NovelToon NovelToon

Cinta Ini Membunuhku (Dark Love )

PROlOG

"Oh, jadi seperti itu, Jordan!" kata Freya dengan nada dingin.

Freya melangkah mendekati dua lelaki yang sedang berbincang di sudut ruangan. Kilatan matanya menyiratkan amarah dan kekecewaan.

"Freya, sejak kapan kamu ada di sana?" tanya Jordan dengan sedikit gugup. Ia beranjak dari duduknya, begitu juga dengan Alex, lawan bicaranya.

"Itu tidak penting, yang penting sekarang aku tahu bagaimana isi hatimu. Aku sangat kecewa Jordan!" kata Freya dengan tatapan tajamnya. Ia melangkah lebih mendekati Jordan dan Alex.

"Freya, tenanglah! Aku bisa menjelaskan semuanya," ucap Jordan.

"Aku tidak butuh penjelasanmu, semuanya sudah jelas!" sahut Freya dengan napas yang memburu. Dadanya terlihat naik turun menahan emosi.

"Freya, ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Biarkan Jordan menjelaskannya padamu." Alex ikut menimpali.

"Diam!" bentak Freya.

"Freya___"

"Diam Lex, kau juga tidak beda jauh dengan dia. Aku tidak butuh penjelasan kalian!" teriak Freya.

"Freya jangan gegabah, biarkan aku bicara dan dengarkan dengan baik!" kata Jordan dengan tegas.

"Diam, aku bilang diam! Pembicaraan kalian barusan, sudah cukup bagiku. Sekarang aku sudah tahu bagaimana hatimu. Aku tidak menyangka kau sekejam itu Jordan!" bentak Freya.

"Freya aku___"

"Pergilah dari hidupku!" bentak Freya dengan nada yang sangat tinggi, sembari menarik pelatuk pistol glock meyer yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun.

Jordan tak sempat menghindar, ia sama sekali tak menyangka jika Freya akan bertindak senekad itu. Ia terjatuh di lantai, kala peluru panas mulai bersarang di dadanya.

"Jordan! Jordan! Kau gila Freya!" teriak Alex dengan keras.

***

Dalam kegelapan malam, ditengah hujan lebat, dan petir yang menyambar-nyambar, seorang wanita duduk sendiri di teras toko.

Pakainnya lusuh, dan basah, rambutnya juga basah, dan berantakan.

Menyedihkan. Satu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan wanita itu. Ia duduk memeluk lututnya, menikmati dinginnya malam yang kian mencekam.

Jalanan sudah sepi, maklum selain karena hujan, saat ini jarum jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.

Mata wanita itu kembali berlinang.

Bulir-bulir bening kembali menetes, mengalir di pipinya yang sudah basah. Bayangan-bayangan kelam kembali terlintas di otaknya.

Saat ia menangis kehilangan sosok seorang ibu.

Dan kemarin ia menangis karena kehilangan sosok seorang ayah.

Dan malam ini ia kembali menangis karena kehilangan keluarga, dan juga seluruh aset yang pernah ia miliki.

Dia adalah Freya Olliviera.

Wanita yang seharusnya sangat beruntung. Terlahir ditengah keluarga konglomerat. Dianugerahi wajah yang cantik, dan postur tubuh yang nyaris sempurna. Namun kenyataannya ia tak seberuntung itu.

Ibunya meninggal saat ia masih berusia lima tahun. Ia sempat depresi, karena kehilangan sosok yang sangat dekat dengannya.

Namun perlahan kesedihan itu memudar, sejak ayahnya menikah lagi ia kembali bahagia, ia mendapatkan kasih sayang dari ibu tirinya. Hingga beberapa tahun berlalu, ia sudah berusia 23 tahun, dan ia memiliki dua saudara perempuan. Dia benar-benar punya keluarga yang lengkap, dan harmonis.

Tapi seiring berjalannya waktu. Semuanya mulai berubah.

Ayahnya jatuh sakit, dia harus bekerja menggantikan ayahnya di kantor. Dan sikap ibu, dan saudaranya mulai berubah. Kasih sayang mereka mulai memudar. Dan puncaknya adalah malam ini, setelah kemarin ayahnya pergi untuk selama-lamanya, kini ibu tirinya mengusirnya pergi. Merampas semua aset yang seharusnya menjadi miliknya.

Dan disinilah ia berakhir. Di teras toko di pinggir jalan. Ia tak tahu harus ke mana, tanpa ponsel, tanpa uang, ia tak bisa berbuat apa-apa.

"Kenapa harus seperti ini." Gumam Freya disela tangisnya.

Satu kenyataan pahit yang baru ia tahu. Ternyata kasih sayang ibu tirinya selama ini palsu. Dia hanya menginginkan aset yang Freya punya. Sungguh memilukan.

Lalu Freya bangkit, dan beranjak dari duduknya. Ia ingin pergi sejauh mungkin, agar tak bertemu lagi dengan keluarga palsunya.

Selangkah demi selangkah ia berjalan menembus hujan yang lebat. Tak peduli lagi seberapa keras petir menyambar. Yang ia pikirkan hanya satu. Pergi dan pergi.

Namun belum terlalu jauh ia berjalan, Freya merasakan pandangannya mulai kabur, tubuhnya serasa lemas tak berdaya.

Dan ia tak ingat lagi apa yang terjadi.

******

Seorang lelaki sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setelah melakukan tindakan gila ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Dia adalah Jordan Vinales, pemimpin kelompok mafia kelas atas. Dia adalah pria yang dingin dan kejam. Banyak yang tak berani berurusan dengannya.

Jordan melambatkan laju mobilnya, saat ia melihat ada seorang wanita tergeletak di pinggir jalan.

Dia memang dingin dan kejam, namun dia juga masih punya hati nurani. Dia tidak bisa mengabaikan kaum lemah yang sedang membutuhkan pertolongan, terlebih lagi kaum yang lemah itu adalah seorang wanita.

Ia turun, dan membawa wanita itu masuk ke dalam mobil. Kemudian

membaringkannya di kursi belakang kemudi.

***

Freya mengerjapkan matanya dengan pelan. Merasakan hangatnya sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela, dan menerpanya. Ia menatap sekeliling ruangan. Sebuah kamar yang besar dan mewah. Kamar yang asing.

Lalu Freya bangkit. Kini ia menyadari jika bajunya telah diganti. Bukan baju yang ia pakai semalam.

Apa yang telah terjadi padanya.

Pikir Freya saat itu.

Tak lama kemudian, tiba-tiba pintu kamar terbuka, tampak di sana sosok lelaki yang tampan rupawan. Wajahnya putih bersih tanpa ada cela. Hidungnya mancung, dan bibir yang sensual, sangat serasi dengan mata birunya yang tajam.

"Kau sudah bangun Nona?" tanya lelaki itu sambil menghampiri Freya.

"Kau siapa?" tanya Freya dengan pelan.

"Semalam aku menemukanmu pingsan di pinggir jalan. Aku tidak tahu alamatmu, jadi aku membawamu pulang." Jawab lelaki itu.

"Terima kasih sudah menolongku."

"Tidak apa. Siapa namamu?" tanya lelaki itu.

"Aku Freya." Jawab Freya.

"Pelayan akan menyiapkan makananmu. Setelah kau merasa baikan, aku akan mengantarmu pulang," kata lelaki itu.

"Pulang..." ucap Freya sangat pelan hampir tak terdengar.

Kemana ia harus pulang.

pikir Freya kala itu.

"Apa kau tidak ingin pulang Nona?" tanya lelaki itu.

Ia melihat raut kebingungan di wajah Freya.

"Aku tidak punya rumah." Jawab Freya dengan pelan.

"Lalu di mana keluargamu?" lelaki itu kembali bertanya.

"Aku tidak punya keluarga." Jawab Freya.

"Benarkah?" tanya Jordan tidak percaya.

Freya tidak menjawab, dia hanya mengangguk.

"Kau tidak terlihat seperti gelandangan. Bahkan menurutku kau lebih pantas menjadi orang kaya. Apa kau sedang menipuku? Apa kau seorang mata-mata?" tanya lelaki itu sambil menatap Freya lekat-lekat.

Freya balik menatap lelaki itu dengan tajam. Apa yang baru saja lelaki itu katakan, membuatnya tersinggung. Ia kembali teringat dengan keluarga palsunya, dan semua asetnya yang kini hanya tinggal sejarah.

"Aku memang pernah kaya.Tapi itu dulu, tidak untuk sekarang." Jawab Freya kesal.

"Dulu? apa maksudmu Nona?" tanya Jordan.

"Aku telah dibuang oleh keluargaku. Aku tidak punya apa-apa. Jadi aku tidak tahu harus pulang ke mana." Jawab Freya.

Jordan kembali memandang Freya lekat-lekat. Dan ia tidak menemukan kebohongan di sana.

Mungkin yang dikatakan wanita itu memang benar adanya. Lalu bibir Jordan mengukir sebuah senyuman.

"Maukah kau ikut denganku.

Aku bisa membantumu bangkit, dan balas dendam?" ucap Jordan mantap.

Freya tersentak.

Ia kaget mendengar kalimat Jordan.

Apa maksudnya ini?

Siapa sebenarnya lelaki yang telah menolongnya ini?

Freya masih tertegun, mencoba mencerna satu kalimat yang baru saja masuk dalam pendengarannya..

Bersambung...

Menerima Tawaran

"Kau siapa?" tanya Freya penasaran.

Lelaki itu tersenyum, mendekat ke arah Freya, dan menatapnya tajam.

"Aku Jordan. Jordan Vinales. Apa kau pernah mendengar namaku?"

Jantung Freya berdetak dengan cepat. Tubuhnya panas dingin, dan menggigil ketakutan. Ia tahu siapa Jordan Vinales. Seorang pembisnis besar yang berasal dari Rusia.

Namun bukan itu saja, Jordan Vinales juga dikenal sebagai mafia kelas atas.

Sepak terjangnya di dunia gelap, sudah tak diragukan lagi. Ia juga dikenal sebagai pria yang dingin, dan kejam. Dan sekarang, lelaki itu ada di hadapannya.

Apa yang harus ia lakukan?

"Kau, apakah kau Jordan yang..." Freya tak mampu meneruskan kalimatnya, tenggorokannya terasa tercekat, karena rasa takut yang luar biasa.

"Ya, aku adalah mafia." Jawab Jordan.

"Kenapa kau ada di sini. Kenapa kau bisa bahasa Indonesia?" tanya Freya masih ketakutan.

"Aku ada sedikit misi di sini.

Aku adalah mafia, tidak mungkin aku tidak belajar banyak bahasa." Ucap Jordan.

Freya membenarkan ucapan Jordan. Mana mungkin seorang mafia hanya bisa satu-dua bahasa.

Apalagi mafia kelas atas seperti Jordan, pasti dia sudah sering berkeliling dunia.

"Lalu, apa kau menerima tawaranku?" Jordan kembali bertanya.

"Aku tidak tahu. Aku masih bingung." Jawab Freya.

"Nanti malam aku sudah terbang ke Rusia. Kau tidak punya banyak waktu untuk berpikir Nona," ucap Jordan tegas.

"Pikirkanlah dengan baik. Sekarang kau tidak punya apa-apa, siapa yang akan menghargaimu.

Tapi jika kau ikut denganku, menjadi bagian dari kelompokku, kau akan banyak disegani.

Orang-orang akan menghormatimu, tidak ada lagi yang berani menindasmu," sambung Jordan.

Lalu Jordan berlalu pergi, meninggalkan Freya yang masih diam terpaku. Ia merasa bingung, tidak tahu keputusan apa yang harus diambilnya.

Freya memang butuh pertolongan, karena ia sudah tak punya apa-apa.

Tapi ikut dengan Jordan, apakah itu pilihan yang tepat.

Mungkin dia bisa membantu Freya balas dendam, tapi benarkah Jordan sebaik itu, menolongnya tanpa meminta imbalan.

Rasanya itu tidak mungkin.

Lalu tak berapa lama kemudian, seorang pelayan datang membawa nampan berisi makanan.

********

Jordan sedang berada di balkon kamarnya. Duduk sendiri sambil menyesap rokok yang baru saja disulutnya. Pikirannya menerawang jauh. Mengingat masa kelam yang telah lalu. Peristiwa yang menyisakan luka yang teramat dalam. Peristiwa yang tak bisa Jordan lupakan.

Samar-samar ia mendengar pintu kamarnya diketuk. Lalu ia beranjak dari duduknya, dan berjalan mendekati pintu.

Jordan membuka pintu, dan ia melihat ternyata Freya yang datang.

"Masuklah!" perintah Jordan.

Freya sedikit ragu. Ia ingin menolak, namun melihat tatapan Jordan yang tajam, membuat ia tak berani berkutik. Akhirnya ia menurut, dan masuk ke dalam kamar itu.

"Ada apa?" tanya Jordan.

"Apa benar kau mau menolongku?" Freya balik bertanya.

Jordan mendekati Freya, dan berbicara tepat di hadapannya.

"Benar. Tapi aku butuh imbalan," ucap Jordan.

"Apa?" tanya Freya.

"Ternyata benar, kau tidak menolongku dengan cuma-cuma. Apa kau akan memintaku tidur denganmu.

Tidak, ku mohon jangan. Kenapa hidupku jadi seperti ini?" ucap Freya dalam hatinya.

"Aku ingin kau membantuku," kata Jordan dengan tegas.

Freya mengerutkan keningnya. Merasa aneh dengan jawaban Jordan. Membantunya?

Memangnya apa yang bisa dilakukan Freya. Sekarang dia hanyalah seorang yang lemah, dan tidak punya apa-apa.

"Membantu apa?" tanya Freya.

"Membalaskan dendamku untuk seseorang." Jawab Jordan.

Freya tersentak.

Balas dendam?

Apa dia bisa?

"Apa aku bisa," gumam Freya.

"Tentu saja.'' Kata Jordan.

"Caranya?" tanya Freya.

"Nanti kau akan tahu. Ikutlah denganku," jawab Jordan sambil tersenyum.

"Baik."

"Malam ini, kita terbang ke Rusia."

"Baik."

*********

Pukul 07.00 malam di kota Moskow. Andrew dan Alex sedang duduk berhadapan di ruangan kantor.

"Jordan gagal." Ucap Andrew sambil menyulut rokoknya.

"Tidak sepenuhnya." Jawab Alex.

"Aku tahu, dia berhasil membasmi orang-orang itu. Tapi dia gagal menguak identitas Mr. X." Kata Andrew sambil menyesap rokoknya.

"Itu bukan hal yang mudah Ndrew, dari dulu kita selalu gagal." Ucap Alex.

"Aku penasaran, siapa sebenarnya dia. Benar-benar strategi yang licik," gumam Andrew.

Tak lama kemudian, ponsel Alex bergetar, ternyata Jordan yang menelepon.

"Hallo." Sapa Alex.

"Hallo Lex." Jawab Jordan.

"Ada apa?" tanya Alex.

"Aku akan pulang." Ucap Jordan.

"Lalu, bagaimana dengan rencanamu?" Alex kembali bertanya.

"Aku punya rencana lain." Jawab Jordan.

"Apa?"

"Nanti kau akan tahu.

Kita bahas saat aku sudah sampai di sana. Siapkan kamar dan perlengkapan lainnya untuk seorang wanita," kata Jordan pada Alex.

"Untuk apa? Apa kau akan membawa wanita?" tanya Alex heran.

"Ya.''

"Dia wanitamu?" tanya Alex masih heran.

"Bukan. Dia bagian dari rencanaku." Jawab Jordan.

"Baiklah." Jawab Alex.

Dan tak lama kemudian panggilan terputus. Lalu Alex menatap Andrew.

"Jordan menyuruh kita menyiapkan satu kamar untuk wanita." Ucap Alex.

"Siapa dia?" tanya Andrew.

"Aku tidak tahu dengan pasti.

Jordan bilang itu adalah bagian dari rencananya." Jawab Alex.

"Memangnya dia punya rencana apa?" tanya Andrew.

"Dia akan membahasnya nanti, jika saat sudah tiba di sini." Kata Alex.

"Oh begitu." Gumam Andrew.

"Ya, mungkin sudah saatnya kita juga harus menyusun rencana yang matang." Ucap Alex sambil menatap Andrew.

"Kau benar, semoga rencana Jordan tidak gagal lagi." Jawab Andrew.

"Semoga saja." Ucap Alex sambil tersenyum.

"Sudah malam, apa kita pulang sekarang?" tanya Andrew.

"Ayo!" jawab Alex.

*********

Setelah perjalanan panjang, akhirnya Freya, dan Jordan telah tiba di Moskow. Jordan mengajak Freya tinggal di tempatnya.

Sebuah rumah yang besar dan mewah. Kamarnya saja lebih besar dari pada ruang tamu yang ada di rumah Freya.

Freya masuk ke dalam kamarnya dengan ragu-ragu. Tempat ini terlalu mewah untuknya, hanya untuk menolong, semua ini terkesan berlebihan. Freya takut akan terjadi apa-apa pada dirinya.

"Apa kau tak percaya padaku?" tanya Jordan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Freya.

Freya terlonjak kaget.

Lalu ia menoleh, dan mencoba tersenyum.

"Tentu, tentu saja aku percaya." Ucap Freya dengan gugup.

"Lalu kenapa kau seperti enggan, untuk masuk ke dalam kamarmu?" kata Jordan.

"Aku....aku....aku merasa ini terlalu mewah, ini berlebihan, aku merasa tidak enak." Jawab Freya dengan hati-hati. Ia takut jawabannya akan meyinggung hati Jordan.

Jordan berjalan mendekati Freya. Ia kini berdiri tepat di hadapan Freya. Menyentuh dagunya, dan mendongakkannya.

"Buang rasa gugup, dan rasa tidak percaya dirimu itu. Jangan melemahkan diri sendiri, bersikaplah dengan berani, seolah kau yang paling hebat, sehingga musuh merasa segan untuk mendekatimu. Apa kau mengerti!" Ucapnya dengan tatapan tajam.

Freya terpaku, mencoba mencerna kata kata Jordan.

"Dia adalah seorang mafia, hal seperti itu sangatlah mudah baginya.Tapi bagiku, ini sulit, apa lagi saat berhadapan dengannya. Aku benar-benar takut." Batin Freya.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak tertarik dengan wanita," ucap Jordan sambil menatap Freya dengan tajam. Seolah ia tahu apa yang sedang Freya takutkan.

Freya kembali menunduk. Tak berani untuk menjawab.

"Angkat kepalamu!" ucap Jordan tegas.

Freya mengangkat kepalanya dengan ragu dan takut. Matanya bertemu dengan tatapan mata Jordan. Ahhh Freya merasa sekujur tubuhnya melemas. Apa mafia itu bisa membunuh lawan, hanya dengan tatapan mata, pikir Freya kala itu.

"Tidurlah. Nanti aku akan memberi tahu apa tugasmu," kata Jordan.

"Baik." Jawab Freya pelan.

Kemudian Jordan pergi meninggalkan Freya yang masih mematung. Hati Freya masih berdebar dengan keras, ternyata berhadapan dengan mafia luar biasa menakutkan.

Lalu ia memutuskan untuk mandi, berendam sebentar di dalam air hangat, mungkin bisa menghilangkan perasaan takutnya.

Bersambung........

Awal Yang Buruk

Freya keluar dari kamarnya, saat pelayan datang memberitahukan bahwa Jordan sudah menunggunya untuk makan malam.

Dengan langkah pelan Freya menuju ke meja makan, di sana sudah ada tiga orang lelaki, salah satunya adalah Jordan.

Freya memilih duduk di depan Jordan, di samping lelaki yang berambut pirang. Freya tersenyum, mencoba bersikap ramah terhadap mereka.

"Mereka adalah temanku, dia adalah Alex, dan dia adalah Andrew," kata Jordan sambil menunjuk kedua temannya.

Yang berambut pirang adalah Alex, sedangkan Andrew berambut hitam, sama seperti Jordan.

"Aku Freya." Ucap Freya kepada Alex, dan Andrew.

"Selamat datang, semoga kau betah tinggal di sini," kata Alex, dan Freya menjawabnya dengan anggukan.

Kemudian mereka berempat mulai menikmati makanannya, dan tidak ada lagi yang berbicara.

Setelah selesai makan malam, Jordan mengajak Freya, dan kedua temannya untuk pergi ke lantai tiga. Mereka masuk ke dalam ruangan besar, yang sedikit pengap. Freya tertegun saat menyadari dimana dia berada saat ini.

Ruang senjata, mungkin itulah istilah yang paling tepat untuk menyebutkan tempat ini. Karena Freya melihat beberapa macam senjata tertata rapi di kamar itu.

Mulai dari senapan panjang, sampai pistol revolver.

"Kelak ini akan menjadi ruangan yang kau sukai Freya," ucap Jordan sambil merentangkan kedua tangannya.

Freya, Alex, maupun Andrew, mereka tidak ada yang paham dengan maksud Jordan. Mereka hanya mengernyitkan kening sambil menatapnya.

"Apa maksudmu kawan?" tanya Alex.

"Dia akan menjadi bagian dari kelompok kita!" Jawab Jordan dengan tegas.

"Mak...maksud kamu...aku..." kata Freya terbata-bata.

Jordan mendekati Freya, dan menatapnya dengan tajam.

"Iya, kau akan menjadi mafia seperti kita." Ucap Jordan tanpa ragu-ragu.

"Tapi..."

"Kau ingin balas dendam bukan?"

"Iya, tapi apa harus seperti ini?" tanya Freya.

"Apa yang kau takutkan? Aku akan mengajarimu menggunakan senjata. Bagaimana caranya membunuh, dan melumpuhkan lawan. Setelah terbiasa, kau pasti menikmatinya," ucap Jordan dengan santainya.

Freya menelan ludahnya saat mendengar kata-kata yang keluar. dari mulut Jordan. Membayangkan dirinya bermain dengan senjata, membunuh, dan berlumuran darah.

Ahhh sangat mengerikan!

Membayangkan saja sepertinya ia tak sanggup, apalagi melakukannya. Haruskah ia benar-benar menjadi seorang mafia?

"Dia seorang wanita Jordan, apa kau yakin dengan rencanamu?" tanya Alex dengan cepat.

"Tentu saja. Umpan yang tidak mencurigakan adalah wanita cantik. Kalian tahu, Mr.X selama ini menyembunyikan identitasnya, kita juga harus melakukan hal yang sama. Kita akan menyembunyikan identitas Freya, dan menggunakannya untuk menguak identitas Mr.X, dan kemudian kita akan menghancurkannya," jawab Jordan dengan panjang lebar.

Freya tidak kaget, jika ternyata dirinya hanya dijadikan umpan.

Jordan adalah orang besar, jika tanpa imbalan yang setimpal, Jordan tidak mungkin mau menolongnya.

Hanya saja Freya masih ragu, benarkah ia bisa melakukannya.

Berada di antara senjata-senjata seperti ini saja, badannya sudah gemetaran tidak karuan.

Bagaimana kalau dia gagal?

Bukankah itu akan mempercepat kematiannya, karena Jordan tidak mungkin mengampuninya.

"Kalau aku gagal bagaimana?" tanya Freya dengan hati-hati.

"Jangan sampai gagal!" jawab Jordan tegas.

"Tapi aku tidak punya keberanian." Kata Freya.

"Bukan tidak, tapi belum." Jawab Jordan.

"Kau yakin ini akan berhasil Jordan?" tanya Andrew.

"Kita coba dulu, baru kita tahu jawabannya," jawab Jordan.

"Tapi ini tidak sebentar. Jika kita gagal, begitu banyak waktu akan terbuang sia-sia," sahut Andrew.

"Apa menurutmu kita menunggu sambil diam saja, Ndrew?" tanya Jordan.

Andrew terdiam, ia tak bisa lagi menyangkal rencana Jordan.

Alex juga diam, ia hanya berharap rencana Jordan kali ini bisa berjalan dengan lancar.

***

Sudah satu bulan Freya tinggal di Moskow, dan kini ia mulai terbiasa memegang senjata. Mengenali jenis-jenisnya, juga belajar mengisi pelurunya. Jordan benar, dengan kebiasaan rasa takut perlahan bisa ditepiskan. Sekarang Freya sudah bisa membangkitkan keberaniannya. Ia tak lagi menjerit kaget, saat melihat Jordan, atau yang lainnya pulang dengan luka dan darah.

"Freya!" panggil Jordan.

Freya yang saat itu sedang duduk di tepi kolam renang, langsung menoleh ke belakang.

"Ada apa?" tanya Freya.

Hubungan mereka semakin akrab, Freya tidak takut, ataupun canggung lagi saat berhadapan dengan Jordan, dan yang lainnya. Freya sudah bisa menganggap mereka sebagai teman.

"Hari ini aku sedang tidak sibuk, kau sudah siap untuk latihan?" tanya Jordan sambil duduk di sebelah Freya.

Ternyata Jordan tak sedingin yang Freya bayangkan. Setelah saling mengenal, ternyata Jordan cukup ramah, dan banyak bicara. Tapi satu fakta yang Freya tahu, Jordan adalah manusia paling sadis dan kejam yang pernah Freya temui.

"Tentu saja." Jawab Freya dengan mantap.

Kemudian mereka berdua beranjak pergi ke lantai tiga. Mengambil beberapa pistol, dan kemudian membawanya ke lahan belakang rumah.

Lahan yang cukup lapang, dengan beberapa pohon yang rindang.

Di sinilah Freya, dan Jordan berada. Mereka akan berlatih menembak di tempat ini. Jordan berdiri di belakang Freya, membantunya memegang pistol dengan benar, mengajari bagaimana caranya mengincar sasaran.

Ini adalah pertama kalinya Freya belajar menembak, juga pertama kalinya mereka dalam posisi seperti ini. Jantung Freya berdegub kencang, saat tubuh Jordan merapat di punggungnya.

"Apa kau takut?" tanya Jordan.

"Tidak."

"Tapi tanganmu bergetar." Kata Jordan.

Ohhh tidak!

Kenapa Jordan menyadarinya. Freya bergetar bukan karena takut, tapi karena gugup dengan posisi mereka saat ini. Freya menarik napas dalam-dalam, mencoba mengontrol dirinya.

Tidak boleh. Ia tidak boleh tertarik dengan Jordan. Dia terlalu tinggi untukmu Freya. Pikir Freya, mengingatkan dirinya sendiri.

"Jangan gugup, anggap saja itu musuh yang akan membunuhmu!" ucap Jordan.

Freya berusaha keras menepis semua bayangan tentang Jordan. Ia mencoba mengingat kembali masa kelamnya. Bagaimana perlakuan ibu tirinya, sampai ia kehilangan semua aset yang seharusnya menjadi miliknya.

Dengan rasa kebencian itu, akhirnya Freya bisa fokus latihan.

Ia harus menjadi orang hebat, dan bisa balas dendam.

Door.....!!

Freya mencoba menembak, namun meleset. Pelurunya mendarat jauh dari sasaran.

"Fokuskan pandanganmu, dan pegang seperti ini!" kata Jordan.

Freya kembali berdebar saat tangan Jordan menyentuh tangannya.

Door....!!

Dengan bantuan Jordan, tembakan Freya tepat mengenai sasaran.

Jordan melangkah mundur, dan tak lagi membantu Freya.

"Lakukan seperti tadi!" kata Jordan memberi intruksi.

Freya kembali fokus saat Jordan tak lagi memegangnya. Ia berusaha sebisa mungkin mengenai sasaran.

Door....!!! Gagal.

Hingga beberapa kali tembakan, Freya belum juga bisa mengenai sasaran. Ia mengacak rambutnya dengan kasar, merasa kesal dan kecewa pada dirinya sendiri.

"Besok kita latihan lagi," ucap Jordan dengan datar.

"Baik." Jawab Freya sambil menunduk.

Freya tak berani menatap Jordan, karena sepertinya lelaki itu sedang marah.

Samar-samar ia mendengar langkah Jordan mulai menjauh, meninggalkan Freya sendirian di sana.

"Kenapa aku sebodoh ini, kalau dia kecewa aku tidak bisa lagi mengambil hakku," gumam Freya.

Kemudian Freya juga pergi meninggalkan tempat itu, ia berharap latihan besok lebih baik.

Ia ingin menjadi orang hebat seperti Jordan, agar bisa mengambil kembali haknya yang sudah dirampas oleh ibu tirinya.

"Freya." Sapa Alex yang baru saja pulang.

"Iya."

"Kau dari mana?" tanya Alex.

"Lahan belakang rumah." Jawab Freya.

"Kau latihan?"

"Iya, tapi gagal." Jawab freya pelan, seraya menundukkan kepalanya.

"Maksudmu?" tanya Alex heran.

"Aku tidak bisa mengenai sasaran, dan sepertinya Jordan sangat kecewa." Kata Freya.

"Tenanglah, ini hari pertamamu kedepannya pasti lebih baik," ucap Alex sambil menepuk bahu Freya.

"Aku juga berharap begitu." Jawab Freya sambil menghela napas panjang.

*Bers**ambung*......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!