NovelToon NovelToon

Dia Datang Dari Langit

Bab 1: Kedatangan Makhluk Luar Angkasa

Langit malam tampak lebih gelap dari biasanya, tetapi di antara bintang-bintang yang berkelip, ada satu cahaya yang bergerak cepat. Sebuah kilatan biru keperakan melesat menembus atmosfer, nyaris tak terlihat oleh mata manusia biasa. Dalam keheningan malam, sesuatu telah tiba.

Di puncak gedung pencakar langit, seorang pria berdiri di tepi, menatap langit dengan mata tajam. Angin malam menerpa jas putihnya, membuatnya tampak seperti sosok yang baru saja turun dari dimensi lain. Namun bagi Zack, ini bukan hal baru.

Ia menarik napas panjang. Udara bumi… selalu memiliki aroma yang berbeda di setiap masa. Kali ini, ada jejak polusi yang lebih kuat dibandingkan terakhir kali ia datang.

“Aku kembali lagi,” gumamnya, nyaris seperti berbicara kepada dirinya sendiri.

Zack telah hidup selama ratusan tahun, melintasi berbagai zaman dengan identitas yang selalu berubah. Ia telah menjadi banyak hal—ilmuwan, tentara, pengusaha. Namun, kali ini ia memilih untuk menjadi dokter di Rumah Sakit Langit Berbintang. Profesi yang lebih dekat dengan manusia, lebih mudah untuk mengamati mereka dari jarak dekat.

Ia melirik tangan kanannya yang bercahaya sebentar, sebelum kulitnya kembali normal. Energinya belum sepenuhnya menyesuaikan dengan atmosfer bumi. Ia harus berhati-hati agar tidak menarik perhatian.

Menyesuaikan diri selalu menjadi tantangan, tetapi bukan sesuatu yang sulit baginya. Ia telah mempelajari perilaku manusia selama berabad-abad. Namun, ada satu hal yang masih menjadi misteri baginya—perasaan.

Bagaimana manusia bisa begitu mudah tersenyum, marah, atau bahkan jatuh cinta?

Zack tidak pernah benar-benar memahami konsep itu. Baginya, manusia adalah spesies yang menarik, tetapi penuh kontradiksi. Mereka bisa begitu rapuh, tetapi juga memiliki ketahanan yang luar biasa.

Ia menatap langit sekali lagi sebelum berbalik. Pikirannya dipenuhi pertanyaan yang selalu menghantuinya: Berapa lama ia bisa bertahan dengan identitas ini sebelum harus menghilang lagi?

---

Pagi berikutnya, Rumah Sakit Langit Berbintang sudah sibuk sejak dini hari. Perawat berlarian di lorong, dokter-dokter senior berdiskusi dengan serius, dan pasien terus berdatangan.

Zack berjalan melewati koridor dengan langkah tenang, menarik perhatian beberapa staf. Wajahnya yang tampan dan aura misteriusnya membuat banyak orang penasaran. Namun, ia tetap tidak peduli.

Di dalam ruangannya, ia membaca berkas pasien pertamanya hari ini.

Nama: Elly Putri

Usia: 17 tahun

Diagnosis: Demam ringan

Riwayat medis: Tidak ada penyakit serius sebelumnya

Zack sedikit mengernyit. Demam? Ini adalah kasus yang terlalu sederhana untuk seorang dokter sepertinya. Tapi tugas tetaplah tugas.

Saat ia bersiap menuju ruang pemeriksaan, pintu ruangannya terbuka dengan cepat, dan seorang gadis masuk tanpa mengetuk.

“Dokter Zack, kan?”

Zack mengangkat alis. Tidak banyak orang yang berani masuk ke ruangannya tanpa izin, apalagi pasien.

“Iya, itu saya,” jawabnya tenang.

Gadis itu tersenyum lebar. “Aku Elly, tapi panggil saja Elly. Aku pasienmu. Suster bilang aku harus menunggu di ruangan, tapi aku bosan. Lagipula, aku ingin melihat wajah dokter baruku. Mereka bilang kau tampan.”

Zack menatapnya tanpa ekspresi. Gadis ini berbicara dengan terlalu banyak energi untuk seseorang yang sedang sakit.

“Tampaknya kau tipe pasien yang sulit diatur,” katanya akhirnya.

Elly terkekeh. “Aku lebih suka dibilang penasaran. Kalau aku harus menghabiskan waktu di rumah sakit, lebih baik aku mengenal siapa yang akan mengobatiku.”

Zack mendesah pelan. “Baiklah. Duduk, aku akan memeriksa suhu tubuhmu.”

Elly menurut, dan Zack mengambil termometer digital, menyentuhkannya ke dahinya. Beberapa detik kemudian, angka di layar menunjukkan 37,8°C.

“Hanya demam ringan,” katanya, meletakkan termometer. “Seharusnya kau bisa beristirahat di rumah.”

Elly menyandarkan tubuhnya ke kursi dan tersenyum nakal. “Tapi kalau aku di rumah, aku tidak bisa bertemu dokter Zack.”

Zack terdiam, tidak terbiasa dengan sikap blak-blakan seperti ini. “Itu bukan alasan yang cukup kuat untuk datang ke rumah sakit,” ujarnya datar.

“Tapi aku juga ingin memastikan ini bukan penyakit serius,” jawab Elly, kali ini dengan nada yang lebih lembut. “Lagipula, ini pertama kalinya aku dirawat di Rumah Sakit Langit Berbintang.”

Zack memeriksanya sebentar. Tidak ada tanda-tanda penyakit serius, hanya sedikit kelelahan.

“Kau hanya butuh istirahat yang cukup dan banyak minum air,” katanya akhirnya. “Aku akan meresepkan obat penurun panas. Tidak perlu rawat inap.”

Elly mendengus kecil. “Yah, kalau begitu aku akan pulang. Tapi jangan kaget kalau aku kembali lagi. Mungkin lain kali aku datang hanya untuk mengobrol denganmu.”

Zack tidak menjawab, hanya memperhatikan saat Elly berdiri dan melambaikan tangan sebelum keluar dari ruangannya.

Saat pintu tertutup, Zack menatap layar komputernya tanpa fokus.

Gadis itu… terlalu penuh energi.

Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang terasa aneh.

Dan Zack tidak pernah salah dalam hal seperti ini.

----

Sebagai dokter senior di Rumah Sakit Langit Berbintang, Zack terbiasa menghadapi berbagai pasien dengan beragam keluhan. Namun, hari ini, ia menghadapi sesuatu yang jauh lebih sulit daripada operasi rumit atau diagnosa langka—seorang gadis SMA yang tampaknya tidak paham konsep "privasi".

Pintu ruangannya kembali terbuka tanpa ketukan.

“Dokter Zack, aku datang lagi!”

Zack mengangkat wajah dari berkas pasien yang sedang dipelajarinya. Berdiri di ambang pintu adalah Elly Putri, masih mengenakan seragam sekolah, dengan wajah cerah seperti seseorang yang baru saja menemukan tempat bermain favoritnya.

“Kau sakit lagi?” tanyanya, berharap gadis itu punya alasan medis yang sah untuk berada di sini.

Elly menggeleng cepat. “Enggak! Aku cuma mampir.”

Zack menutup berkasnya dan bersandar di kursi. “Rumah sakit bukan tempat untuk mampir, Elly.”

“Tapi aku nggak main-main,” Elly bersikeras. Ia mengeluarkan sebuah buku tebal dari tasnya dan mengangkatnya dengan bangga. "Dasar-Dasar Kedokteran untuk Pemula".

Zack menatapnya curiga. “Jangan bilang… kau mau belajar jadi dokter?”

Elly mengangguk penuh semangat. “Iya! Aku mau jadi dokter kayak dokter Zack!”

Zack menghela napas panjang. “Kalau begitu, pergilah ke sekolah kedokteran. Rumah sakit bukan tempat untuk belajar seperti itu.”

Elly memasang wajah serius. “Tapi aku kan masih SMA. Aku harus belajar dari sekarang supaya nanti aku jadi dokter hebat sepertimu!”

Zack menatap gadis itu lama. “Elly.”

“Ya?”

“Kau mengganggu pekerjaanku.”

Elly cemberut. “Yah… kalau gitu, aku cuma akan duduk diam dan mengamati!”

Sebelum Zack sempat menolak, Elly sudah menarik kursi dan duduk di sudut ruangan, membuka bukunya dan pura-pura sibuk membaca. Namun, Zack tahu dari sudut matanya bahwa Elly sesekali mencuri pandang ke arahnya, lalu menulis sesuatu di bukunya.

Setelah sepuluh menit berlalu dalam keheningan yang canggung, Zack akhirnya menyerah.

“Elly, apa yang kau tulis?” tanyanya dengan nada datar.

Elly mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. “Mencatat cara dokter Zack bekerja! Seperti barusan, misalnya—kalau ada pasien yang tidak terlalu serius, dokter Zack bersikap tenang dan tidak terburu-buru. Lalu, saat membaca berkas, dokter Zack selalu mengernyit sedikit. Oh! Dan tadi, ketika dokter Zack menghela napas panjang, itu tanda kalau dokter mulai kesal—”

“Elly.” Zack menyela dengan nada lebih tegas.

Elly berkedip. “Ya?”

“Keluar.”

Elly mendesah kecewa. “Baiklah, baiklah. Aku pergi.” Ia berdiri dan merapikan bukunya. “Tapi aku akan kembali besok!”

Zack hanya bisa menutup matanya sebentar, menahan keinginannya untuk mengetuk kepalanya sendiri ke meja.

Gadis ini… benar-benar akan membuat hidupnya kacau.

---

Zack ingin percaya bahwa Elly akan bosan dan berhenti datang ke rumah sakit. Sayangnya, harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi.

Hari ini, begitu ia keluar dari ruangannya untuk visitasi pasien, Zack mendapati sesuatu yang membuatnya memijat pelipisnya dengan frustasi.

Di ujung lorong, di balik meja resepsionis, ada kepala kecil dengan rambut dikuncir satu yang mengintip ke arahnya.

Zack berhenti berjalan. “Elly.”

Gadis itu langsung muncul dari persembunyiannya dan melambaikan tangan dengan ceria. “Hai, dokter Zack! Sudah sarapan?”

Zack menatapnya tajam. “Kenapa kau ada di sini lagi?”

Elly berjalan mendekat dengan langkah ringan. “Kan aku bilang aku mau belajar dari dokter Zack! Hari ini aku datang lebih awal supaya bisa lihat dokter Zack bekerja.”

Zack melipat tangan di dada. “Kau tahu, aku mulai curiga kalau kau ini bukan benar-benar ingin belajar kedokteran, tapi cuma ingin menggangguku.”

Elly memasang ekspresi tidak bersalah. “Loh, mana mungkin? Aku ini calon dokter masa depan!”

Zack mendengus. “Calon dokter yang tidak punya pasien tapi suka stalking dokter lain?”

Elly tertawa kecil. “Bukan stalking, dokter Zack! Aku hanya… memanfaatkan akses istimewa.”

Zack mengernyit. “Akses istimewa?”

Elly mengangkat bahu. “Aku kan anak pemilik rumah sakit ini, jadi aku boleh berada di mana saja.”

Zack memejamkan mata dan menghela napas panjang. “Jadi kau pikir karena orang tuamu memiliki rumah sakit ini, kau bisa bebas berkeliaran dan menggangguku sesuka hati?”

Elly berpikir sebentar sebelum menjawab dengan polos, “Iya.”

Zack nyaris tersedak udara sendiri.

“Elly…” Zack berusaha menekan emosinya. “Dengar baik-baik. Rumah sakit ini memang milik keluargamu, tapi di dalamnya, aku yang bertanggung jawab atas pasien. Aku bukan pengasuh anak kaya yang bosan dan mencari hiburan!”

Elly berkedip. “Eh? Tapi aku nggak bosan kok. Aku serius mau belajar.”

Zack menatapnya dengan tatapan tajam. “Kalau kau serius, kenapa kau tidak meminta dokter lain untuk mengajarkanmu? Ada banyak dokter senior di sini.”

Elly tersenyum jahil. “Karena dokter Zack paling menarik.”

Zack nyaris menjatuhkan clipboard-nya. “Apa?”

Elly mendekat dan berbisik, “Dokter Zack itu misterius, selalu kelihatan serius, tapi punya tatapan yang bisa bikin orang gemetar. Selain itu, dokter Zack juga sangat berbakat, kan? Kalau mau belajar, aku harus belajar dari yang terbaik!”

Zack menatapnya lama, mencoba memahami logika aneh gadis ini. Tapi setelah beberapa detik, ia menyerah.

“Oke. Aku akan buat perjanjian denganmu.” Zack berkata dengan nada serius.

Elly bersorak. “Benarkah? Aku boleh belajar?”

Zack menyilangkan tangan. “Kau boleh berada di rumah sakit, asalkan kau tidak menggangguku. Jika aku menangkapmu sekali saja mengintip dari balik meja resepsionis, menyelinap ke ruanganku, atau mengikuti aku seperti anak bebek, aku akan meminta satpam mengusirmu.”

Elly memasang wajah sedih. “Tega sekali…”

Zack tidak terpengaruh. “Deal atau tidak?”

Elly menimbang sebentar lalu mengangguk. “Oke, deal! Tapi aku tetap bisa melihat dokter Zack dari jauh, kan?”

Zack hanya menatapnya tanpa ekspresi. “Pergi sebelum aku berubah pikiran.”

Elly tertawa kecil dan berlari pergi, meninggalkan Zack yang masih berdiri di tempatnya sambil menghela napas panjang.

Kenapa rasanya aku baru saja membuat kesepakatan dengan iblis kecil?

Bersambung...

Bab 2: Penguntit Resmi

Zack berpikir kalau kesepakatan mereka akan memberi sedikit ketenangan dalam hidupnya. Tapi ternyata, ia sudah meremehkan kekuatan seorang Elly Putri.

Pagi ini, seperti biasa, Zack berjalan menuju ruangannya dengan tenang. Namun, saat melewati koridor, ia merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada yang mengawasinya.

Ia berhenti. Matanya menyapu sekeliling. Tidak ada siapa-siapa.

Mungkin hanya perasaannya.

Zack melanjutkan langkahnya. Tapi beberapa detik kemudian, ia mendengar suara langkah kaki kecil… lalu suara sesuatu yang bergeser cepat.

Zack menoleh. Tidak ada siapa-siapa.

Alisnya berkerut. Ia memejamkan mata sebentar, menarik napas, lalu mendadak berbalik cepat—

“HAH!”

Di ujung lorong, Elly langsung mematung di balik tiang, setengah badannya masih kelihatan.

Zack menatapnya tanpa ekspresi. “Elly.”

Elly bergerak pelan, mencoba mundur sedikit. “Umm… hai?”

Zack berjalan mendekat, menyilangkan tangan di dada. “Apa yang kau lakukan?”

Elly tertawa canggung. “Ehehe… mengamati dari jauh?”

Zack menghela napas panjang. “Jadi begini caramu menepati perjanjian? Mengintip dari balik tiang?”

Elly buru-buru menggeleng. “Tunggu dulu! Aku tidak melanggar perjanjian! Dokter Zack bilang aku tidak boleh menyelinap ke ruanganmu atau mengikutimu seperti anak bebek, kan?”

Zack mengerutkan kening. “Dan menurutmu ini bukan menguntit?”

Elly tersenyum lebar. “Aku cuma berjalan ke arah yang sama dengan dokter Zack! Aku bahkan menjaga jarak! Lihat, aku nggak di belakang dokter Zack seperti anak bebek, aku ada di samping tiang!”

Zack menatapnya lama, lalu memijat pelipisnya. “Ini masih pagi… dan kepalaku sudah mulai sakit.”

Elly berjalan mendekat dengan wajah polos. “Mungkin dokter Zack kurang tidur? Harusnya dokter Zack lebih banyak istirahat.”

Zack menatapnya tajam. “Aku tidak bisa istirahat kalau ada seseorang yang suka mengintip dari balik benda.”

Elly tertawa kecil. “Oh, kalau gitu aku akan mengintip lebih diam-diam!”

Zack menutup matanya sebentar, mencoba menahan diri untuk tidak mengetuk kepalanya sendiri ke tembok. “Elly, kalau kau benar-benar ingin belajar jadi dokter, kenapa kau tidak meminta ayahmu mengajarimu?”

Elly mendengus. “Ayahku terlalu sibuk mengurus rumah sakit ini. Lagipula, dia selalu bilang aku masih terlalu kecil.”

Zack mengangkat alis. “Dan kau pikir aku tidak sibuk?”

Elly tersenyum jahil. “Tapi dokter Zack lebih menarik buat diamati!”

Zack nyaris tersedak udara sendiri. “Apa-apaan alasan itu?”

Elly mengangkat bahu santai. “Soalnya dokter Zack itu beda dari yang lain. Kalau dokter lain tegas dan serius, dokter Zack tegas dan… galak.”

Zack menatapnya dengan ekspresi kosong. “Terima kasih, aku sangat tersanjung.”

Elly terkikik. “Aku nggak bercanda! Dokter Zack tuh kayak punya aura misterius gitu. Kayak… tokoh utama di novel misteri!”

Zack memijat pelipisnya lagi. “Baiklah. Aku menyerah. Terserah kau mau melakukan apa, asal kau tidak mengganggu pekerjaanku.”

Elly bersorak kecil. “Yay! Terima kasih, dokter Zack! Aku janji akan diam-diam mengamatimu dengan cara yang lebih profesional!”

Zack menatapnya dengan wajah lelah. “Aku tidak yakin itu hal yang bagus.”

Elly mengacungkan jempol. “Pokoknya dokter Zack nggak usah khawatir! Aku ini murid yang baik!”

Zack menghela napas. Hari-hari tenang sudah berakhir… dan aku bahkan tidak tahu kenapa aku masih membiarkan ini terjadi.

---

Zack mulai menyadari sesuatu—gadis ini terlalu nyaman mengganggunya.

Elly datang setiap hari setelah pulang sekolah, selalu menemukan cara untuk “diam-diam” mengamatinya. Awalnya, Zack mencoba mengabaikannya. Tapi semakin lama, semakin ia merasa seperti hewan percobaan yang diteliti oleh ilmuwan amatir.

Dan sebagai seseorang yang sudah hidup ratusan tahun, Zack tahu satu cara efektif untuk menghentikan seorang gadis yang terlalu percaya diri: membuatnya tersipu malu.

Baiklah, Elly. Kau mau bermain? Ayo kita lihat siapa yang akan kalah duluan.

---

Hari itu, seperti biasa, Elly muncul di lorong rumah sakit, mengintip dari balik dinding sambil berusaha terlihat kasual—gagal total, tentunya.

Zack, yang sudah menunggu momen ini, berjalan mendekatinya dengan ekspresi serius. “Elly.”

Elly menoleh dengan wajah cerah. “Ya, dokter Zack?”

Zack tidak langsung menjawab. Ia menatap dalam-dalam ke mata Elly, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat.

Elly tampak bingung. “Eh? Ada apa?”

Zack menghela napas pelan, lalu menatapnya seolah sedang memikirkan sesuatu yang mendalam. “Aku baru sadar sesuatu.”

Elly mengerutkan kening. “Apa?”

Zack tetap menatapnya tanpa berkedip, lalu berkata dengan suara rendah, “Kau cantik.”

Hening.

Satu detik. Dua detik.

Wajah Elly langsung memerah seperti tomat. “A-APA?”

Zack tersenyum tipis. Kena.

Elly mundur selangkah, matanya membesar. “T-tunggu, dokter Zack serius?”

Zack melipat tangan dan berpura-pura berpikir. “Hmm… mungkin aku harus mengatakannya dengan cara yang lebih romantis?”

Elly mengibaskan tangannya panik. “EHHH?! Tidak perlu, tidak perlu!”

Zack tetap mendekat, mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Elly yang semakin terpojok ke dinding. Ia sengaja menurunkan suaranya menjadi lebih lembut. “Kau tahu, Elly… aku pernah melakukan ini ratusan tahun lalu.”

Elly masih berusaha memproses semuanya. “A-apa? Melakukan apa?”

Zack mengangkat tangannya, menyentuh dinding di sebelah kepala Elly, membuat gadis itu terjebak dalam perangkapnya. “Membuat seorang gadis tersipu malu hanya dengan kata-kata.”

Elly menelan ludah. “D-dokter Zack…”

Zack menatapnya lama, lalu tersenyum setengah. “Ah… Tapi kurasa kau masih terlalu muda untuk ini.”

Elly langsung tersedak udara sendiri. “APA?!”

Zack tertawa kecil dan mundur dengan santai. “Hah, ternyata benar. Bahkan gadis yang percaya diri sepertimu masih bisa gugup.”

Elly menatapnya dengan wajah merah padam. “DOKTER ZACK, ITU NGGAK ADIL!”

Zack hanya tersenyum puas sambil berjalan pergi. “Selamat belajar, murid kecil.”

Elly hanya bisa berdiri di tempat, masih berusaha memahami kejadian barusan.

Untuk pertama kalinya, Elly kalah telak.

---

Zack menemukan hobi baru—mengusik Elly sampai gadis itu kabur dengan wajah merah.

Setelah sukses membuat Elly tersipu kemarin, Zack jadi semakin tertarik untuk melihat reaksinya yang lucu. Biasanya, Elly selalu percaya diri, penuh semangat, dan terlalu nyaman mengganggunya. Tapi sekarang? Begitu ia memandang gadis itu dengan tatapan sedikit lebih lembut dari biasanya, Elly langsung panik seperti kucing basah.

Hari ini, Zack memutuskan untuk bereksperimen lagi.

---

Ketika ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit, ia sudah menangkap sosok kecil yang bersembunyi di balik rak brosur.

Zack tersenyum kecil. Waktunya berburu.

Ia berjalan dengan tenang ke arah Elly, lalu berhenti tepat di depan tempat persembunyiannya. “Elly.”

Elly, yang berusaha memasang wajah santai, menoleh dengan canggung. “E-eh? Hai, dokter Zack!”

Zack menatapnya dalam-dalam, matanya sedikit menyipit. “Apa kau sedang bersembunyi dariku?”

Elly langsung mengibaskan tangannya panik. “T-tentu saja tidak! Aku cuma… membaca brosur! Ya! Membaca brosur!”

Zack melirik ke tangannya. “Brosur tentang perawatan pasien lanjut usia?”

Elly menunduk dan baru sadar kalau brosur yang dipegangnya adalah tentang perawatan lansia.

“O-oh…” Elly menelan ludah. “Hehehe… ilmunya penting untuk masa depan?”

Zack menahan tawa. “Menarik. Tapi aku lebih tertarik dengan ekspresimu saat ini.”

Elly langsung menegang. “E-eh?”

Zack mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, lalu menatap matanya dengan serius. “Kenapa wajahmu merah, Elly?”

Elly mundur selangkah. “A-aku nggak merah!”

Zack tersenyum kecil. “Oh? Kau yakin?”

Ia sengaja menurunkan suaranya, sedikit lebih lembut, sedikit lebih dalam—mirip dengan suara aktor drama romantis yang sering muncul di TV.

“Apa mungkin kau merasa gugup… karena aku?”

“HUWAAAAAA!!”

Elly langsung berbalik dan lari secepat kilat.

Zack berdiri di tempatnya sambil tertawa pelan. Ini lebih menyenangkan dari yang kuduga.

---

Sejak hari itu, Elly resmi jadi pelari tercepat di rumah sakit.

Setiap kali Zack memandangnya terlalu lama… Elly lari.

Setiap kali Zack mendekat sambil tersenyum… Elly lari.

Setiap kali Zack berkata sesuatu dengan nada lembut… Elly lari sambil menutup wajahnya.

Para perawat mulai bingung melihat keanehan ini.

“Kenapa Elly selalu lari kalau melihat dokter Zack?” bisik salah satu perawat.

“Aku nggak tahu… apa dia takut sama dokter Zack?”

“Tapi dulu dia selalu menguntit dokter Zack, kan?”

Zack hanya mendengar percakapan itu sambil tersenyum puas.

Akhirnya, aku punya cara untuk membalas dendam.

Tapi tentu saja, Zack juga sadar akan satu hal…

Cepat atau lambat, gadis itu pasti akan melawan balik.

---

Sudah seminggu sejak terakhir kali Zack melihat Elly di rumah sakit.

Awalnya, ia menikmati ketenangan itu. Tidak ada lagi gadis yang mengintip dari balik tiang, tidak ada yang tiba-tiba berteriak dan lari begitu ia menatapnya, dan yang paling penting—tidak ada yang menguntitnya seperti anak bebek setiap sore.

Zack akhirnya bisa duduk santai di ruangannya, menikmati secangkir kopi tanpa gangguan.

Namun, setelah beberapa hari…

Kenapa terasa… aneh?

Zack mendapati dirinya sesekali menoleh ke pintu, seolah mengharapkan seseorang masuk dengan senyum cerah dan suara ceria. Tapi pintu itu tetap tertutup.

Tiba-tiba, kepalanya dipenuhi berbagai pertanyaan.

Apa dia sakit? Apa dia kena demam lagi? Atau… apa dia kehilangan minat padaku?

Zack mendadak mengerutkan kening. Kenapa aku berpikir seperti itu? Bukankah ini yang kuinginkan?

Ia menghela napas. “Aku pasti terlalu banyak bekerja…”

Sementara itu, di tempat lain…

---

Di dalam kelas, Elly duduk di bangkunya dengan tenang. Kali ini, ia benar-benar fokus belajar.

Sejak kejadian "serangan balik" dokter Zack, Elly memutuskan untuk menjaga jarak dulu. Ia sadar kalau dirinya terlalu mudah terpancing dan mulai merasa seperti mangsa di depan pemangsa.

Tapi bukan berarti dia bisa melupakan Zack begitu saja.

Elly diam-diam membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah buku harian kecil. Ia membuka halaman yang penuh coretan tangannya sendiri.

Di sana, ada foto Dokter Zack.

Elly menatapnya dengan senyum kecil. “Huhuhu… tetap saja, dia keren.”

Di sekitar foto itu, ada banyak tulisan pujian seperti:

“Dokter Zack itu misterius, tapi keren!”

“Kenapa dia bisa setampan ini?! JANGAN-JANGAN DIA VAMPIRE???”

“Matanya itu lho… serem tapi ganteng. FIX!”

“Walaupun suka bikin kesal, tetap saja aku nggak bisa nggak suka.”

Dan di sudut foto itu, ada hati kecil yang digambar dengan pulpen pink.

Elly menggigit bibirnya, lalu menggeleng cepat. “Aduh, aduh! Aku harus fokus belajar! Ini ujian akhir, aku nggak bisa mikirin dokter Zack terus!”

Ia buru-buru menutup buku hariannya, pipinya sedikit memerah.

Tapi jauh di dalam hati, ia tahu… rasa sukanya pada dokter Zack tidak akan hilang begitu saja.

Bersambung...

Bab 3: Ketenangan yang Terlalu Sunyi

Zack mendapati dirinya duduk di kursi ruangannya, menatap kosong ke layar komputer. Seharusnya dia sibuk dengan pekerjaannya, memeriksa hasil tes pasien, atau setidaknya membaca jurnal medis terbaru. Tapi entah kenapa, pikirannya terasa kosong.

Tidak ada suara gaduh dari seorang gadis ceria yang biasanya datang tanpa diundang. Tidak ada tatapan penuh rasa ingin tahu dari sepasang mata berbinar.

Dan yang paling penting… tidak ada lagi kehadiran Elly.

"Dokter Zack?"

Zack menoleh dan mendapati seorang perawat berdiri di depan pintunya. "Ya?"

"Apakah Anda sedang sibuk? Ada pasien yang ingin Anda periksa."

Zack mengangguk, mencoba menghilangkan perasaan aneh yang mengganggunya. "Bawa mereka masuk."

---

Sementara itu, di sekolah, Elly tengah duduk di bangkunya, berusaha keras untuk fokus pada pelajaran. Buku teks terbuka di hadapannya, tetapi pikirannya tidak berada di dalam kelas.

Sesekali, ia melirik buku hariannya yang tersembunyi di bawah meja. Jari-jarinya secara refleks menyentuh sampulnya, lalu membuka halaman yang penuh dengan tulisan tentang Dokter Zack.

Foto pria itu masih tersemat di sana, dengan coretan-coretan kecil berbentuk hati di sekelilingnya.

Elly mendesah, menutup bukunya dengan cepat. "Kenapa aku seperti ini? Aku harus fokus belajar!" gumamnya.

Namun, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin ia merasa rindu.

Aku harus bagaimana? Aku tidak mau kehilangan harga diriku lagi di hadapannya. Tapi aku juga tidak mau berhenti melihatnya…

Saat jam istirahat tiba, seorang teman sekelasnya, Rina, menghampirinya. "Elly, kamu kenapa sih akhir-akhir ini? Biasanya kamu semangat banget, tapi sekarang kelihatan kayak orang yang kehilangan semangat hidup."

Elly tersentak. "A-aku baik-baik saja! Kenapa tiba-tiba bilang begitu?"

Rina menyipitkan matanya. "Jangan bohong! Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Jangan-jangan… kamu patah hati?"

Elly langsung melotot. "PATAH HATI?!"

Rina mengangguk dengan penuh keyakinan. "Pasti soal cowok! Aku bisa lihat dari ekspresi kamu!"

Elly menghela napas panjang. "Aku nggak patah hati. Cuma… ada seseorang yang akhir-akhir ini ada di pikiranku terus."

Rina langsung bersemangat. "OH?! Siapa?! Jangan-jangan, kakak kelas ganteng dari sekolah sebelah?!"

Elly tersedak air minumnya. "Bukan! Nggak ada hubungannya sama kakak kelas!"

Rina menatapnya dengan curiga. "Kalau bukan kakak kelas… berarti siapa?"

Elly mengalihkan pandangan. "Seseorang yang lebih tua dari itu…"

Rina mengangkat alisnya. "Dosen?"

Elly semakin panik. "Bukan!"

Rina semakin mendekat, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Jangan-jangan… GURU?!"

Elly langsung melambaikan tangannya dengan panik. "BUKAN! RINA, BERHENTI MENEBAK-NEBAK!"

Tapi bukannya berhenti, Rina malah semakin penasaran. "Hmmm… seseorang yang lebih tua, bukan kakak kelas, bukan dosen, bukan guru… Jangan bilang… dokter di rumah sakit Langit Berbintang?"

Elly membeku di tempat.

Rina langsung menutup mulutnya dengan kaget. "JANGAN BILANG AKU BENAR?!?!"

Elly merasa wajahnya mulai panas. Ia buru-buru meraih buku hariannya dan memasukkannya ke dalam tas. "Aku nggak mau bahas ini!"

Rina semakin heboh. "Jadi BENERAN dokter?! Siapa? Siapa?! Aku harus tahu! Aduh, ini seperti drama romantis di TV!"

Elly berdiri dari kursinya. "Aku ke kantin dulu!"

Lalu, sebelum Rina sempat bertanya lebih banyak… Elly kabur.

---

Sementara itu, di rumah sakit, Zack masih belum bisa menghilangkan rasa gelisah dalam dirinya.

Selama ini, ia menganggap Elly hanyalah gangguan kecil yang bisa ia tangani. Tapi sekarang, setelah gadis itu benar-benar berhenti datang…

Kenapa rasanya ada yang hilang?

Zack menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Ia menatap langit-langit, lalu tersenyum miring.

"Apa aku harus mencarinya?"

---

Zack menyandarkan kepalanya ke kursi, menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong.

Kenapa aku memikirkan gadis itu?

Elly hanyalah anak kecil. Ia mungkin sudah remaja hampir dewasa, tapi bagi Zack—yang telah hidup selama ratusan tahun—Elly tidak lebih dari seorang anak yang terlalu penasaran.

Ia menghembuskan napas panjang. Sungguh buang-buang waktu.

Selama berabad-abad hidup di berbagai belahan dunia, Zack telah bertemu dengan berbagai macam manusia. Ia melihat kerajaan runtuh, peradaban berganti, dan manusia berkembang dengan segala macam emosi mereka.

Ia pernah disembah seperti dewa. Pernah ditakuti seperti monster. Pernah menjadi pahlawan, dan pernah juga menjadi buronan.

Sekarang, ia hanyalah seorang dokter. Dan seorang dokter tidak boleh terganggu oleh seorang gadis SMA.

Namun tetap saja…

Zack mengerutkan kening ketika menyadari dirinya sedikit terlalu peduli tentang mengapa Elly tiba-tiba berhenti datang.

Mungkin dia sudah bosan. Bagus. Itu lebih baik.

Zack kembali menatap layar komputer dan memaksa dirinya untuk fokus.

Namun, beberapa menit kemudian, tangannya sudah mengetik sesuatu di mesin pencari:

"Cara menghadapi anak SMA yang terlalu banyak bertanya"

Zack menatap hasil pencarian itu. Ia menghela napas dan mematikan layar komputernya.

Aku benar-benar harus berhenti memikirkannya.

---

Di sisi lain, Elly duduk di bangku taman sekolah, menatap langit biru dengan ekspresi murung.

Sejak ia memutuskan untuk tidak lagi pergi ke rumah sakit, ia merasa ada sesuatu yang hilang.

"Ugh, kenapa aku jadi seperti ini?" gumamnya, membenamkan wajah ke dalam tangannya.

Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya sementara. Bahwa ia hanya mengagumi Dokter Zack sebagai seorang profesional.

Tapi saat ia membuka kembali buku hariannya dan melihat foto pria itu, pipinya kembali memanas.

"…Kenapa aku harus terjebak dalam perasaan ini?"

Ia ingin kembali ke rumah sakit.

Tapi setelah semua kejadian memalukan yang ia alami, ia merasa tidak sanggup menghadapi Zack lagi.

Namun, tanpa ia sadari… takdir sudah memiliki rencana lain untuk mereka berdua.

---

Sementara Elly masih tenggelam dalam pikirannya, bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan akhir jam istirahat. Dengan enggan, ia menutup buku hariannya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Namun, meski ia kembali ke kelas dan berusaha mengikuti pelajaran, pikirannya tetap melayang pada satu orang.

Dokter Zack.

Elly menggigit bibirnya. Sejak kapan dia mulai merasa seperti ini? Dulu, ia hanya ingin melihat dokter tampan itu karena kagum. Tapi sekarang, rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman.

Dia menghela napas.

"Aku harus melupakannya."

Tapi bagaimana?

Elly menatap kosong ke arah papan tulis. Bahkan suara guru yang menjelaskan materi terasa seperti angin lalu.

"Elly!"

Gadis itu tersentak ketika suara keras Rina menyadarkannya. "Hah?"

"Guru manggil kamu!" bisik Rina dengan panik.

Elly buru-buru melihat ke depan, dan benar saja, guru matematikanya menatapnya dengan tatapan tajam.

"Elly Putri," kata guru itu dengan nada tegas. "Kalau kamu lebih tertarik melamun daripada mendengar pelajaran, mungkin kamu bisa menjelaskan jawaban dari soal ini?"

Elly menelan ludah, lalu menatap papan tulis. Deretan angka dan simbol terlihat seperti kode rahasia yang tak bisa ia pecahkan.

"Uh…"

Seluruh kelas menahan napas.

Rina menyikutnya pelan. "Jawab aja asal, nanti kalau salah aku kasih contekan…"

Elly menarik napas dalam. Ia menatap soal itu sekali lagi, mencoba memahaminya…

Tapi otaknya kosong.

"Aku… tidak tahu," katanya akhirnya.

Guru itu menghela napas. "Kalau begitu, perhatikan pelajaran baik-baik, Elly. Jangan melamun lagi."

"Maaf, Bu…"

Saat kembali duduk, Rina menatapnya dengan prihatin. "Ini parah. Biasanya kamu jago matematika. Kamu benar-benar kena virus cinta, ya?"

"Rina!!"

"Haha, santai! Tapi serius, kamu nggak bisa terus kayak gini. Kalau rindu, kenapa nggak datang aja ke rumah sakit?"

Elly terdiam.

Datang ke rumah sakit?

Ia menggigit bibir. Ia ingin, tapi… setelah kejadian terakhir di mana Zack terlihat benar-benar kesal padanya, ia tak yakin apakah kehadirannya masih diinginkan.

Di Rumah Sakit Langit Berbintang…

Zack keluar dari ruangannya setelah menyelesaikan pemeriksaan pasien. Ia berjalan melewati lorong rumah sakit dengan ekspresi datar seperti biasa.

Namun, setiap kali melewati tempat-tempat yang biasanya dipenuhi suara berisik Elly—seperti kafetaria, ruang tunggu, atau bahkan lorong dekat ruangannya—ia merasakan sesuatu yang aneh.

Keheningan.

Dan ia tidak menyukainya.

Seharusnya ini hal yang bagus. Gadis itu akhirnya berhenti mengganggunya. Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan aneh, tidak ada lagi tatapan berbinar penuh rasa ingin tahu, dan tidak ada lagi kejadian memalukan di mana Elly tersandung atau menabrak sesuatu hanya karena terlalu fokus memperhatikannya.

Namun, kenapa ia malah merasa… tidak nyaman?

Zack berhenti berjalan dan menatap bayangannya sendiri di kaca jendela besar rumah sakit.

"…Ini pasti cuma kebiasaan," gumamnya pelan.

Ya, pasti begitu.

Selama ini, ia sudah terbiasa dengan kehadiran Elly yang selalu muncul tiba-tiba. Sekarang setelah gadis itu berhenti datang, ia hanya perlu membiasakan diri dengan ketenangan ini.

Lagipula, ia hidup ratusan tahun tanpa Elly. Tidak mungkin hanya dalam beberapa bulan, gadis itu bisa mengganggu pikirannya seperti ini.

Zack menarik napas dalam dan mengabaikan perasaan aneh yang terus menghantuinya.

Tapi saat kembali ke ruangannya, tangannya secara refleks membuka ponsel dan mengetik di kolom pencarian:

"Bagaimana cara menghadapi anak SMA yang tiba-tiba berhenti datang?"

Begitu membaca kembali apa yang ia ketik, Zack langsung menutup ponselnya dengan cepat.

"Aku benar-benar harus berhenti memikirkannya."

Sementara itu, di rumah Elly…

Setelah pulang sekolah, Elly melemparkan tasnya ke tempat tidur dan menghempaskan diri ke kasur.

Ia menatap langit-langit kamarnya dengan mata kosong.

"Apa aku harus ke rumah sakit?"

Elly tahu bahwa jika ia datang, ia mungkin akan bertemu dengan Zack. Dan kemungkinan besar, Zack akan bersikap cuek seperti biasa. Tapi tetap saja, ada bagian dari dirinya yang ingin melihat dokter itu lagi.

Tapi… kalau Zack benar-benar tidak ingin ia datang?

Bagaimana kalau sebenarnya dokter itu merasa lega karena ia tidak muncul lagi?

Elly membenamkan wajahnya ke bantal. "Ughhh! Aku benci ini!"

Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.

Seharusnya ia bisa dengan mudah melupakan seseorang yang tidak peduli padanya. Tapi kenapa rasanya begitu sulit?

"Besok aku ke rumah sakit atau enggak, ya?" gumamnya.

Ia menutup matanya, berharap bisa menemukan jawaban dalam tidurnya.

Namun, tanpa ia sadari, takdir sudah mulai bergerak.

Sesuatu akan segera terjadi yang akan mempertemukan mereka lagi… dengan cara yang tidak terduga.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!