NovelToon NovelToon

Ldr Ko Langgeng?

1

"hallo sayangnya Ion!"

"Hallo juga kesayangan Ray!"

"Masih sibuk ya? Gua kangen nih sama lo."

"Sibuk sih enggak yaa cuma lagi males ngobrol aja sama lo."

"Ko gitu?"

"Gua dapet kabar dari Radit katanya lo kebut-kebutan di jalan karena kabur dari tukang parkir."

"Hehe, tukang parkirnya nyebelin soalnya."

"Nyebelin kenapa?"

"Kepalanya pitak, bikin gak mood liatnya."

"Rion!"

"Maaf!"

"Lagian Radit sukanya ngadu aja deh."

"Heh, lo yang salah ko nyalahin Radit."

"Iya emang Ion yang salah."

**Ldr itu berat**!!

Mungkin bagi sebagian pasangan akan berpikir begitu, tapi tidak dengan Rion dan Rayna. Mereka berhasil menjalani hubungan jarak jauh lebih dari dua tahun.

Rion Hardiansyah, lahir di bulan Agustus tanggal sembilan. Pekerjaannya saat ini adalah pegawai di salah satu cafe yang berada di kota Bandung. Dengan tinggi badan 170cm dan rambut yang sedikit panjang.

Rayna Alifia, lahir di bulan Agustus tanggal tiga belas. Saat ini bekerja sebagai pegawai toko bunga di kota Bekasi. Tinggi badannya tak mencapai 150cm dan rambutnya panjang sedikit bergelombang berwarna cokelat.

Seperti pasangan pada umumnya, ada masanya mereka bertengkar dan saling menyalahkan. Tapi tentu saja ada lebih dari satu hal yang membuat mereka tetap bertahan.

"Lo liat deh si Rion, lama-lama serem juga liat dia senyum-senyum sendiri," ucap seorang pria. Namanya Raditya, salah satu teman kerja Rion yang mempunyai jambul kecil di rambut depannya. Tingginya hanya 155cm, bisa dibilang paling pendek diantara mereka.

"Biarin aja sih, namanya juga bucin," jawab pria di sebelahnya. Faisal Renata nama lengkapnya. Nama belakangnya diambil dari nama ibunya, karena itu sering menjadi ejekan oleh yang lain. Tingginya 172cm, lebih tinggi sedikit dari Rion. Rambutnya yang panjang sepundak sering ia kuncir. Teman SMA Rion yang sekarang bekerja di cafe bersamanya.

"Kalo ada nominasi makhluk paling bucin gua yakin si Rion bakal jadi juara," ujar Radit sambil tertawa dengan kedua tangan yang dengan lihai membersihkan meja.

"Bacot ah lo pada, mending cari pacar juga," sahut Rion yang mematikan ponselnya kemudian ia simpan di dalam saku celana hitamnya.

"Lah gua kan udah ada, Anita sang pujaan hati." Radit memamerkan ponsel dengan tampilan layar seorang wanita cantik berambut pendek kepada kedua temannya.

"Geleh, mending dia mau sama lo," jawab Faisal.

"Pantang mundur sebelum maju bro."

"Btw kapan lo ajak Rayna ke Bandung?" tanya Radit.

"Ck, nanti dia kecapean."

"Ya kali-kali atuh ajak keliling Bandung."

"Mending gua yang bolak-balik bawa oleh-oleh ke sana." Rion menjawab sambil menyapu lantai cafe.

"Iya deh si paling perhatian," ucap Radit mengejek.

"Sirik aja lo jomblo!"

"Mampir dulu gak nih?" tanya Faisal.

"Gas lah," jawab Rion.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, kini Rion dan kedua temannya menikmati suasana malam di sebuah pos ronda tak jauh dari tempat mereka tinggal. Menghabiskan waktu untuk mengobrol dan menghabiskan makanan ringan bersama. Kebetulan sekali mereka bertiga tinggal di kompleks yang berdekatan.

Radit memetik gitar kesayangannya dengan penuh penghayatan sedangkan kedua temannya bernyanyi dengan suara seadanya. Memang tidak ada yang bisa bernyanyi diantara mereka bertiga dan hanya Radit yang bisa memainkan gitar.

*Anugerah terindah-Andmesh*, judul lagu yang mereka nyanyikan.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Rion. Ia tersenyum saat membaca satu nama yang tertera di layar ponselnya. Dengan semangat ia menekan tombol hijau di layar.

"Hallo Rayna!" bukan Rion yang pertama kali menyapa, melainkan Radit yang bersuara.

"Cewek gua!" Rion memukul paha Radit, membuatnya meringis merasakan pedih di pahanya.

"Sakit anjir!" keluhnya.

"*Ihh ko belum pulang sih*?" Rayna bertanya dari layar ponselnya.

"Iya soalnya kita gabut dulu di sini," jawab Rion.

"*Yaudah nanti aja aku vc lagi kalo udah di rumah*."

"Jangan atuh, emang gak kangen sama aku?" tanya Rion dengan tatapan yang sengaja dibuat sesedih mungkin.

"*Takut ganggu kamu lagi main*," ucap Rayna menjelaskan. Ia sedang sibuk merapikan peralatan make up miliknya di atas meja rias.

"Santai aja weh sama kita mah Ray!" sahut Faisal.

"Iya, anggap aja pacar sendiri." lagi-lagi Radit berucap, membuat Rion menatap sinis.

"Goblok!" ucap Rion kemudian.

"*Udah ah nanti aja, aku pusing denger kalian bicara*."

"Gara-gara lo nih!" sentak Rion.

"Kapan main ke Bandung Ray?" tanya Faisal ikut menunjukkan wajahnya di kamera.

"*Nanti aja kalo liburnya lama, kata Rion takut kecapean kalo liburnya cuma sehari*."

"Iya atuh, nanti kita ajak nyeblak di sini."

"*Mau*!" terima Rayna dengan bersemangat.

"Gak ada nyeblak-nyeblak ya." Rion dengan tatapan tajamnya membuat Rayna memanyunkan bibirnya.

"*Tapi jangan ajak Rion soalnya dia mah gak ngebolehin gua makan seblak*."

"Tenang aja nanti gua yang temenin lo makan seblak terenak di Bandung," ajak Radit.

"*Beneran*?" tanya Rayna antusias.

"Yoi," jawab Radit.

"Pacarmu itu siapa Rayna?" tanya Rion. Wajahnya sudah tidak bersahabat, kesal karena hanya Rion yang tidak bisa makan seblak.

"*Hehe maaf sayang*."

"Gitu kamu mah." Rayna tak menanggapi dan hanya menunjukkan senyum dengan mata terpejam.

"*Gua nitip Rion ya, awas aja kalo dia main sama cewek lain di Bandung*!" Rayna menunjukkan kepalan tangannya di hadapan Rion.

"Astaga sayang, gak mungkin ada yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku."

"Cuihh." Radit menyahut. Sudah biasa mendengarkan gombalan yang diberikan Rion kepada Rayna.

"*Yaudah gua tutup ya, bye sayang*."

"Bye." Rion menutup panggilan kemudian mengambil kunci motor dari dalam sakunya.

"Mau kemana?" tanya Faisal melihat Rion yang sudah siap di atas motor memasang helmnya.

"Mau vc sama Rayna di rumah."

"Gua pikir hubungan kita spesial, ternyata lo lebih milih pacar lo itu," ucap Radit dengan penuh drama. Satu tangannya meremat dadanya.

"Ya jelas lah gua milih pacar gua, ngapain juga gua mikirin tapir kaya lo." Rion menyalakan motornya dan bersiap untuk melaju meninggalkan kedua temannya. "Gua balik dulu ya Sal."

"Ish anjing lo," maki Radit.

*Mungkin sebagian pasangan meremehkannya tapi hubungan yang baik tercipta karena komunikasi yang baik pula*. *Begitulah yang selalu diterapkan di hubungan mereka berdua*. *Saling mengabari tak hanya saling mengerti*.

2

Suara jarum jam berdetak di kala sepi. Sebuah kamar gelap gulita dengan sang pemilik di dalamnya sedang menikmati indahnya mimpi dalam balutan selimut.

Berkali-kali suara alarm terdengar tak mengusik sang pemilik kamar untuk bangkit dari tidurnya. Ia semakin menikmati mimpinya dan menarik selimut agar lebih menutupi tubuhnya.

Tapi semua itu tak bertahan lama sebab suara gebrakan dari luar kamar mengganggu ketenangannya. Suara pintu yang diketuk dengan irama tak beraturan.

"Lo mau bangun sekarang atau gua dobrak kamar lo!" teriak seorang wanita yang masih menggunakan piyamanya lengkap dengan roll rambut yang masih menggulung dengan beraturan.

"Bersisik anjir! Gua dah bangun!" dari dalam kamar seorang wanita bersuara, tak mau kalah dengan seseorang yang mengetuk dengan keras pintu kamarnya.

"Rayna!" teriaknya lagi dari luar kamar.

"Iya ini gua bangun." selimut yang sebelumnya membungkus tubuhnya kini ia hempaskan begitu saja. Tangannya berusaha menggapai ponsel yang masih berbunyi dengan nyaring.

Rayna bangkit dari kasurnya, berjalan dengan langkah yang masih belum seimbang untuk membuka jendela kamarnya.

Dering ponsel terdengar, kali ini bukan sebuah alarm yang sengaja ia pasang. Suara dering yang menandakan sebuah panggilan.

"Hallo cantik!" Rayna tersenyum saat layar ponselnya menampilkan wajah sang kekasih.

"Ko pake kamera belakang sayang?" Tanya Rion yang tak senang karena yang ia lihat hanyalah sebuah kamar milik Rayna.

"Baru bangun aku."

"Emang kenapa kalo baru bangun? Kan tetep cantik."

"Males ah, kak Raya ganggu tidurku aja," keluhnya dengan wajah cemberut.

"Pasti karena kamu gak bangun waktu alarm nyala kan?" Satu hal yang sangat Rion pahami adalah Rayna tak bisa bangun pagi.

"Hehe iya sih."

"Aduh sayang, tidurnya jangan kaya Rapunzel dong." Rayna mengerutkan keningnya, berusaha memahami maksud sang kekasih.

"Ko gitu?" tanya Rayna dengan heran.

"Iya puteri tidur kan, yang harus dicium pangeran dulu biar bangun." Rayna menghela napas panjang, paham yang dimaksud dengan Rion.

"Snow white sayang bukan Rapunzel."

"Salah ya? Maaf sayang kan Rion gak suka princess."

"Iyain aja."

"Bagi Ion tuh princess Disney gak ada yang cantik, cuma kamu aja princess Ion yang paling cantik." Rayna tersenyum, pagi hari sudah mendapat pujian manis dari sang kekasih.

"Udah ah mau mandi dulu," ucap Rayna. "Hari ini Ion masuk shift satu ya?"

"Iya sayang."

"Semangat kerjanya!"

"Makasih cantiknya Ion, semangat juga cantik."

"Oke." Panggilan video berakhir. Kini Rayna keluar dari dalam kamarnya dengan handuk di pundaknya.

"Mandi dulu baru ngebucin!" seru wanita yang sedang asyik menonton televisi di sofa ruang tamu. Raya Anastasia, kakak perempuan Rayna. Rambutnya tak sepanjang Rayna tapi memiliki warna hitam berkilau dengan tinggi badan 160cm. Ya, mereka hanya tinggal berdua karena sang ayah berada di luar kota.

"Iri bilang bos!" ledek Rayna.

"Gua sih milih Leon."

"Bacot ah." Rayna menunjukkan satu jari tengah miliknya tepat di hadapan Raya.

"Kapan Rion ke rumah?" tanya Raya yang saat ini sedang duduk di meja makan menikmati sarapan paginya bersama Rayna.

"Ngapain lo nanyain dia?" Rayna tak jadi menyuapkan sendok berisi nasi goreng yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya.

"Izin dulu kocak!"

"Nanti gua yang langsung kabarin ayah," ucapnya kemudian melanjutkan makannya.

"Minta dong telornya!" pinta Raya melihat piring Rayna yang masih penuh.

"Nih ambil, kenyang gua." Rayna menyodorkan piring miliknya kepada Raya. Ia mengambil segelas air dan menenggaknya dengan perlahan.

"Naik apa?" tanya Raya menerima piring milik Rayna.

"Ojol aja, nanti pulangnya jemput ya!"

"Kalo gua dah balik."

"Yaudah gua minta ongkos aja buat pulang pergi." Rayna menyodorkan satu telapak tangannya dengan senyum.

"Nanti gua tf."

"Oke thanks."

"Jangan lupa bagian lo yang cuci piring sekarang!" peringat Raya yang membuat Rayna mendengus tak senang. Ingat! Cuci piring adalah bagian terburuk bagi Rayna.

"Iya."

Toko Bunga Cemara. Sebuah toko bunga tempat Rayna dan ketiga rekannya bekerja. Sebuah bangunan ruko berlantai dua dengan cat dinding berwarna biru muda dan putih.

Bunga mawar biru ia kombinasi dengan putihnya Lily. Dengan sangat teliti ia merapikan tangkai bunga satu-persatu dengan menggunting ujung tangkai tersebut. Menyusunnya dengan rapi sebelum ia bungkus dengan wrap dan memberikan sebuah pita berukuran panjang setelahnya. Sebuah ucapan yang dituliskan oleh pemesan bunga tersebut ia selipkan agar sang penerima dengan mudah membacanya.

Rayna menghirup dalam-dalam aroma bunga segar yang berada ditangannya. Aroma bunga yang selalu menyejukkan dan menenangkan.

Katanya, mawar biru melambangkan kedamaian. Jika saja memang benar seperti yang dikatakan maka Rayna berharap hubungan sang pemesan dengan sang penerima akan selalu damai tanpa ada pertengkaran.

"Udah, kurirnya udah dateng tuh!" tegur Lea membuat Rayna berhenti menghirup bunga yang dipegangnya.

Kalea Anandhita, salah satu teman kerja Rayna yang selalu dikuncir kuda. Tinggi badannya hanya 152cm, tak jauh berbeda dengan Rayna.

"Iya."

Rayna bangkit dari duduknya sambil membawa bungkusan berisi bunga yang sejak tadi sudah disiapkan untuk dibawa oleh seorang kurir.

"Ini alamatnya pak, bawanya tolong hati-hati ya pak!" pinta Rayna kepada seorang kurir yang akan membawa buket bunga tersebut.

"Siap mbak!" Rayna menunggu kurir tersebut menjauh perlahan sampai benar-benar hilang dari pandangannya.

"*Selamat siang cantik*!" Rion menyapa dari layar ponselnya, menampilkan dirinya yang sedang berada di parkiran motor tempat kerjanya.

"Siang juga sayang," balas Rayna.

"*Belum makan siang*?"

"Masih nunggu kak Devi nih gua."

"*Kemana emang*?" tanya Rion penasaran.

"Lagi rapihin dulu barang," jawab Rayna.

"*Sayang, Ion mau makan siang dulu ya sama Faisal*." Rion mengarahkan kamera ponselnya ke arah Faisal yang sedang berada dihadapannya.

"Radit gak diajak?" tanya Rayna.

"*Dia lagi keluar*."

"Oke, makan yang banyak!"

"*Iya bye sayang*."

"Bye." Rayna menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas saat ketiga temannya menghampiri.

"Ayok!" ajak Lea.

"Mau nasi Padang aja gak hari ini?" tanya wanita bernama lengkap Manda Shafara Putri. Tingginya 167cm, paling tinggi diantara ketiga teman kerjanya yang lain. Di pelipis mata kirinya terdapat tahi lalat yang menjadi ciri khas.

"Ayok deh," ucap Rayna menerima ajakan Manda.

"Sekalian nanti kita pesen kopi gak?" tanya Manda.

"Pesen deh, pake uang lo dulu ya?" Lea menunjukkan senyum menyebalkannya.

"Nanti gua bayar pake cash ya kak," ucap Rayna yang sedang merapikan rambutnya. Ia menjepit rambut sebelah kirinya dengan jepit rambut berwarna merah.

"Iya santai."

Rayna dan ketiga temannya berjalan masuk ke dalam rumah makan nasi Padang tak jauh dari tempat mereka bekerja. Memilih meja yang terletak di pojok dan menunggu makanan yang sudah mereka pesan datang.

"Mau nasinya setengah gak? Gua lupa minta kurangin porsinya." Rayna menyodorkan piringnya berisi makan siang yang belum ia sentuh sama sekali.

"Sini, gua laper banget soalnya." Lea menerima piring Rayna dan memindahkan setengah nasi ke piringnya sendiri.

"Jangan ditawarin Lea mah nanti juga dia ambil sendiri jatah lo," sindir Manda.

"Lagian lo makannya dikit banget sih Ray," omel Manda.

"Kan diet," jawab Rayna asal. Bukan karena diet sebenarnya, tapi memang Rayna tak makan nasi terlalu banyak.

"Halah segala diet, udah kaya kurang gizi nanti badan lo." Devita Christiani, salah satu teman kerja Rayna dengan umur yang lebih tua dari yang lain. Tingginya 160cm, rambutnya hanya sebatas bahu berwarna hitam lebat.

"Minta kerupuk dong!" Rayna meminta tolong pada Manda yang jaraknya dekat dengan kaleng berisi kerupuk putih.

"Nih!" Manda memberikannya kepada Rayna yang saat ini sedang sibuk dengan ponselnya.

"Chatting sama siapa sih?" tanya Devi.

"Sama siapa lagi kalo bukan sama Rion," sindir Lea.

"Sama kakak gua ko."

"Masa?" pertanyaan Manda seolah tak percaya dengan yang diucapkan Rayna.

"Gua minta ongkos buat pulang." Rayna menunjukkan ponselnya kepada ketiga temannya.

"Idih ngapain lo minta sama dia, mending bareng sama gua pulangnya Ray!" Lea berbicara dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Enggak ah, nanti ngerepotin."

"Kaya baru kenal aja."

3

Langit Bekasi sedang menampakkan mataharinya tepat di atas kepala. Terlihat wanita dengan pakaian coquette sedang berdiri di halaman rumahnya. Dengan makeup tipis membuatnya terlihat lebih segar.

Tak berapa lama sejak ia menunggu, terlihat sebuah motor hitam melaju ke arahnya. Seorang pria dengan pakaian kasual membuka helm full face nya dan tersenyum.

"Hallo cantik!" sapa Rion pertama kali melihat Rayna.

"Yeayy, pacarku sudah datang."

"Maaf ya siang banget sayang."

"Enggak ko, masih banyak waktu buat kita main." Rayna melihat jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Udah izin sama ayah?" tanya Rion dibalas anggukan dari Rayna. "Kak Raya?" tanyanya lagi.

"Udah sayang." Rion memang tak pernah bertemu dengan ayah Rayna secara langsung, tapi ia pernah beberapa kali bertemu dengan Raya saat sedang menemui Rayna.

"Oke, yuk jalan." Rion memakaikan helm kepada Rayna dan memastikannya terpasang sempurna, menurunkan step motor agar Rayna mudah menaikinya.

"Mau kemana hari ini?" tanya Rion setelah Rayna menaiki motornya. Dengan kecepatan sedang Rion menjalankan motornya.

"Ramen mau gak?" tanya Rayna.

"Gak mau sushi aja?" tawar Rion. Jujur saja Rion baru saja makan mie instan sebelumnya.

"Gak mau," tolak Rayna.

"Terakhir kita juga makan ramen loh," ucap Rion.

"Ish itu kan udah lama."

"Jangan mie terus dong sayang!"

"Utun gua maunya ramen, jangan dikasih sushi nanti dia ngambek." Rion tertawa mendengar ocehan Rayna di atas motornya. Utun? Kata yang menurut Rion terdengar lucu. Ya, utun adalah sebutan untuk janin.

"Astaga iya sayang," terima Rion dengan pasrah.

"Pelan aja ish bawa motornya." Rayna memukul pundak sebelah kiri Rion saat ia menaikkan kecepatan motornya.

"Oke sayang, peluk dong!" pinta Rion.

Rayna tak kebaratan melakukannya, ia justru sangat senang bisa berpelukan di atas motor bersama Rion. Mereka menikmati perjalannya dengan santai, sengaja menghabiskan waktunya bersama di jalan. Membicarakan banyak hal yang mereka lihat di jalan dan tertawa bersama.

"Kau hadir dibalik kokohnya tembok hatiku..."

Ya, bernyanyi bersama di atas motor, melewati berbagai jalan yang penuh dengan kendaraan lainnya. Siapa yang tidak menyukainya? Sebuah momen sederhana yang hanya bisa dirasakan di waktu tertentu. Yang jelas Rayna menikmatinya, angin yang menerpa wajahnya dan membuat rambutnya berantakan tak membuat moodnya rusak.

Rion menghentikan motornya tepat di perempatan lampu merah. Menggenggam tangan Rayna yang memeluk erat perutnya.

"Pulangnya mampir ke sana yuk!" Rion menunjuk salah satu toko donat.

"Lo pengen donat?" tanya Rayna. Ia membenarkan posisi helmnya yang sedikit tak nyaman dan sesekali merapikan rambutnya.

"Pengen yang manis-manis."

"Oke."

Rion melajukan kembali motornya saat lampu jalan berwarna hijau. Kembali bercanda di atas motor bersama Rayna sampai mereka tiba di sebuah tempat bernuansa Jepang.

Rion membantu Rayna untuk membuka helm yang digunakannya kemudian turun dari motornya. Setelah melepaskan helmnya Rion menarik pelan tangan Rayna untuk mengajaknya masuk ke dalam.

"Mau ini boleh?" Rayna menunjuk salah satu gambar ramen di buku menu. Sebuah ramen kuah pedas.

"Gak boleh ya cantik, nanti perutnya sakit," tolak Rion.

"Pelit lo."

Rion menghela napasnya, ingin membalas pun tak bisa karena mereka sedang di tempat umum. Dengan inisiatif Rion mengusak rambut Rayna dengan gemas.

"Mas saya mau ini dua terus minumnya matcha dua sama tambahan air mineral satu" Rion menunjuk salah satu ramen kuah yang berada di buku menu.

"Ada tambahan lain?" tanya seorang waiters memastikan.

"Mau tambahan nori ya mas!" pinta Rayna.

"Ditunggu ya pesanannya!" Rayna mengangguk dan membalas dengan senyum ramah.

"Sayang!" refleks Rayna menoleh saat Rion memanggilnya. Rion tersenyum jahil saat ia berhasil mendapatkan foto Rayna saat ia menoleh.

"Ish kebiasaan!" kesal Rayna berusaha merebut ponsel yang dipegang Rion. Dengan cekatan Rion meninggikan tangannya agar Rayna tak bisa menggapainya.

"Lucu kalo lo candid begitu soalnya," ucap Rion tersenyum, memandang wajah Rayna yang tak siap dengan kamera di ponselnya.

"Hapus ish, gak suka aku kalo difoto pas belum siap." Rayna pasrah dan menghentikan pergerakannya. Sadar diri jika tubuhnya tak bisa menggapai tangan Rion.

"Kenapa sih? Kan cantik loh." Rion kembali melihat hasil fotonya dan kembali tersenyum saat melihatnya.

"Terserah!" Rayna memainkan ponselnya yang ia keluarkan dari dalam tas kecil miliknya dengan wajah cemberut.

Rion mencolek dagu Rayna untuk membujuknya kembali. "Jangan main hp dong! Kita belum ngobrol loh."

"Tapi fotonya hapus!" pinta Rayna.

"Gak mau," tolak Rio dengan jahil.

"Ion ish!"

"Simpen ya hpnya, kita foto aja pake hp Ion." Rion mengambil ponsel dari tangan Rayna dan menyimpannya begitu saja di atas meja.

"Lo nakal sih!" keluh Rayna.

"Iya maaf, yuk buat story!" ajak Rion.

Rayna menerimanya dengan senang hati. Mereka menghabiskan waktunya untuk berfoto sambil menunggu pesanan mereka siap disajikan.

"Permisi!" seorang waiters membawa satu nampan berisikan pesanan mereka.

"Sudah lengkap semua ya?" tanya waiters mengecek kembali pesanannya.

"Iya mas makasih," ucap Rion dengan ramah.

"Yeayy ramen!" seru Rayna gembira.

"Sini dulu rambutnya!" Rion mengambil sebuah karet rambut berwarna biru dari dalam sakunya kemudian mengumpulkan rambut panjang Rayna menjadi satu dan mengikatnya dengan kencang agar tak mengganggu saat Rayna sedang menyantap makanannya.

"Terima kasih sayang!" Rayna merapikan makanan mereka di atas meja agar terlihat rapi kemudian memfotonya.

Satu foto! Dua foto! Dan entah berapa foto yang Rayna ambil. Rion membiarkan saja Rayna mengambil foto dengan waktu yang cukup lama. walaupun cacing di perutnya sudah berdemo untuk diberi makan.

"Udah fotonya?" Rayna mengangguk mengiyakan.

Rion membuka kertas yang membungkus sedotan dan memasukkannya ke dalam gelas matcha milik Rayna kemudian memberikan Rayna sepasang sumpit.

"Terima kasih sayang!"

Rion dan Rayna menikmati ramen kuah yang dipesannya, sesekali Rayna menyuapkan sendok miliknya ke mulut Rion.

Tengah asyik menikmati ramen kuah miliknya, fokus Rayna teralihkan. Pasangan yang duduk tak jauh dari meja milik Rayna tengah berbincang dengan wanita yang sedang mengecek ponsel milik sang pria.

Rayna melirik ponsel Rion yang berada di atas meja, berharap bisa membukanya juga.

'Gak boleh Ray, lo gak boleh egois' batinnya berusaha berpikir positif dan menahan diri untuk tidak mencurigai Rion dan membuatnya merasa tak nyaman. Bagi Rayna ponsel adalah hal privasi yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.

"Ya kan sayang?" Tanya Rion membuat Rayna kebingungan.

"Eh...gimana?" Rion mengernyitkan dahinya. Respon yang diberikan Rayna membuatnya menghela napas.

"Matchanya enak kan sayang?" Rayna mengangguk, tidak fokus dengan Rion lagi. Matanya kembali melihat ke arah pasangan yang sebelumnya ia lihat. Kini Rion melakukan hal yang sama, melihat ke arah pasangan dekat dengan mereka.

"Jadi kan beli donat?" Tanya Rayna mengalihkan pandangannya, kali ini matanya kembali melirik ponsel Rion.

Rion tersenyum, menggaruk pelipis matanya yang tak gatal. 'Mengapa Rayna tak mengatakannya sejak tadi?'

"Di hp gua gak ada apa-apanya." Rayna menggigit bibir bawahnya, merasa tak nyaman saat Rion memberikan ponselnya kepada Rayna.

"Gua tau ko." Rayna memilih untuk melanjutkan kegiatan makannya dan tak menanggapi Rion.

"Lo boleh ko kalo mau ngecek hp gua, tapi beberapa isinya privasi juga apalagi soal kerjaan..." Rayna terdiam, tak tahu harus merespon seperti apa. "...jadi sekarang sayang bilang aja apa yang mau dicek!"

"Gak perlu." Kedua manik matanya yang cokelat bertatapan langsung dengan mata milik Rion. Tatapan dalam yang diberikan dari Rayna membuat Rion tersenyum.

"Dari awal udah Ion kasih tau kan? Kalo ada yang gak nyaman atau ada yang ganggu pikiran bilang aja biar kita bisa cari solusi sama-sama." Rayna membalasnya dengan senyuman. Rion merangkul pundak Rayna, mengecup dahinya singkat.

Ya, mungkin hal yang wajar jika seorang wanita mencurigai pasangannya begitu pun sebaliknya. Tapi Rayna menolak pendapat itu. Ada banyak hal yang bisa diselesaikan dengan cara diungkapkan bukan saling mencurigai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!