NovelToon NovelToon

Zea'S True Story

ZTS 1

"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.

"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.

Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.

"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.

Tetapi suaminya selalu saja tidak terima dan selalu berkata. "Masa lima puluh ribu masih kurang. Padahal Aku setiap hari selalu kasih kamu uang lho, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan?"

Zea benar-benar merasa bosan harus hidup miskin. Tetapi dia bisa apa? Sudah berbagai cara yang dia mampu dan bisa dia lakukan, tetapi belum ada hasil yang sesuai.

Zea merasa frustrasi dan kesal dengan reaksi suaminya. Dia merasa bahwa suaminya tidak memahami betapa sulitnya mengatur keuangan rumah tangga dengan uang yang terbatas.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan lagi, Mas," kata Zea dengan suara lelah. "Aku sudah mencoba menghemat uang sebanyak mungkin, tapi tetap saja tidak cukup. Aku merasa seperti aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi, Aku pusing."

Andam melihat wajah istrinya yang murung dan merasa sedikit bersalah. Dia tahu bahwa Zea tidaklah boros, tapi dia juga merasa bahwa dia sudah melakukan yang terbaik untuk menyediakan kebutuhan rumah tangga.

"Baiklah, aku akan mencoba mencari cara untuk meningkatkan pendapatan kita," kata Andam dengan suara yang lebih lembut. "Tapi aku juga ingin kamu untuk mencoba mengatur keuangan kita dengan lebih baik lagi. Mungkin kita bisa membuat anggaran yang lebih realistis dan mencari cara untuk menghemat uang."

Zea mengangguk, merasa sedikit lega bahwa suaminya akhirnya mau mendengarkan dan mencoba mencari solusi bersama-sama.

"Baiklah, aku akan mencoba," kata Zea. "Tapi aku juga ingin kamu untuk memahami bahwa aku tidaklah boros. Aku hanya ingin kita bisa memiliki kehidupan yang lebih baik."

Andam mengangguk, merasa bahwa dia mulai memahami perspektif istrinya.

"Aku akan mencoba memahami, Zea," kata Andam. "Dan kita akan mencari cara untuk meningkatkan kehidupan kita bersama-sama."

..................................

Esok harinya, pukul sembilan pagi.

Andam baru saja pulang dari berdagang dipasar pagi yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Dia turun dari motor bututnya dan mengangkat barang dagangan yang masih tersisa banyak.

Brug

Andam menjatuhkan kasar barang dagangannya.

Zea, yang tengah masak didapur sederhananya terlonjak kaget mendengar suara seperti benda jatuh didepan rumah sederhananya.

Zea mengecilkan api kompor dan melihat ke depan rumah. Begitu sampai diteras rumah Zea melihat suaminya terduduk lesu dipinggiran teras.

"Mas, Kamu sudah pulang? Kok Aku tidak mendengar suara motornya," kata Zea, dia mendekat pada suaminya dan mencium punggung tangannya yang hitam.

"Bensinnya habis, Aku dorong!" ketus Andam, dia sebal pada Zea karena bertanya diwaktu yang tidak pas. Dia sedang lelah karena mendorong motor dan pusing karena dagangannya belum mendapat untung. Boro-boro untung dapat separuh modalnya saja juga belum.

Zea beroh ria saja dia tidak tahu harus menanggapinya apa, dia memilih kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak.

Andam melirik Zea yang sudah masuk rumah dengan kesal. "Bukannya bantuin malah diam saja! Apa tidak kasihan melihat suaminya mendorong motor!" sungut Andam, dia segera beranjak dan masuk rumah.

Dia duduk dilantai di ruang TV dan segera menghitung uang yang pagi ini di dapatnya. Dengan telaten Andam menghitung uang recehan tersebut hingga selesai.

Di dapur, Zea sudah selesai memasak, lalu dia mengambilkan nasi untuk suami.

"Mas! Kamu ingin langsung makan atau tidak? Biar sekalian Aku ambilkan!" teriak Zea.

"Iya!" balas Andam dari ruang TV, juga dengan berteriak.

Mendengar jawaban suaminya, Zea segera menaruh sayur kangkung campur tempe di atas nasi yang tadi dia ambil dari penanak nasi untuk suami, dia juga ingin makan bersama dengan suami.

Zea membawa dua piring yang sudah terisi nasi dan sayur ke ruang TV di mana suaminya berada. Zea meletakannya di hadapan Andam lalu kembali ke dapur untuk mengambil dua gelas air putih.

"Mas, Aku masak kangkung lagi. Maaf, ya," kata Zea, dia sudah kembali dari dapur dan sudah duduk di depan suami. Mereka memulai makan bersama dengan lauk seadanya.

"Harusnya masak yang lebih enak Ze, masa kangkung terus!" sengit Andam, sambil menikmati makanannya.

Zea cemberut tak suka, tetapi dia tidak ingin menimpali perkataan suaminya. Jika Zea menimpali sudah pasti akan berujung ribut, dan Zea tidak ingin itu terjadi. Hari ini, Zea tidak ingin ada keributan dengan Andam gegara masalah sepele, bisa di bilang gegara sayur kangkung.

Beberapa waktu, Andam dan Zea telah selesai makan bersama. Mereka berdua kini tengah duduk di ruang TV dengan Andam yang kembali menghitung uang pendapatannya.

"Nih," Andam mengulurkan uang dua ribu dan lima ribuan beberapa lembar pada Zea.

Dengan senang hati, Zea menerima uang pemberian suami. Zea segera menghitungnya, setelah tahu jumlahnya dia tetap bersyukur namun juga bersedih.

Melihat wajah istrinya yang ceria berubah murung, Andam menatap Jengah pada Zea. Dia sudah tahu Pasti Zea bersedih karena uang pemberiannya hari ini berkurang dari kemarin.

Tidak tega! Itu sudah pasti yang Andam rasakan saat ini. Namun apa daya karena hasil pagi ini juga berkurang. Jadi, tega tidak tega Andam harus tega.

"Terima saja, dari pada tidak Aku kasih uang sama sekali, jika Kamu ingin uang yang lebih. Kamu jual saja sendiri dagangannya," kata Andam, dia segera pergi dari ruang TV dan duduk diluar, di kanan rumah. Dari pada hatinya trenyuh melihat ekspresi Zea, dia lebih baik menghindarinya.

Zea, dia mau tidak mau harus menyimpan uang tersebut untuk keperluan besok hari. "Tidak apa-apa lah, tiga puluh ribu itu banyak. Aku juga belum bisa mendapatkan uang sebanyak ini. Terima kasih ya, Mas. Terima kasih Ya Allah,"

ZTS 2

Seperti biasa seorang Ibu rumah tangga pasti selalu sibuk dipagi hari. Seperti wanita yang satu ini, dia baru saja selesai beberes rumah dan memasak. Sekarang ini, dia juga harus mengantar anak-anaknya ke sekolah.

Zea Alaska, dia terlihat sedang memanasi motor bututnya diteras rumah. Zea memastikan bahwa motor bututnya sudah siap digunakan. Dia memeriksa bensin untuk memastikan bahwa motor tersebut aman dan tidak kehabisan bensin dijalan.

Setelah memastikan bahwa motor tersebut siap, Zea memanggil anak-anaknya untuk segera berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 kurang 10 menit.

"Ayo, Gean, Giska! Cepat! Kita harus berangkat ke sekolah sekarang juga, sebentar lagi bel sekolah berbunyi!" teriak Zea dari teras.

Gean dan Giska, yang sudah siap dan mengenakan seragam sekolah. Mereka kemudian berlari ke arah Zea, yang sudah menunggu mereka diteras.

Zea membantu anak-anaknya naik ke motor dan memastikan bahwa mereka duduk dengan baik dan nyaman. Setelah itu, Zea memulai motor dan mereka berangkat ke sekolah.

Sekolah Gean dan Giska tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Hanya sekitar 10 menit dari rumah jika menggunakan motor.

Ditengah perjalanan, Zea tidak bisa tidak memikirkan tentang kehidupan keluarganya. Dia merasa bahagia karena anak-anaknya sudah besar dan bisa bersekolah.

Setelah beberapa saat, Zea dan anak-anaknya tiba disekolah. Zea membantu anak-anaknya turun dari motor dan memastikan bahwa mereka sudah siap untuk memulai hari mereka.

"Gean, Giska. Semangat belajarnya hari ini! Ibu akan menjemput kalian nanti sore," kata Zea dengan senyum, dia memberi uang lima ribu pada Gean dan uang tiga ribu pada Giska.

Mengapa uang sakunya berbeda? karena Gean sudah kelas dua dan Giska baru kelas satu sekolah dasar. Giska pulangnya lebih cepat ketimbang Gean.

"Terima kasih, Ibu," kata Gean dan Giska bersamaan.

Zea tersenyum. "Sekarang kalian masuk kelas karena sebentar lagi bel berbunyi." ucap Zea.

Gean dan Giska mengangguk dan berlari ke arah kelas mereka masing-masing. Zea menonton mereka dengan bangga dan merasa bahagia. Zea selalu berusaha untuk menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya.

Benar saja, hanya berjarak dua menit bel sekolah sudah berbunyi. Zea segera menyela motor bututnya dan ingin pulang ke rumah. Tetapi hingga tiga, empat kali dia menyela, motornya sama sekali tidak mau menyala.

"Aduh, ini kenapa lagi motornya. Aku sebel jika motornya tidak nyala-nyala. Malu dilihat orang banyak!" Zea mulai kesal, tidak sekali dua kali motor miliknya selalu seperti ini. Sering tidak bisa nyala jika untuk bepergian, entah itu dekat atau jauh.

"Mbak, Zea!" panggil seorang wanita yang baru saja mengantar anaknya sekolah. dia menghampiri Zea yang terlihat kesusahan menyalakan motornya.

Zea menoleh wanita tersebut, dia adalah Mbak Titin tetangga sepedukuhan, tetapi rumahnya sedikit jauh dengan Zea. "Iya, Mbak." balas Zea dengan rasa setengah malu, pasti Mbak Titin ingin bertanya motornya kenapa.

"Motornya kenapa Mbak?" tanya Titin yang sesuai dengan tebakan Zea.

Zea menahan malu. "Tidak apa-apa kok Mbak,"

Mbak Titin mengamati motor dan Zea dengan seksama. "Serius tidak apa-apa?" Mbak Titin kembali memastikan, soalnya dia tadi sempat melihat Zea menyela motornya beberapa kali namun tidak kunjung menyala.

Zea menggeleng dan berusaha terlihat santai. "Tidak apa-apa, mbak," Zea menjawab dengan pasti.

Mbak Titin mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ya, Mbak. Mau ke pasar beli buah-buahan," pamit mbak Titin pada Zea. Segera pergi setelah Zea tersenyum dan mempersilakannya.

Setelah mbak Titin pergi, Zea mendengus dan semakin kesal pada dirinya sendiri. Kenapa pula dia harus merasakan ini. Dia sudah sering ada dimomen memalukan ini dan Zea mulai bosan.

"Ya Tuhan, kapan Aku bisa punya motor yang bagus dan tidak sering mogok seperti ini. Terus terang saja Aku malu. Aku merasa merepotkan orang lain," keluh Zea.

Dengan menyimpan kekesalan dihati, Zea terpaksa mendorong motornya menuju rumah. Jika Andam sudah pulang dari berdagang, Zea akan berbicara padanya untuk segera membeli motor yang lebih bagus dan tidak suka menyusahkan seperti ini.

...........................

Dipasar pagi, terlihat Andam sedang berjualan buah karena profesinya adalah pedagang buah-buahan. Terlihat jelas jika kali ini Andam tengah sedikit sibuk dengan para pembeli.

"Mas, ini buah semangka harganya berapa?" tanya wanita yang baru saja dari mengantar anaknya sekolah. Dia memegang semangka kecil yang hanya berukuran dua kiloan.

"Itu empat belas ribu, mbak. Satu kilonya tujuh ribu." jawab Andam.

"Mahal sekali. Jangan mahal-mahal kenapa, Mas? Sepuluh ribu deh ya," tawarnya.

Andam tidak menjawab dia hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Halah, sama tetangga sendiri masa begitu. Boleh lah ya?"

Andam menggaruk sisi kepala yang tidak gatal. Sebenarnya dijual seharga empat belas ribu dia untungnya hanya sedikit. Mengapa mesti ditawar sepuluh ribu? Apa pembeli ini tidak tahu jika dirumah sudah ada seseorang yang menunggu kepulangannya dengan membawa banyak uang.

"Maaf, mbak Titin. Harganya sudah pas empat belas ribu," jawab Andam.

"Ya sudah deh Aku beli dua ya," kata mbak Titin akhirnya, dan Andam segera membungkusnya dengan kantong kresek yang ada.

"Oiya, tadi istrinya Mas Andam kaya susah gitu menyalakan motornya, motor butut seperti itu kenapa tidak diganti-ganti. Kasihan loh mbak Zea nya, Mas," ujar mbak Titin, dia yang bertanya pada Zea waktu disekolahan.

Andam tersenyum mendengar aduan dari mbak Titin, tetangga sepedukuhan yang rumahnya sedikit jauh dari tempat tinggalnya.

"Yang penting masih bisa dipakai mbak, ini lagi menabung dulu siapa tahu tidak lama lagi bisa ke beli motor baru," Andam sebenarnya sangatlah ingin membelikan motor bagus pada Zea tetapi uang yang dia miliki belum seberapa.

Dari pada untuk membelikan motor, lebih baik Andam simpan dulu untuk kebutuhan sehari-hari. Apa lagi orang berdagang tidak selalu untung terus, kapan hari terkadang ada masa ruginya.

"Aku do'a kan supaya Mas Andam bisa segera membelikan motor baru untuk istrinya." kata mbak Titin. Andam tersenyum dan segera mengaminkan.

"Semangkanya jadi dua puluh delapan ribu ya, mbak," Andam mengulurkan semangka pada mbak Titin.

Mbak Titin segera membayarnya dan segera pergi dari sana.

Beberapa saat, dagangan Andam sudah habis. Dia segera pulang dan ingin menanyakan tentang motor pada Zea. Apakah benar yang dikata mbak Titin tadi.

..............................

"Mas, belikan motor baru!" ketus Zea, ketika melihat suaminya pulang dari berdagang.

Andam melotot mendengar perkataan Zea. Andam segera turun dari motor dan menyeret Zea masuk rumah. "Istri tidak berguna!"

ZTS 3

"Apa?!" Zea terkejut bukan main, walaupun biasanya Andam selalu marah-marah tapi baru kali ini Zea mendengar Andam mengatakan hal seperti itu padanya.

"Kenapa! Kamu tidak terima Aku mengataimu, Hah!" geram Andam. "Suami baru pulang bukannya Kamu sambut dengan senyuman dan membuatkannya minum. Kamu justru meminta motor baru! Apa kamu tidak memiliki belas kasihan pada suamimu, Zea?!" teriak Andam, dia tidak peduli jika suaranya terdengar oleh tetangga lain, kali ini Andam benar-benar marah.

Melihat kemarahan suaminya kedua mata Zea tiba-tiba mengabur dipenuhi dengan air asin. "Kamu jahat Mas, JAHAT!" teriak Zea sakit hati, dia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dari dalam.

Andam terduduk lesu dikursi kayu diruang tamu, dia menyesal karena telah mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya dia katakan pada Zea. Apa lagi samar-samar dia mendengar isakan tangis dari dalam kamar, Andam yakin jika Zea pasti tengah menangis sekarang. Mendengar isakan Zea, Andam semakin merasa bersalah.

..............................

Esok harinya, pukul delapan pagi.

"Hei! Melamun saja ada apa?" tanya teman satu pasar Andam yang bernama Ajis, saat dia melihat Andam terlihat melamun saja sejak tadi. Bahkan dapat Ajis lihat jika Andam pagi ini terlihat tidak fokus saat melayani pembeli.

"Ini, Jis. Aku sedang bingung. Kemarin Aku bertengkar dengan istriku." jawab Andam dengan wajah lesu dan sedih, jujur Andam masih sangatlah bersalah pada Zea atas perkataannya yang sudah diluar batas kemarin.

Walaupun Andam sudah meminta maaf pada Zea kemarin dan Zea juga sudah memaafkannya, tapi sikap Zea terlihat tidak seperti biasanya. Sekarang Zea terlihat lebih pendiam. Menurut Andam sekarang sikap Zea berubah drastis. Zea menjadi lebih dingin dan berbicara hanya seperlunya saja.

"Bertengkar kenapa, Dam? Kamu bisa bercerita padaku mungkin saja Aku bisa membantu atau setidaknya Kamu lebih lega setelah berbicara padaku." ujar Ajis, dia memang selalu terlihat peduli pada Andam karena mereka sejak dulu adalah teman, teman masa kecil hingga setua sekarang.

Ajis adalah tetangga Andam, rumahnya tidak dekat tetapi tidak terlalu jauh. Jika diukur mungkin hanya berjarak lima puluh meter saja dari tempat tinggal Andam. Mereka sejak dulu memang selalu akrab dan saling membantu jika diantara mereka berdua ada yang sedang kesulitan atau menghadapi masalah.

Andam menghela nafas, dia segera menceritakan kejadian kemarin pada Ajis. Semoga setelah bercerita pada Ajis, Andam bisa menemukan solusi dan jalan keluar agar Zea bersikap seperti biasa lagi padanya. Ternyata didiamkan oleh seorang istri itu tidak menyenangkan tapi menghampakan.

"Oh, seperti itu ceritanya." Ajis manggut-manggut setelah mendengar cerita Andam. Dan dia mulai paham sekarang.

"Wajar saja jika kamu marah, Dam. Tapi kamu tetap salah. Zea benar tapi dia juga salah. Intinya kalian berdua sama-sama benar dan sama-sama salah," kata Ajis lagi.

"Iya, Aku tahu. Makanya cepat berikan Aku solusi, Jis. Siapa tahu Kamu memiliki solusi yang tepat untukku," kata Andam, dia sudah tidak sabar ingin segera mengubah Zea agar tidak pendiam lagi padanya. Menurutnya kesalahan kemarin sangatlah fatal hingga membuat Zea berubah.

...............................

Zea baru saja pulang dari mengantar Gean dan Giska ke sekolah. Tetapi Zea kembali pergi dari rumah setelah mengingat bahwa dia tidak memiliki bawang merah untuk memasak nanti siang. Akhirnya dia pun kembali pergi menuju warung terdekat.

"Mau beli apa Mbak, Zea?" tanya Bu Atun pemilik warung, saat Zea sudah sampai diwarung tersebut.

"Mau beli bawang merah sama bawang putih, Bu. Kalau beli satu ons tetapi dua macam, boleh tidak ya, Bu?" tanya Zea.

"Boleh dong mbak, mau satu ons dua macam?" tanya Bu Atun.

"Iya deh, Bu." jawab Zea, dia memanglah selalu seperti ini. Jika membeli bawang merah selalu satu ons dan isinya ada dua macam. Ingin membeli banyak, misalnya masing-masing satu ons, tapi uangnya harus dia hemat supaya tidak sampai kehabisan uang, dan kebutuhan lain juga bisa terpenuhi. Sukur-sukur Zea masih bisa menyisakan sedikit uangnya untuk ditabung.

"Eh, mbak Zea. Beli apa, mbak?" tanya seorang pria yang seumuran dengan suaminya. Dia adalah Mas Aman.

"Ini, Mas beli bawang." jawab Zea, dia menatap Aman yang terlihat luwes dengan kemeja dan celana jeans hitamnya. "Rapih sekali, Mas Aman ingin kemana?"

"Ini ada job manggung didesa sebelah, mbak. Tapi aku justru sedang bingung ini," Mas Aman menggaruk sisi kepalanya sambil memilih rok0k dietalase kecil khusus rok0k.

"Loh, bingung kenapa, Man? Dapat job masa malah bingung, harusnya ya seneng dong," sahut Bu Atun sambil menimbang bawang untuk Zea.

Mas Aman, dia adalah tetangga berbeda rt dengan Zea dan Andam. Aman pria berusia 37 tahun ini adalah seorang penyanyi disalah satu grup organ tunggal didesa Bambu Lebar yang ditinggali Zea dan Andam. Dia juga seringkali merekrut seseorang untuk dijadikan artis panggung untuk berduet dengannya.

"Ini loh Bu, teman manggungku. Dia malah sedang sakit dia jadi tidak bisa manggung hari ini. Padahal permintaan job harus ada dia mereka ngefans dengannya." kata Aman, dengan kepala yang sibuk mencari siapa pengganti sementara untuk teman manggungnya itu.

"Oalah seperti itu. Ya cari saja yang lain Man, banyak lah yang bisa menyanyi." kata Bu Atun, sambil menyerahkan pesanan Zea. "Eh, lah ini ada mbak Zea, siapa tahu mbak Zea mau bergabung dengan grup organ tunggalmu." saran Bu Atun, sambil menatap Aman yang sedang membakar rok0knya dengan k0rek yang tersedia.

Zea terkejut dengan penuturan Bu Atun. "Lah, Bu. Aku mah tidak cocok menjadi penyanyi suaraku jelek, Bu." kata Zea, sambil mengulurkan uang lima ribu pada Bu Atun. harga bawang satu ons memanglah lima ribu.

Aman merenungkan saran Bu Atun. Tapi tidak ada salahnya jika mencoba saran darinya. Aman menatap Zea. "Tapi tidak ada salahnya jika kita mencoba, mbak Zea. Ayo ikut ke studio musikku kita cek vokal. Mumpung masih ada waktu satu jam untuk manggung diacara,"

Zea terdiam, dia bingung karena belum meminta izin pada Mas Andam. Tapi ... Dipikir-pikir tidak ada salahnya hanya mencoba, lagi pula sebenarnya Zea tidak tertarik dengan dunia tarik suara.

Zea menatap Mas Aman. "Baiklah, Mas Aman. Mari kita coba, tapi ... Jangan tertawa setelah mendengar suaraku,"

...........................

Andam tiba ditempat tinggalnya yang sederhana. Dia turun dari motor dengan senyum yang mengembang. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istrinya.

"Zea, Aku pulang! Ayo kita beli motor baru!" tetapi setelah mencari Zea diseluruh ruangan Andam tidak menjumpainya.

"Dimana Zea?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!