NovelToon NovelToon

REINKARNASI PANGERAN YANG HILANG

KEHIDUPAN DI PANTI

~PROLOG

Sejarah kuno tenggelam oleh waktu. Bekas reruntuhan menjadi sebuah misteri. Banyak orang beragumen dengan diri mereka sendiri. Namun yang tidak diketahui banyak orang, misteri itu disimpan dengan rapi oleh penduduk sekitar. Misteri itu diceritakan secara turun temurun sebagai kisah dongen pengatar tidur.

Cerita itu berawal dari sebuah kerajaan kuno. Seorang raja yang baik hati dan dicintai oleh rakyatnya. Namun, peperangan terjadi antar kerajaan. Kesengsaraan dan tangisan rakyat membuat sang pangeran dari kerjaan kuno harus berjuang keras dalam medan tempur. Hingga semua selesai, sang pangeran menghilang dan tidak pernah ditemukan kembali.

Namun, suatu ramalan tiba-tiba muncul yang diantarkan burung gagak.

Disaat semua cahaya hilang di abad penuh kejayaan, sang pangeran akan kembali dengan perang yang telah disiapkan oleh takdir

Ramalan itu terus diturun-temurunkan. Karena banyak orang yang mulai tidak mempercayai hal mitos seperti itu, ramalan hanya ditulis disebuah naskah kuno yang terkubur ditanah sekitar kerajaan.

****

Abad 21

Kota yang dijuluki Ibu Negara Indonesia itu penuh dengan gedung-gedung tinggi yang menghiasi seluruh wilayah pusat. Dari gedung lembaga pemerintahan hingga sekolah penunjang harapan bangsa, salah satunya SMA FILOSGREAT.

SMA ini dipenuhi oleh murid teladan dan kebanyakan berasal dari keluarga terpandang. Namun, ada beberapa siswa yang kurang mampu maupun berprestasi masuk dengan beasiswa dari sekolah. Salah satu siswa yang beruntung karena prestasinya adalah Rohan.

Rohan memiliki kelebihan dibidang robotik. Dia juga memiliki kemampuan publik speaking yang bagus serta pemusik gitar yang keren. Itu sebabnya kebanyakan fansnya dari kaum hawa.

Rohan tinggal di panti asuhan. Diadopsi langsung oleh pemilik panti yang belum dikaruniai seorang anak. Diketahui orang tua Rohan sudah meninggal karena penyakit.

 ~~~

Sore hari ditemani mega mendung membuat latihan kepramukaan hari itu berjalan lancar walaupun terlihat banyak orang kecewa lantaran banyak murid yang membolos. Latihan pramuka ini wajib untuk semua kelas. Dibimbing langsung oleh tentara membuat kegiatan ini jarang diminati.

"Menyebalkan latihan ini," keluh seorang siswa paling belakang. Hal itu wajar saja, bahkan teman-teman disekelilingnya merespon ucapan itu hingga seorang tentara gagah perkasa memarahi dan menghukum.

Rohan yang berdiri paling depan hanya terdiam dengan tatapan fokus. Dia menjadi pemimpin barisan yang diawasi langsung oleh komandan tentara. Sebelumnya dia menolak, namun desakan satu kelas membuatnya setuju.

Kegiatan akhirnya selesai. Semua siswa menuju ke parkiran mengambil kendaraan masing-masing. Ketika semua sibuk mengantri didepan gerbang sekolah, Rohan hanya berjalan melewati mereka dan berhasil lolos. Jarak antara panti ke sekolah cukup dekat sehingga ia memutuskan berjalan kaki saja.

Tin..tin..tin..(suara klakson motor dibelakangnya)

Motor itu berhenti didepannya. Pemilik motor itu membuka helmnya dan ternyata itu Jack, sahabat Rohan.

"Comeon, men. Gue anterin sekarang, cepat naik!" perintahnya langsung dituruti Rohan. Bagaimanapun juga, Jack tidak akan membiarkan temannya itu berjalan sendiri walaupun harus ada unsur paksaan.

Diperjalanan mereka mengobrol sedikit tentang acara perkemahan pramuka di Bukit Sena. "Hei, bro. Lu mau ikut dalam timku?" tawar Jack yang masih fokus terhadap jalanan.

"Bolehlah. Lagipula gue juga belum nemu tim."

"Gitu dong. Kalau perlu apa-apa nanti, Lu bisa calling me, okey."

Rohan hanya tertawa kecil menyikapi temannya itu. Sampai didepan panti, "Thanks, bro."

"Slow aja. Gue duluan," Jack menarik gas dan pergi menghilang diantara jalan berkelok.

Rohan memasuki panti disambut anak-anak panti lain. Mereka sangat senang bertemu Rohan yang sudah seperti kakak kandung mereka sendiri.

Salah satu anak panti menyodorkan bukunya, "Kakak tolong ajari materi ini, aku belum paham."

"Iya, nanti kakak ajarkan setelah membersihkan diri," Rohan membelai kepala anak itu.

"Kakak aku juga"

"Aku juga!"

"Aku juga mau kak"

minta anak-anak disekitarnya,

Rohan mengiyakan semuanya dan bergegas menuju rumah yang berada ditengah panti. Rumah orang tua angkatnya dengan desain rumah perkampungan jawa dihiasi dengan bunga melati di setiap pagarnya. Terdengar kicauan burung murai yang selalu berbunyi ketika ada orang. "Welcome to my home."

***

Pukul 22.00, Rohan mengakhiri belajar malam dan menyuruh adik-adiknya itu untuk tidur. Ibu merasa senang melihat Rohan yang mau membantunya mengurusi kegiatan belajar anak-anak panti.

"Terima kasih ya, Rohan mau membantu anak-anak itu belajar," Ibu membelai kepala Rohan dengan lembut.

Rohan tersenyum, "Bagaimanapun juga, Ibu sudah membesarkanku dan orang-orang yang tinggal disini adalah keluargaku. Mungkin saat ini aku hanya bisa membantu ini saja."

"Jangan seolah-olah berbalas budi gitu dong. Ibu ini adalah ibu kamu sekarang. Dan Rohan adalah anak ibu. Kita semua keluarga." ucap ibu dengan memeluk Rohan seperti anak kandungnya sendiri.

"Tetap fokus dengan sekolahmu. Pendidikan itu penting untuk mengasah kemampuan berfikir. Ayah kamu tuh lulusan S1 pertanian, ilmunya cukup membantu di kampung halamannya hingga maju. Ya, walaupun pekerjaan utamanya jadi guru SMP." mereka tertawa kecil.

 

Keesokan harinya, Rohan pergi ke sekolah seperti biasa. Kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Ada suatu firasat tiba-tiba datang menghampirinya.

Sesampainya didepan gerbang sekolah, Rohan merasa ada yang melihatnya dari belakang. Namun, sosok itu hilang entah kemana. Tanpa pikir panjang, dia langsung masuk ke dalam sekolah menuju kelas.

'*Siapa tadi? Apa hanya firasatku saja*?'

Rohan membuka pintu kelas dan langsung terkejut melihat Jack sudah ada disana sendirian.

"Hey, *bro*. Selamat tambah tua ya," ujarnya dengan tawa.

Rohan terdiam dan mengingat-ingat bahwa sekarang adalah ulang tahunnya yang ketujuhbelas.

Jack memberikan sebuah kotak kepada Rohan, "Apa ini?" tanya Rohan.

"Hadiah untukmu. Jangan ditolak. Jika lu nolak buang aja."

"Hmm, oke. *Thanks*."

Rohan sangat senang karena sahabatnya itu mengingat ulang tahunnya. Namun, dibalik itu ada suatu yang mengganjal dipikirannya.

*Siapa yang berdiri didepan gerbang*?

Hari menjelang siang, para murid semakin banyak yang memasuki ruangan. Bunyi bel terdengar dan seorang guru mulai berdatangan memasuki kelas yang dituju.

Semua siswa memberi salam. Sepertinya ada sebuah pengumuman yang akan diberitaukan.

"Anak-anak, karena ada sebuah rapat besar mengenai pendidikan nasional. Maka kalian akan diliburkan 3 hari dikarenakan sekolah kita yang akan menjadi tuan rumah. Gunakan waktu itu sebaik-baiknya untuk mempersiapkan perkemahan mendatang."

Pemberitahuan itu membuat seluruh ruangan loncat kegirangan. Guru terlihat senyum-senyum kecil melihat tingkah laku anak didiknya. Sementara Rohan masih terdiam memikirkan hal yang terjadi tadi pagi.

Pulang sekolah seperti biasa Jack memberi tumpangan kepada Rohan. Jack menyadari sahabatnya itu sedikit berbeda.

"Kau itu kenapa? Mikirin kemah?" tanya Jack.

"Tidak. Aku hanya kurang bersemangat saja."

Jack berfikir keras untuk membuat sahabatnya itu kembali seperti biasa. Oleh sebab itu, dia ingin mengajak Rohan dihari pertama libur.

 

PANTAI ANCOL

Sang surya belum menampakan dirinya namun Jack sudah berada di lokasi target. Tak lain tak bukan ya rumah Rohan. Dia terlihat sibuk sekali dengan barang bawaannya yang ada di mobil. Rohan yang mendengar suara kendaraan diluar rumah mengintip dari jendela.

"Ayo kita pergi kesini, bro. Cepat bawa tasmu." Teriak semangat Jack didepan jendela kamar Rohan. Rohan kaget dengan tersungkur ke belakang. "Kau ini! Kaget. Pagi-pagi buta kesini. Kemana?"

"Udah ayok! gue tunggu di mobil. Oh ya, gue udah izin ke emak lu tadi didepan sana. Katanya langsung pergi saja karena emak lu mau pergi bareng bapak lu. Cepet!" Jack berbalik menuju mobil.

***

Diperjalanan yang cukup lama membuat mereka bercanda kecil dan sesekali tertawa. Terjadi percakapan yang cukup unik disana.

"Han, nanti jika sudah sampai mau pergi ke wahana apa?" tanya Jack yang masih sibuk mengemudi.

Rohan menatap keluar jendela melihat langit biru, "Pantai saja, mungkin bagus."

"Hanya pantai? Gak ke flying fox atau dark zone gitu?"

"Terserah kau saja," singkat Rohan karena sebenarnya dia tidak tau yang dimaksud sahabatnya itu.

Ditengah perbincangan mereka, pandangan Rohan tertuju pada bukit yang mereka lewati. Penuh kabut dengan pepohonan yang masih lebat. "Bukit apa itu?" tanya Rohan yang masih terfokus ke puncak bukit.

"Itu bukit Sena. Bukit itu selalu dilalui kabut tebal sehingga sulit dilihat dari jarak tertentu," jawab Jack yang masih sibuk dengan minuman sodanya sembari fokus ke jalanan.

Rohan mulai menyadari jika jalanan sepi. Melihat kana kiri lalu belakang melalui kaca spion mobil. "Kenapa wilayah ini kelihatan sepi? Kayaknya cuma kita berdua yang lewat di sepanjang jalan."

Jack menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Dia menoleh ke arah Rohan dengan mendekatkan kepalanya.

"Ada apa?" Rohan agak menjauh.

"Misteri Bukit Sena....kau pernah dengar?"

"Tidak. Jurusanku IPA bukan IPS, jadi gue gak tau. Dan lu ngapain muka gitu, bikin ngeri."

"Yaelah, muka gue emang gini. Kalau begitu akan gue ceritakan disini, lagipula jalan ini cukup strategis melihat bukit itu dari sini." Jack mulai menata gaya duduknya dan mulai bercerita.

"Kau lihat bagian puncak disana, tertutup awan kan?" tunjuknya kearah puncak bukit.

"Katanya, disana ada sebuah reruntuhan kuno yang masih belum terpecahkan. Para peneliti cukup kesulitan mencapai puncak, selain kabut yang menghalang, jalan yang ekstrim penuh jurang membuat reruntuhan itu dibiarkan saja disana," Sambung Jack.

"Lalu kenapa jarang terlihat orang yang melewati jalan wilayah ini?" tanya Rohan yang masih penasaran.

Jack melanjutkan ceritanya, "Para penduduk setempat percaya kalau reruntuhan itu memiliki kekuatan magis yang membutuhkan tumbal setiap tahunnya. Sering terjadi kecelakaan disini dan mereka mengaitkannya dengan itu," layaknya seorang pengkisah Jack menceritakan dengan gaya pendongeng.

Perjalanan dilanjutkan. Mereka mulai menjauh dari wilayah yang terkenal angker itu. Rohan sesekali melihat bukit itu dan merasa penasaran besar dipikirannya.

Suara ombak menghantam batuan karang terdengar dari bawah pohon kelapa dekat warung kecil.

"Mau es kelapa muda? Tenang gue yang traktir," tanya Jack yang sibuk dengan tiga buah kelapa ditangannya.

Rohan hanya tersenyum saja. Walaupun dia menolak pasti akan dipaksa hingga mau.

Mereka berdua duduk mengarah pantai. Sebuah minuman khas pantai tersedia disamping mereka dan beberapa makanan lainnya. Melihat Rohan yang sibuk menatap langit, Jack mulai menanyakan yang dipikirkan Rohan.

Menaruh gelas dimeja, "Woi, *bro*. Kemarin waktu ulang tahun lu, sepertinya sedang ada yang ganggu semangat diri. Ada apa?"

"Hanya firasat lewat saja," jawab Rohan dengan melihat arah lain.

Jack semakin penasaran, "Firasat apa?"

"Entahlah, hanya saja kemarin gue merasa ada yang ngikuti dari belakang. Dan sosok itu menghilang ketika gue mulai sadar."

"Apa jangan-jangan..." Jack membuat Rohan penasaran, "Jangan-jangan apa?"

"...itu fans lu mungkin. Cuma dia malu mau ngucapin selamat ulang tahun," suasana tegang pecah karena ucapan itu.

Jack tertawa keras yang membuat Rohan geleng-geleng kepala, "Tidak mungkin. Masa sampai segitunya," heran Rohan.

"Hey..hey. Jangan kira gue gak tau soal kemarin ya. Gue lihat saat istirahat pertama, banyak ciwi-ciwi yang menghampirimu layaknya wartawan dan memberikan hadiah. Itu sebabnya lokermu banyak hiasan," Jack tertawa keras.

"Kau ini pembuntut orang,"

mereka tertawa bersama.

Popularitas Rohan disekolah memang cukup tinggi. Para siswa-siswi bahkan guru, menganggap Rohan seorang pahlawan karena berhasil membawa nama sekolah ke kancah internasional. Hasil dari kemenangan itu, ia berikan sebagian ke panti sementara sisanya ditabung untuk kedepannya.

Hari semakin gelap, mereka memutuskan pulang dengan melewati jalan yang berbeda.

"Kenapa gak lewat jalan tadi?" tanya Rohan yang sadar melewati jalan tol.

"Jalan tadi pagi itu kalau malam penerangannya kurang dan banyak kabut. Cukup berbahaya," jelas Jack.

Sesudah sampai tujuan, Jack mengatakan bahwa dia akan pergi beberapa hari ke Jakarta untuk urusan keluarga. Itu sebabnya dia ingin jalan-jalan dulu bersama sahabat lamanya. Mereka berpisah dan saling menyapa.

Hari ini, sepertinya Rohan sangat senang walaupun ada rasa penasaran terhadap suatu tempat, yang tak lain adalah Bukit Sena.

Rohan mengambil selembar kertas dan pena dimeja dekat jendela kamarnya. Dia menuliskan tentang pengalamannya dihari itu. Bersama temannya Jack melewati beberapa wahana.

Dia juga mengambil kertas lain yang sudah tertulis kata-kata lama. Bila diingat lebih jelas, tulisan kertas itu adalah tulisan kali pertama disaat pertemuannya dengan seorang anak disebuah taman.

Tertulis bahwa 'waktu itu Rohan sedang bermain ayunan sendiri. Usianya kira-kira masih 7 tahun. Duduk melamun dan memikirkan seseorang yang telah lama menghilang, walaupun sebenarnya dia sudah tidak bisa bertemu lagi.

Hingga seorang anak kecil lain menghampirinya dan mengajaknya bermain bersama. Dari penampilan anak itu, sudah terlihat jelas bahwa dia dari keluarga kelas atas. Merasa tidak pantas bermain dengannya, Rohan menjauhinya namun anak itu tetap ingin bermain dengannya dan memperkenalkan kedua orang tuanya. Rohan disambut baik, ternyata mereka tidak berperilaku seperti yang Rohan pikirkan.

Sejak itulah, anak itu selalu bermain dan menemaninya sebagai seorang sahabat, keluarganya bahkan sering membantu keuangan panti. Tentunya anak itu bernama Jack.

Memiliki sahabat seperti Jack mungkin hanya ada satu didunia. Tidak memandang nama keluarga, tingkat pangkat dan harta. Selalu menemani dan menghibur. Walaupun terkadang ada pertengkaran diantara mereka, namun itu hanya sebuah candaan saja.

Menganggap Jack seperti saudara. Rohan pun bertanya-tanya dengan dirinya sendiri. Ibu panti yang merupakan ibu angkatnya hanya mengatakan bahwa kedua orang tuanya mati karena penyakit, selain itu dia tidak tau. Seorang warga mengantarku ke panti karena tidak tau mau membawaku kemana. Tidak ada yang mengetahui kerabat sanak saudara Rohan.

Rasa penasaran Rohan terhadap dirinya semakin besar. Merasa sudah bisa untuk berpergian sendiri, Rohan memutuskan untuk pergi ke tempat kelahirannya. Dia meminta alamatnya kepada Ibu. Secarik kertas yang berisi tulisan untuk mengetahui keberadaannya.

Sebuah desa yang jauh dari pusat Kota Jakarta yang akan dikunjunginya untuk pertama kali, Desa Talakrimbun....

 

DESA TALAKRIMBUN

Pusat kota Jakarta cukup ramai pagi itu. Walaupun awan hitam mengepul, orang-orang tetap pergi ke tujuannya termasuk Rohan. Rohan menunggu di halte bis dengan membaca kertas yang diberikan ibunya. Disitu tertulis alamat dan nama orang yang akan Rohan cari.

Bus tiba, semua penumpang mulai menaikinya. Rohan yang duduk paling pojok belakang menatap keluar jendela. Sesekali dia melihat penumpang yang ada disampingnya, seorang ibu dan anaknya. Bercanda dengan tawa kecil. Roham jadi membayangkan bagaimana rupa ibu kandungnya jika nanti memang ada sebuah foto.

Diperjalanan menuju Desa Talakrimbun, Rohan menatap keluar jendela melihat berbagai pemandangan hingga sampai jalanan yang sepi. Dia menyadari jika pernah melewati jalan itu. Benar saja, sebuah bukit yang masih misteri. Bukannya itu Bukit Sena. Sesampainya di halte Talakrimbun 2, Rohan mulai menyusuri jalan. Jika dilihat dengan seksama, sepertinya Desa Talakrimbun merupakan desa pelosok. Untuk sampai disana harus berjalan kaki melewati kebun alas dan hutan bukit Sena.

Tidak terasa hampir satu jam perjalanan akhirnya Rohan menemukan beberapa rumah penduduk. Rohan menghampiri salah satu warga yang sedang bercocok tanam.

"Permisi, pak. Apakah bapak tau alamat ini?" tanyanya dengan melihatkan kertas yang dia bawa.

Bapak itu melihat Rohan dengan tatapan ragu, "Sepertinya saya tidak pernah melihat anda? Mengapa mencari alamat ini? Apa hubungan anda dengan keluarga ini?"

"Nama saya Rohan dari panti yang ada di pusat Kota Jakarta. Saya ingin mencari tau tentang orang tua kandung saya. Orang tua angkat saya memberikan alamat ini dan nama orang yang telah membawa saya ke panti."

Bapak itu menyuruhnya menunggu di gubuk hingga pekerjaannya selesai, karena bersedia mengantarkan Rohan.

Rohan sangat senang karena keingintahuannya selama ini tentang keluarganya akan segera dia ketahui.

Hampir 15 menit kemudian, Bapak itu menghampiri Rohan dan langsung pergi menuju alamat Rt 5 Rw 2 jalan utara.

"Oh ya nak. Nama bapak adalah Bapak Agus," ucap Pak Agus yang masih memikul tumpukan padi.

"Iya Pak Agus," sapa Rohan dengan senyumnya.

Diperjalanan, Rohan melihat sekelilingnya. Para warga yang melihatnya menyambut dengan baik. Banyak anak-anak yang ingin mengajaknya bermain, sayangnya Rohan harus menuju alamat yang dituju.

Sesampainya dialamat itu, Rohan terkejut melihat rumah besar yang terlihat bersih dan rapi. Dia berkeliling sebentar, sementara Pak Agus sedang menemui seseorang yang memakai peci hitam dan pakaian batik.

Tidak lama kemudian, mereka menghampiri Rohan. "Selamat pagi Nak Rohan, perkenalkan saya Kepala Desa Talakrimbun," ucap Kepala Desa dengan mengulurkan tangan.

Rohan menjabat tangan Kepala Desa, "Nama saya Rohan, pak."

"Kata Pak Agus, Nak Rohan mau mencari tau orang tua Nak Rohan yang tinggal disini. Siapa yang memberikan alamatnya?" tanya Kepala Desa.

"Ibu angkat saya yang memberikannya. Karena usia saya sudah cukup untuk berpergian jauh, saya pergi kesini," jawab Rohan.

Kepala desa mengangguk paham. "Tidak enak berbicara diluar, ayo duduk didalam rumah ini sedikit teduh," ujar Kepala Desa dengan senyum.

"Bapak Kepala Desa silahkan berbincang dulu dengan Nak Rohan. Biar saya carikan minuman dingin," Pak Agus menuju keluar rumah mencari warung.

Rohan merasa tidak enak merepotkan Pak Agus, sayangnya dia hanya bisa diam karena gugup dengan keberadaan Kepala Desa.

"Nak Rohan, apa Bapak boleh bertanya lagi? Hanya untuk memastikan saja,"

"Silahkan, Pak. Saya akan jawab setahu saya," jawab Rohan yang masih gugup.

"Baiklah. Kalau boleh tau, siapa yang mengantar Nak Rohan ke panti asuhan?" tanya Kepala Desa.

"Ibu Dwi. Ibu angkat saya bilang kalau Ibu Dwi merupakan warga sekitar sini yang merasa kasihan kepada saya, kemudian mengantarkan saya yang masih bayi ke panti asuhan untuk mendapat bimbingan dan bantuan ekonomi disana," jawab Rohan.

Kepala Desa mengerutkan dahi dengan bola mata menatap ke kanan atas. "Maaf nak Rohan, Tapi Ibu Dwi bukan warga sekitar sini melainkan adik dari Ibu Sarah yang merupakan ibumu," penjelasan Kepala Desa membuat Rohan juga bingung.

Melihat Rohan terdiam dan raut wajah yang bingung ditambah kelelahan perjalanan, membuat Kepala Desa menghentikan pembicaraan itu dan menyuruh ya beristirahat di kamar lantai kedua rumah itu.

Dikamar, Rohan masih memikirkan soal Ibu Dwi yang merupakan tantenya jika memang benar. Tapi tetap saja itu belum pasti. Terus memikirkan hal sepusing itu membuatnya akhirnya tertidur.

Sore harinya ada seseorang yang datang. Dengan kerudung dan baju daster serta badan yang berisi berlarian kecil menuju kamar Rohan. Dia terlihat senang manatap Rohan dan langsung memeluknya.

"Ternyata ini toh putra Pak Budi. Bagusmen wajahe," ucap orang itu dengan senyuman gembira.

Mereka berdua duduk, "Anu, simbok ki mbiyen akrab karo bapak ibumu. Saiki putrane wes gede. Mbiyen simbok seng rawat Nak Rohan nganti umur setahun."

Rohan tersenyum tidak menyangka kalau dulu dirawat oleh seseorang yang akan tatap muka langsung dengannya. Percakapan yang menggunakan bahasa daerah sekitar membuat Rohan tidak terlalu paham. Itu sebabnya Rohan menjawab dengan bahasa Indonesia.

"Baiklah, simbok..?"

"Simbok Tri. Tapi, Nak Rohan manggil simbok mawon."

"Gih."

Melihat ada kesempatan mengetahui orang tuanya dulu Rohan langsung bertanya, "Simbok, Rohan mau tanya boleh?"

"Tanya apa?"

"Dulu orang tua Rohan seperti apa?"

Simbok terdiam seperti mengingat masa lalu dimana orang tua Rohan masih hidup. Simbok tersenyum membuat Rohan memiliki firasat yang baik.

"Pak Budi, perwira bangsa gagah, gede, dhuwur lan wajahe bagus seperti Nak Rohan. Sifat becik lan seneng tetulung. Dari iku, warga senantiasa resik-resik omah iki. Mung niki seng iso gawe kenang-kenangan. Oh yo, kayane ono fotone. Sek ya, simbok golekke," Simbok pergi ke kamar sebelah dan mengambil sebuah foto album tersembunyi.

"Iki, album foto keluarga Pak Budi. Iki ibumu rupane ayu koyo kembang melati. Ibumu jenenge Bu Ani." Simbok memberikan foto itu ke Rohan. Rohan menatap lama foto itu, ternyata wajahnya tidak jauh beda dengan ayah kandung itu.

Setelah lama membahas foto album. Simbok mengajak Rohan berkeliling desa. Simbok tau kalau Rohan kesepian di rumah besar tanpa ditemani siapapun.

Menyusuri jalan kecil yang masih beralas tanah dengan pepohonan yang masih rindang. Tempat yang jauh dari kota bahkan mungkin tidak terlihat di map GPS.

Sepertinya Desa Talakrimbun belum dialiri arus listrik sama sekali. Tidak terlihat kabel apapun yang menggantung dari rumah ke rumah. Rohan merasa prihatin dari hal itu, seandainya ada sedikit bantuan yang datang, desa itu akan lebih mudah mendapat arus listrik.

Anak-anak yang tadi menyambut Rohan berkerumun dan mengajaknya bermain. Para warga tidak heran karena jarang ada orang kota yang datang, selain itu Rohan memiliki rupa tampan menawan hidung mancung dan berkulit putih seperti ayahnya kata simbok, yang menarik perhatian anak-anak.

"Kakak main *sepak sikong* bareng kami ya," Ajak salah satu anak perempuan yang berkerumun.

Rohan tidak tau permainan apa itu, namun ia tetap ikut ke dalamnya. Karena Rohan baru ikut, anak-anak itu memilih Rohan sebagai penjaga sandal yang telah disusun.

"Kakak jaga ini? Tunggu ya, jelaskan dulu permainannya biar kakak paham," tanyanya dengan jongkok didepan gadis kecil itu.

Salah satu anak merangkulnya dari belakang, "Permainannya mudah, kakak jaga sandal itu saja. Lalu nanti kami sembunyi dan kakak mencari kami tapi masih harus menjaga sandal itu tetap tertumpuk. Jika kami berhasil merobohkannya, kakak kalah."

"Oke cukup menarik. Kalau begitu kalian cepat sembunyi." Rohan menutup matanya dan menunggu anak-anak siap pada tempat persembunyian mereka.

"Satu...dua...tiga.......selesai! Siap tidak aku cari!"

Rohan mencari mereka. Walaupun menemukan salah satu anak, anak-anak yang lain berhasil merobohkan sandal yang disusun itu sehingga Rohan yang selalu kalah.

Rohan duduk dengan melihat anak-anak itu berlari. Salah satu anak mengahampiri, "Kakak nyerah?" Tanya anak itu.

"Iya, kalian bekerja sama kan buat ngalahin kakak," anak itu hanya tertawa kecil dan memanggil teman-temannya.

"Wah kakak kelelahan, berati kita menang" sorak mereka.

"Kakak ganteng, kota itu seperti apa?" tanya seorang anak perempuan disampingnya.

"Kota itu banyak gedung tinggi dan kendaraan lalu lalang serta banyak kabel dijalanan," penjelasan singkat Rohan.

"Apa kabel itu listrik, kak?" tanya salah satu anak.

"Iyakah?" sahut anak yang lain.

"Iya, kabel itu dialiri listrik membuat lampu-lampu menyala terang. Selain untuk lampu, bisa untuk alat-alat lain seperti kompor, kipas angin, televisi dan masih banyak lagi." penjelasan singkat Rohan.

"Nanti kalau kami besar mau pergi ke kota saja. Disana banyak listrik mengalir, jadi gak usah pake lilin." sahut salah satu anak. Ucapan anak itu membuat Rohan menjadi prihatin.

Simbok mengajak Rohan pulang karena hari mulai gelap. Anak-anak itu juga kembali kerumah masing-masing.

Rohan akan menginap semalam dengan ditemani simbok dan suaminya Pak Agus yang mengantarnya tadi siang di rumah besar itu yang tak lain dan bukan rumah peninggalan orang tua Rohan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!