NovelToon NovelToon

Aku Memilih Menyerah, Mas!

Bab 1

Dengan langkah riang Arumi mendatangi kantor sang suami dengan membawa makan siang untuk sang suami, wajah cantik dengan dandanan sederhana itu tidak menghilangkan kecantikan alami Arumi, wajahnya tampak lebih muda dari umurnya.

Bahkan orang berfikir Arumi anak baru lulus sekolah SMA melihat wajahnya yang babyface

"Siang bu Arumi." sapa resepsionis dengan ramah kepada Arumi, mereka sudah hafal siapa Arumi, istri dari bos mereka.

"Siang mbak, mas Deonnya ada? " tanya Arumi sopan dan tersenyum manis kepada resepsionis tersebut.

"Ada bu." jujur resepsionis kepada Arumi.

"Klau gitu aku ke atas dulu ya mbak, oh... Iya ini ada sedikit makanan untuk mbak." ujar Arumi memberikan sebuah paper bag ketangan resepsionis.

"Ahh... Ibu, klau datang selalu repot repot." ujar resepsionis dengan tidak enak hati.

"Nggak repot kok, sekalian di masak, apanya yang repot." kekeh Arumi berlalu dari meja resepsionis.

"Bu Arumi baik sekali, semoga saja hidupnya selalu bahagia." gumam resepsionis itu memandangi punggung Arumi yang sudah menjauh dari hadapannya.

Arumi memasuki lift petinggi perusahaan itu, untuk menuju keruangan sang suami.

Sementara di dalam ruangannya, Dion sedang tertawa bahagia bersama para sahabatnya, yang sedang berkunjung keperusahaannya itu, di sana juga ada beberapa orang wanita seumuran Dion.

Gelak tawa terdengar dari ruang Dion itu, bahkan Arumi bisa melihat berapa bahagianya laki laki yang berstatus suaminya itu bersama teman temanya, bahkan Arumi tidak pernah mendapatkan senyum dari suaminya itu, tidak seperti teman teman wanita suaminya itu, melihat pemandangan di sana, hati Arumi bagai tertusuk ribuan duri.

Kini baru dia sadari, ternyata bukan sifat asli suaminya yang dingin, ternyata laki laki itu bisa bersifat hangat dengan teman teman wanitanya, berbanding terbalik dengan dirinya.

Kini Arumi sadar, suaminya belum sepenuh nya bisa menerima kehadirannya, dan mungkin saja wanita yang ada di sana salah satunya kekasih sang suami, memikirkan itu membuat hati Arumi semakin sakit.

"Ion loe benaran nih, nggak mau makan siang bareng kami." manja seorang wanita kepada Dion, bahkan Arumi bisa melihat itu dengan jelas.

"Nggak bisa Diana, gue banyak kerjaan." sahut Dion dengan suara lembut, tentu saja ucapan lembut Dion itu membuat hati Arumi makin nyeri, bahkan dia tidak ingat apakah suaminya pernah berlaku lembut kepadanya, entahlah, rasanya tidak pernah.

"Ya... Nggak seru dong." rajuk Diana di bahu Dion.

Melihat Diana yang merajuk manja, membuat Dion terkekeh geli, dan tangan Dion menjawil hidung bangir Dian itu.

"Ihh... Sakit Ion." rengek Diana.

"Habisnya loe nggak pernah berubah, selalu saja menjadi anak manja, kamu loe akan berubah." kekeh Dion mengacak sayang rambut Diana.

Semua tidak luput dari pandangan Arumi.

Tidak terasa air mata Arumi meleleh di pipinya, sungguh pemandangan itu membuat dia sangat sakit hati.

Sebelum ketahuan oleh Dion, Arumi berbalik dan meninggalkan ruangan Dion, rasanya sakit sekali hatinya, ternyata keberadaannya selama tiga tahun ini tidak ada artinya bagi sang suami.

Bahkan suaminya tidak sedikit pun menghindar di peluk wanita lain, padahal ada hati yang harus dia jaga, rasanya hati Arumi remuk redam saat ini.

"Bu." panggil resepsionis.

Arumi hanya tersenyum tipis tidak ingin memperlihatkan rasa sakit hatinya.

"Ibu nggak jadi bertemu pak bos? " tanya Riri resepsionis perusahaan Erlangga itu.

"Tidak mbak, sepertinya suami saya lagi ada tami, jadi saya nggak enak mengganggunya." alasan Arumi.

Deg...

Riri baru ingat tadi banyak sekali teman teman bosnya datang, dan ada perempuan sok kecantikan yang selalu menempel pada bosnya itu, sungguh Riri tidak tega melihat wajah pias istri cantik bosnya itu.

"Saya pulang dulu ya mbak." ucap Arumi tanpa semangat.

"Iya bu, hati hati." ucap Riri khawatir.

Arumi hanya mengangguk lemah, dan berjalan keluar dari perusahaan suaminya itu.

"Pak." sapa Arumi kepada security yang sedang berdiri di lobi perusahaan.

"Iya, bu." jawab security dengan hormat.

"Bapak sudah makan? " tanya Arumi lembut.

Security itu menggeleng, "Belum bu, belum waktunya istirahat." kekeh security tersebut.

"Ini untuk bapak, klau tidak suka di buang saja yang pak." ucap Arumi lirih.

"Ehhh.. Bu." kaget security menerima rantang tersebut.

Arumi pulang kerumah dengan perasaan yang sangat sedih dan kecewa kepada suaminya itu.

Arumi duduk melamun di dalam kamar mereka, kamar yang dingin dan hampa.

Sementara itu di kantornya, Dion sudah beberapa kali melirik jam mahalnya, dan mendes*h pelan menunggu seseorang.

"Kemana sih dia, kenapa datang sangat terlambat, perutku sudah sangat lapar. " keluh Dion yang menunggu kedatangan sang istri dengan aura kesal.

"Ah elah... klau tau begini mending tadi gue ikut anak anak makan di luar." kesal Dion berdiri dari duduknya, lalu menyambar jasnya dan berlalu keluar dari ruangannya.

"Siap pak. " sapa Riri.

"Mmm... " Dion hanya berdeham tanpa ekspresi.

Mata Dion tertuju kotak makan yang berada di tangan security, dia mengenal kotak makan itu, dan melihat security membuka kotak makan itu dengan tersenyum bahagia.

Geraham Dion lansung mengeras melihat itu.

"Apa istri saya tadi sudah datang? " tanya Dion dingin.

"Sudah pak, sudah naik ke ruangan bapak, tapi balik lagi, katanya bapak lagi ada tamu, dan tidak ibu tidak ingin mengganggu, lalu dia lansung pulang." tutur Riri panjang lebar.

Deg...

Jantung Dion lansung berdetak lebih kencang, apakah istrinya melihat dia dan teman temannya tadi, sungguh perasaan Dion tidak tenang memikirkan itu semua.

Tangannya mengepal dengan sangat kuat, membayangkan Arumi yang akan marah kepadanya nanti saat pulang ke rumah, apakah wanita itu akan mengamuk atau berbuat sesuatu yang tidak di inginkan, sungguh Dion frustasi sekarang, akan menerima kecerewetan istrinya itu.

Dion hanya mendengus menahan resahnya, dan sangat kesal melihat security yang sedang menyantap makanan buatan istrinya sungguh Dion tidak rela siapapun menikmati masakan istrinya itu.

Beberapa jam berlalu, Dion sudah sampai di rumah, tapi tidak seperti biasanya akan di sambut oleh sang istri, padahal tadi dia sudah berfikir akan pusing mendengar ocehan istrinya itu, namun apa yang terjadi, semua tidak sama seperti yang dia pikirkan.

"Kemana dia." gumam Dion masuk ke dalam rumahnya, dan mencari keberadaan sang istri.

Sementara Arumi yang mendengar suara mobil sang suami yang baru pulang, hanya acuh saja, dan sibuk memasak tanpa perduli dengan kedatangan sang suami.

"Rumi." panggil Dion.

Bersambung.....

Haiii.... Jangan lupa like komen dan vote ya, mamak datang dengan karya baru, semoga kalian suka... 😘😘🥰🥰🥰

Bab 2

"Arumi... " panggil Dion.

"Ya." sahut Arumi singkat, tidak biasanya wanita cantik itu berlaku seperti itu, dia tetap sibuk dengan masakannya, tanpa perduli dengan suaminya itu.

Dion mengerutkan dahinya, ada apa dengan istrinya, biasanya akan selalu cerewet, dan apa lagi saat di kantor ada banyak temanya, pasti Arumi akan mengomel panjang kali lebar, membuat kupingnya panas, namun apa yang dia pikirkan dari tadi tidak terjadi.

"Sedang apa kamu?! " tanya Dion dengan suara dinginnya.

"Sedang memasak." acuh Arumi tetap fokus pada masakannya.

Sama sekali Arumi tidak perduli kepada suaminya itu, biarlah dia dikatakan istri durhaka tidak menyambut suami pulang kerja, terserah mau bilang apa, dari pada memikirkan orang yang tidak menganggapnya ada untuk apa, cukup selama ini dia menerima sikap dingin dan acuh Dion, tidak untuk sekarang lagi, dia ingin memilih egois.

"Apa kau tidak mendengar aku pulang." tanya Dion geram.

"Dengar." jawab Arumi cuek.

"Lalu? " tanya Dion makin geram dengan kelakuan sang istri, sungguh tidak di sambut oleh Arumi dengan senyum manisnya itu membuat sesuatu yang hilang dari hidupnya.

Walau selama ini dia terlihat cuek dan acuh kepada sang istri, namun dia suka setiap perlakuan istrinya itu, namun kali ini Arumi berubah.

Tanpa banyak kata lagi, Dion mendekati sang istri dengan langkah panjangnya, dan menarik baju Arumi dengan sedikit kasar.

"Awww...." jerit Arumi karena kaget di tarik oleh Dion, beruntung panci penggorengan yang berisi minyak panas tidak jatuh, andai jatuh tidak tau apa yang akan terjadi kepadanya.

"Apa apaan sih, mas." kesal Arumi yang tidak perduli dengan wajah kesal suaminya itu.

"Kamu kenapa sih?!! " marah Dion.

"Aku kenapa? " tanya Arumi pada dirinya.

"Iya, kamu kenapa! " bentak Dion.

"Tidak kenapa napa. " sahut Arumi santai tanpa beban, dia sudah memutus kan untuk menjauh dari suaminya itu, tadi dia sudah menghubungi seorang sahabatnya yang menjadi pengacara, dia ingin berpisah dari laki laki itu, sudah cukup dia berkorban selama ini, menahan sikap dingin Dion, menahan sikap acuh Dion, datang kepadanya saat dia ingin sesuatu saja.

Dia pikir sikap itu memang sifat Dion, ternyata tidak dia bisa tertawa lepas dan bisa tersenyum manis kepada teman wanitanya, tapi bukan untuk dirinya.

Untuk apa dia menghabiskan seumur hidupnya dengan laki laki yang tidak mencintainya, hanya akan merusak dirinya saja, hidupnya masih panjang, dia masih muda, banyak hal yang ingin dia capai saat sebelum menikah, dia juga ingin bahagia, di cintai dan di sayangi oleh pasangannya, dia akan melepaskan laki laki itu.

Dia tau suaminya juga terpaksa menerima pernikahan ini, lalu untuk apa di pertahankan klau hanya akan menyiksa batin, lebih baik dia lepaskan, agar suaminya bisa tersenyum dan tertawa lepas bersama orang orang yang dia sayangi, dan dia akan mencari kehidupan kebahagiannya sendiri.

Berhubung tidak ada lagi yang harus dia jaga perasaannya, kakeknya dan kakek sang suami sudah sama sama berpulang, dan dia tidak lagi mempunyai keluarga, keluarga satu satunya hanya sang kakek, karena orang tuanya sudah meninggal saat dia masih kecil dalam sebuah kecelakaan.

"Tidak ada." sahut Arumi santai, dia menatap mata suaminya dengan tenang, tidak ada ketakutan sama sekali, dia sudah siap untuk di cerai oleh laki laki itu.

"Kamu marah? " tanya Dion pada akhirnya dia melunak.

"Tidak, untuk apa aku harus marah." jawab Arumi dengan pasti.

Sepertinya percuma saja dia bicara, kalau istrinya tetap seperti ini.

"Aku ingin mandi." ucap Dion pada akhirnya.

"Silahkan." sahut Arumi dengan muka datarnya.

Dion hanya bisa berdengus kesal mendengar jawaban dan sikap istrinya itu.

Biasanya Arumi dengan sigap mengikutinya kedalam kamar, menyiapkan air mandinya, menyiapkan pakaiannya tanpa di minta, tapi lihat lah sekarang, wanita itu malah duduk di ruang tengah sambil membolak balik majalah.

Di dalam kamar Dion mengacak acak rambutnya frustasi, karena tingkah laku Arumi, setelah keluar dari kamar mandi, dia tidak menemukan pakaian ganti di atas kasur seperti biasanya.

"Dia kenapa sih, klau marah bilang, bukan diam kaya gitu." gerutu Dion.

Ternyata tidak sampai di situ, saat di meja makan pun sama, Arumi ternyata sudah makan terlebih dahulu, tanpa menunggu dirinya.

Dion membuang nafas kesal melihat tingkah istrinya itu.

"Kamu kenapa makan duluan, biasanya juga menunggu mas." kesal Dion.

"Oh... Aku sudah lapar." jawab Arumi santai.

Dion hanya bisa menahan kesal melihat tingkah istrinya yang tidak biasa itu.

"Tadi kenapa bekal mas di kasih sama security? " tanya Dion yang sudah tidak bisa menahan diri lagi.

"Ohhh... Itu, dimakan sama security itu lebih bermanfaat." maksud mu apa! " bentak Dion pada akhirnya.

"Loh kok ngamuk sih." kekeh Arumi.

"Mas nanya Arumi, jawab! " bentak Dion dengan mata memerah menahan amarah.

Arumi hanya membuang nafas sebelum menjawab pertanyaan suaminya itu.

"Mas bahagia nggak menikah dengan ku? " tanya Arumi pada akhirnya.

Deg....

Jantung Dion berdetak lebih kencang, mendengar pertanyaan Arumi itu.

"Maksud kamu apa bertanya seperti itu? " tanya Dion balik.

"Aku nanya mas, bukan nyuruh mah balik nanya, di jawab pertanyaan ku." sahut Arumi dingin.

"Arumi... k-kamu kenapa? " ucap Dion.

Huuuffff...

Arumi hanya bisa membuang nafas kesal, karena suaminya itu masih saja berputar putar menjawab pertanyaannya.

"Aku tau mas, terpaksa menerima perjodohan ini, sama. Aku pun sama seperti mas, sama terpaksanya, tapi aku bisa apa, aku tidak mampu menolak permintaan kakek, aku terpaksa menerima laki laki yang tidak aku cintai, dan menikah menjalani rumah tangga ini dengan berat, tapi aku harus ikhlas aku berusaha menerima ini semuanya, aku berusaha mencintai mas, aku berusaha melakukan tugas ku untuk berbakti kepada suami ku." ucap Arumi mulai terisak.

Hari Dion menclos mendengar keluh kesah sang istri.

"Tapi apa semua yang aku lakukan sia sia, aku pikir sikap mas yang dingin itu memang sifat mas dari kecil, tapi ternyata tidak, dan sikap acuh mas itu, aku pikir memang mas begitu, ternyata tidak, mas bisa berkata lembut, mas bisa menatap wanita lain penuh kelembutan, mas bisa bercanda tawa dengan yang lain, tapi dengan ku tidak, dari sini aku sadar mas, aku bukan lah kebahagian untuk mas." ujar Arumi menahan perih di hatinya.

Dion yang melihat kesedihan di hati istrinya, membuat dia sangat menyesal, bukan dia tidak mencintai dan menyayangi istrinya itu, namun dia tidak tau harus bersikap seperti apa, karena dia tidak pernah berpacaran selama ini, sahabat sahabatnya tadi, adalah sahabat masa kecilnya semua dengan mereka lah selama ini Dion bisa tertawa dan bercanda lepas.

Dion ingin memegang tangan sang istri, namun Arumi dengan sangat cepat menarik tanganya, dia tidak ingin di sentuh oleh Dion.

"Mas, dari pada kita sama sama tersakiti, lebih baik kita berpisah mas." ucap Arumi pada akhirnya.

"TIDAK....!! " pekik Dion kaget mendengar ucapan sang istri.

Bersambung....

Haii... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘

Bab 3

"Tidak...! mas tidak akan menceraikan mu, kamu istri mas, kamu amat dari kakek, mas nggak akan pernah menceraikan mu." pekik Dion menahan amarah dan kesal.

Arumi hanya tersenyum miris mendengar ucapan suaminya itu, ternyata dia hanya sebuah amanat dari sang kakek yang harus di jaga, bukan bertahan karena sudah ada cinta, lalu untuk apa dia bertahan, lebih baik berpisah.

"Hanya sebuah amanat kan, mas. Sekarang kakek sudah nggak ada, jadi tolong lepaskan aku, lebih baik kita bercerai saja, mas bisa hidup bahagia bersama wanita yang mas cintai, tanpa harus kesakitan karena sebuah amanat." ujar Arumi menahan perih.

Dion menggelengkan kepala kuat, menatap tajam kepada sang istri.

"Mau mu apa hmm... Apa sudah ada laki laki lain di hati mu, makanya kamu ingin bercerai dengan ku, atau karena kamu marah karena mas bersikap baik sama wanita lain, iya." ujar Dion.

"Maaf mas, aku bukan wanita semurahan itu, aku masih punya otak untuk menjalin hubungan dengan laki laki lain, karena aku sadar aku sudah mempunyai suami, sedapat mungkin aku menjaga marahku sebagai seorang istri, aku menjaga diri ku, untuk suamiku, tapi apa yang ku dapat, tidak ada. suami ku bersikap dingin dengan ku, tapi bisa bercanda tawa dengan wanita di luar sana, suami ku sangat acuh kepada ku, nyatanya dia bisa perhatian dengan wanita di luar sana, istri yang mana yang tidak akan sakit hati." ucap Arumi panjang lebar, dengan kasar tangannya menghapus air matanya, yang sudah bercucuran di pipinya.

Dion bagai tertampar mendengar ucapan sang istri, rasa sesal mulai menjalar di hatinya, melihat sang istri bercucuran air mata, Dion mendekat ingin menghapus air mata sang istri, namun baru saja tangannya terangkat sang istri mundur menjauhinya, sakit sungguh sakit hati Dion mendapat penolakan dari istrinya itu.

"Jangan menghindar Arumi, mas ini suami mu, dosa loh klau istri tidak menurut sama suami." ucap Dion, agar istrinya mau luluh kepadanya.

Arumi hanya terkekeh sinis.

"Suami yang mana dulu yang harus aku patuhi, aku ini hanya berstatus istri karena amanat dan suami yang pantas di patuhi dan di turuti yaitu suami yang bisa menyanyangi dan membahagiakan istrinya, bukan yang acuh dan bersikap dingin sama istri, tapi perempuan lain yang hanya berstatus teman dia bisa berbuat lembut, dan bisa dia manjakan, tapi sama istrinya tidak." sarkas Arumi yang tidak akan ingin goyah, cukup tiga tahun dia menahan ini, tidak untuk sekarang dan seterusnya.

Selama ini suaminya taunya Arumi adalah istri penurut, dan penyabar, dia tidak tau saja, dulunya istrinya sangat bar bar, sekarang Dion membangunkan sikap bar bar sang istri.

"Maaf." ucap Dion penuh sesal.

"Maafmu sudah terlambat, seharusnya mas lakukan sejak tiga tahun lalu, bukan sudah kepergok dan aku memilih menyerah mas baru minta maaf." Arumi teguh pada pendiriannya.

"A-r-umi... Tolong jangan uji kesabaran mas, jangan sampai mas lepas kendali." gumam Dion menatap Arumi dengan mata yang tajam.

Arumi hanya terkekeh dan tersenyum sinis.

"Siapa yang menguji kesabaran mas, bukannya itu terbalik, mas yang sudah menguji kesabaran ku selama tiga tahun ini dengan sikap mas itu, dan sekarang akulah yang sudah kehilangan kesabaran, lepaskan aku secara baik baik." tegas Arumi benar benar tidak ingin mengalah.

Sungguh Dion baru kali ini melihat sikap keras kepala istrinya, dia tidak menyangkan sang istri klau sudah marah tidak bisa dia kendalikan, bahkan setiap ucapannya selalu mendapat balasan dari sang istri.

Dada Dion bergemuruh menahan gejolak amarah, tanpa banyak kata lagi, dia berjalan cepat kearah sang istri, dan memanggul sang istri naik ke lantai dua menuju kamar mereka.

"Aakkggg.... Mas, apa apaan kamu, turunin aku! " pekik Arumi memukul mukul punggung sang suami, karena kepalanya terasa pusing sebab suaminya memanggulnya seperti karung beras.

Dion masa bodo dengan teriakan sang istri, dia tetap berjalan menuju lantai atas.

"Ada apa ya mbak, kok bu Arumi teriak teriak, aku baru kali ini mendengar dia berbicara lantang." ucap bi Atun kepada bi Minah.

"Sepertinya bu Arumi sudah mulai kehabisan kesabarannya menghadapi bapak, lagian bapak juga sih salah, punya istri cantik, patuh dan penurut, bukannya di sayang, malah di cuekin, ya salah sendiri, aku sih, yeesss.. Klau mereka bercerai, kasian bu Arumi masa depannya masih panjang, ngapain harus terbelenggu sama rumah tangga yang tidak sehat ini." ucap bi Minah membela Arumi.

"Husss.... Nggak boleh mendo'akan yang jelek ih..." omel bi Atun.

"Ihhh... Aku nggak mendo'akan yang jelek ya, aku justru ingin ibu hidup bahagia, dari pada tekanan batin setiap hari hanya melihat muka kulkas si bapak." bela bi Aminah yang tidak mau di salahkan, dan beranggapan ucapannya yang paling benar.

Bi Atun hanya geleng geleng kepala melihat tingkah bi Aminah itu, percuma saja dia akan memberi nasehat, klau sikap keras kepala Aminah lagi kumat kaya gini.

Bukk...

"Awww.... Apa apaan sih mas." pekik Arumi kaget di jatuhkan ke atas kasur empuk di kamar mereka.

Dion tidak menjawab ucapan sang istri, tapi dia membuka seluruh pakaiannya di depan sang istri.

Arumi melotot melihat tingkah suaminya itu, dia mulai ketakutan.

"Mas, mau apa kamu, jangan macam macam ya." pekik Arumi panik dan bergeser mundur menjauh dari jangkauan suaminya itu.

Dion menyeringai melihat sang istri yang ketakutan.

"Jangan lari, sayang. Mas akan kasih tau kamu, walau mas dekat sama wanita di luar sana, tapi ini, tubuh mas ini hanya milik kamu seorang, mas nggak pernah melakukan hal di luar batas." ucap Dion menyergap tubuh Arumi.

Arumi meronta dan melawan sekuat tenaga, dia sudah tidak sudi lagi melayani suami jahatnya itu.

"Lepas mas, aku nggak mau." pekik Arumi meronta ronta.

"Diam sayang, nikmati saja, hari ini masa subur mu bukan, mari kita bikin dedek, biar kamu nggak minta pisah sama mas." ucap Dion yang terus mengungkung sang istri, hanya itu salah satu cara yang terpikir dalam kepalanya saat ini, andai istrinya hamil pasti tidak akan mau berpisah darinya.

Arumi hanya tersenyum miris, selama ini suaminya bilang belum siap punya anak, tapi hari ini karena dia minta pisah, malah suaminya ingin mereka punya anak, suaminya hanya ingin menahannya karena seorang anak, oohhh.. tidak akan bisa ferguso, tekadnya sudah bulat, dia akan tetap melanjutkan perceraiannya, ada atau pun tidak ada anak, bertahan dengan laki laki egois ini bukanlah suatu pilihan, masih banyak cita cita yang ingin dia raih sebelum di jodohkan, tapi semua sirna begitu saja, sekarang dia akan kembali meraih cita citanya, dan melepas pernikahan tidak sehat ini.

Arumi melayani keinginan suaminya itu untuk terakhir kalinya, dia sudah menyusun rencana dengan matang.

"Tidur lah, kamu pasti kecapean." ucap Dion dengan suara lembut, baru kali ini suara lembut itu terucap dari bibirnya untuk sang istri.

Mungkin klau dulu dia berlaku lembut seperti ini, pasti Arumi akan terbang melayang, tapi dia lakukan saat Arumi sudah menyerah, yang ada Arumi merasa jijik mendengar suara lembut suaminya itu.

Setelah mendaratkan banyak kecupan di seluruh wajah sang istri, Regan masuk ke dalam kamar mandi.

Arumi yang tadi berpura pura tidur, kini kembali membuka mata.

"Anggap saja pelayanan terkhir sebelum kita berpisah." gumam Arumi menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup dari dalam.

Setelah berucap seperti itu, Arumi kembali menutup mata, mengistirahatkan tubuhnya yang kehabisan tenaga.

Bersambung....

Haii.... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!