Hai-hai jumpa lagi sama aku wkwkkww
Sebelumnya aku mau menyapa teman-teman semua, terima kasih yang sudah favorit. Semoga suka dengan ceritanya ya.
Novel ini adalah sequel dari Terpaksa Menikahi Tuan Posesif, jadi novel ini berkisah tentang ketiga anak Arga dan Erina. Ada dua season ya dalam satu novel ini.
Saran bisa baca kisah orang tua Damian, Davian, Daisy dulu sebelum baca novel ini, tapi kalau teman-teman langsung baca novel ini juga nggak dilarang kok. hehe
Happy Reading
...💖💖💖💖💖...
Season 1
Damian tampak mencengkram kuat kerah baju pria selingkuhan Arra, Ia begitu murka. Gadis yang sangat di cintainya ternyata sudah mengkhianatinya.
Sakit ... sungguh sakit. Itulah yang dirasakan oleh Damian saat ini.
"Tuan, sebaiknya anda lepaskan tangan anda dari laki-laki ini. Tangan anda terlalu berharga untuk menyentuh laki-laki seperti dia," terang Ben. Ia mencoba meyakinkan Damian agar melepaskan cengkramannya itu.
Damian terdiam sejenak, Ia membenarkan kalimat sekertaris sekaligus orang kepercayaannya itu. Pria itu segera menghempaskan selingkuhan Arra ke lantai.
"Cih ...." Selingkuhan Arra terlihat berdecih, dia tersenyum smirk memandang Damian.
Buuuggg ....
Satu pukulan yang dilayangkan oleh Ben mengenai tepat di ujung bibir pria tersebut, tampak darah segar keluar dari bibir si pria itu.
"Kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa, Tuan?" pekik Ben dengan penuh emosi. Ia bisa menahan diri jika orang lain mengumpat kepadanya, tapi Ia benar-benar tidak tahan jika ada orang lain yang mengumpat atau bahkan hanya sekedar berdecih kepada Damian. Pria bernama lengkap Ben Putra itu akan siap siaga membela sang Tuan Muda.
Pria selingkuhan Arra tampak berdiri, dengan angkuhnya pria itu berkata, "Aku sama sekali tak takut menghadapi pria macam dia. Arra bahkan lebih memilih ku daripada anda Tuan Muda! Hanya saja anda lebih beruntung----" Belum sempat Ia melanjutkan kalimatnya, Ben sudah memberikan pukulan telak di perutnya. Darah menyembur di mulutnya, Arra berteriak histeris. Gadis cantik itu segera membekap mulutnya sendiri, Ia tampak ketakutan dengan posisi duduk meringkuk di sofa tempat karaoke itu.
Sorot mata Damian menatap tajam pria yang sudah terkapar di lantai itu, Ia tampak meringkuk menahan sakit di bagian perutnya.
Andai saja, Damian mengikuti emosinya saat ini. Pria selingkuhan kekasih nya itu mungkin tak akan bisa merasakan indah nya dunia lagi, karena dengan mudah Damian akan menghabisi pria brengsek itu dengan tangannya sendiri.
Tapi, untuk apa? Untuk membalas sakit hatinya atas perselingkuhan itu? Tidak ... Damian bukanlah pria pengemis cinta untuk seorang gadis yang sudah berkhianat kepada nya. Baginya, pengkhianatan adalah suatu kesalahan fatal yang tak mungkin dengan mudah ia maafkan.
"Sudah lah Ben, kamu hanya membuang energimu saja. Kita pergi dari sini, pastikan pria brengsek ini segera di keluarkan dari tempat nya bekerja." Damian menjeda kalimatnya, Ia menatap Arra dengan tatapan yang sulit di artikan oleh gadis itu.
"Dan satu lagi, pertunangan kita cukup sampai disini." Damian tampak mengesah kasar, Ia segera mengalihkan pandangannya dan berjalan meninggalkan Arra dan selingkuhannya.
Namun, gadis itu mencoba mengejar Damian. Ia bersimpuh di kaki sang pria yang sudah Ia khianati. Pria itu terpaksa menghentikkan langkahnya, pandangannya menatap lurus ke depan.
"Sayang ... ku mohon maafkan aku. Aku hanya khilaf, aku masih sangat mencintaimu sayang. Ku mohon beri aku kesempatan." Arra melingkarkan tangannya pada salah satu kaki Damian.
Suasana hening sesaat.
"Dan mulai detik ini, aku akan berhenti mencintaimu. Cukup adil 'kan? Jadi mulai saat ini, kamu tak perlu merasa bersalah berhubungan dengan pria lain. Lakukan semaumu, Arra," tutur Damian tanpa menoleh ke arah gadis itu.
"Ben, suruh dia melepaskan tangannya. Sudah tak ada lagi yang perlu di bicarakan," imbuhnya, yang segera di iya kan oleh Ben.
Ben dengan sikap tegasnya segera menyingkirkan tangan gadis itu dari tubuh Damian. Pria itu melanjutkan langkahnya di ikuti dengan Ben yang berjalan di belakang nya.
Tubuh Arra terasa lemas, perkataan Damian tadi sudah menggoncang batinnya. Ia tak menyangka, semua akan jadi rumit seperti ini.
Pikiran Damian berkelana, Ia tak menyangka acara undangan Tuan Takeshi ternyata membukakan mata dan pikiran nya. Pria itu bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri, pengkhianatan yang di lakukan oleh sang kekasih.
Bahkan sebuah pertunangan tak membuat gadis itu terikat pada Damian, Ia tak menyangka akan mencintai gadis yang bahkan sudah mengumbar cintanya untuk pria lain.
Seperti biasa suasana makan malam di kediaman keluarga Arga Hutama selalu hangat dan menyenangkan, obrolan-obrolan yang tercipta di setiap makan bersama itulah yang selalu menghidupkan suasana. Selalu saja ada dialog lucu atau ejekan dari ketiga saudara kembar itu, membuat Erina dan Arga harus meninggikan intonasinya saat ketiga saudara itu tak ada yang mau mengalah.
"Damian, bagaimana persiapanmu? Kurang beberapa bulan saja pernikahan mu. Jika kamu perlu bantuan papa, katakan saja," ucap Arga membuka obrolan makan malam kali ini.
Damian terdiam, Ia bingung harus memulai darimana untuk mengatakan yang sebenarnya kepada kedua orang tuanya.
"Damian ... kamu baik-baik saja kan sayang?" tanya Erina yang memang melihat perubahan tidak biasa pada sikap anaknya itu.
"Dam ... dipanggil mama tuh. Nglamun aja!" hardik Daisy sambil melempar tisu ke arah Damian.
"Isy ... tidak baik seperti itu sayang," tutur Erina.
Seperti biasa Daisy hanya menyeringai ketika sang mama menasihatinya, sedangkan Damian. Ia tetap bergeming, benar saja raganya sedang duduk manis di tempat. Tapi, pikiran nya entah mengembara kemana?
"Dam ...." Tepukan Davian di pundak saudara kembarnya sukses membuyarkan lamunannya.
Damian tampak kikuk, sendok yang sedari tadi ia pegang reflek jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara gaduh.
Damian mengedarkan pandangan secara bergantian kepada seluruh anggota keluarganya, semua mata tampak menatap nya dengan pandangan heran. Berbeda dengan Daisy, gadis itu terlihat menatap penuh kecurigaan kepadanya.
"Kenapa kamu menatap ku seperti itu?" pekik Damian terhadap Daisy. Ia merasa tak nyaman dengan pandangan semua orang kepadanya.
"Kamu sangat mencurigakan Dam, apa yang kamu sembunyikan dari mama dan papa?" selidik gadis itu.
"Tidak ... tidak ada yang aku sembunyikan," kilahnya.
"Aku sudah kenyang, aku ke kamar dulu ya Ma, Pa!" Damian bangkit dan segera melangkahkan kakinya, namun suara papa nya berhasil menghentikkan langkahnya.
"Setelah makan malam ini, kita kumpul di movie room. Mengerti Damian."
"Iya Pa!" jawabnya malas. Pria itu tampak berjalan menuju kamarnya.
"Yeah, kebetulan banget pa. Ada film baru yang lagi seru. Ayo kita nobar," teriak Daisy dengan penuh semangat.
Arga, Erina dan Davian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah gadis yang sudah menginjak usia 23 tahun itu, tapi sikap kekanakannya masih belum juga hilang.
🍁🍁🍁
Setelah makan malam selesai semua berkumpul di movie room. Daisy memilih tengkurap menghadap layar, sedangkan Davian dan Damian memilih duduk di bawah dengan menyandarkan punggung mereka. Erina dan Arga memilih untuk duduk di atas.
"Dam ... cerita kan, ada apa sebenarnya?" tanya Arga membuka percakapan.
Arga selalu menerapkan keterbukaan kepada anak-anak nya, bersikap terbuka dan jujur adalah keharusan. Mereka terlatih untuk itu, tak terkecuali Damian. Dia selalu terbuka meskipun tak secara langsung Ia katakan kepada seluruh keluarganya. Kadang dengan mama nya, kadang dengan papa nya. Sering juga dengan Davian, karena saudara kembar laki-laki nya itu yang merasa selalu mengerti bagaimana perasaannya. Walaupun Ia juga sangat dekat dengan mamanya, tapi bukankah curhat dengan sesama pria itu lebih menyenangkan.
"Pa, Ma ... sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubunganku dengan Arra," jelas Damian dengan suara lirih.
Hal itu, tentu saja membuat seluruh anggota keluarga nya tercengang. Tak terkecuali Daisy, tentu saja dia yang paling antusias mendengar kabar itu. Selain Ia kurang menyukai Arra, gadis itu juga berharap Damian mendapat gadis yang lebih baik dari Arra.
"Benarkah? Akhirnya do'aku terkabul ya Tuhan," ucap Daisy dengan mengangkat kedua tangannya. Lalu meraup kasar wajahnya dengan kedua tangannya itu.
"Isy ....," desis mamanya.
"Damian, katakan pada mama. Kenapa kamu memutuskan hubunganmu dengan Arra?" desak mamanya.
Damian tampak ragu mengatakan yang sesungguhnya kepada mamanya.
"Pasti dia selingkuh? Iya kan?" tebak Daisy tepat sasaran.
Sekali lagi mamanya melirik ke arahnya, Daisy lagi-lagi hanya menyeringai.
Damian masih terdiam, Ia hanya mendesah kasar. Tangan lembut mamanya tampak mengelus pundaknya.
"Iya ma, benar yang dikatakan Isy."
Erina tampak menghela napas berat, Ia tak tahu harus berkata apa kali ini.
"Tuh kan, benar dugaanku selama ini. Arra tu bukan gadis baik-baik Dam, kamu sih gak pernah dengerin omonganku," pekik Daisy.
"Isy ... tak baik jika kita menghakimi tanpa tahu bukti yang pasti, dan jika kita sudah punya bukti sekali pun. Kita tak berhak memvonis seseorang itu. Hanya Tuhan yang tahu baik buruknya manusia, kamu mengerti Isy?" nasihat papanya.
"Iya mengerti pa!"
"Damian, apa kamu lihat langsung bahwa Arra selingkuh? Atau hanya dari spekulasi-spekulasi saja?" selidik mamanya.
"Iya ma, aku tahu langsung dengan mata dan kepalaku sendiri." Mendadak suasana hati Damian merasa sangat tak nyaman.
"Ma, aku ke kamar dulu ya. Aku benar-benar lelah."
Arga seolah mengerti yang di rasakan putranya itu, Ia menganggukkan kepala seraya berkata. "Besok kita bicara lagi."
Damian hanya menganggukkan kepalanya dengan lemah, Ia segera berjalan meninggalkan movie room dengan langkah berat.
🍁🍁🍁
Keesokan harinya, Davian sudah terlihat duduk di tepi ranjang Damian. Menunggu saudara kembarnya itu keluar dari walk in closet.
Tak lama, Damian keluar dan sudah terlihat rapi dengan setelan jas berwarna dark grey yang senada dengan warna celananya.
"Ada apa Dav?" tanya Damian setelah mengetahui saudara laki-laki nya tengah menunggunya.
"Papa sedang menunggumu, Ben juga sudah terlihat dibawah tadi," jawab Davian.
"Oh, begitu. Baik lah, terimakasih Dav," ucapnya sambil membenarkan dasi bermotif garis-garisnya.
"Dam, apa kamu baik-baik saja? Maksud ku, bagaimana perasaanmu saat ini?"
Damian sejenak menghentikkan aktivitas nya, dia mendudukkan tubuhnya di sofa yang dekat tempat tidurnya.
"Dav, maafkan aku karena sempat tak percaya dengan kata-kata mu dan Isy. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, Arra bahkan tak sebaik yang aku pikir." Pikiran Damian kembali mengingat saat Davian dan Daisy mencoba memperingatkan Damian beberapa bulan yang lalu.
Namun, Damian menampik nya. Ia lebih memilih mempercayai gadis yang saat ini sudah mengkhianatinya.
"Tak masalah Dam, papa dan mama selalu mengajarkan kita untuk tak selalu mempercayai suatu hal tanpa ada bukti yang konkrit. Seperti itulah yang kamu lakukan saat itu, dan kini setelah semua terbukti. Ku harap kamu tak terlalu merasakan sakit saat ini," ucap Davian seraya menepuk pundak Damian.
"Terimakasih," ucapnya sambil mengulas senyum.
🍁🍁🍁
"Ada suatu hal penting yang ingin Papa sampaikan kepada kalian bertiga," ucap Arga.
Mereka semua telah berkumpul di ruang tengah, Damian dan Davian sudah terlihat rapi. Berbeda dengan Daisy, Ia terlihat masih memakai baju santai. Karena dia sudah memiliki orang kepercayaan untuk mengelola butiknya, jadi Daisy bisa datang kapanpun dia mau.
"Damian, semalam Mama dan Papa sudah memutuskan. Karena pertunanganmu batal, Papa memutuskan untuk mencarikan jodoh untukmu."
Ketiga saudara kembar itu tampak terkesiap dengan ucapan papa nya, mereka saling pandang satu sama lain sambil kompak berkata, "Mencarikan jodoh?"
"Pa, ini bahkan bukan jaman Siti Nurbaya Pa? Tak perlu lah sampai Papa dan Mama susah-susah mencarikan ku jodoh. Dan satu lagi Pa, aku udah bisa memutuskan mana yang terbaik buat hidupku," protes Damian.
"Benarkah? Kamu bisa memilih calon hidupmu sendiri?" ledek papa nya.
"Lalu bagaimana dengan Arra? Bukankah dia gadis pilihan mu sendiri?" imbuh Arga sambil mengangkat salah satu sudut bibirnya.
Seketika raut wajah Damian langsung membeku, memang benar Arra adalah gadis pilihan nya sendiri. Saat itu Ia benar-benar mencintai gadis cantik itu, Ia yakin akan hidup bahagia dengan gadis yang juga mencintainya. Namun, sekarang semua nya telah pupus. Tapi Damian juga bersyukur karena sudah di lihat kan secara langsung siapa Arra yang sebenarnya.
"Tapi Papa tidak bisa memutuskan begitu saja," kilahnya.
"Papa bisa, Papa tahu yang terbaik untukmu."
"Tidak, aku tidak mau dijodohkan Pa. Kenapa hanya Damian pa? Bagaimana dengan Daisy dan juga dengan Davian?"
"Eh, jangan bawa-bawa kita dong Dam!" protes Daisy.
"Karena kamu yang akan memimpin perusahaan, itulah alasannya."
"Apa? Jadi karena alasan itu, Papa menyuruhku untuk segera menikah?" tanya Damian tak percaya.
"Iya ... Davian sudah menjadi kepala Rumah Sakit dan Daisy sudah memiliki butik dari hasil kerja kerasnya sendiri. Kamu, kamu yang akan meneruskan usaha keluarga Dam. Alasan Papa ingin kamu segera menikah karena dengan menikah kamu bisa bertanggung jawab, jika kamu bisa bertanggung jawab dengan keluarga mu. Kamu juga akan bisa bertanggung jawab kepada ribuan karyawan yang akan menggantung kan hidup nya pada perusahaan kita nak."
"Tapi ini terlalu cepat pa!"
"Siapa bilang terlalu cepat, kamu bisa berkenalan dulu. Papa akan beri waktu tiga bulan untuk kamu mencari jodohmu sendiri, jika kamu tidak bisa memenuhi tenggat waktu yang papa berikan. Terpaksa Papa dan Mama menjodohkan kamu dengan gadis pilihan kami atau jabatan CEO akan kami alihkan kepada Evan. Dia anak yang penurut, tak akan ada masalah jika dia di jodohkan dan menikah di usia mudanya."
"Benar-benar tidak adil," gerutu Damian.
"Apa kamu bilang?"
"Tidak, aku tidak bilang apa-apa Pa."
Damian tampak berpikir keras.
"Baiklah, selama tiga bulan itu aku akan membuktikan. Kalau aku bisa mencari jodohku sendiri," ucap Damian dengan penuh keyakinan.
"Bagus." Arga dan Erina tampak menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan.
Sedangkan Damian hanya bisa mendesah kasar.
Bersambung ....
Seusai kepergian anak-anaknya, Arga dan Erina memilih tetap duduk di ruang tengah. Mereka menikmati secangkir minuman yang dibuat oleh Bibi Ning, asisten rumah tangga mereka yang baru satu tahun bekerja di rumah mereka. Bibi Mar harus pulang kampung karena ingin menemani sang suami di usianya yang sudah senja.
Pria yang saat ini sudah berusia setengah abad itu, bahkan memberikan hadiah untuk Bibi Mar. Diantaranya perlengkapan alat rumah tangga. Seperti lemari es, televisi, mesin cuci, dan beberapa hadiah lainnya. Selain berupa hadiah, Arga juga memberikan uang pensiun dengan jumlah yang tak sedikit. Sebagai bentuk rasa terimakasih atas pengabdiannya kepada keluarga nya.
Bibi Mar sudah mereka anggap sebagai keluarga sendiri, jadi bentuk hadiah seperti itu bahkan masih tak ada apa-apanya dengan bentuk kasih sayang yang Bibi Mar curahkan untuk keluarga nya.
🍁🍁🍁
"Sayang, apa kita tidak keterlaluan kepada Damian?" tanya Erina yang tiba-tiba merasa tak yakin dengan rencana suaminya itu.
Pria yang masih terlihat tampan di usianya itu menyesap tehnya dengan perlahan dan meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja. Seulas senyum tergambar di wajahnya yang memperlihatkan guratan-guratan halus di sekitarnya.
"Tidak usah terlalu khawatir sayang, kamu sepertinya melupakan masa muda kita?" Arga melingkarkan tangannya di pundak sang istri, di belainya dengan lembut rambut sebahu sang istri.
Pertanyaan Arga memaksa ingatan Erina kembali ke masa mudanya, saat dimana pertama kali ia bertemu dengan sang suami. Mereka berdua tampak tertawa bersama mengingat masa mudanya dulu. Sungguh pertemuan yang akan selalu mereka kenang setiap waktu, pertemuan dari ketidaksengajaan berujung pada cinta pada pandangan pertama.
"Damian sifatnya mirip denganku, dia perlu sedikit pemaksaan. Seperti deadline yang kita berikan kepadanya saat ini," jelas Arga yang mencoba meredam kecemasan Erina.
Erina teringat kembali ajakan sang suami yang dulu mengajaknya menikah secara dadakan, saat itu memang terdengar sangat aneh. Tapi setelah mengetahui alasan mertuanya, ia bisa mengerti dan bahkan kini mereka hidup bahagia.
"Kamu benar sayang, aku harap Damian akan menemukan gadis yang terbaik untuk pendamping hidupnya," doa tulus sang ibu untuk anaknya.
"Yang terbaik tetap lah kamu sayang," goda Arga sambil mencubit hidungnya.
"Ish ... ingat umur sayang," ledek Erina sambil mencubit pelan pinggang suaminya itu.
"Umur boleh tua, tapi untuk masalah ranjang kita tak kalah dengan pengantin baru sayang," selorohnya yang di akhiri dengan dengan cubitan kecil di pahanya.
"Aduh ... sakit sayang, kalau pengen bilang istriku. Jangan main kode cubit-cubitan."
"Ish ... apaan sih kamu sayang, udah mau kakek-kakek juga," ledek Erina di iringi tawa renyahnya. Mereka berdua tampak tertawa bersama, kemesraan yang tercipta antara kedua pasangan yang sudah menikah selama hampir 25 tahun ini kian hari kian bertambah levelnya. Membuat siapa saja yang melihat mereka, harus bersabar karena iri. Termasuk ketiga anak mereka.
🍁🍁🍁
Sementara di kantor Damian, ia tampak duduk dikursi kebesarannya dengan menyandarkan punggungnya. Salah satu tangannya memijit ujung pangkal hidungnya.
Deadline yang sudah diberikan kedua orang tuanya, benar-benar membuat dia tak tenang hari ini. Bagaimana bisa ia menemukan jodohnya dalam tempo yang sangat singkat itu, yang ada mungkin pernikahan kontrak. untuk memenuhi deadline tersebut.
Damian merasa mendapat ide, bagaimana kalau ia benar-benar menjalankan nikah kontrak hanya untuk menuruti kemauan sang Papa. Tapi bagaimana jika orang tuanya tahu? Bukankah Papanya sangat membenci kebohongan, sekecil apapun kebohongan itu. Papanya akan sangat murka, tapi ia tak punya pilihan lain. Damian benar-benar bingung sekali.
Ben yang merasa Tuan nya sedang tidak baik-baik saja, segera mencoba untuk menegur bosnya. "Tuan."
Damian mendesah kasar. "Ben, Papa memintaku untuk mencari calon istri, aku bahkan diberikan tenggat waktu selama tiga bulan saja. Apa yang harus aku lakukan Ben?"
Ben tak segera menjawab pertanyaan Damian, pria itu sejenak tampak berpikir.
"Tuan, bagaimana kalau kita menyeleksi para gadis untuk calon istri Tuan?" jelas Ben.
Kening Damian tampak berkerut, ia sedikit sanksi dengan ide Ben. Tapi apa salahnya kalau di coba?
"Hmm ... baiklah, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kan Ben?" Damian bisa sedikit bernapas lega, paling tidak ide Ben bisa ia coba terlebih dahulu. Ia benar-benar tak habis pikir papanya akan memberikan sebuah deadline yang menurutnya tak masuk akal.
Bukankah cinta itu butuh proses? Lalu bagaimana jika semuanya serba kilat, bagaimana dia tahu calon istrinya orang yang tulus mencintainya seperti sang mama yang sangat mencintai Papanya. Begitu juga dengan Papanya yang tak rela jika sang Mama jauh darinya.
Damian ingin merasakan cinta seperti itu, cinta yang tak akan pernah pudar meski sang waktu terus berlalu. Semakin di pikir, semakin pusing kepalanya.
🍁🍁🍁
Di Kediaman Keluarga Widjaja
Arra tampak tertunduk lesu, berita Damian membatalkan pertunangan ternyata sudah sampai di telinga kedua orang tuanya. Tuan Tony Widjaja dan Nyonya Mirna Widjaja.
"Arra, kenapa kamu bisa seceroboh itu. Kamu bahkan berselingkuh dengan pria yang tak jelas asal usulnya, kurang apa coba Damian? Sudah tampan, berkharisma, kaya dan sebentar lagi dia akan menjabat CEO di perusahaan keluarga nya. Perusahaan terbesar di negara kita." Ada penekanan di kalimat terakhir Daddynya.
Arra masih bergeming, Ia mencoba menyusun jawaban yang tepat untuk pertanyaan Daddy nya.
"Dad, aku tak menyangka semuanya akan jadi seperti ini. Damian terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dia bahkan hampir tak ada waktu untuk ku Dad. Dan hanya Chris yang mengerti aku saat itu, aku nyaman dengan Chris Dad. Tapi sekarang aku sangat menyesal." Arra mencoba menjelaskan kepada Daddy nya, gadis itu kembali tertunduk. Menyesali semua yang telah terjadi.
"Sudah Arr, Daddy muak jika kamu masih membicarakan teman priamu itu. Jelas-jelas dia tak sepadan dengan kita. Kau tahu, apa keuntunganmu jika kamu bisa menikah dengan Damian? Kamu akan menjadi ratu, apapun yang kamu inginkan. Damian pasti akan memberikan nya, dan sekarang kamu menghancurkan semuanya. Rencana Daddy yang sudah Daddy susun dengan matang juga harus hancur, dan itu semua karena ulahmu." Amarah Daddy nya semakin meluap, mata nya menatap tajam putri semata wayangnya itu.
"Daddy tak mau tau, pokoknya kamu harus bisa menarik simpati Damian lagi. Apapun itu caranya, lakukan. Kamu tau kan, perusahaan Daddy sekarang sedang krisis. Hanya Damian yang bisa kita andalkan saat ini," tegasnya.
Arra semakin tersudut, Ia tak tahu dengan cara apa Ia harus menarik simpati Damian. Gadis itu menyesal ... sungguh menyesal.
"Tapi Dad, aku bahkan tak tahu apa yang harus aku lakukan agar Damian kembali kepadaku," ungkap Arra putus asa.
Suasana hening sesaat, Tuan Tony tampak berpikir.
"Daddy akan pikirkan bagaimana caranya, sekarang kamu boleh pergi ke kamar kamu."
"Baik Dad."
Arra bangkit dan segera berjalan meninggalkan Daddy nya di ruang kerjanya seorang diri.
"Aku harus memikirkan cara, agar Arra bisa kembali pada Damian dan melanjutkan pernikahan mereka," gumam Tuan Tony.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!