aris.

"Aku sendiri yang memilih boleh?"

"Hah..?" Aris menatap Retno tak percaya.

"iya, aku ikut mencari dan memilih asisten untukku, besok kita cari ya."

Retno tersenyum kepada Aris, Aris mengusap air matanya, lalu memeluk Retno dengan erat.

"Kamu serius..?"

Tanya Aris masih belum percaya. Retno hanya mengangguk dan lalu tersenyum menatap suaminya.

"Ini baru istriku." Ucap Aris, lalu ia mengecup kening istrinya.

........

Esok harinya, Retno dan Aris sudah siap untuk ke salah satu agen penyalur asisten rumah tangga dan tenaga perawat berpengalaman. Mereka langsung membuat janji, sesaat setelah mereka membicarakan tentang asisten untuk Retno semalam.

Aris dengan semangat mengendarai mobilnya menuju alamat agen tersebut. Setibanya disana, mereka disambut ramah dan dipersilahkan untuk duduk. sambil menunggu calon-calon pekerja yang akan mereka pilih.

Setelah mengisi data, aris terus memastikan istrinya baik-baik saja dan tidak kelelahan. Ia terlihat sangat khawatir kepada Retno. Tetapi apa daya, Retno tetap bersikeras untuk ikut memilih calon asisten untuk dirinya dan Aris pun mengalah.

Beberapa menit kemudian, beberapa orang gadis dan wanita paruh baya berdiri di depan mereka.

"Sayang.. yang tua kayak nya berpengalaman," Bisik Retno kepada Aris.

"Aku kok gak setuju ya kalau yang tua, soalnya kalau ada apa-apa dia tidak bisa memapah kamu." Balas Aris sambil berbisik.

"Terus yang muda itu gimana?"

Tanya Retno sambil mengarahkan matanya ke wanita muda yang berdiri paling pojok sebelah kiri.

"Boleh sih, tetapi kok kayaknya tidak jujur." Bisik Aris lagi.

Retno menatap suaminya dengan sebal.

"Tidak ada yang lain bu?" Tanya Retno kepada Ibu pemilik agen penyalur tersebut.

"Sebentar ya Nyonya," Jawab ibu pemilik, lalu ia membubarkan wanita-wanita yang dia tawarkan. Lalu, ia ikut masuk ke dalam ruangan, tempat berkumpulnya para calon pekerja.

Tidak berapa lama, muncullah sepuluh wanita yang kembali berdiri di depan Retno dan Aris. Retno dan Aris menatap satu persatu kandidat pekerja yang ditawarkan.

"Biar aku yang memilih, kan aku yang mau sehari-hari bersamanya." Bisik Retno, sedangkan Aris hanya mengangguk pelan.

Retno menatap satu persatu wanita muda di depannya. Wanita-wanita itu berumur sekitar sembilan belas tahun sampai tiga puluh tahun. Lalu Retno melihat seorang gadis yang sedang memegang sebuah buku ditangannya.

ch 2. GADIS ITU BERNAMA MELI

Retno terus memperhatikan gadis itu. Gadis itu masih sangat muda, sekitar tujuh belas sampai dengan dua puluh tahun. Kulitnya putih dan bersih, tingginya sekitar seratus enam puluh senti meter. Rambutnya yang hitam panjang dan lurus tergerai dengan sangat indah. Wajahnya yang cantik membuat Retno terpana melihat gadis itu.

Penampilannya sangat sederhana, gadis itu mengenakan rok bahan, panjang sebetis dan kemeja longgar berwarna khaki membalut tubuhnya yang ramping.

"Aku mau dia," Ucap Retno kepada Ibu pemilik, sambil menunjuk gadis itu.

"Maaf Nyonya, dia orang baru. Pengalamannya pun, belum ada. Ini masih dalam pelatihan sebenarnya." Ujar Ibu pemilik.

"Saya mau dia," Tegas Retno lagi.

"Ba...ba..baik Nyonya." Ucap pemilik dengan terbata-bata. Lalu, ia mempersiapkan beberapa berkas dan catatan administrasi.

"Kenapa milih dia? kan belum berpengalaman dan juga terlalu muda." Bisik Aris kepada Retno.

"Aku mau dia." Tegas Retno sambil menatap suaminya sambil tersenyum simpul.

"Ok...ok...baiklah. Kalau nyonya besar mau sesuatu, siapa yang bisa menentangnya?"

Retno tersenyum dan mencubit gemas paha kiri Aris, sedangkan Aris hanya membalasnya dengan senyuman jahil.

*

"Heh, Meli...! kamu itu ya, membaca terus. Siap-siap buruan, ada orang cari pembantu! Gaya-gayaan saja baca-baca novel. Kamu itu mau jadi pembantu apa nyonya! dasar orang miskin. Cepat bersiap-siap!"

Dengan kasar ibu pemilik menegur Meli yang sedang membaca sebuah Novel cinta berbahasa Inggris.

"I...iya Bu." Jawabnya. Lalu, Meli beranjak dari duduknya dan menunju ke depan tanpa sempat menaruh Novel yang sedang ia pegang.

Didepan Meli, sudah ada sepasang suami istri dengan penampilan yang serba mahal. Terlihat keduanya adalah majikan yang sangat kaya dan baik.

Pasangan itu terlihat sangat serasi, suaminya tampan dan istrinya yang cantik dan berkelas. Tetapi, Meli tidak berharap banyak. Disamping dirinya yang masih sangat minim pengalaman, ia juga masih baru bergabung dengan yayasan penyalur ini.

"Saya mau dia."

Nyonya cantik itu menunjuk dirinya. Jantung Meli terasa mau copot, karena tidak disangka olehnya, ia dipilih oleh Nyonya tersebut. Meli menundukkan pandangannya, selain merasa tidak enak hati oleh senior-seniornya, ucapan Ibu penyalur yang mengatakan Meli belum berpengalaman membuat nyalinya menjadi ciut.

"Aku mau dia,"

Terdengar pernyataan tegas dari Nyonya tersebut. Saat itu juga Meli merasa sangat lega. Hatinya sangat bahagia, karena ia bisa bekerja dan mendapatkan pengalaman.

Setelah ibu penyalur menyetujui Meli untuk dibawa bekerja oleh sepasang suami istri tersebut, Meli tak henti-hentinya mengucapkan syukur didalam hatinya. Mendapatkan pekerjaan adalah dambaan Meli, karena dirinya harus menghasilkan uang untuk keluarganya dikampung.

Ibu Meli sudah tua dan sakit-sakitan, sedangkan Ayah Meli cuma buruh tani yang dibayar harian. Meli mempunya tiga orang adik yang masih kecil. Salahsatunya masih duduk di bangku SMP dan dua lainnya masih duduk di bangku SD.

Dirinya harus rela putus sekolah saat akan menghadapi ujian kelulusan. Saat itu, tidak ada uang untuk membayar lunas semua tunggakan di sekolahnya.

Karena keterbatasan biaya yang selalu dialami keluarganya, Akhirnya Meli terpaksa menjadi buruh tani ikut ayahnya ke sawah dan kebun orang yang di rawat oleh ayahnya.

Karena merasa masih tidak cukup untuk membantu ekonomi keluarga, akhirnya Meli memberanikan diri untuk ikut agen pembantu rumah tangga yang menawarinya bekerja di Ibukota.

"Siapa namamu?" Tanya Nyonya cantik itu kepada Meli.

"Meli, Nyonya," Jawabnya masih dengan menundukkan kepalanya.

"Umur?" Tanya Nyonya itu lagi.

"Sembilan belas tahun Nyonya," Jawabnya lagi.

"Saya Retno, dan ini suami saya Aris. Semoga kamu betah ya, bekerja bersama kami."

Meli memberanikan menatap Nyonya cantik yang tersenyum kepadanya itu. Lalu, dirinya mengangguk dengan sopan.

Setelah selesai mengurus administrasi dan Meli sudah siap dengan barang bawaan nya, Meli mengikuti langkah majikannya menuju mobil mewah mereka.

"Bagus sekali mobil ini. Walaupun aku bekerja sampai mati, mungkin aku tidak bisa membeli mobil ini." Gumamnya didalam hati.

"Ayo, tunggu apa lagi? masuk." Perintah Nyonya Retno.

Dengan ragu, Meli masuk kedalam mobil mewah itu dan mengucapkan terimakasih kepada Tuan nya yang sudah membukakan pintu mobil untuk dirinya.

.....

Empat puluh menit kemudian, Meli tiba di kediaman majikan barunya. Meli terperangah melihat megahnya bangunan hunian didepan matanya.

Halaman yang luas dengan tanaman-tanaman hias yang indah. Terdapat beberapa tanaman bonsai yang tumbuh subur di taman. Rumah itu bak istana baginya. Seperti mimpi disiang bolong, Meli mencubit tangannya berkali-kali.

"Tidak aku tidak bermimpi," Gumamnya.

"Tugas kamu hanya selalu disamping Nyonya Retno dan selalu menuruti apa maunya nyonya." Ucap tuannya dengan wajah yang dingin.

"I-iya tuan," Jawabnya sambil mengangguk-angguk.

"Bik, tolong antarkan dia ke kamarnya." Perintah Aris kepada Bik Parni yang menyambut kedatangan mereka.

"Baik tuan,"

Bik Parni mengangguk dan mengisyaratkan agar Meli mengikuti dirinya.

"Sayang, aku langsung berangkat ya."

Aris mencium kening Retno dan langsung masuk kedalam mobilnya. Retno melambaikan tangannya dan tersenyum kepada Aris.

Retno langsung menutup pintu rumah dan masuk kedalam kamarnya untuk beristirahat.

........

"Ini Neng, kamar kamu." Ucap Bik Parni sambil membukakan pintu kamar untuk Meli.

"Terima kasih Bu," Ucap Meli sambil membungkukkan badannya di depan Bik Parni.

"Udah, jangan seperti itu... dan panggil saja saya dengan sebutan Bik Parni ya,"

"I-iya Bik Parni," Meli tersenyum manis kepada Bik Parni.

"Ya sudah, setelah ini kamu mandi dan langsung menemui Nyonya Retno ya. Itu kamar mandinya ada luar pintu dapur, sebelah kiri."

Bik Parni memberikan Meli handuk dan keperluan mandi lainnya. Meli menerimanya dan mengangguk pelan.

"Bibik tinggal dulu ya,"

"Iya Bik terima kasih" Ucapnya dengan sopan.

Meli menaruh tasnya di lantai kamar, dirinya melihat kesekeliling kamarnya. Ia terkagum-kagum melihat kamarnya sendiri. Terlebih saat ia mengetahui disisi kanan kamarnya terdapat jendela yang langsung menghadap ke halaman belakang rumah yang indah.

Meli tersenyum bahagia, lalu dirinya duduk diatas ranjang dan mencoba ranjang tersebut.

"Empuknya" Gumam Meli.

Dirinya merasa senang sekali bisa bekerja dirumah ini. Meli teringat dirinya harus segera bekerja. Lalu, ia memilih pakaian yang akan dia pakai dan menuju kamar mandi untuk segera mandi.

.........

Tok Tok Tok...!!!

Terdengar ketukan dari luar pintu kamar Retno.

"Masuk,"

Retno mengizinkan seseorang diluar kamarnya untuk masuk. Pintu kamarnya terbuka dengan perlahan, lalu ia melihat seorang gadis sederhana berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Maaf Nyonya, menunggu lama, kata Tuan saya harus selalu disamping Nyonya,"

Gadis itu menatap Retno dengan ragu.

"Sini."

Retno menepuk pinggir ranjangnya, mengisyaratkan gadis itu untuk duduk di pinggir ranjang tersebut.

"Saya dibawah aja Nyah, nanti ranjangnya kotor."

Retno menatap gadis itu dengan tak percaya.

"Kamu sudah mandi kan? bajumu bersih kan?" Tanya Retno.

"Iya Nyah," Jawab Meli.

"Ya sudah, kamu duduk saja diatas sini,"

Retno kembali menepuk pinggir ranjangnya. Dengan ragu, Meli menuruti perintah majikannya tersebut.

"Saat ini saya butuh teman untuk ngobrol," Ucap Retno sambil memamerkan senyuman khasnya.

"Iya Nyah," Meli mengangguk paham.

"Nama lengkapmu siapa?"

"Meli Andini Nyah,"

"Nama yang bagus," Retno kembali tersenyum.

"Kamu lulusan apa?" Sambung Retno lagi.

"Saya tidak tamat SLTA Nyah,"

"Loh kenapa?" Tanya Retno penasaran.

"Adik-adik saya lebih membutuhkan pendidikan dari pada saya Nyah. Saat itu saya ujian akhir kelulusan, tetapi tidak ada biaya untuk melunasi tunggakan disekolah. Jadi, saya lebih memilih berhenti sekolah."

Gadis itu tersenyum hambar.

Retno menatap Meli, lalu menepuk lembut pundak Meli.

Meli hanya tersenyum tersipu.

"Di yayasan tadi saya lihat kamu memegang buku seperti novel ya?"

"Iya novel, Nyah."

"Novel tentang apa?" Tanya Retno penasaran.

"Novel romance Nyah" Jawab Meli tersipu malu.

"Oh romance, judulnya apa?"

"Sustained Nyah."

"Hah..? itu kan bahas Inggris!"

"Iya Nyah.." Jawab Meli sambil tersenyum simpul.

"Kamu bisa bahasa Inggris?" Tanya Retno penasaran.

"Sedikit Nyah, saya belajar otodidak saja dengan bantuan kamus Nyah,"

"Hebatttttt..."

Retno tersenyum puas melihat Meli.

Mendapat pujian dari Retno, Meli tersenyum manis.

"Kamu pasti berprestasi ya dulu waktu sekolah?"

"Ya lumayan Nyah, saya masuk tiga besar."

"Sayang sekali ya.." Retno menatap gadis itu dengan iba.

"Nyonya mau apa? biar saya buatkan."

"Kamu bisa masak?" Retno terperangah dan menatap Meli dengan seksama.

"Sedikit nyonya.."

"Kamu bisa masak capcay?" Tanyanya lagi.

"Saya coba Nyonya.." Jawab gadis itu dengan bersemangat.

"Oke, saya tunggu masakan kamu disini,"

Retno tersenyum kepada Meli. Meli mengangguk, lalu meninggalkan Retno. Ia langsung menuju dapur untuk memasak capcay.

ch 3. ISTRIKU SIBUK DENGAN TEMAN BARUNYA

Tidak sampai empat puluh menit kemudian, Meli datang dengan membawa semangkuk capcay dan sepiring nasi. Lengkap dengan juice dan air putih.

"Sudah jadi?"

Retno langsung duduk dan menatap semangkuk capcay yang Meli bawa dengan antusias.

"Ini saya tambahkan seafood Nyah,"

"Saya suka seafood kok," Ucap Retno tanpa melepaskan pandangannya dari semangkuk capcay.

"Saya coba ya,"

Meli mengangguk dan Retno pun, langsung melahap masakan Meli.

Dengan harap-harap cemas, Meli menunggu komentar dari Retno.

"Hmmmmm... enak, kamu belajar masak dari mana?"

Retno menatap Meli dengan takjub.

"Saya hobby memasak Nyah, saya belajar dari buku resep bekas yang diberikan tetangga saya waktu di kampung dulu."

Retno mengangguk-angguk sambil mengunyah makanannya.

"Ini enak," Retno tersenyum puas.

*

Satu bulan telah berlalu sejak Meli bekerja dirumah Retno dan Aris. Hari ini, adalah hari pertama Meli menerima gaji dari hasil jerih payahnya bekerja dirumah itu.

Meli tersenyum puas saat dirinya membuka amplop berwarna cokelat itu.

"Aku akan langsung mengirimkannya kepada Ibu" Gumamnya.

Terbayangkan oleh Meli, wajah bahagia keluarganya di kampung saat menerima kiriman dari dirinya.

Meli menuju kamar Retno, lalu mengetuknya.

"Masuk,"

Terdengar suara Retno yang mempersilakan dirinya untuk masuk.

"Nyah, saya izin kekantor pos ya. Mau kirim uang untuk Ibu dikampung,"

"Boleh, tapi kamu diantar Kang Jaja ya,"

"Iya Nyonya terimakasih, saya permisi dulu Nyah." Ucapnya dengan mata yang berbinar penuh semangat.

Retno mengangguk sambil tersenyum.

Meli melangkahkan kakinya menuju taman belakang rumah untuk mencari Jaja. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya ia melihat Jaja yang sedang di dapur sambil asik mengemil peyek.

Meli tersenyum melihat Jaja, lelaki berusia sekitar tiga puluh tujuh tahun tersebut sedang menghadapi setoples besar peyek yang baru saja di buat oleh Bik Parni.

"Kang Jaja, anterin Meli ya,"

"Duh ada Neng geulis, mau kemana Neng?"

Tanya Jaja dengan bersemangat.

"Ke kantor pos Kang, mau kirim uang untuk Ibu dikampung." Jawab Meli tak kalah antusias.

"Ayo atuh Neng, motor Palentino Jaja mah siap mengantar Neng kemana aja, termasuk ke penghulu mah," Canda Jaja sambil tersenyum malu-malu.

"Ih, kang Jaja bisa aja." Meli tertawa geli.

"Ayoh atuh neng, tancapp gasssssss."

Lalu, mereka kedepan untuk mengambil motor yang terparkir di halaman depan rumah. Dengan bersemangat Jaja langsung naik ke atas motornya. Lalu disusul oleh Meli.

Jaja adalah tukang kebun di rumah Aris dan Retno. Ia sudah bekerja disana sejak Retno dan Aris baru saja pindah ke rumah mewah itu.

Jaja yang naksir dengan Meli, sudah menyukai Meli sejak pandangan pertamanya dengan gadis itu, saat Meli bertemu dengannya di dapur waktu makan malam pertama Meli di rumah itu.

"Mau kemana kalian?"

Tanya Aris yang baru saja hendak berangkat ke kantor. Buru-buru Meli turun dari motor Jaja, lalu ia menunduk menghadap Aris.

"Saya mau kekantor pos tuan, sudah izin dengan Nyonya." Ucapnya dengan takut-takut.

"Oh, cepat pulang ya. Nyonya membutuhkan kamu,"

Aris mengizinkan Meli untuk pergi. Gadis itu pun mengangguk lugu, lalu pergi berboncengan dengan Jaja.

"Jangan begitu sama orang yang kerja sama kita,"

Tiba-tiba saja Retno sudah berdiri di samping Aris dan memeluk pinggang lelaki itu.

"Eh sayang.."

Aris membalikan badannya, lalu mencium lembut kening Retno.

"Mas, aku suka sekali dengan anak itu." Ujar Retno sambil menatap punggung Meli yang hampir menghilang dari pandangannya.

"Siapa?"

"Meli."

"Ya aku tahu,"

"Tahu apa?" Tanya Retno penasaran.

"Tahu, kalau kamu suka sama dia. Semenjak ada dia aku diabaikan," Ucap Aris sambil melipat kedua lengannya di dadanya.

"Loh loh loh.., suamiku ngambek." Canda Retno sambil menggelitik perut Aris yang atletis.

Aris langsung mengelak dan tertawa lepas.

Tiba-tiba saja darah segar mengalir dari hidung Retno yang sedang tertawa. Seketika Aris terdiam sejenak melihat pemandangan yang sering sekali ia lihat selama empat tahun belakangan ini.

Buru-buru Aris mengambil saputangan dari dalam sakunya dan mengelap darah segar yang mengalir dari hidung Retno. Canda tawa itu langsung sirna begitu saja, berganti dengan suasana yang memilukan bagi Aris.

Dengan cepat dia menggendong tubuh kurus istrinya menuju kamar dan menaruhnya diatas ranjang.

"Kamu udah minum obat?" Tanyanya khawatir.

"Sudah mas.., aku tidak apa-apa kok."

Jawab Retno yang tidak berani menatap Aris.

Aris terus memandangi istrinya itu.

"Kamu tau kan, kalau aku cinta banget sama kamu. Aku ingin yang terbaik untuk kamu, semoga kamu cepat sembuh ya sayang. aku mau telepon dokter Andi dulu."

Aris akan beranjak dari duduknya, tetapi Retno langsung menahan lengan Aris untuk tetap duduk disampingnya.

"Menurutmu Meli gimana?"

"Apanya?" Aris menatap istrinya dengan bingung.

"Orangnya,"

"Bagus,"

Jawab Aris dengan cepat, lalu ia kembali akan beranjak dari duduknya. Tetapi, lagi-lagi ditahan oleh Retno.

"Daftarkan dia ujian paket C ya..." Pinta Retno.

"Kenapa gitu?" Aris menatap istrinya dengan seksama.

"Dia pintar Mas, sayang saja kalau dia tidak punya ijazah." Ucap Retno.

"Iya, nanti kita urus. Tetapi, sekarang izinkan aku untuk menelepon dokter Andi ya."

"Gak usah, hal begini sudah biasa. Lagipula dokter akan meresepkan obat yang sama. Aku masih banyak obat-obatan yang belum aku habiskan,"

Wajah Retno berubah menjadi murung. Aris pun menarik napasnya dengan berat, lalu memandangi istrinya yang pucat dengan tatapan frustasi.

"Aku baik-baik saja," Retno mencoba tersenyum.

"Aku tidak jadi berangkat ke kantor." Aris membuka kancing kemejanya, lalu mengganti kemejanya dengan kaos oblong yang baru saja ia ambil dari dalam lemari.

"Kenapa?"

"Aku males kerja, aku mau dekat kamu saja." Aris merebahkan tubuhnya disebelah Retno.

"Kok gitu sih." Ucap Retno sambil cemberut.

"Orang aku males, mau diapain lagi?"

Aris menutup matanya sambil memeluk tubuh Retno.

"Mas, mendaftar paket C itu bagaimana ya? dan dimana?" Tanya Retno sambil membalas pelukan suaminya.

"Hmmm, nanti dicari tahu." Jawab Aris tanpa membuka matanya.

"Mas, si Meli itu cantik ya."

Aris membuka matanya dan menatap istrinya saat mendengar ucapan Retno.

"Bagiku tidak ada wanita cantik selain Retno Wulandari."

Retno tersenyum mendengar ucapan Aris.

"Mas, si Meli itu jago masak loh dan jago menjahit. Dia juga bisa berbahasa Inggris, anaknya cerdas. makanya aku ingin membantu dia mendapatkan ijasah SMA nya." kata Retno

"Kamu kenapa sih ngomongin Meli terus?" Tanya Aris dengan wajah yang penasaran.

"Ya enggak, aku cuma suka gadis itu." Jawab Retno sambil membelai rambut Aris.

"Aku kok cemburu ya," Aris merajuk dan memunggungi Retno.

"Ihhh, jangan dong."

Retno berusaha membujuk Aris dengan menghujaninya dengan ciuman-ciuman lembut di pipi Aris.

Aris langsung membalikkan badannya dan kembali memeluk Retno dengan erat.

"I love you" Bisiknya.

Retno pun, menahan tangisnya di pelukan Aris.

.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!