'SMA KAGEYAMA' Sebuah plank yang terpampang di Atas gerbang sekolah. Ini adalah hari pertama Yuki Kaze pindah ke sekolah ini.
Koridor sekolah itu ramai seperti biasa. Banyak siswa bergerombol, bercanda, dan membicarakan berbagai hal. Namun, suasana berubah ketika Yuki melangkah melewati mereka tanpa menoleh sedikit pun.
"lu anak baru?" suara salah satu siswa menggema, tapi Yuki tidak menjawabnya. Ia terus berjalan lurus, tatapannya datar seolah tidak peduli dengan lingkungan barunya. Namun baru beberapa langkah Tiba-tiba Seseorang menarik kerah bajunya dengan kasar, membuatnya tersentak ke belakang dan jatuh ke lantai. Suara tawa meledak dari para siswa yang melihatnya.
"Kalau di tanya, lu jawab! Jangan main nyelonong aja!" bentak seorang siswa dengan nada mengintimidasi.
Dari tengah kerumunan, seorang siswa dengan tubuh tegap dan wajah penuh percaya diri melangkah maju. Dia adalah Kazuya, pemimpin geng siswa kelas 1-A. Tanpa peringatan, Kazuya melayangkan pukulannya.
PLAKK!!
Sebuah pukulan keras menghantam pipi Yuki, membuatnya terhuyung dan hampir jatuh lagi. Namun, bukannya marah atau membalas, Yuki hanya diam. Ia bangkit, menepuk bajunya, dan kembali berjalan menuju kelasnya, kelas 1-C.
Namun, sebelum sempat melangkah jauh DUAKK! sebuah tendangan keras menghantam punggungnya, membuatnya kembali tersungkur ke lantai. Tawa siswa semakin pecah.
Dari sudut lain, di depan kelas 1-B, Nana Aoi dan Hikari Yuna menyaksikan pemandangan itu.
"Lemah banget," ucap Yuna sambil menyilangkan tangan di dada.
"Anak kayak gitu paling besok juga keluar dari sekolah," balas Nana datar, nyaris tidak tertarik dengan pemandangan di hadapannya.
Sementara itu, Kazuya bersiap melayangkan pukulan berikutnya, namun Baru saja akan menghajar, sebuah suara dari kejauhan.
"Tunggu!!"
Suara lantang itu membuat semua orang membeku. Ayaka Ito, seorang guru wanita yang dikenal keras dan ditakuti di sekolah ini, melangkah dengan ekspresi tajam. Seketika, Kazuya dan gengnya mundur tanpa banyak bicara dan masuk ke kelas masing-masing.
Yuki masih tergeletak Akibat tendangan Kazuya. Ayaka mendekat, lalu mengulurkan tangan.
"Anak baru, kan? Siapa namamu?" tanyanya dengan nada tegas.
Yuki menerima uluran tangannya dan berdiri. "Iya, Bu. Saya Yuki Kaze."
"Kelas berapa?"
"1-C, Bu."
"Ikut aku," perintah Ayaka.
Dari depan kelas 1-B, Nana dan Yuna sempat melihat Ayaka membawa Yuki sebelum mereka masuk ke kelas masing-masing, Yuna ke kelas 1-B, sementara Nana ke 1-C.
Saat tiba di kelas, Ayaka meminta Yuki memperkenalkan diri di depan.
Namun, begitu berdiri di depan kelas, suara tawa nyaris pecah dari para siswa. Wajah Yuki yang babak belur jelas menjadi bahan hiburan bagi mereka. Tapi tidak ada yang berani tertawa keras-keras—bukan karena takut pada Yuki, tapi karena kehadiran Ayaka.
"Silakan duduk, Yuki," ucap Ayaka akhirnya.
"Baik, Bu," jawab Yuki sambil berjalan menuju bangku paling belakang.
Saat ia duduk, matanya tanpa sengaja melirik ke arah siswi yang duduk di sebelahnya. Cantik, itu kesan pertama yang ia dapatkan. Tapi belum sempat berpikir lebih jauh,
SWIINGG!!
Sebuah pulpen melesat melewati wajahnya nyaris mengenai matanya. Yuki tersentak.
"Cowok lemah seperti lu gak layak natap wajah cantik gue," ucap gadis itu dingin. Dia adalah Nana Aoi.
Yuki menghela napas. "Maaf."
Nana mendengus tanpa memperdulikan Yuki lagi. Sementara itu, seorang siswa yang duduk di depan Yuki berbicara dengan suara rendah.
"Untuk apa lu pindah ke sekolah ini?" Tanya siswa itutanpa menoleh
Namun Yuki hanya diam tidak menjawab.
BRAKK!!
Meja itu dipukul keras hingga bergetar.
"Lu budek?" bentak siswa itu, menoleh dengan tatapan tajam.
Namun, sebelum Yuki sempat merespons, suara meja yang dipukul tadi membuat guru di depan memangilnya.
"Keisuke! Apa yang kau lakukan?"
Suara lantang Ayaka kembali bergema di kelas, membuat siswa itu menegakkan punggungnya.
"Maaf, Bu. Ada lalat di meja belakang," jawab Keisuke dengan senyum sinis.
"Kalau tidak mau mengikuti pelajaranku, silakan keluar," ujar Ayaka dingin.
Keisuke diam, hanya menahan kekesalan dalam hati. Saat Ayaka kembali fokus ke papan tulis, Keisuke menoleh sedikit ke belakang dan berbisik pelan ke arah Yuki.
"Awas lu, brengsek." UcaP Keisuke mengancamnya.
**
Saat Jam istirahat tiba, suasana kelas 1-C tetap terasa panas. Keisuke dan beberapa temannya mendekati bangku belakang, tempat Yuki Kaze duduk. Mereka semua menatap Yuki.
"Enaknya diapain nih bocah, Kei?" Kata Naoki Yamada, salah satu teman dekatnya Keisuke, bertanya dengan nada santai tapi penuh ancaman.
Keisuke menyeringai. "Mungkin kita patahin kakinya aja, gimana?"
Beberapa anak lain tertawa kecil, menikmati momen ini. Yuki tetap diam, tidak memberikan reaksi apa pun. Ia tahu, melawan hanya akan memperburuk keadaan.
Namun, sebelum Keisuke sempat bertindak lebih jauh, Nana yang duduk di sebelah yuki berdiri.
"Dalam hitungan tiga, gak bubar, gue hajar kalian semua," suara dingin Nana Aoi tiba-tiba terdengar di antara mereka.
Mata Keisuke dan siswa lain beralih ke Nana yang bersiri dengan tangan bersedekap. Ekspresinya datar, tetapi sorot matanya menusuk. Seketika, suasana berubah. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menantang Nana. Tanpa banyak bicara, Keisuke dan gengnya bubar.
Yuki yang melihat itu hanya bisa terdiam. Ia mengira Nana hanyalah gadis cantik dan anggun biasa, tetapi ternyata… dia ditakuti oleh semua orang di kelas ini.
"Terima kasih," ucap Yuki akhirnya.
Nana menoleh padanya, lalu mendengus. "Lu pikir gue nolong lu?" katanya dingin sebelum melangkah keluar kelas.
Perutnya yang keroncongan membuat Yuki akhirnya menuju kantin. Namun, begitu ia tiba di sana, firasat buruk langsung menyergapnya.
Di salah satu sudut kantin, Kazuya dan anak siswa kelas 1-A lainnya sedang duduk santai. Salah satu dari mereka melihat kehadiran Yuki dan langsung menyeringai.
"Eh, mangsa kita datang nih," katanya sambil menyenggol bahu Kazuya.
Kazuya, yang sudah panas sejak pagi, bangkit dengan penuh semangat. Ia melangkah mendekati Yuki, diikuti oleh anak buahnya.
"Belum puas ya pagi tadi? Kali ini gue pastiin lu gak bakal bisa jalan lagi," ujar Kazuya sambil mengepalkan tangan.
Yuki tahu dia dalam bahaya. Tidak ada guru di sekitar sini, tidak ada yang akan menolongnya. Ia hanya bisa pasrah ketika melihat tinju Kazuya melayang ke wajahnya, tapi sebelum pukulan itu mengenai sasaran
BRUKK!!
Tangan Kazuya berhenti. Ada seseorang yang menahannya.
Keisuke yang menahan tangan Kazuya.
Kedua geng itu kini saling berhadapan. Geng Kazuya di satu sisi, geng Keisuke di sisi lain. Suasana kantin mendadak mencekam.
"Berani nyentuh dia, lu berurusan sama kita," ucap Keisuke dingin.
Kazuya mengepalkan rahangnya. Dia tahu betul siapa Keisuke. Mereka pernah bertarung, dan hasilnya tidak menguntungkan bagi Kazuya. Dengan geram, dia akhirnya mundur. "Sial," desisnya sebelum pergi bersama anak buahnya.
Yuki menarik napas lega. "Terima kasih," ucapnya.
Namun, Keisuke dan gengnya hanya tertawa kecil.
"Lu pikir kami nolongin lu?" Naoki mendorong kepala Yuki dengan kasar.
"Denger, tolol," Keisuke menarik kerah Yuki, mendekatkan wajah mereka. "Gue gak peduli lu dihajar anak kelas 1-C. Tapi kalau sampai anak kelas lain yang ngebantai lu, itu masalah buat kita."
Yuki terdiam. Perlahan, ia mulai memahami bagaimana hierarki di sekolah ini bekerja. Setiap kelas punya pemimpinnya sendiri, dan antar kelas adalah musuh. Jika Keisuke bersikap seperti ini, berarti dia adalah pemimpin kelas 1-C.
Dari kejauhan, Hikari Yuna yang duduk dengan nana, mengamati kejadian itu sambil menggigit sumpitnya. "Jadi anak baru itu sekelas sama lu?" tanyanya.
Nana yang duduk di seberangnya hanya mengangguk tanpa banyak bicara.
"Terus, lu udah kasih dia pelajaran?"
Nana meletakkan sumpitnya, menatap Keisuke dan gengnya yang masih menghajar Yuki. "Untuk apa menindas orang lemah?" jawabnya santai.
Namun, saat melihat Keisuke mulai bertindak berlebihan, Nana akhirnya berdiri. Yuna menghela napas panjang lalu ikut bangkit.
Saat mereka berdua berjalan menuju meja Yuki, suasana yang tadinya riuh mendadak hening. Keisuke yang sedang menarik kerah Yuki langsung melepaskannya begitu melihat Nana.
Tanpa peringatan,
PLAKK!! PLAKK!! PLAKK!!
Tamparan Nana melayang cepat, mengenai Keisuke, Naoki, dan beberapa anak lainnya yang tadi ikut membully Yuki. Tidak ada yang berani melawan.
"Bubar," ucap Nana dingin.
Tanpa protes sedikit pun, Keisuke dan teman-temannya segera beranjak dari sana.
Yuki yang masih duduk di tempatnya menatap tak percaya. Keisuke, sosok yang barusan ia anggap sebagai pemimpin kelas, ternyata takut pada Nana.
Sebelum Yuki sempat berpikir lebih jauh, Nana menarik kerah bajunya dan menyeretnya keluar dari kantin.
"Eh, mau bawa gue kemana" tanya yuki.
Dia tidak mendapat jawaban.
Beberapa menit kemudian, Yuki menyadari kalau Nana membawanya ke UKS. Tanpa banyak bicara, Nana mengambil kotak P3K dan mulai mengobati luka-luka di wajah Yuki.
Yuki hanya bisa diam, membiarkan gadis itu merawatnya dengan cara yang kasar tapi… tetap saja dia membantu.
Untuk pertama kalinya sejak pagi, Yuki bertanya dalam hati.
"Siapa sebenarnya cewek ini?".
Bersambung.
...Nana Aoi...
Di dalam UKS, suasana terasa sunyi. Nana Aoi masih sibuk mengobati luka-luka Yuki Kaze, sementara di sudut ruangan, Hikari Yuna berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.
Tatapan Yuna tidak pernah lepas dari Yuki. Meskipun wajahnya masih babak belur akibat pemukulan pagi tadi, ada sesuatu yang menarik dari Yuki.
"Kalau diperhatiin, dia tampan juga," batin Yuna. Lalu dia melirik Nana yang tengah serius merawat Yuki. "Jangan-jangan Nana tertarik padanya?"
Di sisi lain, Yuki masih bertanya-tanya kenapa Nana repot-repot menolongnya.
"Kenapa kamu menolongku?" tanyanya akhirnya.
Nana menghentikan gerakannya sejenak. Lalu, tanpa menoleh, dia menjawab dengan nada dingin, "gue melakukan apa yang ingin gue lakukan. Apa urusan lu bertanya?"
Sebelum Yuki sempat merespons, tiba-tiba,
PLAKK!
Sebuah pukulan mendarat tepat di wajahnya yang baru saja diobati. Yuki terjungkal ke belakang, merasakan nyeri yang lebih tajam daripada pukulan Kazuya atau Keisuke sebelumnya.
Sambil meringis kesakitan, Yuki mendongak, menatap Nana yang kini sudah berdiri.
"Sial… pukulan cewek ini beda," gumamnya pelan.
Nana tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya berbalik dan pergi meninggalkan UKS begitu saja.
Yuki masih kebingungan dengan sikap gadis itu. Namun, sebelum dia bisa mencerna semuanya, Yuna berjalan mendekatinya dan menatapnya dari atas.
"Bodoh sekali," kata Yuna sambil mendengus. "Lu menyinggung pemimpin kelas lu sendiri."
Setelah mengatakan itu, Yuna pun pergi menyusul Nana.
Yuki membeku di tempatnya. 'Pemimpin kelas…?'
Sekarang semuanya masuk akal. Kenapa Keisuke dan Naoki takut padanya, kenapa Nana bisa menampar mereka tanpa perlawanan, itu karena dia pemimpin kelas.
"Sial, sekolah ini benar-benar aneh," pikir Yuki sambil bangkit berdiri dan keluar dari UKS.
---
Saat berjalan kembali ke kelas, Yuki melirik ke setiap ruang yang dia lewati. Setiap kelas tampak dipenuhi kelompok-kelompok kecil, beberapa di antaranya terlihat sedang bertarung di tengah ruangan.
"Sekolah macam apa ini? Ini sekolah atau arena pertempuran?, benar-benar sekolah an yang buruk" gerutunya pelan.
Namun, tanpa Yuki sadari, ucapannya tadi terdengar oleh seorang siswi yang sedang bersandar di dinding depan kelas 1F.
"Sudah tahu buruk, kenapa masih ada di sini?"
Suara dingin itu membuat Yuki terkejut. Dia menoleh dan melihat seorang gadis dengan tatapan tajam sedang berjalan mendekatinya.
Setiap langkahnya terasa penuh tekanan, seakan dia bukan siswi biasa.
Yuki menelan ludah, mencoba tetap tenang.
"Kelas apa lu?" tanya gadis itu dengan nada dingin.
"1C," jawab Yuki santai.
Gadis itu menyeringai kecil, lalu menyentuh dagunya seolah sedang berpikir. "Bilang sama ketua lu, pulang sekolah gue tunggu di rooftop," katanya santai.
"Memangnya Siapa nama Lu?" tanya Yuki.
Tiba-tiba, gadis itu menarik kerah bajunya, mendekatkan wajah mereka hingga bibir mereka hampir bersentuhan. Napasnya terasa di wajah Yuki, membuatnya sedikit gugup.
"Tidak sopan sekali bicara sama gue seperti itu," bisiknya.
Yuki tetap diam, menunggu jawabannya.
Gadis itu menatapnya dalam-dalam,gadis itu baru kali ini melihat wajah Yuki, "lu anak baru?" lalu akhirnya tersenyum tipis. "Katakan padanya, Yui Nakahara menantangnya," ucapnya sebelum melepaskan cengkeramannya dan berjalan pergi.
Yuki hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh, masih mencoba memahami situasi barusan.
"Gila, satu lagi cewek gila di sekolah ini," pikirnya sebelum melanjutkan langkahnya ke kelas.
---
Setibanya di kelas, Yuki berjalan menuju bangkunya dengan kepala sedikit menunduk. Tapi, sebelum dia duduk, dia berhenti tepat di depan meja Nana Aoi.
Seketika, suasana kelas yang tadinya riuh menjadi hening. Semua mata tertuju pada mereka.
Yuki mengangkat wajah, hendak menyampaikan pesan dari Yui Nakahara. Namun sebelum dia sempat berbicara, sebuah tendangan mendarat di kakinya dari belakang.
DUAKK!
Yuki jatuh berlutut.
"Yang sopan kalau mau bicara sama pemimpin kami," ucap Keisuke dengan nada mengejek.
Tertawa kecil terdengar dari beberapa siswa di kelas. Yuki mendesah, lalu mengangkat kepalanya menatap Nana.
"Setelah pulang nanti, Yui Nakahara menunggu lu di rooftop," ucapnya akhirnya.
Nana yang tadinya terlihat santai, tiba-tiba menarik kerah Yuki, menariknya mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.
"Apa yang dia lakukan sama lu?" tanyanya dengan tatapan tajam.
Yuki menatap mata Nana yang penuh tekanan. "Dia hanya bilang itu," jawabnya tenang.
Nana memperhatikannya sebentar, lalu melepaskannya dengan kasar.
"Baiklah," ucap Nana singkat sebelum kembali duduk di bangkunya.
Yuki akhirnya menghela napas panjang. Sekarang, dia semakin yakin, sekolah ini memang penuh orang-orang gila.
**
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Hampir semua siswa berhamburan keluar kelas, tetapi tidak dengan kelas 1C.
Nana Aoi bangkit dari tempat duduknya dengan tenang, lalu melangkah keluar kelas. Saat itu juga, hampir semua siswa dan siswi kelas 1C langsung berdiri dan mengikutinya tanpa perlu diperintah.
Di sudut ruangan, Yuki Kaze yang masih duduk di kursinya hanya bisa menatap keheranan.
"Apa mereka semua mau ke rooftop?" gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba, lengannya dikunci dari belakang.
"Hei—"
Keisuke menarik Yuki, melipat tangannya di leher Yuki dengan sedikit tekanan.
"Apa lu tidak mau menonton pertunjukan?" bisiknya dengan nada mengejek.
"Pertunjukan?" Yuki mengernyit.
Keisuke mendengus. "Bodoh sekali. Sudah jelas, kan? Nana akan bertarung dengan pemimpin kelas 1F."
Yuki terdiam. "Maksud lu, Yui Nakahara?"
Keisuke mendecakkan lidah. "Terlalu banyak bacot!" ujarnya, lalu tanpa memberi Yuki kesempatan untuk menolak, dia menariknya keluar dan memaksanya ikut dalam rombongan kelas 1C yang mengikuti Nana.
Ketika mereka keluar dari kelas, kelas 1B juga tampak sudah berkumpul di depan kelasnya. Tanpa banyak kata, mereka ikut bergabung dalam iring-iringan, dengan Hikari Yuna berjalan di sisi Nana.
Melihat itu, Yuki berbisik pelan, "Kelas 1B juga ikut?"
"Jelas lah," jawab Keisuke yang berjalan di sampingnya. "Pemimpin kelas 1B, Yuna, adalah teman dekat Nana. Tentu saja mereka ikut menonton."
Sekarang, Yuki baru tahu bahwa siswi yang selalu bersama Nana ternyata adalah pemimpin kelas 1B.
"Kenapa siswi-siswi cantik ini malah jadi pemimpin kelas?" pikirnya. "Nana, Yuna, dan sekarang Yui… Apa sebenarnya yang mereka inginkan?"
Mereka akhirnya sampai di rooftop.
Di sana, kelas 1F sudah lebih dulu berkumpul. Deretan siswa kelas itu berdiri di belakang Yui Nakahara, yang berdiri paling depan dengan ekspresi santai.
Kini, kedua kelompok saling berhadapan.
Ketegangan terasa begitu nyata di udara.
Yui melipat tangan di dadanya dan menyeringai. "Lagi-lagi lu membawa bantuan?" sindirnya dengan nada meremehkan.
Yuna tersenyum kecil. "Kami hanya ingin menonton," katanya enteng.
Yui mendengus, lalu melangkah sedikit ke samping. Dari kelompok kelas 1F, seorang siswa bertubuh besar dengan wajah garang maju ke depan. Otot lengannya terlihat menegang, tatapannya tajam seperti predator yang siap menerkam mangsanya.
"Pertarungan pembuka, ya…" ujar Keisuke, yang berdiri di belakang Nana.
Dia melangkah maju, siap untuk bertarung. Tapi sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, Nana tiba-tiba mengangkat tangannya, menghentikan Keisuke.
"Apa?" Keisuke menoleh, bingung.
Nana tidak menjawab. Dia hanya menarik Yuki dari belakang dan mendorongnya ke depan.
"Eh?!"
Yuki terkejut. Kakinya hampir tersandung saat tubuhnya terdorong ke depan, langsung berhadapan dengan siswa kelas 1F yang bertampang sangar itu.
Dia menelan ludah.
"Apa lu yakin memilih bocah baru untuk pertarungan pembuka?" tanya Yui dengan nada mengejek.
Keisuke juga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Oi, Nana! Kenapa lu milih dia? Kenapa bukan gue atau Naoki?"
Naoki yang berdiri di dekatnya juga ikut kebingungan. "Iya, kenapa dia? Jelas-jelas dia masih baru dan kelihatan lemah."
Tapi Nana tidak bergeming. Dia hanya menatap lurus ke arah Yuki, lalu berkata dengan tegas, "Jangan remehkan kelas dia."
Semua siswa di sekeliling mereka terdiam.
Yuki yang kini berdiri di tengah-tengah mulai merasakan kakinya gemetar.
"Kenapa Nana begitu yakin sama gue?" pikirnya panik.
Dia menatap siswa kelas 1F di depannya, yang sekarang sudah bersiap dengan tinjunya.
Di balik punggungnya, Yui tersenyum sinis.
"Ayo, tunjukkan kemampuanmu, bocah baru," kata Yui dengan nada menantang.
Yuki mengepalkan tangannya, bersiap menghadapi pertarungan pertamanya di sekolah ini.
...Hikari Yuna ...
Yuki berdiri di tengah-tengah lingkaran siswa yang mengelilinginya. Pandangannya beralih ke kiri dan kanan, mencari celah untuk kabur. Namun, tidak ada jalan keluar.
Di depannya, Yuya Kato, siswa bertubuh besar dari kelas 1F, menatapnya seperti harimau lapar yang siap menerkam mangsanya.
"Sial… Harusnya gue menolak pertarungan ini dari awal," pikir Yuki.
Namun, sebelum dia bisa berpikir lebih jauh,
BLAKK!
Pukulan keras mendarat tepat di wajahnya.
Tubuh Yuki terpental ke belakang dan jatuh keras ke lantai rooftop. Rasa sakit menjalar ke seluruh rahangnya, membuat kepalanya berputar.
"Oi, Nana! Kalau dia kalah, itu artinya kita kalah, kan?" ujar Keisuke sambil melirik Nana yang masih berdiri tenang. "Jangan bilang lu sengaja memilih Yuki buat pertarungan pembuka biar bisa menghindari pertarungan sama Yui?"
Nana menoleh perlahan ke arah Keisuke, tatapannya tajam dan menusuk.
Melihat itu, Naoki langsung menepuk kepala Keisuke. "Diam, bodoh."
Namun, keduanya langsung membelalakkan matanya, ketika melihat Yuki mulai bangkit kembali.
Yuya, yang sudah yakin bahwa pukulan pertamanya adalah akhir dari pertarungan ini, mendadak terdiam.
Yuki berdiri dengan goyah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Tapi dia tetap tegak, meskipun tubuhnya sedikit gemetar.
Yuya menggeram. Dengan penuh amarah, dia kembali maju dan melayangkan pukulan ke perut Yuki.
DUAGH!
Yuki terhuyung ke depan, tubuhnya melengkung kesakitan. Namun, belum sempat dia menarik napas, tinju Yuya berikutnya menghantam wajahnya, membuatnya terlempar ke belakang.
BUGH!
Yuki terbaring di lantai dengan pandangan buram.
"Hah! Mampus lu, brengsek!" Yuya tertawa penuh kemenangan.
Tapi di tengah rasa sakit yang menjalar, Yuki mengingat sesuatu.
"Gue tidak boleh mengecewakan Nana… Dia sudah memilihk gue. Kalau gue kalah di sini, kelas 1C juga kalah."
Dengan sisa tenaga, Yuki menekan kedua tangannya ke lantai dan berusaha bangkit lagi.
Semua orang yang menyaksikan langsung membelalakkan mata.
Bahkan Yui Nakahara, yang awalnya terlihat santai, kini menatapnya dengan ekspresi serius.
"Yuya Kato sudah memukulnya dua kali, tapi kenapa dia masih bisa berdiri?" pikir Yui dalam hati.
"Oi, si bodoh itu nggak punya rasa sakit atau gimana?" gumam Naoki, tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Yuya mengepalkan tangannya erat-erat, wajahnya merah padam karena amarah.
"DASAR NYAMUK, MATI LU!"
Dia berlari ke arah Yuki, tinjunya siap menghancurkan wajah lawannya.
Tapi kali ini, Yuki sudah siap.
Dia memperhatikan gerakan Yuya dengan saksama, mencoba membaca pola serangannya.
Saat tinju Yuya melayang ke arahnya,
SRET!
Yuki menghindar ke samping dengan cepat.
BRAK!
Yuya kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke lantai.
Sorakan bergemuruh di antara siswa kelas 1B dan 1C yang menonton pertarungan itu.
"Bagus, Yuki!" teriak Keisuke, kini benar-benar menikmati pertarungan.
Yuya bangkit lagi, kali ini lebih marah. Dia langsung berlari cepat, kepalan tangannya siap menghajar Yuki dengan kekuatan penuh.
"Dia terlalu cepat!" pikir Yuki.
Namun, dalam sepersekian detik, Yuki melihat celah.
Saat Yuya hampir sampai, Yuki melangkah ke samping dan mengayunkan lengan kirinya.
DUAKK!
Tinju Yuki tepat menghantam leher Yuya.
Yuya tersentak, matanya melebar. Dengan kecepatan seperti itu, tanpa perlu pukulan penuh tenaga pun, serangan itu cukup membuatnya jatuh dan kehilangan keseimbangan.
BRUK!
Yuya jatuh terduduk, tangannya mencengkeram lehernya sendiri. Nafasnya tersengal-sengal, wajahnya merah padam karena sesak.
Sementara itu, Yuki juga terjatuh ke lututnya, namun dengan sisa tenaganya, ia bangkit dan berdiri.
Suasana rooftop terdiam sejenak.
Lalu seluruh siswa menghitung mundur.
"3… 2… 1…!" Yuya masih tidak bangkit.
Siswa kelas 1B dan 1C langsung bersorak riuh!
"HIDUP YUKI!!!"
Naoki, Keisuke, dan beberapa siswa lainnya langsung berlari ke arahnya, menopang tubuh Yuki yang kelelahan, dan melemparkannya ke udara.
"Hahahaha! Menang! Kita menang!" seru Keisuke.
Yuki hanya bisa tertawa kecil, meskipun tubuhnya terasa sakit di mana-mana.
Tapi kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar.
Nana tiba-tiba mengangkat tangannya.
Suasana langsung hening.
Nana menatap Yui dengan datar. "Sudah ada pemenangnya, kan?" katanya santai.
Yui mendecak kecewa. Dengan tatapan dingin, dia melihat ke arah Yuya yang masih kesakitan di lantai.
Tanpa mengatakan apa-apa, Yui berbalik. "Kita pergi."
Siswa kelas 1F langsung membubarkan diri setelah mendengar perintah pemimpinnya.
Dengan kemenangan Yuki, pertarungan di rooftop ini selesai. Jika Yuki kalah atau pertarungannya berakhir seri, Nana dan Yui harus bertarung. Tapi sekarang, Nana tidak perlu turun tangan.
Setelah itu, kelas 1B dan 1C juga mulai membubarkan diri, mengikuti Nana dan Yuna yang melangkah meninggalkan rooftop.
Sementara itu, Keisuke dan Naoki memapah Yuki yang masih kelelahan.
"Hahaha! Kau hebat, Yuki!" kata Keisuke sambil menepuk bahunya.
Mereka bertiga keluar dari sekolah, lalu mampir di vending machine di pinggir jalan. Naoki membeli tiga kaleng minuman dingin dan menyerahkannya kepada mereka.
"Terima kasih, Naoki," kata Yuki sambil meneguk minumannya.
Naoki menatap Yuki dengan senyum kecil. "Sebaliknya, kami yang harus berterima kasih sama lu. Kalau tadi lu kalah, itu artinya kelas 1C kalah."
Yuki terdiam.
"Dia berpikir, bukankah pertarungan inti seharusnya antara Nana dan Yui kan?"
"Kalau pertarungan lu tadi berakhir seri, maka Nana harus bertarung melawan Yui," jelas Keisuke.
Yuki menghela napas panjang.
Tpu, dia masih belum mengerti kenapa Nana memilihnya untuk pertarungan pembuka.
Sambil duduk bersama Keisuke dan Naoki di bawah cahaya senja, untuk pertama kalinya sejak masuk sekolah ini, Yuki merasa benar-benar diterima.
**
Malam mulai larut. Lampu jalan di sepanjang trotoar mulai menyala, menerangi kota dengan cahaya keemasan yang redup.
Di pinggir jalan, Yuki, Keisuke, dan Naoki masih duduk santai setelah minum dari vending machine. Meski tubuhnya masih terasa sakit setelah pertarungan dengan Yuya, Yuki mulai merasa nyaman berada di sekitar mereka.
"Oi, lu tinggal di mana?" tanya Keisuke, sambil meregangkan tubuhnya yang terasa lelah.
Yuki berpikir sejenak, lalu meneguk minumannya sebelum menjawab, "Kontrakan gue tidak jauh dari sini. Mau ikut?"
Keisuke dan Naoki saling pandang sebentar sebelum akhirnya berdiri.
"Ya udah, sekalian lihat tempat tinggal anak baru," kata Naoki, setengah bercanda.
Tanpa banyak bicara, mereka bertiga mulai berjalan menuju kontrakan Yuki.
---
Kontrakan itu ternyata sebuah bangunan dua lantai, sederhana namun cukup nyaman. Di setiap lantai terdapat empat kamar kontrakan, dan Yuki tinggal di lantai dua, kamar paling ujung.
Yuki membuka pintu dan mengajak mereka masuk. Interiornya tidak mewah, hanya ada sebuah kasur single, meja belajar kecil dengan beberapa buku berserakan di atasnya, serta lemari pakaian yang agak usang.
Di luar kamar, ada balkon kecil. Mereka bertiga memilih duduk di sana.
Yuki dan Naoki duduk di lantai, sementara Keisuke nangkring santai di pagar balkon, kakinya bergoyang-goyang di udara.
Angin malam yang sejuk berhembus pelan.
Keisuke menatap Yuki dengan penasaran, lalu bertanya, "Kenapa lu pindah ke SMA Kageyama?"
Yuki menyandarkan punggungnya ke tembok, menatap langit sejenak sebelum menjawab.
"Kakek gue yang mendaftarkan ke sana."
Naoki melirik Yuki. "Tadinya lu sekolah di mana?"
"SMA Hakai, di Hokkaido."
"Hakai, huh? Sekolah yang keras juga," gumam Keisuke. "Kenapa pindah?"
Yuki mengangkat bahu. "Gue ingin pindah ke Tokyo. Jadi kakek gue yang mencarikan sekolah, dan akhirnya gue masuk SMA Kageyama."
Naoki tertawa kecil. "Sial, kalau gitu kakek lu beneran nyuruh lu masuk neraka."
Keisuke ikut tertawa. "Memangnya gimana menurut lu sekolah kita?"
Tanpa ragu, Yuki menjawab, "Sangat buruk."
Naoki langsung mendorong kepala Yuki dengan pelan. "Kalau gitu, pindah sana ke sekolah lain," ucapnya bercanda.
Yuki hanya tersenyum kecil, lalu berkata, "Tidak, sepertinya Nana menarik."
Keisuke dan Naoki langsung menoleh tajam ke arahnya.
Keisuke melipat tangan di dada dan mendengus, "Jangan cari mati."
Yuki mengernyit. "Memangnya kenapa?"
Naoki menghela napas panjang, lalu menepuk bahu Yuki. "Percaya deh, sebaiknya buang jauh-jauh niat itu. Nana berbahaya bro"
Bukannya membuatnya takut, kata-kata mereka justru membuat Yuki semakin penasaran.
---
Di tempat lain, di sebuah kontrakan yang tidak jauh dari sana…
Nana Aoi dan Hikari Yuna duduk berdua di kamar Nana. Mereka tinggal di kontrakan yang bersebelahan, sehingga sering menghabiskan waktu bersama setelah sekolah.
Yuna menyandarkan kepalanya ke dinding sambil memainkan rambut panjangnya. "Gue pikir tadi lu memilih Yuki untuk melawan Yuya karena ingin mengalah karena tidak mau bertarung sama Yui," katanya dengan nada santai.
Nana, yang duduk di kasur sambil melipat tangan, hanya mendengus kecil. "Mana mungkin gue membiarkan harga diri kelas 1C diinjak-injak anak kelas 1F."
Yuna tersenyum tipis. "Tapi jujur, gue nggak nyangka Yuki bisa menang. Awalnya gue pikir lu hanya ingin memperpanjang waktu."
Nana mengangguk pelan. "Gue memang tidak berharap dia menang," katanya jujur. "Gue hanya butuh dia bertahan sampai waktu habis. Jika pertarungan mereka draw, maka gue lah yang akan mengalahkan Yui."
Yuna mengangkat alis, sedikit penasaran. "Tapi bagaimana lu bisa yakin kalau Yuki bisa bertahan selama itu?"
Nana menatapnya sekilas, lalu berkata santai, "Bukannya lu melihat sendiri tadi pagi?"
Yuna terdiam sejenak, mengingat kejadian yang dimaksud.
"Saat Kazuya membully-nya, anak baru itu sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Bahkan setelah dipukul berkali-kali, dia tetap berdiri dan tidak mundur."
Nana menatap Yuna dengan ekspresi tenang. "Lalu di kantin, saat Keisuke dan teman-temannya menghajarnya, dia masih bisa duduk dengan tenang tanpa menunjukkan tanda-tanda menyerah."
Yuna mulai mengingat kembali momen-momen itu. Memang benar, meskipun Yuki kalah dalam banyak hal, dia tidak pernah benar-benar jatuh.
Yuna akhirnya tersenyum. "Lu memang hebat. Bisa menganalisa seseorang dengan detail hanya dari kejadian sekilas."
Nana tersenyum tipis, lalu berkata dengan suara lembut, "Suatu saat, gue ingin melihat pertarungan lu dengannya."
Yuna tertawa kecil dan meregangkan tubuhnya. "Jangan meremehkan gue," katanya santai.
Nana hanya menatap Yuna dengan ekspresi datar, namun ada sedikit ketertarikan di matanya.
Malam semakin larut. Angin berhembus pelan melalui jendela kamar Nana, membawa ketenangan setelah hari yang penuh ketegangan.
Namun dalam hati masing-masing, baik Yuki maupun Nana sudah mulai saling memperhatikan satu sama lain.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!