Alula duduk bertopang dagu sambil melihat ke jendela. Rintik hujan yang membasahi kaca jendela dan turun berirama, seolah mewakili perasaannya yang ingin menangis. Alula melihat pantulan wajahnya di kaca jendela dan mendengus geli, karena dia benar-benar melihat wajahnya seolah-olah berderai air mata.
Alula selalu pergi ke perpustakaan dan selalu memilih bangku paling pojok yang berdekatan dengan jendela. Setumpuk buku medis dan beberapa novel thriller hanya dibiarkan begitu saja menyaksikan kesedihannya Alula di siang itu.
Papa kandungnya Alula belum lama meninggal karena bunuh diri. Papa yang sangat Alula kagumi. Pria yang selalu memiliki waktu untuk menemani Alula berburu buku di Gramedia. Pria yang selalu menemani Alula menonton acara komedi di televisi. Pria yang selalu ceria dan memasak makanan kesukaannya Alula, kini sudah tiada.
Alula yang pertama kali menemukan papanya gantung diri di samping rumah. Lorong yang sempit dengan kebetulan saat lampu di lorong itu mati dan belum sempat diganti, papanya Alula bunuh diri di sana, memakai tali Pramuka.
Melihat dengan mata kepalanya sendiri papanya gantung diri, membuat Alula kesulitan tidur di malam hari. Semenjak papanya meninggal, Alula selalu sendirian di rumah dan itulah kenapa Alula lebih senang menghabiskan waktu di perpustakaan pada siang hari sampai senja tiba.
Mamanya Alula adalah seorang dokter bedah ternama dan selalu sibuk bekerja. Papanya Alula yang membuka kafe di dekat rumah, membuat Alula memiliki hubungan yang lebih dekat dengan papanya ketimbang mamanya, karena papanya lebih sering Alula jumpai di rumah. Kesibukan mamanya yang membuat Alula merasa sendirian di dunia ini sejak papanya meninggal.
Kota S adalah kota kecil yang berhawa sejuk yang cenderung dingin. Alula pernah sangat bersyukur dilahirkan di kota S yang udaranya sejuk dan tidak begitu ramai, dia menyukai kedua hal itu. Selain itu, universitas swasta di kota S, tempat Alula menimba ilmu di jurusan kedokteran, memiliki perpustakaan yang sangat nyaman dan koleksi buku-bukunya sangat lengkap. Namun, kini Alula tidak begitu bersyukur tinggal di kota kelahirannya, karena sejak papanya meninggal dunia, dia merasakan kota S benar-benar dingin,sepi,dan kelam.
Alula merogoh tas selempangnya yang dia gantung di bangku. Gadis berkulit kuning langsat itu mengambil kamera Fujifilm Instax mini 8 berwarna biru. Gadis berwajah manis berambut lurus bergaya bob dengan poni di dahi itu, menatap kamera tersebut dengan helaan napas panjang. Papanya yang membelikannya satu Minggu di hari ulangtahunnya Alula, sebelum papanya gantung diri
Alula belum pernah mencoba kamera itu. Lalu, dengan iseng Alula memencet tombol Shutter di kameranya di depan tumpukan buku pilihannya.
Seorang pemuda berdiri di depan meja di saat Alula tengah mengibas hasil jepretan kamera instannya.
"Kamu mengambil sepedaku" Pemuda itu bersedekap dengan wajah tidak ramah di depan Alula.
Alula mendongak kaget, "Sepeda kamu?"
"Hu um" Pemuda itu menganggukkan kepala.
Alula mengerutkan kening, "Aku tidak merasa kalau aku mengambil sepeda kamu"
Pemuda itu mendengus kesal lalu mencondongkan badannya ke depan dengan masih bersedekap, "Sepeda yang kamu gowes dari parkiran kantin depan sampai ke parkiran perpus ini adalah sepeda Morison BMX 20" warna kuning, bukan?"
"Iya, benar. Tapi, itu sepedaku" Sembur Alula dengan menautkan kedua alisnya.
Pemuda itu menegakkan badannya dengan wajah dingin. "Sepeda kamu dan sepedaku mirip, tapi punya kamu digembok ban belakangnya. Masak kamu lupa kalau kamu gembok sepeda kamu sendiri? Tadi aku teriak keras kalau yang kamu bawa adalah sepedaku, tapi kamu bablas aja"
"Astaga!" Alula sontak bangkit berdiri sambil mengambil tas selempangnya.
"Maaf" Alula langsung membungkukkan badannya di depan pemuda itu.
Pemuda itu terkejut dan mundur selangkah. Lalu, dia mengelus tengkuknya dan berkata sambil menatap belahan rambut Alula, "Aku terima maaf kamu. Sekarang ayo kita tukar sepeda kita"
"Aku kembalikan buku-buku ini dulu boleh?" Alula menatap pemuda di depannya dengan wajah bersalah.
Pemuda itu mendelik kaget menatap tumpukan buku yang cukup banyak. "Sial! Pasti lama"
"Maafkan aku. Aku akan mengembalikan semua buku ini dengan kecepatan kilat. Tunggu aku!" Alula lalu mendekap tumpukan buku di depannya dan karena tergesa-gesa, ada tiga buku yang terjatuh di lantai.
Pemuda itu mendengus lalu memungut buku-buku yang jatuh di lantai sambil berkata, "Baiklah. Aku akan bantu kamu biar cepat"
"Terima kasih dan sekali lagi maafkan aku" Alula menganggukkan kepalanya ke pemuda itu.
"Namaku Zian. Aku anak komputer angkatan 2022. Kamu?" Pemuda itu berjalan di samping Alula.
Alula menoleh ke pemuda itu, "Aku Alula. Anak kedokteran angkatan 2024"
"Oh" Sahut pemuda itu.
Yes! Aku berhasil berkenalan dengannya. Batin pemuda yang bernama Zian itu.
Zian sebenarnya sudah lama melihat Alula. Tepatnya sekitar dua Minggu yang lalu. Saat itu Alula memberikan buku yang dia cari tanpa menoleh padanya. Lalu, gadis itu meletakkan biskuit bergambar macan di atas meja saat Zian berdiri di depan meja peminjaman buku dan perutnya Zian berbunyi cukup keras, karena lapar. Petugas peminjaman buku sampai tertawa dan sekali lagi gadis itu tidak menoleh padanya. Hanya meletakkan biskuit bergambar macan itu di meja lalu pergi. Lalu, Zian menemukan Alula naik sepeda Morison BMX 20".
Itu adalah sepeda untuk cowok dan semua cewek di univ ini ngampusnya naik motor matic kalau nggak mobil, tetapi dia malah naik sepeda cowok? Hmm, menarik. Batin Zian kala itu.
Zian membeli sepeda yang sama sepulang dari kuliah saat itu juga dan keesokan harinya dia memakai sepeda itu ke kampus. Sontak dia disoraki teman-temannya. Zian mendengus kesal saat dia menyandarkan sepedanya di parkiran khusus sepeda yang ada di dekat kantin depan kampus.
"Hei! Zian si playboy nggak pantas naik sepeda" Teriak Bimo sahabatnya Zian yang tengah sarapan di kantin.
"Playboy gundulmu!" Teriak Zian dengan wajah kesal.
"Hahahahaha!" Bimo sontak tertawa ngakak.
"Mobil sport kamu, kamu gadaikan karena kamu kalah balapan, ya?!" Teriak Rio sambil mengunyah kacang goreng di mulutnya.
Zian mengeraskan gerahamnya di depan teman-temannya sambil melangkah pelan masuk ke kantin.
"Apa kamu kesambet setan sepeda onthel makanya mendadak ngegowes ke kampus?" Teriak teman Zian yang lain.
"Nggak! Aku rasa dia tidur sambil ngegowes. Dia belum sadar, guys" Ucap Bimo dengan tawa lepas.
Zian mengacungkan bogem mentah ke semua teman-temannya yang tengah nongkrong di kantin depan kampus.
Semua teman-temannya Zian sontak tertawa ngakak.
Zian lalu duduk di dekat Bimo dan melingkarkan lengannya di leher Bimo, "Kau mau mati, hah?!" Zian mengusap-usapkan bogem mentahnya di pucuk kepalanya Bimo dan Bimo terkekeh geli. Semua teman-temannya Zian langsung tertawa ngakak.
"Kenapa naik sepeda? Rumah kamu cukup jauh, lho" Tanya Rio setelah dia puas tertawa ngakak.
"Aku rasa aku semakin gendut dan perutku makin buncit, karena aku nggak ada waktu buat ngegym setelah ngajuin skripsi. Makanya aku beli sepeda. Ya, buat ngebentuk badan tanpa ngegym" Ucap Zian sambil mencomot mendoan.
Semua teman-temannya Zian langsung menyahut kompak, "Oh"
Zian tidak mau mengatakan ke teman-temannya kalau dia beli sepeda dan naik sepeda ke kampus demi mengejar seorang cewek. Bisa habis harga dirinya sebagai cowok paling keren, kaya, tampan, dan anti dideketin cewek, kalau teman-temannya tahu alasan yang sebenarnya dia naik sepeda ke kampus adalah untuk mengejar cewek yang tidak cantik-cantik amat, tetapi manis di mata Zian.
"Kamu suka fotografi?" Tanya Zian sambil menyerahkan lembar foto polaroid ke Alula. "Tadi jatuh"
"Oh, terima kasih" Alula menerima foto polaroid itu lalu memasukkannya ke dalam tas selempang kainnya.
"Bagus hasilnya. Pakai kamera instan model apa?" Tanya Zian sambil membantu Alula meletakkan buku-buku di rak yang semestinya.
"Murah, kok" Sahut Alula.
Lalu suasana hening.
"Kenapa suka fotografi? Padahal kamu anak kedokteran, kan? Kamu juga belum kasih tahu kamera instan kamu model apa?"
Alula hanya mengangkat kedua bahunya.
Sial! Susah juga ajak dia ngobrol,ya. Zian mengusap cepat ujung hidungnya.
Biasanya cewek-cewek yang berebut mengajak Zian mengobrol dan Zian tidak pernah berminat menanggapinya. Kini giliran dia ingin mengobrol panjang dengan seorang cewek, dia justru dihadapkan dengan cewek yang pelit bicara.
Sial! Kena karma kayaknya, nih, aku. Gara-gara sering nyuekin cewek, sekarang aku dicuekin sama cewek. Zian mengelus tengkuknya.
Alula berbalik badan lalu melangkah lebar meninggalkan Zian.
Zian tersentak kaget dan refleks mengekor langkah Alula sambil berteriak, "Hei! Mau ke mana?!"
Alula menghentikan langkahnya lalu menghadap Zian, "Ssstttt! Jangan teriak ini perpus!"
"Sori" Zian refleks menangkupkan tangan di depan dada.
"Mau ke mana?" Tanya Zian dengan suara lirih.
"Bukankah tadi kamu mengajak aku buru-buru menukar sepeda kita" Alula mengerutkan keningnya.
"Ah, iya. Lupa." Zian nyengir di depan Alula.
Alula mendengus lalu berbalik badan meninggalkan Zian.
Zian berlari kecil agar dia bisa mensejajarkan langkahnya dengan langkahnya Alula.
Zian melirik Alula. Tinggi dia hanya sampai di dadaku. Semakin dilihat, dia semakin manis dan dia pinter ternyata. Anak kedokteran, cuy! Bisa memperbaiki keturunan kalau aku bisa mendapatkannya. Papa pasti suka kalau aku dapat anak kedokteran semanis ini, hihihihi.
Papanya Zian yang seorang dokter sontak bersin di ruang prakteknya. Lalu, papanya Zian bergumam sambil mengusap ujung hidungnya, "Siapa yang membicarakan aku?"
Karena ingin kenal lebih dekat dengan Alula, Zian yang sebenarnya cuek dan tidak suka mengobrol dengan cewek, akhirnya membuka obrolan lagi, "Kamu suka sepeda laki, ya?"
"Itu sepeda Papaku" Sahut Alula singkat.
"Oh" Sahut Zian.
Sial! Kenapa dia pelit banget bicaranya. Batin Zian sambil menggaruk pucuk kepalanya.
"Kamu tahu bedanya anak komputer sama anak kedokteran?" Tanya Zian dengan harapan Alula bisa lebih mencair.
Alula hanya mengangkat bahunya.
"Anak komputer bisa disalahpahami waktu dia ditanya ambil apa? jawabnya ambil komputer, dipenjara dong ambil komputer, Hehehehe, tapi anak kedokteran aman. Anak kedokteran ditanya ambil apa? Jawabnya ambil kedokteran, aman, aman, kan" Cerocos Zian sambil mendengus geli.
Namun, usaha Zian sia-sia. Alula sama sekali tidak tersenyum, tertawa, terkekeh, atau sekadar mendengus geli. Alula hanya meneruskan langkah ke depan dengan wajah datar.
"Waktu aku bilang begitu ke temen-temenku, mereka tertawa lho. Kok kamu nggak?" Ucap Zian kemudian.
Alula menoleh ke Zian, "Oh, jadi kalian anak komputer suka membicarakan anak kedokteran?"
"Oh, tentu saja tidak" Zian langsung melambaikan tangannya.
"Nah, itu tadi apa?" Alula kembali mengarahkan pandangannya ke depan.
"Itu tadi positif, kan. Aku justru ngehina anak komputer tadi" Sahut Zian.
"Tetap saja membicarakan anak kedokteran" Dengus Alula.
Sial! Gue salah nyomot jokes. Dasar otak geblek! Zian menggaruk tengkuknya.
"Tapi tetap saja positif" Protes Zian.
"Mana gembok sepedaku?! Kamu merusaknya, ya?!" Alula menghentikan langkahnya di depan sepedanya lalu menoleh tajam ke Zian.
"Ini gemboknya" Zian merogoh saku depan tas ranselnya. "Tidak rusak. Aman"
Alula mengambil kunci gembok sepedanya dari tangan Zian dengan wajah merengut. "Kamu tukang nyolong sepeda, ya?!"
"Eh, jangan nuduh sembarangan! Aku pandai kalau soal membuka kode kunci, tapi aku bukan pencuri" Sembur Zian dengan wajah kesal.
"Lain kali jangan taruh sepeda kamu di dekat sepedaku! Aku tidak suka kamu buka gembok sepedaku tanpa ijin" Alula lalu menggowes sepedanya dan meninggalkan Zian begitu saja.
"Anying!!!!!! Dingin, judes, dan kaku banget dia! Apa iya aku tertarik sama dia? Tapi, kelihatannya iya, sih, aku jadi semakin ingin mengejarnya" Zian meringis lalu dia bergegas menggowes sepedanya menyusul Alula.
"Hei! Kamu pikir kalau sepedaku kamu ambil lalu aku harus jalan kaki dari kantin depan ke perpus?! Bisa pingsan Gue karena jauh banget! Lagian Elo yang salah kenapa malah sekarang marah ke Gue?!" Zian menggowes sepedanya di samping sepedanya Alula.
Alula mengabaikan Zian dan semakin cepat menggowes sepedanya.
Zian tidak bisa menyusul Alula karena tiba-tiba di depan Zian ada cewek melintas dan berhenti mendadak di depan sepedanya Zian. Zian mengerem mendadak sepedanya dan bernapas lega karena sepedanya tidak menabrak cewek yang melintas itu.
Zia kemudian berteriak kesal,"Hei! Kamu jailangkung ya?! Datang tak diundang!" Zian melotot ke cewek yang tengah berdiri dengan wajah kaget di depan setang sepedanya Zian.
Alih-alih marah atau balik membentak Zian, cewek itu justru semringah dan bertepuk tangan sekali, "Zian! Aku bisa bertemu Zian!"
Zian langsung membelokkan sepedanya dan menggowes cepat sebelum cewek yang menurutnya aneh itu bertindak neko-neko padanya.
"Sial!!!! Dia hilang" Zian mengedarkan pandangannya dan tidak menemukan sosok Alula.
Zian kemudian memutuskan untuk ke kantin sebentar beli minuman dingin untuk meredakan rasa lelah dan kesalnya karena kehilangan jejaknya Alula, sebelum dia pulang ke rumah.
Satu jam kemudian, Zian melemparkan tas ranselnya ke meja belajarnya lalu dia melompat ke kasur. Dia tidur terlentang dengan kedua tangan terangkat ke atas dan kedua kakinya masih menapak lantai. "Semoga besok Gue bisa ketemu dia lagi di perpus" Gumam Zian.
Zian sontak duduk tegak lalu berlari ke pintu balkon saat dia mendengar suara keributan di luar.
Zian membuka pintu balkon lalu mendelik kaget saat dia melihat ke bawah, "Alula?!" Zian membungkam mulutnya. "Hah?! Dia pindah ke rumah di depan? Astaga?!" Zian melompat-lompat sambil menangkupkan kedua tangan di depan bibirnya yang tengah tersenyum lebar.
Lalu, Zian melangkah mundur dengan cepat dan menutup pintu balkon berbentuk sliding yang terbuat dari kaca reflektif tanpa mengeluarkan suara sebelum Alula menemukan dirinya di balkon.
"Semoga kamarnya di depan kamarku ini. Semoga, semoga" Zian menengadahkan wajahnya ke langit-langit kamar sambil mengarahkan tangannya yang mengatup ke atas. "Kabulkan doa hambaMu yang jarang sekali berdoa ini, ya, Tuhan" Gumam Zian kemudian.
Zian kemudian menegakkan wajahnya dan tersenyum lebar sambil melompat saat dia melihat Alula membuka jendela kamar yang berada di depan balkon kamarnya Zian.
"Yes!!!! Terima kasih Tuhan, hambaMu ini berjanji mulai detik ini akan rajin meminta kepadaMu" Gumam Zian.
Plak! Sebuah pukulan di kepala mendarat manis.
Zian mengusap kepalanya dan menoleh kaget, "Mama! Kenapa mukul Zian?!"
"Karena kamu ngawur ngomongnya. Doa itu bukan hanya meminta. Doa juga harus mengucap syukur dan kita juga harus mendoakan orangtua, saudara, dan sesama kita!" Mamanya Zian bersedekap dengan wajah sewot.
"Iya, iya!" Sahut Zian sambil merengut dan mengusap kepalanya.
"Kamu lihatin apa?!" Tanya mamanya Zian sambil menjulurkan kepala.
"Nggak lihat apa-apa" Zian langsung memutar badan mamanya, "Yuk, kita makan. Mama ke sini karena mau ngajak Zian makan, kan?" Zian mendorong punggung mamanya untuk keluar dari kamarnya sebelum mamanya melihat Alula.
Adik perempuannya Zian yang masih SMP langsung berteriak kesal, "Kakak kebiasaan deh! Naruh kaos kaki di sepatunya Zena"
"Nggak sengaja kelempar" Zian duduk di sebelah adiknya lalu meringis di depan adiknya.
"Mana ada nggak sengaja. Setiap hari selalu begitu" Adiknya Zian mulai melancipkan bibirnya.
Zian mengusap gemas pucuk kepala adiknya.
Adiknya Zian menggelengkan kepala dengan kesal.
"Udah jangan bertengkar di depan makanan. Tidak baik. Ayo buruan berdoa. Karena Zian punya salah sama Zena, maka Zian yang mimpin doa makan kali ini" Mamanya Zian langsung melipat tangan.
Zena langsung tersenyum lebar ke kakaknya dan Zian hanya bisa menghela napas panjang.
Setelah Zian berkata, "Amin" Mamanya Zian membuka suara, "Ada yang pindahan"
"Iya. Zian denger ribut-ribut tadi" Sahut Zian.
"Tadi Zena sempat lihat, yang pindah cewek manis semuanya. Yang satu seumuran Mama yang satu kayaknya seumuran kakak. Ada lagi satu cowok yang cakep seumuran Kakak juga" Sahut Zena.
"Hmm" Sahut Zian acuh tak acuh padahal di dalam hatinya tengah berbunga-bunga karena adik perempuannya juga menilai kalau Alula itu manis. Zian tidak mencerna ucapan terakhir adiknya bahwa ada cowok satu lagi yang cakep.
Zian langsung naik ke kamarnya setelah mencuci piring dan berteriak ke adiknya, "Jangan ganggu Kakak! Kakak mau bikin skripsi"
"Ish! Siapa yang mau ganggu?!" Sembur Zena dengan bibir mengerucut lancip.
Mamanya Zian hanya bisa mendengus geli melihat tingkah konyol anak-anaknya. Kemudian wanita cantik itu membuat kue bolu dan memasak untuk menu makan malam nanti. Suaminya meminta rendang jengkol sama ayam goreng.
Zian sampai di kamarnya dan saat dia melangkah ke pintu balkon, pemuda tampan berotak jenius itu sontak mengerem langkahnya dan mematung. Dia melihat Alula tengah menari disko dengan setelan baju senam. Lekuk tubuh Alula terlihat menggoda dan itu membuat darah Zian berdesir cepat dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
"Dia suka nge-dance ternyata. Keren juga gerakannya. Dan.......dan......tubuhnya yang kerempeng ternyata memiliki lekuk yang sangat indah" Zian lalu meraup wajahnya yang memanas, "F*CK! Otak Elo perlu disapu bersih nih Zian!"
Jantung Zian berdetak semakin kencang dan pemuda itu berbalik badan dengan sangat cepat saat dia melihat Alula hendak melepas atasan.
Zian kemudian terperanjat kaget dan hampir copot jantungnya saat dia melihat pintu kamarnya terbuka dan muncul adik perempuannya.
"F*CK!" Sembur Zian tanpa sadar saking kagetnya.
"Mama! Kak Zian berkata-kata kotor!" Teriak Zena.
Zian langsung melompat ke depan dan membungkam mulut adiknya lalu dia menarik adiknya keluar dari dalam kamarnya.
"Emm, emm!!!!" Zena berteriak dalam bekapannya Zian.
"Jangan ngadu ke Mama! Gue akan belikan kamu cokelat atau apapun yang Lo mau" Bisik Zian.
Zena mengangguk-angguk lalu Zian melepaskan bekapannya.
Kedua kakak beradik itu berhenti di pertengahan anak tangga dan Zena mendongak, "Kenapa muka Kakak merah banget? Kakak demam, ya?"
"Berisik! Turun sana! Kakak udah bilang jangan ganggu Kakak! Kakak mau ngerjain skripsi"
Zena mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Siapa yang mau ganggu? Zena cuma mau nanya pr matematika. Nomer tujuh ini Zena nggak paham" Zenan menunjukkan halaman buku tugasnya yang berisi deretan soal matematika dari gurunya di depan Zian.
"Emm, Kakak sibuk" Lalu dengan cepat Zian menyeringai, "Apa kamu mau Kakak kenalin sama Kakak yang baru saja pindahan? Tetangga baru kita yang ada di depan rumah kita persis"
"Tetangga depan rumah?" Zena mengerutkan kening.
"Iya. Dia fakultas kedokteran. Dia satu kampus sama Kakak. Dia pasti pandai Matematika. Yuk, ke sana!" Zian membopong adik perempuannya dan menuruni anak tangga dengan senyum lebar dan penuh semangat.
"Hei! Kak! Turunkan Zena! Kita belum kenal sama tetangga depan dan emangnya Kakak kenal?" Pekik Zena sambil menggerak-gerakkan kedua kakinya.
"Sssttttt! Jangan banyak gerak! Jatuh nanti! Kakak kenal dan dia baik"
Zian menurunkan adiknya di lantai depan dapur saat dia mencium wangi sedap dari arah dapur.
"Sebentar!" Zian mengusap cepat pucuk kepalanya Zena yang sedang bersedekap merengut.
"Hufftttt! Dasar Kakak random" Sungut Zena.
"Mama masak apa?" Zian nongol di dapur.
"Masak bolu pandan kesukaan Papa dan kalian"
"Masak banyak apa nggak, Ma?"
"Lumayan. Kenapa emangnya?" Mamanya Zian menoleh ke belakang.
"Boleh minta sepuluh biji aja?" Zian nyengir di depan punggung mamanya.
"Untuk apa?" Mamanya Zian langsung menghadap Zian.
"Untuk dikasih ke tetangga depan. Zena minta diajari Matematika dan Zian banyak tugas dan harus ngerjain skripsi juga, jadi Zian akan antar Zena ke tetangga depan yang kebetulan teman satu kampusnya Zian, tapi dia anak kedokteran"
"Oh, boleh, boleh. Mama ambil wadah makanan dulu" Mamanya Zian bertepuk tangan sekali dengan senyum semringah.
Beberapa menit kemudian, mamanya Zian mengulurkan wadah makanan berisi dua puluh buah bolu pandan ke Zian, "Nih, Mama kasih dua puluh"
"Makasih, Ma" Zian mencium kening mamanya dengan wajah semringah.
Mamanya Zian mematung lalu mendengus geli sambil bergumam, "Tumben pakai cium"
"Ayo!" Zian menarik tangan Zena sambil mendekap wadah makanan berisi bolu pandan.
"Yakin kalau tetangga depan rumah kita mau ngajarin Zena Matematika?"
"Yakin"
Setelah menyeberang jalan yang tidak begitu lebar dan tidak begitu ramai, Zian mengetuk pintu, karena pintu gerbang depan tidak dikunci dia langsung saja masuk dan mengetuk pintu.
"Kak! Yakin, nih?" Zena mendongak untuk melihat wajah kakaknya.
"Ssstttt!" Sahut Zian.
Pintu terbuka dan pucuk dicinta ulam pun tiba, yang diharapkan Zian terjadi, Alula yang membukakan pintu.
"Kamu? Kamu stalker juga, ya?" Alula mengerutkan kening.
"Stalker?" Gumam Zena dengan kening berkerut.
"Eh! Hobi suka nuduh kamu tuh harus buru-buru diobati! Aku bukan stalker. Aku tetangga depan rumah kamu. Ini adikku Zena" Zian menunjuk adiknya.
Alula mengikuti arah tunjuknya Zian.
"Hai" Zena melambaikan tangan dengan senyum canggung.
"Oh, ha.....hai!" Alula pun tersenyum canggung ke Zena.
"Dan ini kue bolu pandan bikinan Mamaku. Sebagai protokol penyambutan tetangga baru, hehehehe" Zian menyodorkan wadah makanan berisi bolu pandan.
Alula menoleh ke Zian dan menerima wadah makanan itu lalu berkata, "Terima kasih" Dengan wajah datar.
Kata Kakak orangnya baik, tapi tadi senyumnya canggung dan ini kok wajahnya datar terus. Batin Zena.
"Ini Kak Alula. Kasih salam" Zian menoleh ke adiknya lalu menoleh lagi ke Alula.
"Alula" Alula tersenyum ke Zena.
"Zena" Zena tersenyum ke Alula.
Melihat senyumannya Alula yang merekah alami untuk yang pertama kalinya, dada Zian jedag-jedug tidak karuan.
Anying!!!! Manis banget senyumnya. Batin Zian.
Wah! Kayaknya emang baik. Manis banget senyumnya. Batin Zena.
"Kenapa masih berdiri di sini?" Tanya Alula ke Zian.
"Adikku minta diajarin Matematika dan aku sedang sibuk ngerjain skripsi. Tolong ajarin adikku, ya? Nanti berapa bayarannya gampang" Zian lalu bergegas berbalik badan dan berlari kecil menuju ke pinggir jalan sambil berteriak, "Aku pergi dulu, aku nitip adikku. Satu jam lagi aku jemput dia"
Alula terpaku dan melongo sambil mendekap wadah makanan berisi bolu pandan saat melihat punggung Zian sudah masuk ke pekarangan rumah yang ada di seberang jalan.
Sementara Zena menghela napas panjang. Lalu, adik perempuannya Zian yang berwajah putih dan berkulit putih kayak Zian itu bergumam kesal, "Dasar Kakak nggak ada akhlak. Ninggalin adiknya di rumah tetangga, ish!"
Alula mendengus geli melihat tingkah Zena. Lalu, gadis berponi dan berkulit kuning langsat itu berkata ke Zena, "Ayo masuk! Kakak akan ajari kamu semua pelajaran Matematika yang kamu belum paham"
Zena menoleh kaget ke Alula, "Benar, Kak?"
"Iya, benar. Ayo masuk" Alula menggandeng tangan Zena masuk ke dalam rumah.
Zena masuk ke dalam rumah dan dikejutkan dengan tanya seorang pemuda, "Dia siapa, La?"
Alula menyahut, "Putri tetangga seberang rumah"
Alula lalu meminta Zena duduk.
Zena duduk dan Alula menoleh ke pemuda itu, "Kamu nggak pulang? Aku mau mengajari Zena Matematika"
"Oh, oke, aku pulang dulu. Nanti aku ke sini lagi anter makanan buat kamu" Pemuda itu bangkit berdiri lalu mengangguk ke Zena.
Zena membalas anggukkan pemuda itu dengan senyum canggung.
"Nggak usah ke sini. Aku bisa belanja dan masak sendiri" Sahut Alula acuh tak acuh.
Zena melihat pemuda itu melangkah ke pintu dengan helaan napas panjang.
"Mana soalnya?" Tanya Alula.
Zena menoleh kaget ke Alula lalu membuka buku tugasnya dengan cepat, "Tadi Kakaknya Kakak?" Tanya Zena saat Alula menunduk ke buku tugasnya Zena.
"Dia putra temannya Mamaku. Mama menjodohkan aku dengannya, tetapi aku tidak menyukainya" Sahut Alula dengan masih menunduk ke buku tugasnya Zena.
Zena hanya manggut-manggut. Lalu, adik perempuannya Zian itu fokus mendengarkan penjelasannya Alula tentang soal matematika yang tidak dia pahami.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!