"Misi selesai." Ucap seorang gadis bermata biru menatap dingin kobaran api didepannya. Lidah api terus menjulur membakar tiap inci apa yang dilewatinya. Suara rintihan yang kian menghilang seiring aroma daging terpanggang menusuk indra penciuman. Gadis bersurai hitam panjang membalikkan badan. Di raut wajahnya tak ada gurat rasa bersalah. "Mereka menuai apa yang ditabur." Gumamnya seraya melangkahkan kaki.
"Seperti yang diharapkan dari Qian Ni. Cepat dan tepat." Celetuk salah satu bawahan gadis bernama Qian Ni.
Ucapan Song disetujui oleh An dan Lu. Dalam kurun waktu tiga jam diubahnya rumah besar nan kokoh tersebut menjadi pemakaman masal. Target mereka kali ini si penjual obat-obatan terlarang yang telah diintai selama tiga bulan. Misi kali ini cukup memakan waktu lama karena tingkat waspada sang bandar tinggi.
"Kita kembali ke markas." Ujar Qian Ni tanpa menoleh.
"Siap !"
Keempat gadis berparas rupawan kian jauh dari kobaran api tersebut. Tanpa menyadari sebuah perangkap telah disiapkan untuk mereka.
Kendaraan yang mereka gunakan telah disabotase.
Hingga kecelakaan tersebut terjadi. Kendaraan roda empat tersebut menabrak pembatas jalan hingga terbalik.
Song masih bisa bergerak. Qian Ni lah yang mengalami luka paling parah. "Keluar! Selamatkan diri kalian !" Perintah Qian Ni dengan tubuh terjepit. Darah segar mengalir di kepala gadis tersebut. Wajah datar meringis menahan rasa sakitnya.
"Kami akan membantumu." Jawab An. Sedang Song berusaha mengeluarkan Lu.
Qian Ni mendesis seraya berkata, "Pergi !!!!"
"Berbanggalah kamu, Leader. Punya rekan seloyal kami."
Sang pemimpin lupa bahwa ketiga rekannya ini keras kepala. Mereka tetap berusaha menolong Qian Ni disisa kekuatan yang dimiliki. Namun takdir berkata lain percikan api mematik ledakan mobil tersebut. Keempat gadis tersebut tak sempat menyelamatkan diri.
Mereka merasakan apa yang dirasakan oleh korban terakhir tadi.
.
.
Xu Xian meratapi garis tangannya. Kenapa ia begitu bodoh menerima kasih sayang palsu itu hingga mengantarkannya pada kematian. Harusnya Xu Xian menaruh curiga. Sesal itu tiada arti. Nyatanya sampai akhir pun tak ada yang peduli dengannya. Xu Xian adalah anak pertama keluarga Gu, Nona pertama di rumah itu. Namun semua haknya tak dapat didapat. Xu Xian terasingkan di kediaman miliknya. Jauh dari sang Ayah, Tuan Gu.
"Aku tak lagi mengharapkan kasih sayangmu, Ayah. Aku membencimu ! Aku.... jika kesempatan itu ada.... aku hanya ingin mereka menerima pembalasan dendamku."
Xu Xian pun menutup mata dalam gelapnya hutan.
.
.
.
Jemari itu mulai bergerak. Mata indah itu menampakkan keindahannya. Namun rasa pening mendera.
"Aduh.. duh.. Kepalaku..." Ringis seorang gadis muda seraya bangun. Tangannya menyentuh pelipis. "Dimana ini ?" Gumamnya terasa asing dengan apa yang dilihatnya.
Seingatnya ia terjebak di kecelakaan besar. Lalu, mobil itu meledak dan membakar tubuhnya. Ya, itulah yang terjadi lalu kenapa ia sekarang disini ? Dimana ini ?
"Ah, Leader akhirnya bangun." Seru An girang. "Song. Lu. Lihat ! Leader kesayangan kalian sudah bangun. Sia-sia kalian cari kayu buat persiapan bakar mayat Nona muda."
Kepala Qian Ni berdenyut. Suara cempreng yang sangat dikenalinya mengganggu sekali. "An ! Dimana kita ?"
"Kita loh transmigrasi ke zaman old." jawab An
"Hah ?
"Hebat, kan ?! Kayak novel yang pernah kubaca."
"Hah ?"
"Kamu jadi bodoh ya ? Padahal yang kejepit itu kakimu, bukan kepalamu." Celetuk Song.
"Tolong, bully dia nanti saja. Lebih baik jelaskan situasi kita sekarang. Ajak gila dia nanti." Sahut Lu jengah.
"Baiklah." Nurut Song dan An.
"Anggap aku percaya ucapan An. Sekarang jelaskan secara rinci semuanya." Perintah Qian Ni.
"Kamu telah tak sadarkan diri selama seminggu. Selama itu juga kami sudah mencari tahu semua." ujar Song.
"Kita di daratan Y yang dikuasai oleh pemilik marga Gui."
"Sosok Qian Ni terjebak dalam tubuh Nona pertama keluarga Gu, Gu Xu Xian namanya."
"Hah ?"
"Ya, mulai sekarang anda Gu Xu Xian bukan lagi Qian Ni."
Tunggu sebentar... Qian Ni merasa pusing mendengar ocehan mereka. Namun, kilas balik ingatan si pemilik tubuh mendadak hadir.
"Kamu baik-baik saja ?" An menyentuh kening Qian Ni.
"Ya."
"Ayo.. kita balaskan rasa sakit pemilik tubuh ini."
Dan.. kisah mereka berempat pun dimulai.
Suara pekikan diiringi permohonan ampun memenuhi aula milik Nona muda Gu. Tiga orang pelayan tengah menerima hukuman akibat sikap tak sopannya pada putri sulung keluarga Gu.
Putri sulung keluarga Gu yang bernama Gu Xu Xian tanpa menunjukkan belas kasih terus melayangkan cambuknya. Suara rintihan mereka ibarat alunan musik baginya. Sorot mata dan aura milik sang Nona membuat hamba sahayanya bergidik.
"Dua puluh empat..." seru seorang pelayan yang ditugaskan untuk menghitung tiap lecutan. Pelayan tersebut bertekad takkan mengusik sang nona muda.
"Dua puluh lima.."
Xu Xian melempar asal cambuk tersebut. Dua tangan miliknya terlipat di dada, dagu terangkat. Manik yang dulu memancarkan kelembutan kini berganti dengan tatapan tajam. Sikap yang dulu diam dan mudah tertindas tidak ada lagi. Xu Xian yang sekarang akan membalas sama besar dengan apa yang mereka perbuat padanya, bahkan lebih.
Dua minggu ini pelayan di kediaman Lavender dibantai oleh sang Nona muda yang biasa mereka hina. Ketidaksopanan, perlakuan kasar dan penggelapan dana dibalas tunai oleh Xu Xian. Kesalahan yang Xu Xian anggap kecil hanya ia hukum pukulan kayu hingga besi. Jika kesalahan itu besar Xu Xian akan menjual pelayan tersebut bahkan ia tak segan menghabisi nyawa. Duh, sial sekali dirinya baru tiba di kediaman ia disambut cacian yang sukses memancing jiwa barbarnya.
"Ingat ini di otak kecil kalian. Jangan berani mengusikku ! Aku takkan mentoleransi kesalahan apapun." Kata Xu Xian dengan tegas.
Tekanan makin kuat yang Xu Xian berikan membuat semua hamba sahayanya semakin bergidik ngeri. "Kami mengerti, Nona." Sahut mereka kompak.
Xu Xian beranjak dari tempat duduknya, "Aku ingin pergi ke luar. Siapkan semuanya !" Perintah Xu Xian.
"Segera kami siapkan, Nona." Jawab cepat pelayan.
Setelah itu, Xu Xian meninggalkan tempat tersebut diikuti tiga orang pelayan setia miliknya.
"Apa rencana anda selanjutnya, leader." Tanya pelayan berpakaian layaknya laki-laki.
"Tidak ada, An." Jawab Xu Xian. "Aku masih malas masuk dalam intrik keluarga Gu." Sambungnya.
Pelayan bernama An tersebut menghela nafas pelan. Telah mengikuti pimpinannya hampir lima tahun bahkan sekarang ikut bertransmigrasi ke zaman dulu, An paham Xu Xian pasti telah memiliki rencana dan enggan merealisasikan.
"Maaf sebelumnya, apa kita tak berusaha mencari cara untuk kembali ke zaman kita ?" Kali ini pelayan dengan perawakan paling kecil bersuara. "Jangan tatap aku seperti itu, An. Aku hanya malas dengan intrik seperti ini." Katanya saat An memberikan tatapan tajam.
"Menyelesaikan urusan pemilik tubuh ini salah satu cara untuk kembali ke zaman kita, Lu." Jawab Xu Xian tak tertarik. "Tubuh ini masih lemah." Decak Xu Xian.
"Saya bisa membuatkan sesuatu untuk mempercepat perkembangan anda, leader. "
"Lakukan, Song."
"Baik, Nona." Jawab Song. "Untuk kalian juga kubuatkan." Sambungnya kala An dan Lu menatapnya penuh harap.
"Aku kembali ke kamar dulu. Kalian tunggulah aku di luar." Perintah Xu Xian.
"Yes, leader." Jawab ketiganya serempak.
Di dalam kamar miliknya Xu Xian menarik nafas lalu menghembuskan perlahan. Tangan kanannya menyentuh kening tertutup poni. Rasa pening mendera kala mengingat apa yang telah terjadi padanya.
Kejadian yang ia kira hanya ada di novel bergenre isekai atau time travel dialaminya. Kecelakaan itulah yang membuat diri Qian Ni terjebak dalam tubuh Gu Xu Xian. Sedang tiga bawahannya ikut terbawa karena mereka berusaha menolongnya. Jika Qian Ni hanya rohnya yang berpindah, maka ketiga orang tersebut berpindah roh dan raga mereka. Semua yang terjadi tak bisa diterima oleh akalnya. Ingin menyangkal namun ia benar-benar mengalaminya.
"Amunisi yang kumiliki harus kuat untuk masuk ke intrik menyebalkan itu." Gumam Xu Xian sembari melucuti pakaiannya, lalu ia mengambil pakaian yang lebih simple. Surai panjang yang berhiaskan hairpin ia lepas, dibiarkannya saja surai tergerai menutupi punggung kecil Xu Xian. Sebuah cadar Xu Xian pasangkan diwajahnya.
Di buka pintu kamar, nampak tiga bawahannya sudah menunggu.
"Kita berangkat."
□▪□▪□
Xu Xian akui pemilik tubuh ini memiliki kecantikan diatas rata-rata. Tak heran ia menjadi perhatian tiap kakinya melangkah. Cadar yang menutupi wajah tak mampu meredupkan aura miliknya.
"Aku dengar Xu Xian yang dulu begitu tertinggal dan tak dapat atensi siapapun. Apa itu berita bohong ?" Kata An dengan pelan.
"Kau bodoh, An." Ejek Lu yang dihadiahi delikan An. "Kalau Xu Xian yang dulu jelas seperti yang kau dengar, tapi sekarang leader kitalah yang mendiami tubuh ini." Jelas Lu. Lu mengakui kharisma seorang Qian Ni memang kuat. Bakat, jiwa kepemimpinan, dan parasnya membuat Lu mengagumi Qian Ni.
"Ah, pantas. Leader kita memang terbaik."
Obrolan tak berujung terus terjadi. Xu Xian hanya sesekali menimpalinya.
"Pergilah ke toko milik Tuan Mo, Song." Perintah Xu Xian tanpa menjelaskan apapun.
"Baik. Kalian jaga Nona dengan baik."
"Ya. Pergilah !"
Song memisahkan diri, dia segera menuju toko yang dimaksud.
"Kau cari senjata terbaik." Kali ini Xu Xian menunjuk Lu.
"Baik."
Tinggallah Xu Xian dan An, keduanya menuju rumah lelang. Menurut informasi yang didapatkan Lu hari ini banyak barang bagus yang dilelangkan.
"Nona, masalah uangnya ?"
"Tenang saja." Jawabnya santai.
Tanpa sepengetahuan mereka, Xu Xian telah mengambil separuh lebih 'persediaan' di kediaman Gu.
Xu Xian berencana bersenang-senang, sedang kediaman Gu tengah heboh karena hilangnya harta mereka.
"Untung keamanan mereka mudah sekali dikelabui." Batin Xu Xian.
□■▪□■
"Apa tidak ada ide lebih gila lagi, Pangeran ?"
"Ada, lomba mendaki jurang di hutan utara." Jawab seorang pemuda yang dipanggilnya Pangeran.
Ajudan sang pangeran menahan rasa jengkelnya. Hutan utara terkenal menakutkan, orang gila mana yang mau melakukan tersebut. Daripada memikirkan hadiah mereka pasti lebih sayang nyawa. "Perlombaan untuk putri-putri bangsawan biasanya hanya memasak, menjahit dan tata krama. Bela diri bukan termasuk didalamnya, Pangeran Gui Xian." Jelasnya.
"Lu Han." Panggil Gui Xian.
"Ya, Pangeran."
"Yang jadi majikan siapa aku atau kau."
Lu Han menelan saliva dengan susah. "P-pangeran."
"Kalau begitu lakukan perintahku !" Teriak Gui Xian.
"Siap, Tuanku." Lu Han bergegas pergi melaksanakan titah sang Tuan.
"Aku tak butuh seorang wanita yang hanya pandai bersolek. Yang aku butuhkan wanita yang tahu cara melindungi dirinya." Batin Gui Xian.
Perlombaan nanti pasti akan menarik, Gui Xian tak sabar menantinya. Hadiah besar berupa emas dan bisa menjadi keluarga Gui.
"Selamat datang, tamu undangan yang terhormat." Suara seseorang membuka jual beli hari ini. Gui Xian yang sedang senggang memilih datang ke rumah lelang, berharap mendapatkan sesuatu yang bagus.
Satu per satu barang dikeluarkan. Harga yang dipasang pun semakin meninggi seiring dengan kualitas barang yang semakin tinggi. Para kaum berduit berlomba mendapatkan sesuatu yang mereka anggap bagus.
Gui Xian menguap, sedaritadi tak ada yang menarik minatnya.
"Membosankan." Ujar seseorang mengejutkan Gui Xian.
Gui Xian pun menoleh ke sumber suara, disampingnya telah berdiri seorang bersurai panjang dan bercadar.
"Siapa kau ?"
"Ah, maaf aku masuk tanpa izin. Aku tak dapat ruangan." Jawabnya santai.
"Siapa kau ?" Ulang Gui Xian.
"Gadis bercadar." Jawaban asal membuat Gui Xian geram.
"Apa anda tak membeli apapun, Tuan ?" Sebelum Gui Xian menyemprot orang tak sopan itu lebih dulu membuka suara.
"Belum ada yang menarik." Jawab Gui Xian atas dasar kesopanan.
"Aku setuju, kukira bakal ada yang bagus. Ah, belum keberuntunganku." Ocehnya. "Mungkin minggu depan saja aku datang lagi."
"Apa yang kau cari ?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Gui Xian merutukinya. Untuk apa dia peduli urusan orang asing. Bodoh !
"Apa ya.... obat atau budak.. mungkin."
"Nona !"
Lagi, seseorang main selonong masuk ke ruangan miliknya. Astaga ! Sejak kapan auranya menurun hingga dua cecunguk berani seenaknya dihadapan seorang Gui Xian, sang pangeran berhati dingin.
"An."
"Mereka sudah mendapatkannya, Nona. Mari kita pulang !" Ujar An semangat. "Eh, Siapa Tuan tampan ini ?"
Gui Xian menahan perasaan kesalnya. Apa mereka berasal dari hutan belantara hingga tak tahu wajah keturunan penguasa daratan ini.
"Harusnya aku yang bertanya, siapa kalian ? Beraninya masuk ke ruanganku." Gui Xian berkata sarkas.
"Maafkan saya, Tuan. Ruangan lain sudah penuh jadi terpaksa kami ikut masuk kemari." Jelas An, dia tahu aura lawan bicaranya tak bisa dianggap remeh. An memilih jalan yang menurutnya aman, belum saatnya mereka membuat kegaduhan.
Cukup Gui Xian bersabar, "Kalian pikir bisa seenaknya..."
"Kami sudah meminta maaf, Tuan. Apa otak anda begitu kecil hingga tak tahu makna maaf." Sela Xu Xian.
Sumbu kesabaran Gui Xian habis. Gui Xian menarik sudut bibirnya, wanita didepannya punya nyali besar ternyata. "Maaf ? Kau tak mengatakannya dengan tulus, Nona ! Haruskah... kupanggilkan guru tata krama untukmu." Balas Gui Xian tajam.
"Laki-laki ini..." tangan Xu Xian mengepal. "Tak bisakah anda permudah ini ?" Desis Xu Xian.
Gui Xian dan Xu Xian saling menatap tajam. Percikan api memancar di bola mata mereka.
"Tuanku... hamba hendak melapor.." suara tegas milik Lu Han menginterupsi perdebatan Gui Xian dan Xu Xian. "Eh, Maaf hamba tak tahu Tuan sedang kedatangan tamu."
"Pergilah ! Aku lepaskan kalian hari ini." Usir Gui Xian pada kedua pengganggu ini.
"Dasar laki-laki merepotkan." Gerutu Xu Xian beranjak pergi diikuti An.
"Gadis gila." Batin Gui Xian menatap sengit punggung kecil itu yang kian menjauh.
"Tuan.."
"Diam !!!" Bentak Gui Xian.
"Aku salah apa..." Lu Han menangis dalam hati. Suasana hati Tuannya sedang buruk, dia yang jadi korbannya.
□○■○□
"Apa yang kalian lakukan, hah ?!!" Teriak sang kepala keluarga Gu. "Bisa-bisanya pencuri masuk kalian tak menyadarinya. Sudah tak sayang nyawa, hah !?" Amuknya.
Tuan Gu Li Ying terduduk sembari menekan kening yang terasa pening. Harta yang telah ia timbun hilang tanpa sempat ia nikmati.
"Pencuri sialan." Umpat Tuan Gu.
"Tenanglah, Tuanku. Marah-marah tak baik untuk kesehatanmu." Ji Yu, selir resmi kediaman Gu berusha menenangkan suaminya. "Kita pasti menemukan pencuri sialan itu." Imbuhnya.
Tuan Gu hanya diam. Dia tahu yang diucapkan Ji Yu tak lebih dari kalimat penghibur.
"Mulai hari ini perkecil pengeluaran kita sampai pencuri itu tertangkap."
"Termasuk jatah untukmu bersenang-senang, Gu Xi Wei." Imbuh Tuan Gu.
Nona kedua keluarga Gu terbelalak. "Tapi Ayah..."
"Turuti Ayahmu, anakku." Nada peringatan dari sang ibu membuat Xi Wei kembali menelah kalimat protesnya.
Padahal Xi Wei telah membuat janji mengadakan acara pesta di kediamannya, sekarang Xi Wei harus bilang apa pada teman-teman minum tehnya.
Sebuah ide terlintas di otak liciknya. "Ada Xu Xian." Batinnya.
"Kau bilang ada yang hendak disampaikan pada Xu Xian, Tuanku." Ji Yu mengingatkan suaminya.
"Kau benar."
"Panggi Xu Xian untuk menghadapku." Perintah Tuan Gu pada pelayannya.
Bersambung.
Setibanya di kediamannya, Xu Xian mendapat kabar sang ayah memintanya datang. "Kenapa hari ini aku begitu sial." Gerutu Xu Xian. Buyar sudah niatannya untuk berleha-lehe. Energinya menipis karena bertemu pria merepotkan.
"Bantu aku bersiap."
"Baik, Nona."
Tak butuh waktu lama Xu Xian sudah berganti pakaian. Ia bergegas menuju ke rumah utama yang berada cukup jauh dari kediaman miliknya.
Selama di dalam kereta, Xu Xian menerka apa gerangan yang membuat Tuan Gu memanggilnya. Menurut ingatan dari pemilik tubuh, biasanya Xu Xian dipanggil jika melakukan kesalahan atau hanya sekedar untuk dihina.
"Sebentar lagi biar aku yang membuat kalian sujud padaku." Gumam Xu Xian.
"Nona." Panggil Song yang kali ini menemaninya.
"Hm"
"Saya harap Nona tak melakukan drama picisan. Saya mohon jangan biarkan mereka menindas Nona ah tidak leader atau saya turun tangan." Kata Song sungguh-sungguh.
Xu Xian mendecih. Dirinya sempat terpikir akan main-main, ternyata Song sudah menebaknya. "Hm."
"Janji ?"
"Ck ! Iya ! Takkan kubiarkan mereka bersikap semerdeka mereka. Puas, Song ?!"
"Hm."
"Kita telah sampai di rumah utama Gu, Nona pertama." Seru salah satu pengawalnya.
"Hm."
Song keluar dari tandu lebih dulu, ia membukakan tirai yang menutupi pintu lalu tangannya terulur untuk membantu sang Nona.
"Terimakasih." Ucap Xu Xian sesaat menerima bantuan Song.
"Ini sudah tugas hamba, Nona." Jawab Song dengan menundukkan kepalanya.
"Hm."
Netra Xu Xian memandang ke pintu masuk yang menjulang tinggi di hadapannya. Tak ada sambutan khusus yang ada hanya seorang pelayan ditugaskan untuk memandunya.
Lagi, ingatan asli Xu Xian mengusiknya. Perlakuan yang didapatnya jauh berbeda dengan saudara-saudaranya.
Mengabaikan rasa sedih yang menyergap, Xu Xian memasuki kediaman tersebut dengan dagu terangkat dan langkah kaki penuh percaya diri. Bisik-bisik hinaan mereka tak digubrisnya. Xu Xian memilih menghitung berapa kali mereka menghina, maka sebanyak itulah jumlah siksaan yang akan mereka terima.
"Salam, Ayah." Sapa Xu Xian sedikit membungkukkan badan.
"Kau datang juga, Xian." Sambut Tuan Gu datar. "Bagaimana kabarmu, putri pertamaku ?" Tanya Tuan Gu basa-basi.
"Tentu saja saya baik dan bahagia." Jawab Xu Xian riang. "Ada apa Kepala keluarga mengundang saya."
Tuan Gu tertegun. Sikap putri sulungnya berbeda dari yang diingatnya. Dia tak lagi menundukkan wajah, Xu Xian tak terbata dalam berbicara. Apa yang telah dilewatkannya ?
"Tuan." Tegur Ji Yu dengan menyentuh lengan Tuan Gu.
"Ya."
"Xu Xian menanyakan kenapa Tuan memanggilnya."
"Serigala tua itu menjijikkan." Ujar Xu Xian dalam hati.
"Baiklah. Xu Xian, kau telah memasuki usia pantas menikah, bukan?"
"..."
"Aku bermaksud menikahkanmu dengan Tuan Shen."
Xu Xian langsung mengabsen nama hewan. Pria tua ini cari perkara.
"Saya menolak." Xu Xian berkata tegas. Tak ada niat basa-basi. Enak saja gadis muda sepertinya harus menikahi lelaki tua macam Tuan Shen. No !!!!
"KAU !" Tuan Gu naik pitam. Untuk pertama kalinya Xu Xian membantahnya. "Aku tak meminta persetujuanmu, aku hanya memberitahumu. Kau tak punya hak menolak." Seru Tuan Gu.
"Kalau begitu anda saja yang menikah dengannya. Aku tak sudi !!"
Hilang sudah citra putri anggun yang hendak Xu Xian pertahankan.
"Gu Xu Xian. Bersikap hormatlah pada Ayahmu ! Dimana etikamu hah !" Ji Yu buka suara.
"Kalau Nyonya selir mau biar Xi Wei yang jadi mempelai Tuan Shen." Mulut slebor Xu Xian tak berhenti menebar racunnya. "Ini hidupku. Akulah yang menentukannya." Sambungnya.
"Xu Xian ! Jaga batasanmu !" Teriak Tuan Gu.
"Bahkan jika anda membuang saya, saya tak sudi melakukannya."
Gigi Tuan Gu saling bergemeletuk. "Pengawal !!! Kurung Gu Xu Xian di paviliun barat." Perintah Tuan Gu menggelegar.
"Kau akan tinggal disini. Sampai upacara pernikahan." Putus Tuan Gu sepihak.
"Bangkotan kurangajar." Xu Xian hanya mengumpat dalam hati.
"Jangan sentuh !" Sentak Xu Xian membuat pelayan pria tersebut takut. Dia sudah mendengar kelakuan nona pertama yang kejam di kediaman sang Nona.
"M-mari saya antar, Nona."
"Aku takkan menjadi anak baik, Ayah." Seru Xu Xian sebelum keluar tanpa memberi hormat pada Tuan Gu.
"Dasar anak tak tahu diri."
Disaat Tuan Gu geram, Ji Yu justru senang. Sikap memberontak Xu Xian akan membuatnya semakin jauh dari sang ayah, perhatian Tuan Gu hanya akan tercurah untuk anak-anaknya.
"Tuan, bagaimana jika Xu Xian kabur ? Bukankah lebih baik tambah penjaga disana." Saran Ji Yu.
"Kau benar. Akan kuperketat keamanan."
Xu Xian dan An tiba di bangunan yang dimaksud. Ekspresi aneh tergambar di wajah sang Nona.
"An."
"Ya, Nona."
"Apa ini kandang **** ?" Tanya Xu Xian saat melihat keadaan tempat pengurungannya. Halaman tandus, bangunan tua dan bau menyengat. "Perintahkan mereka membereskan semua ini !"
"Siap, Nona." An bergegas memberi komando pada pelayan yang sengaja dibawa dari kediaman sang nona.
Xu Xian mengusir orang Tuan Gu, lalu ia melirik ke sekelilingnya. Manik indahnya melihat sebuah pohon rindang tak jauh dari sana.
Tanpa mengatakan apapun Xu Xian berjalan ke arah pohon tersebut. Melompat lincah ke dahan, tangannya terulur untuk mengambil buah yang tak jauh dari jangkauannya.
Xu Xian menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Matanya memandang jauh ke sana.
□ • □ •■
Malam hari di kediaman Gu.
Tuan Gu tengah santap makan malam dengan selirnya, Ji Yu, Xi Wei dan An To.
"Apa kau sudah menyiapkan diri untuk perlombaan yang keluarga kerajaan adakan, Xi Wei." Tanya Tuan Gu pada putri kesayangannya.
"Tentu, Ayah. Saya takkan mengecewakan Ayah dengan mencoret nama baik keluarga kita." Jawab Xi Wei memamerkan senyum manisnya.
Tuan Gu mengangguk puas. "Kau memang dapat Ayah andalkan, Xi Wei." Puji Tuan Gu. Xi Wei tersenyum malu mendengar pujian tersebut.
"Ibu harap kau bisa masuk ke keluarga Gui, anakku." Tambah Ji Yu.
"Ibu."
"Bukannya kau menyukai salah satu pangeran Gui." Sambung sang ibu bermaksud menggoda.
"Benarkah ?" Tuan Gu tertarik mendengarnya. Di otaknya terbesit rencana untuk memanfaatkan koneksinya agar putri kesayangan bisa dekat dengan pujaan hatinya.
"Siapa ? Pangeran Gui Xuan atau Gui Xian atau Gui Luan ?" Cecar Tuan Gu.
"Ayah." Wajah Xi Wei memerah.
An To menyantap makanan dengan tenang, tak tertarik pembahasan seperti ini.
"Jangan paksa anakmu, Tuanku. Nanti dia pasti bilang kok."
"Baiklah."
"Lalu, bagaimana denganmu, An To ?" Tuan Gu beralih pada putranya.
"Sibuk seperti biasanya." Jawab An To.
"Pertahankan kemampuanmu, Gu An To." Pungkas Tuan Gu. Anak laki-lakinya ini menjadi salah satu orang kepercayaan putra keluarga Gui. "Dan bantu adikmu jika saatnya tiba."
"Hm."
"Apa Xu Xian tidak diundang makan ?" An To melontarkan pertanyaan yang sedaritadi mengusiknya.
"Dia sedang menjalani masa hukumannya."
"Dimana dia ?"
"Di paviliun Anggrek." Dusta Tuan Gu. "Jangan temui Xu Xian sampai tiba hari pernikahannya."
"Apa pelayan sudah kirimkan makanan padanya." An To memang peduli dengan adik seayahnya itu, menurutnya Xu Xian lebih baik ketimbang adik kandungnya. An To tidak pernah suka cara berpikir di keluarganya.
"Sudah. Sekarang habiskan makanmu." Kali ini Ji Yu angkat bicara.
Selesai santap malam Tuan Gu dan Selir resmi Ji Yu tengah berbincang.
"Kudengar Xu Xian merombak habis tempat itu, apa Tuan tak masalah ?" Ji Yu membuka pembicaraan.
"Tidak. Biarkan Xu Xian seenaknya toh dia akan keluar dari keluarga Gu." Jawab Tuan Gu. "Tenanglah, anak itu takkan macam-macam. Dia hanya menggertak saja."
Ji Yu hanya membalas dengan senyuman. Sejak kedatangan Xu Xian, Ji Yu terus merasakan gelisah. Ji Yu mengkhawatirkan sesuatu yang buruk akan datang. Ia harus membuat rencana cadangan, apapun yang terjadi Xu Xian harus keluar dari keluarga Gu.
"Lupakan Xu Xian. Kau hanya perlu memastikan Xi Wei tak mempermalukan kita." Ujar Tuan Gu.
"Tentu saja, Tuanku. Aku sudah memanggil guru terbaik untuk membantunya." Ji Yu bahkan merogoh uang simpanannya sendiri agar anaknya tampil sempurna.
"Ya. Aku akan mengirim koin tambahan untuk itu."
Ji Yu tersenyum lebar sembari mengucapkan beribu terimakasih.
Sementara itu,
"Hatchiii... Ya Tuhan, siapa yang sedang membicarakanku."
"Hatchiii...."
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan tekan tanda ♡ dan komentarnya. :)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!