NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Mihrab Pesantren

Bab 1

"Woeee si Sinchan jalan bareng siapa tuh?" celetuk Amelia, siswa cantik tapi kelakukan sangat berbanding terbalik dengan sikapnya.

"Siapa sih? Guru baru kali yah..."

"Waahhh bakal suasana baru guys."

Kelas gaduh menyoraki kedatangan ke duanya. Tapi Pak Cokro tidak memperdulikan dan tidak mendengar hal tersebut. Wajahnya terus saja menampilkan senyum lebar saat memperkenalkan Susi, guru baru yang akan mengajar pelajaran bahasa.

"Anak-anakku sekalian, berhubung Ibu Guru Chandrawasih sudah di pindah tugaskan. Maka dalam hal ini, bapak akan memperkenalkan kalian pada guru baru, yang akan mengajari kalian pelajaran bahasa. Namanya adalah ibu Susi." jelas Pak Cokro yang berdiri di depan siswanya.

"Susi Susanti kok bisa ngajar bahasa sih Pak? Bukannya dia harus berlatih bulu tangkis untuk kejuaraan Indonesia?" teriak siswa yang bernama Fatih.

"Hidup Indonesia...." sahut Adam dengan semangat 45 dan di ikuti serempak oleh semua temannya.

"HIDUP INDONESIA!!!" sorak anak IPS kelas XII.

Sorakan itu membuat Ibu Susi merinding dan menutupi wajah terkejutnya dengan senyuman.

"Woooeee guys.. hati-hati Luh.. kalian bisa di tenggelamkan, bukankah ini ibu Susi yang menteri itu?" cetus Zizi. Wanita berambut panjang dengan rok abu-abu di atas lututnya.

"Berarti kita harus sedia pelampung sebelum tenggelam dong." timpal Edo yang duduk di samping Amelia membuat yang lain ikut tertawa.

"Pak sebenarnya kelas kita ini enggak perlu guru pengganti. Kami bisa belajar sendiri kok. Kami bahkan sudah cerdas-cerdas."

"Otak kalian itu masih harus di asah biar lebih tajam." jawab Pak Cokro. Sementara Bu Susi hanya termangu memikirkan nasibnya yang akan mengajar di kelas pembuat onar.

"Ibu Susi jangan kaget yah, mereka memang seperti itu. Sangat semangat soal pelajaran." kata Pak Cokro, wakil kepala sekolah.

"Tapi Bu Susi, ibu harus hati-hati dengan siswa yang namanya Fatih. Dia itu adalah anak dari pemilik sekolah ini. Jadi ibu harus mengalah, apapun yang terjadi." bisik Pak Cokro pada ibu Susi.

"Yeeee yang lagi bisik-bisik, bapak sama ibu kalau mau merencanakan masa depan di luar kelas kita aja. Kita semua yang ada di sini masih di bawah umur. Memberi contoh yang tidak baik, bisa membuat moral kita menjadi rusak." teriak Siska, siswi yang duduk di sebelah Fatih, rambut panjang ikal, baju yang sepertinya sangat sesak karena terlalu press. Cantik, sangat cantik wajahnya seperti blasteran.

"Bagus.. bagus.. sambutan kalian pada guru baru kalian sangat antusias. Bapak sangat bangga pada kalian semua. Pasti ibu Susi akan senang mengajar di kelas ini." ucap Pak Cokro dengan senang membuat riuh kembali dalam kelas.

"Huuuuuuhuuuhhhhhh enggak nyambung." teriak Adam membuat di dalam kelas ikut tertawa terbahak-bahak.

"Anak-anak, kalian dengarin ibu Susi yah! Jangan nakal kalian. Ibu Susi saya tinggal dulu. Permisi.." pamit Pak Cokro.

Sepeninggalnya Pak Cokro, ibu Susi terlihat masih berdiri mematung tak tahu harus bersikap layak seperti guru pada umumnya. Siswa kelas yang dia datangi ini membuatnya terperangah karena semua siswa di kelas ini sama saja, sama-sama pengacau.

"Ibu Susi enggak perkenalkan diri Bu?"

Susi tersentak ketika namanya di sebut, belum beberapa menit dia dalam kelas ini tapi merasa sudah berjam-jam hingga peluhnya keluar bercucuran.

Segenap tenaga dia mengokohkan kedua kakinya untuk berpijak karena sudah merasa sangat lemah sampai-sampai sedikit lagi tersungkur.

"Ehemm. Ehem.. " Susi mencoba membersihkan tenggorokannya di tengah kegaduhan kelas yang membutuhkan pita suara yang prima.

"Baik ibu akan memperkenalkan diri kembali.. perkenalkan nama saya...."

"Udah kenal Bu."

"Tidak perlu!"

"Tidak usah!"

"Tadi udah di sebutin sama si Sinchan."

Sinchan sebutan untuk Pak Cokro karena tubuhnya yang pendek dan perut buncit.

"Sinchan siapa?" tanya Susi heran mendengar nama yang mirip dengan kartun tersebut.

"Siapa lagi, yang datang bareng ibu tadi. Ya itu orangnya!" jawab Fatih lalu tertawa di iringi oleh semua antek-anteknya.

"Ish... Kalian enggak boleh ngatain guru kalian seperti itu. Enggak sopan, enggak beradab! Kalian anak-anak cerdas, masa ngomongnya mirip orang yang enggak ada kelas sih." cetus Susi dengan suara membara.

"Huuuaappp..." Fatih menguap dengan suara besar.

Susi mendesah, "Baik kita akan sering bertemu sampai kalian ujian akhir. Saya harap kita akan akrab. Terserah kalian mau panggil saya Ibu Susi atau Kak Susi. Saya akan mengajari kalian pelajaran bahasa Indonesia." suru Susi yang masih berdiri di depan kelas.

"Kami semua sudah pintar Kakak Susi. Jangan repot-repot! Anak TK aja udah pada tahu bahasa Indonesia, apalagi kita. Ya enggak guys."

"Ho'oh... Salak aja di kupas bukan di belah."

"Belah duren dong. Ha.. ha..!"

Susi hanya tersenyum mendengar celetukan-celetukan yang membuat telinganya merasa sangat panas. Bagaimana guru-guru sebelumnya bertindak di kelas ini. Susi benar-benar tidak sanggup, seandainya bukan gaji yang tinggi untuk menopang kehidupannya. Dia sudah menolak kerja di sekolah ini jika kelas yang harus di hadapi wanita 35 tahun itu adalah kelas yang terkenal sebagai pembuat onar. Mana pemimpinnya adalah anak dari pemilik sekolah, ketua yayasan. Susi mendesah, menerima semuanya adalah cara wanita itu berbaikan dengan takdirnya.

Waktu mata pelajaran bahasa Indonesia adalah dua jam. Tapi, Susi hanya satu jam. Dia menyerah. Tenggorokannya sakit karena menjelaskan materi tapi siswa di kelas itu sibuk dengan diri meraka masing-masing. Ada yang sibuk make up, ada yang tidur, ada yang sibuk pacaran. Ada juga yang sibuk bernyanyi karena akan mengikuti audisi.

Susi meninggalkan kelas tanpa pamit pada siswanya, toh mereka juga tidak akan peduli padanya.

Susi kemudian berjalan menuju ruang guru. Dia bercerita pada guru-guru lain tentang kelas pembuat onar tersebut. Ternyata para guru sudah sampai pada titik nadir kenyataannya bahwa tidak seorang pun pengajar yang sanggup mengupgrade para penghuni kelas XII IPS, kelas yang terkenal dengan sebutan kelas neraka yang di pimpin oleh Fatih.

"Ibu Susi ini masih baru, tapi sudah menyerah. Bagaimana nasib kami selama ini. Sebenarnya kelas itu bisa nurut jika anak yang bernama Fatih itu di tiadakan. Tapi caranya bagaimana? Sedangkan ayahnya sendiri ada pendiri sekolah ini." ucap salah satu guru yang bernama Ibu Vivi.

"Saya guru olah raga, pelajaran yang harusnya di lakukan di lapangan. Tak satupun dari kelas mereka keluar di lapangan. Padahal saya sudah panggil mereka dua kali. Karena apa? Karena Fatih tidak enak badan, alasannya. Padahal saya tahu, anak itu hanya tidur di kelas. Tapi apa, antek-anteknya ikutan tidak masuk dalam pelajaran saya." ucap guru pria tersebut.

Ternyata hanya satu alasan saja. Anak yang bernama Fatih harus berubah, atau di pindahkan dari sekolah ini.

"Bos... Anak sekolah sebelah nantangin kita! Katanya sekolah kita cuma modal tampang tapi otak nol. Gimana bos, kita ladeni apa diamin aja?" kata Edo yang duduk di atas motor metik besarnya.

"Sebenarnya gua gatal banget buat ladeni mereka. Pengen gua sumbat tuh mulut pakai daleman mereka. Biar enggak banyak ngoceh. Tapi Luh masih ingat kan? Bokap gua ultimatum, sekali lagi gua tawuran atau berbuat yang merusak reputasi doi. Gua bakal di kirim ke pesantren. Huruf Al Qur'an aja gua nggak tahu apalagi di suru ngaji. Katanya pesantren itu serem coi. Di kasih hapalan mesti harus hapal saat itu juga. Kalau enggak, bisa-bisa kit enggak di kasih makan." jelas Fatih yang duduk di atas cap mobilnya.

"Serem juga. Bakal kurusan. Mana enggak bisa lihat cewek cantik. Pacaran juga enggak bisa donk." sahut Gilang, salah satu antek Fatih.

*****

Saat Fatih pulang kerumah, ibunya mengahampiri putranya.

"Sudah makan, Nak?"

"Sudah."

"Jangan pulang larut malam, kalau ayah kamu tahu. Kamu akan di marahi, mama sedih melihat kamu dan ayahmu tiap hari bersitegang terus. Kalian bukan lawan, kalian bukan musuh. Kalian ayah dan anak. Kamu harus mengalah pada ayahmu, karena kamu salah. Jangan membalas setiap perkataannya."

"Iya... " jawab Fatih lalu menutup pintu kamarnya kemudian menguncinya. Tak ingin ibunya ikut masuk kemudian menceramahinya panjang lebar.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Selepas mandi, Fatih duduk di depan komputernya dan memainkan game.

Fatih lahir dari orang tua yang beragama Islam dan taat pada agama. Ujian terbesar bagi Pranadipa dan sang istri adalah putranya. Pergaulan bebas sudah sangat menyatu pada kehidupan Fatih. Dia bagaikan orang yang tak punya agama. Jangankan mengerjakan yang Sunnah, yang wajib saja tidak pernah Fatih lakukan. Jika bukan anak satu-satunya, Pranadipa sudah mencoret Fattah dalam kartu keluarganya.

****

Hujan....

Siska memandangi langit yang gelap dari balik jendela kelasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 9 pagi. Pelajaran di kelas belum juga mulai, bukan guru tak hadir, tapi guru menolak untuk masuk di kelas bagaikan neraka tersebut.

Gadis berambut ikal dengan wajah blasteran tersebut saat ini sedang termangu di atas kursi tempat duduknya, menatap ke arah luar seakan sedang memanggil inspirasi untuk datang menyambutnya. Di hadapannya sebuah kertas segi empat berwarna pink dengan motif love masih terlihat kosong tanpa segurat pun goresan tinta. Sudah berapa kali Siska menggigit gigit kulit tebal di sekitar kuku tangan jempolnya. Gadis remaja itu terlihat ragu. Sekali-kali dia mengetuk pulpen di kepalanya untuk memerintahkan berpikir.

Tangan kirinya mengetuk ngetuk jari di pinggiran mejanya.

'Zaman sekarang nyatain perasaan ke cowok sudah lumrah. Tapi gimana kalau gua di tolak, pasti bakal malu banget. Tapi gimana caranya aku nyatain cinta sama Fatih? Zaman sekarang surat cinta masih berlaku enggak ya?'

Sangat jelas terlihat dalam batin Siska sedang berkecamuk hebat karena kebimbangan yang tiada akhir.

"Aaaakkkkhh... " Siska frustasi. Dia menremas-remas kertas kosongnya kemudian melempar ke arah jendela, membiarkan kertas itu di lumat oleh rintik air hujan yang kian tergenang.

Tak lama kemudian Fatih memasuki kelas dengan memakai hoodie berwarna hitam. Semakin memperjelas ketampanan nan kulit putih Fatih.

"Gua dengar-dengar anak sebelah makin kurang asem? Kita lancarin serangan kita nanti!" ujar Fatih dengan rahang mengetat karena emosi.

Bab 2

"Luh enggak khawatir bokap luh bakal tahu?"

"Makanya, kita main kalem aja. Jangan sampai bokap nyokap gue tahu. Bisa berabeh urusan, ujungnya gua sad ending. Membekam di pesantren." ujar Fatih melepas hoodienya.

"Kita bolos dan susun rencana, gimana?" ajak Atha dengan wajah serius. Remaja dengan rambut kriting itu menunggu jawaban pemimpinnya.

Fatih mendesah, punggungnya ikut terlihat turun saat nafasnya di keluarkan. "Tamat riwayat gua kalau ketahuan bolos. Pulang sekolah kita kumpul di tempat biasa. Gimana?" jelas Fatih, anak itu memang sudah berjanji pada ayahnya untuk tidak bolos lagi. Hampir satu bulan kemarin Fatih tidak menginjakkan kakinya di sekolah, padahal seragam sekolah terus melekat di tubuhnya, remaja itu juga meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah tepat waktu. Tapi entah kemana perginya. Pada akhirnya, saat ayahnya yang menjabat sebagai ketua yayasan bertandang ke sekolah. Dia mengecek keberadaan putranya. Tapi naas. Walau batang hidungnya, Fatih tak muncul. Pranadipa mengintrogasi guru kelas untuk mengatakan hal sejujurnya. Ibu Eni sebagai wali kelas Fatih, menceritakan bahwa Fatih tidak pernah masuk di kelas selama sebulan lebih. Mendengar penjelasan ibu Eni, Pranadipa sangat geram. Setelah sampai di rumahnya, dia mengancam putranya untuk tidak bolos ataupun membuat onar kembali, ketika janji itu di ingkari oleh Fatih. Maka pondok pesantren adalah tempat tinggal Fatih.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Bel panjang berbunyi. Seperti biasa rapat guru menjadi alasannya. Suara berisik dari setiap kelas menjadi bukti mereka sangat senang karena mendengar bel itu berbunyi. Sorak sorai terus terdengar di setiap ruangan tidak terkecuali di kelas Fatih.

"Yeeesss!!!" pekik Siska dengan senangnya. "Tau aja tugas gua belum selesai. Tuhan memang Maha baik." pekik Siska seraya memasukkan buku-bukunya kedalam tasnya. Dia kemudian menghampiri Fatih.

"Kantin yuk! Gua yang bayarin. Pulangnya ntar aja. Masih pagi." ajak Siska pada Fatih.

"Sorry Sis. Luh makan aja bareng Amel, kita-kita lagi ada planning penting."

Siska mendengus mendapat dorongan kencang dari Edo, memaksanya untuk menjauh dari Fatih. Siska melotot sambil mengusap pundaknya.

"Apaan sih Luh Edo, jangan kasar-kasar dong. Fatih... Sakit nih, kamu obati aku dong." ucap Siska dengan manja, tubuhnya kembali mendekat ke arah Fatih.

"Bro....!" Reza berdiri di ambang pintu kelas. Suaranya memancing, Fatih, Edo, Atha dan Siska turut menoleh ke arah sumber suara.

"Mau ngapain Luh kesini?" sergah Siska menatap jutek ke arah Reza. Sedangkan pria jangkung itu hanya mengangkat bahunya tak menjawab. Siska semakin kesal dengan jawaban Reza.

"Luh jangan gangguin gua lagi yah, hubungan kita udah berakhir."

"Yang bilang mulai siapa, jangan harap! Cewek kaya Luh, di pasar loak banyak!" cercah Reza menunjuk ke arah Siska.

"Masuk bro! Kita ngobrol disini aja." ucap Fatih. "Luh minggir dulu!" kata Fatih pada Siska membuat wanita itu menghindari wajah Fatih dan mengangkat wajahnya tinggi-tinggi untuk menarik udara dari tempat lain karena merasa sesak saat Fatih menyuruhnya pergi. Siska kemudian menghentakkan kakinya, kemudian menyelipkan rambut bagian sampingnya ke belakang telinga dan pergi meninggalkan Fatih.

"Itu cewek kenapa sih ke PD an banget. Kalau dia deketin Luh jangan mau!" kata Reza kemudian duduk di atas meja Fatih.

Fatih menyunggingkan senyuman meremehkan ke arah Reza, "tipe gua bukan macam preman pasar!"

"Tipe Fatih anak santri, kan dia bakal di kirim ke pesantren setelah rencana kita sukses!" cetus Edo kemudian tertawa.

"Nyali gua setipis tissu kalau dengar tentang pesantren. Tapi enggak masalah. Gua bisa kabur kalau benar-benar rencana bokap gua berhasil." kata Fatih.

"Cepat atau lambat bokap Luh pasti tahu tentang kejadian nanti. Jadi mental Luh harus di siapin. Kalau perlu, baju-baju Luh masukin dalam koper secepatnya. Bokap Luh bisa kalap ntar sampai lupa bawain pakaian Luh kalau tahu kita tawuran."

"Pokoknya kalian enggak boleh lupain gua. Kalian harus jemput gua, gimana pun caranya!" ujar Fatih. Pria itu sangat tidak ingin menginjakkan kakinya di pesantren. Menurutnya, pondok pesantren sama halnya dengan penjara. Padahal kenyataannya sangat jauh berbeda, di pondok itu Fatih akan mendalami tentang agama, bertemu dengan teman-teman dari lingkup keagamaan yang bisa menjadikan pribadi Fatih menjadi berubah, kyai ataupun ustadz akan mengajarkan Fatih tentang agama yang di anutnya.

"Beres.... Hubungi aja kita, bakal standby 24 jam buat jemput Luh!" jawab Reza. Walaupun berbeda kelas, tapi Reza termasuk anggota dalam gank Fatih. Gank yang sangat terkenal di sekolah dengan ketampanan mereka yang beranggotakan empat orang, Fatih sebagai pemimpin, Edo, Reza dan Atha tapi akhir-akhir ini Siska dan Amel terus bergabung di gank pria tersebut. Makanya anak-anak yang lain mulai menjaga jarak dari Siska dan Amel karena menganggap bahwa kedua gadis itu termasuk gank sekolah yang tak bisa tersentuh.

"Kantin yuk!" Fatih berdiri di ikuti oleh antek-anteknya.

"Mau kemana kalian?" teriak Amel melihat Fatih dan Genknya berjalan meninggalkan kelas. Tak ada jawaban dari mereka Siska dan Amel berjalan cepat untuk berbaur ke gank pembuat onar tersebut. Ada kebanggaan tersendiri bagi Amel dan Siska jika berjalan bersama gank Fatih. Semua siswa akan berhenti ataupun menghindar saat gank itu berjalan melewati koridor kelas, tak ada yang berani menghalangi jalan mereka. Bahkan ada dari siswa yang memilih memutar agar tidak bertemu dengan gank Fatih. Takut di jadikan tumbal dalam permainan Gank pembuat onar tersebut.

Karena guru sedang rapat, mayoritas siswa menghabiskan waktunya di kantin. Tempat yang di penuhi siswa siswi tersebut mendadak berisik karena kedatangan gank pembuat onar. Enam orang tersebut, menghampiri meja terdekat dan sama sekali tak peduli jika kursi itu masih di gunakan.

"Minggir Luh! Buta ya? Kita-kita mau duduk." ujar Amel dengan bentakan pada siswa yang masih sibuk makan. Dari pada memperkeruh suasana, anak-anak yang masih makan tadi menganggakat mangkok yang berisi bakso dan minuman mereka kemudian berpindah tempat.

"Heeehhh! Malas banget gua lihat mereka. Pengen banget ngeliat mereka pindah dari sekolah ini."

"Benar, biar sekolah ini tentram."

"Iya. Benar banget. Mentang-mentang orang tuanya adalah pemilik sekolah ini, dia sewenang-wenang pada yang lainnya." Ujar beberapa siswi yang duduk tepat di belakang kursi yang tepat di duduki oleh Fatih dan teman-temannya. Mereka sibuk berbisik agar gank itu tidak mendengar percakapan mereka. Karena bercerita sambil menunduk mereka tidak sadar jika Siska dan Amel sudah berdiri di samping meja siswi-siswi yang berbisik tadi.

Amel mengetuk tiga kali meja mereka agar tersadar, ketika tersadar mereka tersentak melihat keberadaan Amel dan Siska yang sudah berdiri dengan bersedekap.

"Cantik-cantik ini lagi ngomongin siapa?" ucap Siska dengan suara lantang untuk mencuri perhatian penghuni kantin.

"Ngaku Luh! Kalian ngomongin kita-kita kan?" bentak Amel mendorong bahu salah satu siswa yang berada tepat di sampingnya.

Suara Amel dan Siska membuat suasana kantin menjadi tidak nyaman.

"Kita enggak ngomongin kalian kok." jawab gadis yang berambut pirang tersebut.

"Eh, Luh berisik. Diam! Bukan Luh yang gua ajak ngomong." sahut Siska melorotkan matanya pada wanita yang tadi berbicara.

"Tadi Luh ngomongnya kalian, berarti nunjuk ke gua juga dong. Kalau enggak ngerti bahasa, sana belajar sama Bu Susi!" gadis pirang tersebut kembali melawan, sama sekali tak gentar menghadapi Siska dan Amel. Sementara Fatih dan ganknya tidak ingin ambil pusing dengan kelakuan ke dua wanita tersebut, karena mereka sibuk cara mengumpulkan anggota mereka untuk menyerang siswa sekolah sebelah yang telah meremehkan mereka.

"Woe.. cewek munafik kaya Luh enggak pantas ngomong disini!" kata Amel menunjuk gadis pirang itu.

"Siapa yang Luh bilang munafik? Bukannya itu untuk kalian berdua. Nebeng di gank Fatih buat nakut-nakutin kita. Kalian berdua tuh, enggak ada pengaruhnya!" sergah gadis pirang itu dengan sangat membara, sangat muak melihat tingkah Amel dan Siska yang ingin di segani.

Serentak seluruh kantin riuh akan suara berisik yang berasal dari setiap meja yang menyoraki aksi wanita pirang itu seakan mendukung mereka.

"Tolongin, mereka berdua masih bisa kita manfaatin." kata Reza pada Fatih. Bukan memanfaatkan tapi lebih pada ketidaktegaan melihat mantan sedang di jelekkan secara berjamaah.

Akhirnya Fatih berdiri dari kursinya, dia mengambil gelas lalu melemparkannya ke lantai membuat gelas kaca itu pecah dan hancur. Seketika kantin menjadi hening. Luar biasa pengaruh Fatih di sekolah ini.

"Luh masih mau lanjutin ngocehnya?" tanya Fatih pada wanita yang sejak tadi melawan Amel dan Siska. Gadis itu terperanjat ketakutan. Dia segara duduk kembali di kursinya, tak berani menatap Fatih yang melihatnya dengan dingin.

Pria jangkung itu kembali ke tempat duduknya di ikuti oleh Amel dan Siska yang ikut duduk.

"Makanya, jangan sok! Enggak ada Fatih, kalian berdua mempermalukan diri sendiri. Malu-maluin! Anak model mereka aja Luh nggak bisa sumbat mulutnya. Malah Luh yang kena sumbatan." ujar Edo melihat ke arah Amel dan Siska yang wajahnya sudah sangat cemberut.

Fatih tak berbicara, dia sibuk menusuk baksonya dengan garpu kemudian memasukkan ke dalam mulutnya. Makannya sangat lahap. Fatih mengisi energinya untuk acara siang nanti.

"Udah diam, enggak usah di salahin lagi. Makan beb." ujar Reza menatap Siska.

"Beb.. beb.. Luh suka ma gua?"

"Kalau di dunia ini perempuan itu sisa kamu...." Belum selesai Reza menyelesaikan kalimatnya, Atha menyambungnya "enggak bakalan gua pilih." ujar Atha lalu tertawa

"Salah! Kalau di dunia ini perempuan itu sisa kamu. Pasti gua pilih, mana sanggup gua hidup sendiri. Berdua denganmu pasti lebih baik." sahut Reza kemudian tertawa.

"Kaya lagi dong!" sergah Amel dengan mulut yang di penuhi bakso.

"Habisin dulu baksonya, baru ngomong. Jorok banget sih jadi cewe!" ketus Edo melirik Amel yang ada di sampingnya.

*****

Sekolahpun telah usai, Fatih dan Genknya sudah berada di parkiran dan duduk di atas motor mereka masing-masing. Sengaja Fatih tidak memakai mobil untuk melancarkan aksinya. Pria duduk di atas motor besarnya, helmnya menutup rapat kepalanya, kaca motor menutupi wajah tampannya.

Ngeng... Ngeeennggg... Suara gas motor bagaikan sedang berada di arena MotoGP karena suaranya yang khas.

"Bos... Personil kita udah bergerak." kata Edo melihat ponselnya dan memberitahu Fatih tentang informasi penting.

"Ok! Kita berangkat sekarang!"

Bab 3

Rapat guru telah selesai. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Pelajaran kembali berlanjut. Ini adalah jam pelajaran terakhir Bahasa Inggris.

Tumben-tumbennya semua anak dalam kelas tampak tenang, anteng, dan terkendali. Apalagi si gank pembuat onar. Mereka berempat tampak sibuk dengan buku tulis dan pulpennya masing-masing. Entah apa yang mereka tulis Bu Zainab sebagai guru bahasa Inggris tak ingin ambil pusing.

Semua anak terlihat terlalu damai, ada yang mengantuk, tak bersemangat hingga tak bisa mengeluarkan suara. Kelas terlalu sunyi seperti kuburan.

"Expressions of Predicting, Speculating, and Judging, adalah ekspresi yang di gunakan untuk menyatakan dugaan atau tebakan yang berdasarkan fakta, perhitungan tertentu atau pengetahuan." jelas Ibu Zainab dengan suara melengking. Bahkan suara itu terasa sangat besar karena siswa yang berada di kelas semuanya terdiam.

"Predicting atau prediksi adalah duagaan atau tebakan tanpa alasan. Saya akan berikan contoh kalimatnya kalian dengar baik-baik!" Kembali suara lengkingan ibu Zainab terdengar di seluruh penjuru kelas, bahkan jika ada yang lewat di depan kelasnya. Mereka juga pasti akan mendengar suara lengkingan tersebut.

"I believe out team Will win the match because our rival has a bad teamwork in playing. Artinya.... Saya percaya tim kita akan memenangkan pertandingan karena lawan kita memiliki kerja tim yang buruk dalam permainan." jelas Ibu Zainab menambahkan contoh dalam materinya agar siswa yang di ajar mengerti dengan pembahasannya.

Fatih terlihat mengangguk dan tersenyum lebar, menatap wajah Edo yang duduk di sampingnya. Edo pun ikut nyengir. Mereka berdua bukan paham dengan materi yang di sampaikan guru di depannya. Tapi contoh yang di berikan oleh ibu Zainab akan seperti yang mereka alami nanti saat tawuran. Lawan mereka akan kalah karena kerja timnya yang buruk.

"Ok... Fatih dan Edo tampaknya sudah sangat paham dengan penjelasan ibu." ucap Ibu Zainab menunjuk kedua siswa yang duduk paling belakang, dengan bangga ibu Zainab menyangka bahwa kedua sisinya itu sudah paham, kenyataannya adalah nol besar.

"Ok students.. kita lanjut. Berikutnya adalah speculating atau biasa di sebut spekulasi yang artinya pendapat atau dugaan yang tidak berdasarkan kenyataan atau tindakan yang bersifat untung-untungan. Ada yang bisa memberi contoh?" kata ibu Zainab kembali seraya mengangkat tangannya yang memegang spidol merah. Ibu Zainab mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Fatih! Coba kamu berikan contohnya." titah Ibu Zainab sambil menunjuk Fatih yang lagi bertopang dagu mencoret-coret bukunya. Ibu Zainab mengira bahwa Fatih sedang mencatat materi pelajarannya padahal Fatih sedang menyusun rencana tawuran.

Fatih dengan santai dan agak-agak malas mendongak dan meletakkan pulpennya.

"Saya enggak tahu bahasa Inggris Bu!" jawab Fatih dengan uring-uringan.

"Tidak masalah Fatih, kamu bisa gunakan bahasa Indonesia nanti ibu translate ke dalam bahasa Inggris." jawab Ibu Zainab dengan ramah.

"Spekulasi yah Bu?" tanya Fatih mengulang.

"Benar Fatih." jawab Ibu Zainab antusias.

"Saya hanya perlu ucapkan dalam bahasa Indonesia?"

"Boleh, nanti ibu akan benarkah."

"Contoh kalimat dari spekulasi adalah _saya bertaruh bahwa Ibu Zainab akan menjadi perawan tua seumur hidupnya._ itu kalimat saya Bu. Terima kasih." Fatih melafalkan itu semua seolah memberi contoh tentang materi yang di bawakan oleh ibu Zainab. Tampangnya yang serius mendukung performanya yang sangat meyakinkan semua teman-temannya menahan tawa mati-matian. Umur ibu Zainab yang sudah melewati 40 tahun dan belum ada tanda-tanda jika dirinya akan menikah.

Tapi Atha yang duduk di samping Amel tak pelak lagi menahan tawanya. Dia terpingkal-pingkal bahkan Amel dan Siska ikut tertawa sampai-sampai memukul meja karena merasa sangat lucu.

Ibu Zainab telah salah duga, dirinya mengira bahwa kelas pembuat onar ini sudah bertaubat dan ingin berubah. Ternyata praduganya meleset.

Wajah ibu Zainab memerah, gabungan sangat malu dan sangat murka. Ibu Zainab dengan kacamata bundar khasnya yang selalu melekat di wajahnya memukul meja dengan tangannya karena terlalu marah.

"Kenapa semua tertawa begini?" hadir Ibu Zainab.

"Yah lucu lah Bu, enggak mungkin kita ketawa kalau tidak lucu." ucap Siska masih tertawa.

"Apa-apaan kamu Fatih? Mentang-mentang kamu anak dari kepala yayasan kamu bisa seenaknya memperlakukan saya?" bentak ibu Zainab dengan wajah yang sangat garang.  Semua siswa terlonjak dan langsung tutup mulut walau masih jelas pekikan tawa dengan suara rendah. Baru kali ini mereka melihat Ibu Zainab marah dengan sangat murka. Walau di kenal sebagai guru yang judes tapi ibu Zainab kali ini merasa sangat tersinggung.

Ibu Zainab tak sanggup lagi meneruskan materinya. Dia membereskan buku-buku dan mengambil tasnya kemudian keluar dari kelas dengan hati yang membara karena marah.

"Yaaahhhh... Kabur! Enggak seru nih ibu Zainab di ajak bercanda!" ujar Fatih melihat tubuh belakang gurunya yang semakin menjauh.

"Becanda Luh udah keterlaluan. Contoh kalimat spekulasi gua _gua bertaruh bahwa jodoh ibu Zainab adalah Fatih!" ucap Edo dengan suara besar membuat gelak tawa teman-temannya semakin menjadi. Bukannya takut karena telah menyinggung gurunya, mereka bahkan tidak ambil pusing dengan hal itu.

*****

Di parkiran!

"gimana nih bos?" tanya Edo.

"Gimana apanya?"

"Anak-anak sebelah."

"Maksud Luh anak-anak ingusan itu bakal mengalahkan kita? Enggak akan! Luh tenang aja."

Fatih memandang satu persatu sahabatnya. Edo, Atha dan Reza. Sangat terlihat wajah-wajah mereka yang khawatir.

"Kalian jangan pada cengeng deh. Anak kaya begitu enggak boleh membuat kita takut. Itu cuma gertakan doang. Kalian enggak boleh Cemen!" kata Fatih kembali.

"Pokoknya kita akan serang mereka, seperti rencana kita semula."

Tidak ada yang berani menjawab. Suasana begitu sangat membuat Fatih seperti punya aura pemimpin sejati. Atha dan Reza saling pandang dengan wajah bingung dan dongkol tiada tara. Tapi, apa mau di kata. Fatih adalah pemimpin mereka yang mempunyai kuasa besar. Mereka takut, tapi pantang mundur. Jadinya mereka harus mengikuti arahan Fatih.

""Bos... Personil kita udah bergerak." kata Edo melihat ponselnya dan memberitahu Fatih tentang informasi penting.

"Ok! Kita berangkat sekarang!"

*****

Siang yang terik, di ributkan oleh suara bag big bug tak karuan. Tidak kurang lima puluh orang siswa terlibat dalam aksi tawuran. Beberapa siswa menjadi sasaran pukulan, hantaman, tonjokan, umpatan. Mereka sibuk dengan lawannya masing-masing. Fatih berlari kencang dan memberikan tendangan layang pada siswa sekolah yang telah mengatasi mereka. Tak ingin kalah pria itu bangkit menonjok rahang Fatih hingga Fatih kelimpungan. Merasa terhina, Fatih membalas dengan ribuan kali hantaman dan tonjokan pada pria yang di kenal sebagai pemimpin sekolah sebelah tersebut. Tak urung, wajah pria itu menjadi lebam-lebam membiru dan darah mengucur dari sudut kening dan bibirnya.

"Aahh... Ahh..." erangan dari pria yang di tonjok Fatih tanpa ampun.

"Jangan sok nantangin gua, kalau kemampuan Luh hanya secetek." Fatih kembali memukul pria itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!