"Nona pertama, saya tidak akan berani masuk ke dalam kamar Tuan muda lagi. Saya mohon ampuni saya." Pelayan wanita itu terus memohon tanpa henti. Wajahnya sudah penuh luka pukulan. Dia merangkak berusaha menghampiri wanita bergaun hijau zamrud dengan jahitan benang emas membentuk ranting saling menyatu. "Nona pertama saya mohon."
Wanita yang baru saja sampai di halaman depan itu menatap penuh rasa jijik. "Budak rendahan." Tatapan tajam tanpa belas kasihan. "Pukul dia delapan puluh kali. Jika masih hidup jual di tempat hiburan." Melangkah menuju ke tempat duduk yang ada di taman kecil. "Aku sendiri yang akan menghitung setiap pukulan. jika masih ada yang kurang aku menginginkan nyawa kalian semua."
"Baik," ujar serentak semua pelayan. Mereka sangat ketakutan melihat Nona pertama telah memberikan perintahnya.
Wanita pelayan yang sudah berani menggoda Tuan muda kedua Han Rui di seret dua pelayan laki-laki menuju ke kursi panjang. Kursi yang khusus untuk menempatkan seseorang saat di berikan hukuman pukulan.
"Nona pertama, saya mohon. Saya akan melakukan apa saja. Aaaa..." Pukulan pertama telah di mulai. "Aaa..." Kedua.
"Tiga, empat." Nona pertama menatap santai menikmati teh hangat yang baru saja di tuangkan pelayan pribadinya Li An. Dia sedikit melirik dengan ekor matanya, "Apa aku tidak memberi kalian makan? Lebih kencang." Meminum teh pada ujung cangkir.
"Aaaa..." Teriakan itu semakin kuat dan semakin menakutkan. Semua pelayan hanya dapat menundukkan kepala mereka.
Buurr...
Darah menyembur dari mulut wanita pelayan. Tubuhnya terkulai lemah bahkan nafasnya juga hampir terhenti.
"Jika masih hidup jual ketempat hiburan." Menatap tidak peduli. Nona pertama Han Yu bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan santai meninggalkan tempat eksekusi. Enam pelayan wanita mengikutinya dengan setia begitu juga pelayan pribadinya Li An. Baru saja kakinya akan melangkah masuk kedalam ruangan kamar. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Dia membalikkan tubuhnya menatap kearah suara.
"Kakak perempuan." Tuan muda kedua Han Rui berlutut di depan kakak perempuannya. "Sekalipun dia bersalah. Tetap saja kesalahannya tidak harus mendapatkan hukuman seperti ini. Aku mohon jangan menjualnya. Dia sudah mendapatkan delapan puluh pukulan tidak akan bertahan lama."
Nona pertama Han Yu menatap adiknya untuk beberapa saat. Lalu berkata, "Adikku yang bodoh. Dia pantas mendapatkannya. Budak rendahan itu sudah merindukan untuk memanjat tempat tidur tuannya sejak lama. Jika aku berhati lembut bisa saja akan lebih banyak mahluk rendahan yang menginginkan menjadi tuan rumah."
Tuan muda kedua Han Rui menatap kearah kakak perempuannya. "Kakak, dia juga manusia. Bagaimana kakak bisa mengorbankan satu nyawa?"
Seringaian malas terlihat di wajah cantik Nona pertama Han Yu. "Adik kedua, kakak hanya membalaskan kekesalanmu. Kenapa kamu seperti sedang menghakimi kakakmu sendiri? Semua ini kakak lakukan demi kebaikanmu." Melangkah masuk kedalam ruangan kamar. Saat pintu akan di tutup, "Jangan biarkan dia hidup."
"Baik." Penjaga di depan pintu menjawab dengan cepat.
Tuan muda kedua Han Rui menatap tidak berdaya kearah pintu kamar kakak perempuannya. "Kakak, dia juga manusia." Berusaha bangkit perlahan di bantu pelayan laki-lakinya. "Aku mohon biarkan dia hidup."
Sedangkan di halaman depan eksekusi di lakukan. Pelayan wanita itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Dia menghembuskan nafas terakhirnya. Di saat Tuan muda Han Rui mendekat pandangan matanya menjadi kosong. 'Maaf. Karena aku, kamu menjadi seperti ini.' Jika pelayan wanita itu tidak menyembunyikan kebenarannya. Tentu saja nyawanya akan aman.
Secara tidak sengaja pelayan wanita itu memergoki Tuan muda Han Rui yang tengah bercinta dengan pelayan lain di kediaman. Di hari itu siapa sangka kakak perempuannya justru menangkap orang yang salah dan menganggap pelayan wanita itu yang telah berpikiran lebih terhadap dirinya. Yang mengakibatkan nyawa pelayan wanita tidak bisa di pertahankan. "Kuburkan dia dengan layak." Kedua matanya jatuh pada gadis muda seusianya yang ada di ujung halaman menatap dengan ketakutan.
Nyonya Han dan Tuan Han kembali dari luar kota membawa banyak barang bawaan. Perhiasan, gaun, juga masih banyak lagi benda kesukaan Putri pertama mereka. "Ada apa?" Nyonya Han menatap kearah para penjaga yang sudah menyeret jasad pelayan wanita menjauh.
Salah satu pelayan wanita mendekat. "Nyonya besar, pelayan itu telah tertangkap basah karena mengambil barang pribadi Tuan muda."
Nyonya Han mengerutkan keningnya. "Han Yu yang melakukannya? Pelayan itu tidak seharusnya mati."
"Benar."
Wanita paruh baya itu menghela nafas dalam di hatinya. "Putri kita menjadi semakin ganas. Suamiku, kita sebagai orangtua harus memberitahunya. Nyawa manusia lain juga sangat berharga. Sekalipun pelayan itu salah tetap saja membunuhnya bukanlah tindakan yang di benarkan."
Tuan besar Han justru menatap santai. "Pelayan itu juga yang salah. Kita tidak bisa menyalahkan Han Yu. Sudah jangan memikirkannya lagi. Seminggu lagi pernikahan Han Yu akan di langsungkan. Jangan mempermasalahkan hal yang tidak penting." Menarik istrinya pergi.
Tuan muda Han Rui ikut pergi menuju kamar pribadinya.
Seminggu setelahnya, pernikahan megah Nona pertama Han Yu di lakukan. Meksipun dia hanya di jadikan selir Kaisar. Tetap saja kemewahan dan keagungan di dapatkan. Pada awalnya keluarganya menentang tapi karena ambisi Nona muda Han Yu. Gadis itu bisa menjadi selir Kaisar yang telah memasuki usia senja.
Setelah pernikahan di langsungkan Nona muda Han Yu mendapatkan gelar Selir utama Jing Xui. Tidak butuh waktu lama Selir utama Jing Xui berhasil menduduki posisi Selir Agung. Segala macam tindakan kotornya membuat dirinya dapat menjadi wanita mulia.
Hingga sebuah tragedi besar menimpanya. Selir Agung Jing Xui ketahuan berselingkuh dengan pangeran kedua putra tirinya sendiri. Bahkan mengandung bayi dari putra tirinya. Kaisar Jing Bai memutuskan merajam Selir kesayangannya. Dan menjadikan putra keduanya Pangeran kedua Jing Fan sebagai Kasim lalu mengasingkannya.
Gadis di atas tempat tidur membalikkan tubuhnya. Dia telah berada dalam posisi tengkurap dengan ponsel di tangannya. "Huh," Mendengus. "Penulis sekarang bahkan memiliki imajinasi yang sulit di bayangkan orang awam. Bagaimana bisa pemeran utama menjadi wanita kejam, bengis, gila, bodoh, dan penuh trik konyol. Bahkan memiliki akhir yang tragis." Menarik boneka seukuran dirinya sebagai bantalan di tubuhnya.
Kolom komentar :
*Cerita tidak masuk akal*.
*Cerita terlalu terfokus dengan kegilaan pemeran utama*.
*Penulis sampah*.
*Nggak pecus jadi penulis*.
*Penulis Anji*\*\*...
*Hapus tulisan nggak guna*...
*Bodoh*...
Ribuan pembaca langsung berkomentar tanpa henti. Memaki penulis cerita dengan sangat kejam.
Belum selesai gadis itu menyelesaikan membaca semua komentar yang terus meningkat.
Kkrriiingg...
Ponselnya berdering.
Dia langsung mengangkatnya. "Ada apa kakak?"
"Kamu udah baca novel Selir Agung?" ujar suara di sambungan ponsel.
"Sudah," saut gadis itu menidurkan kepalanya di atas boneka. "Kakak juga baca novel Selir Agung?"
"Ehem... Sebenarnya aku yang buat novel itu. Bagaimana menurutmu? Apa kakak memiliki bakat menjadi penulis?" Wanita di sambungan ponsel masih menunggu jawaban dari keponakannya.
Xiao An terhentak kaget dan langsung duduk di atas tempat tidur. "Em? Kakak yang buat novel Selir Agung?"
"Iya. Kamu suka dengan jalan cerita yang kakak buat? Aku lihat banyak komentar yang terus masuk. Tapi aku takut membacanya." Wanita itu terdengar sangat antusias.
"Cerita yang kakak buat benar-benar lain dari yang lain. Sangat menyegarkan dan berbeda," ujar Xiao An berusaha mencari kata-kata yang pas.
Xiao An melemparkan ponsel di tangannya kearah tempat tidur. "Untung saja aku tidak keceplosan." Dia membaringkan tubuhnya lalu memejamkan kedua matanya. Hela nafas lega hanya dapat di rasakan beberapa menit saja. Setelah ponselnya berdering kembali, dia melihat nama yang ingin dia hindari. "Iya kak?" ujarnya setelah mengangkat panggilan yang masuk.
"Aaaahhhaaaaa..." Suara tangisan kencang terdengar dari sambungan panggilan. "Banyak sekali orang yang memberikan hujatan. Kenapa mereka tidak bisa memberikan saran yang masuk akal. Atau memberikan masukan yang bisa di gunakan sebagai referensi peningkatan cerita selanjutnya. Para pembaca sangat kejam. Aaaa... Aku benci mereka semua."
Gadis yang masih membaringkan tubuhnya langsung bangkit. Dia duduk mendegarkan dengan cukup serius. Tanpa dia sadari sudah lebih dari satu jam Bibi kecilnya menangis terus menerus. Kerutan tipis terlihat di keningnya di saat dia ingin segera pergi ke kamar mandi. Perut bagian bawah sudah tidak bisa menampung keinginan untuk tetap diam. "Em... Iya. Jangan dengerin omongan mereka. Kakak hebat, dan harus terus berusaha untuk bangkit lagi." Gadis itu bangkit dari tempat duduknya. Berjalan kearah kamar mandi dengan ponsel masih menempel di telinga sebelah kanan.
"Xiao An, apa aku benar-benar tidak bisa menjadi penulis profesional seperti yang mereka katakan?"
Pintu kamar mandi di buka. "Kakak, setiap orang selalu memiliki awal entah itu baik atau buruk. Yang pasti selama kita tidak menyerah. Dan menunjukkan kepada mereka jika kakak juga bisa bangkit lagi dengan semua cacian yang mereka berikan. Semua akan baik-baik saja." Xiao An berusaha membenarkan penutup sabun cuci muka yang baru di pakai dua kali. Tepat beberapa detik setelah Bibi kecilnya menutup panggilan telepon.
Trengg...
Sabun cair dalam botol tumpah di lantai kamar mandi. Baru saja dia ingin merapikannya,
Bruuukk...
Tanpa sengaja kaki gadis itu menginjak sabun cair yang tumpah. Dia tergelincir dan terjatuh di lantai kamar mandi. Perlahan pandangan matanya menjadi buram. Ponsel yang jatuh tidak jauh dari tubuh gadis itu memperlihatkan peralihan layar keaplikasi novel. Dan membuka cerita di bab pertama dari novel Selir Agung.
".................."
"Aaaaa...." Gadis itu kembali membuka kedua matanya setelah mencium bau yang sangat menyengat. Dia menekan kening yang terasa pusing. Cahaya kecil hanya terlihat samar dari luar menembus celah retakan di depannya. "Ini dimana? Apa di rumah sedang mati lampu?" Setelah mencoba beberapa kali mengusap kedua matanya untuk memastikan jika dia benar-benar telah sadar. "Em. Bau apa ini? Busuk sekali." Menutup hidungnya. Tanpa ia sadari dia sudah dalam keadaan berdiri menyandarkan tubuhnya di pembatas ruangan. "Apa aku sudah datang kedunia bawah? Kenapa gelap sekali?"
Dia berusaha untuk berjalan perlahan mencari pegangan. Namun,
Bdrrukk...
Bbrukk...
Byyuurr...
"Nona pertama," teriakan dari luar terdengar cukup kuat. Wanita dengan balutan baju pelayan masuk tergesa-gesa. Dia hanya bisa menatap tidak percaya saat melihat Nona pertama sudah ada di dalam lubang pembuangan tinja. Pelayan wanita itu berjongkok mendekatkan lentera kearah Nona pertama yang masih ada di dalam lubang. "Nona pertama," suaranya sangat pelan. Saat ini nyawanya ada dalam bahaya.
Han Yu menatap putus asa. "Siapa pun di sana. Tolong bantu aku. Uakakkk..." Seluruh tubuhnya di selimuti kotoran. Gaun berwarna biru laut terdalam, bertaburkan permata dengan jahitan benang emas kini seperti gaun bekas. Keadaannya sangat kacau. Dia mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan di atasnya. "Uaaakkk..." Entah sudah berapa kali dirinya mengeluarkan semua isi perutnya. Yang pasti nafasnya menjadi tidak menentu.
Dengan gemetar pelayan wanita menarik Nona pertama untuk segera naik keatas. Setelah usaha yang cukup ekstra akhirnya Nona pertama bisa terbebas dari lubang pembunuh. Pelayan wanita berlutut lalu bersujud dengan tubuh bergetar ketakutan. "Nona pertama semua karena kesalahan saya. Tolong ampuni saya."
Han Yu menahan nafasnya beberapa kali agar bau busuk tidak tercium. Tetap saja usahanya gagal. Bau itu sudah melekat di seluruh tubuhnya. Dia menatap binggung kearah wanita yang sudah bersujud di depannya. "Nona apa kamu bisa mengantarkan ku kekamar mandi di dekat sini?"
Wanita pelayan bangkit melirik sebentar apakah Nona pertama benar-benar tidak mempermasalahkannya. Setelah melihat tidak ada raut wajah marah dari Nona pertama. Pelayan wanita itu baru berani berdiri. "Nona pertama bisa mengikuti saya." Dia berjalan lebih dulu.
"Nona, apa kamu bisa berjalan lebih cepat. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi," ujar Han Yu pelan.
Pelayan wanita mengangguk mengerti.
Gadis itu di arahkan menuju kesalah satu kamar mandi terdekat dengan ruangan dalam yang sangat mewah. Baru saja masuk dia mencium bau dupa wewangian yang sangat harum. Keranjang-keranjang buang tertata rapi di samping bak mandi. Wadah-wadah susu berjejer di ujung ruangan.
"Nona pertama." Pelayan wanita itu ingin membantu melepaskan gaun yang di kenakan Nona pertama Han Yu. Namun gadis itu justru menghindar.
"Tunggu. Apa yang kamu lakukan?" Han Yu mendekap tubuhnya. "Uaaaakkk..." Bau yang melekat tercium semakin kuat. Perutnya menjadi sakit karena memuntahkan isi di dalamnya berkali-kali.
"Nona pertama, saya ingin membantu anda untuk mandi."
"Nona, kamu bisa pergi terlebih dulu. Setelah aku sudah masuk kedalam bak mandi. Kamu bisa membantu." ujar Han Yu dengan suara sumbang karena menahan nafasnya lagi.
Pelayan wanita mengangguk mengerti lalu pergi keluar.
Gadis di dalam ruangan melepaskan satu demi satu lapisan gaun yang ia kenakan. "Bisa-bisanya aku mengalami hal sial dan konyol seperti ini. Ihhh..." Menyeret gaun di lantai dengan salah satu kakinya agar menjauh dari bak mandi. Rasa jijik terlalu kuat menekan dirinya. Setelah menempatkan gaun penuh kotoran di tempat yang ia rasa sesuai. Han Yu langsung masuk kedalam bak mandi yang sudah di penuhi bau rempah-rempah yang kuat. "Itu...siapa? Kamu bisa masuk," teriaknya dari dalam ruangan.
Pelayan wanita masuk, dia terlihat sangat cekatan membantu Nona pertamanya menyiapkan semua keperluan mandi. Botol kaca berisi cairan jernih di tuangkan kedalam bak mandi. Bau harum kasturi menyebar memenuhi ruangan. Setelahnya pelayan wanita menuangkan dua wadah berisi susu segar. Dan menaburkan kelopak bunga mawar yang ada di dalam empat keranjang.
Melihat tubuhnya sudah di penuhi dengan berbagai macam bau wewangian. Han Yu hanya bisa menelan ludah kecut di tenggorokannya. "Sudah cukup. Kamu bisa pergi." Perlakuan yang ia terima seperti dirinya tengah berada di hotel bintang sepuluh. Sangat di istimewakan.
Pelayan wanita itu pergi setelah mendapatkan perintah.
"Wah... Ini seperti kisah perjalanan waktu. Sangat menakjubkan. Tapi, aku ada dimana?" Gadis itu menyandarkan tubuhnya menatap keatas langit-langit kamar mandi. Kepulan asap panas membuatnya jauh lebih rileks dan tenang. Han Yu berendam di bak mandi selama satu jam penuh. Dia tidak ingin bau dari kotoran masih melekat kuat di tubuhnya. Gadis itu mengendus berkali-kali kedua tangannya juga rambutnya. "Syukurlah sudah hilang." Dia bangkit dari bak mandi membuat air meluncur bebas jatuh keatas genangan air.
Pelayan wanita masuk kembali memberikan gaun baru untuk Nona pertama Han Yu. Dia juga membantu gadis itu menata rambutnya menjadi model terbaru di zaman itu.
Gaun sutra berwarna putih bercampur keunguan seperti warna pada kembang sepatu. Terlihat sangat menawan juga anggun. Di lapisan luar tali panjang di kedua sisi terikat rapi memperlihatkan lekukan pinggang.
Trriingg...
Tusuk konde perak dengan manik berbentuk bunga Adeniun atau lebih di kenal bunga kaktus gading menjadi keselarasan yang sangat pas.
Pelayan wanita mundur setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Senyuman tipis terlihat menawan di wajah Han Yu. "Akhirnya sudah selesai." Saat dia ingin melangkah keluar dari kamar mandi. Dia menghentikan langkahnya tepat di hadapan pelayan wanita. Dia melirik kearah wanita yang masih diam menundukkan kepalanya. "Nona, apa kamu bisa mengatakan siapa aku?"
Mendengar itu pelayan wanita berlutut kembali. "Nona pertama, ampuni saya."
Han Yu mengerutkan kening kebingungan. Tepat di waktu kedatangannya dia sudah dalam keadaan kacau. Sehingga pikirannya masih tidak dapat mencerna dengan baik mengapa dia bisa datang ketempat asing itu. Jika di pikirkan kembali gadis itu mulai merasa sangat aneh. Pelayan wanita di depannya selalu menyebutkan Nona pertama. Hanya satu kalimat sederhana sudah membuat pelayan wanita bergetar ketakutan.
Gadis itu berjongkok, "Nona, aku tidak akan memberikan hukuman. Tapi bisakah kamu menjelaskan siapa aku?"
Pelayan wanita bangkit menatap binggung.
Han Yu berdiri kembali, "Begini. Setelah terjatuh di, ehem... lubang itu. Kepalaku terbentur pelan sehingga mengalami hilang ingatan sementara."
"Anda Nona pertama dari kediaman perdana menteri keuangan Han. Memiliki satu adik laki-laki," jelas Pelayan wanita.
"Han Yu, nona pertama? Kenapa sepertinya aku pernah mendengar nama ini sebelumnya?" Gadis itu mencoba menata kembali ingatannya. Saat dia sadar keterkejutan terlihat jelas, "Han Yu, pemeran utama yang di buat antagonis Bibi kecil? Ini? Haih..." Gadis itu langsung duduk di lantai. Membuat pelayan wanita berlutut dengan tiba-tiba.
...[Selamat datang di sistem pengoptimalan...]...
Pelayan wanita itu berhenti bergerak. Kedipan mata bahkan tidak terjadi untuk beberapa detik selanjutnya.
"Siapa yang sedang bicara?" Han Yu bangkit dari lantai kamar mandi. Dia melihat kesekitar mencoba memastikan dia tidak sedang berhalusinasi.
...(Pengguna yang terhormat. Selamat menikmati perjalanan lintas waktu dalam novel Selir Agung.)...
"Apa kamu tuan sistem?"
...(Bisa di bilang seperti itu.)...
"Sistem sialan. Kenapa menarikku ketempat seperti ini? Membuatku terjatuh di tempat menjijikkan," teriak gadis itu memaki. Mengeluarkan semua kekesalannya. Dia menggulung lengan bajunya. "Keluar. Lihat saja apa yang bisa aku lakukan."
...(Sistem tidak terdeteksi.)...
"Heh," mendengus kesal. "Bisa-bisanya tidak mendeteksi ucapanku."
Tikiikk...
Suara ketikan terdengar.
...(Jalan cerita sepenuhnya mengikuti keputusan pemeran utama.)...
...Peringatan......
...(Semua kecelakaan yang di alami di dalam novel akan berpengaruh langsung terhadap dunia nyata.)...
"....?"
...(Selamat menjelajahi perjalanan waktu yang kami sediakan.)...
"Tunggu. Bagaimana aku bisa keluar dari tempat bobrok ini?"
...(Sistem rusak...)...
"Ini? Wooiii... Sistem sialan. Bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini?"
...(Sistem rusak...)...
Ttiiiiiiiii...
"Aaa..."
Dengungan kuat menekan telinga. Di menit setelahnya pelayan wanita bisa kembali bergerak. "Nona pertama." Dia ikut berdiri dengan perasaan yang masih binggung. Dia bahkan tidak sadar jika Nona pertamanya sudah bangkit lagi.
Han Yu melepaskan kedua tangannya pada telinga. Dia menatap malas setelah mendapati informasi tidak mendetail dari sistem yang telah membuat jiwanya datang ke dunia novel. Kedua tangannya menyilang di dada saat berjalan keluar dari kamar mandi. Di luar keadaan cukup menakjubkan. Cahaya lentera yang berjejer di setiap sudut ruangan gelap menggantikan lampu penerangan. Para penjaga kediaman berpatroli kesetiap tempat yang gelap dan sepi.
Gadis itu berjalan perlahan menyeret gaun indahnya menuju taman depan. Kedua pandangan matanya menatap penuh kekaguman di saat melihat galaxy luar seperti menyatu dengan langit malam. Jumlah tak terhitung dari milyaran bintang bertaburan seperti membuat sebuah keajaiban. Bentuk bulan sangat besar seolah akan menabrak kearah bumi. "Dunia ini tidak terlalu buruk!"
Kunang-kunang berterbangan menghiasi taman. Cahaya kerlip kecil kekuningan menjadikan suasana semakin menenangkan. Han Yu menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Udara sangat sejuk juga sangat menyegarkan. "Apa ini benar-benar dunia novel? Kenapa terlihat seperti dunia nyata. Atau dunia paralel yang saling bersinggungan dengan dunia yang aku tempati?"
Pandangan matanya jatuh pada pohon kecil bercahaya yang ada di taman. Pohon itu memiliki warna putih salju dengan daun sedikit kemerahan. Buah kecil terlihat sudah ada di salah satu cabang batangnya. "Ini pohon apa?" Menunjuk.
"Nona pertama, nama pohon ini Bai memiliki arti putih, suci juga murni."
Senyuman lembut terlihat di wajah Han Yu. Dia berjongkok agar bisa melihat lebih dekat. Perlahan dia mencoba menyentuh pohon Bai. Satu ketukan lembut justru membuat pohon Bai langsung layu. Cahayanya juga menghilang dan semua helai daun berguguran. Gadis itu langsung berdiri kembali. "Yah... Aku tidak sengaja." Dia mengangkat kedua tangannya.
Pelayan wanita hanya bisa menelan ludah pahit di tenggorokannya.
"Kenapa pohon Bai serapuh ini?" Dia melihat kesekitar. Untung saja hanya pelayan wanita di sampingnya yang tahu akan hal tidak terduga itu. Dia berjongkok kembali, "Bantu aku." Menggali tanah di sekitar tumbuhnya pohon Bai dengan tangan kosong.
Pelayan wanita mengikuti perintah Nona pertamanya. "Baik."
Mereka terus menggali dan sesekali menatap kesegala arah berusaha untuk melihat situasi. Hingga gadis itu berhasil mencabut pohon Bai sampai keakarnya lalu menyembunyikannya di dalam saku bajunya. "Hufhhh..." Menghela nafas lega. "Hanya kita berdua yang tahu akan hal ini. Apa kamu mengerti!" Bisiknya pelan.
Pelayan wanita mengangguk setuju.
"Ayo kita pergi ke kamar." Menarik lengan pelayan wanita. "Kemana arah kamar?" bisik pelan Han Yu.
"Kearah sana." Pelayan wanita itu menunjuk kearah jalan yang seharusnya mereka lewati untuk dapat sampai di kamar Nona pertama.
Kreekk...
Bbrruukkk...
Pintu di tutup kuat setelah mereka masuk kedalam kamar. "Huh, untung saja situasi masih aman." Gadis itu mengeluarkan tanaman Bai dari saku bajunya. Dia meletakkan tanaman itu di atas meja lalu duduk menatap cukup lama. "Kesini." Melambai kearah pelayan wanita yang sudah berdiri tepat di samping pintu masuk.
Tidak ada tanggapan.
Han Yu menatap kearah pelayan wanita. "Kenapa masih di sana? Cepat kesini," ujarnya dengan nada biasa untuk memberikan perintah.
"Nona pertama, apa saya memiliki kesalahan yang sulit termaafkan?" Tangannya bergetar. "Sikap berbeda anda membuat saya semakin takut." Menundukkan kepalanya.
Han Yu kembali tersadar jika pemeran utama memiliki suasana hati yang sulit di prediksi. Dia bahkan tidak pernah memberikan izin kepada pelayan untuk masuk lebih jauh kedalam kamar. Hanya membiarkan pelayan diam di samping pintu masuk menemaninya sepanjang hari. Dan memberikan empat jam saja untuk istirahat di malam hari. Gadis itu menghela nafas dalam. Dia tersenyum hangat, "Tidak apa-apa kamu bisa datang kesini."
Melihat perubahan sikap Nona pertama, Pelayan wanita merasa tenang. Dia mendekat kearah Nona pertama berlutut di hadapannya untuk menyetarakan dirinya dengan tempat duduk.
Han Yu bangkit membantu pelayan itu agar berdiri. "Jangan selalu berlutut. Duduk di kursi itu, kita lihat pohon Bai bersama-sama. Aku membutuhkanmu untuk menyelamatkan pohon Bai."
Pelayan wanita mengikuti setiap perintah yang di berikan Nona pertama. Dia merasa jika sikap Nona pertama benar-benar telah berbeda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!