NovelToon NovelToon

Hipotermilove

Apa, hipotermilove?

Kisah cintanya rumit. Ah.. lucu sekali, bahkan dia tidak memiliki apapun yang bisa dijadikan cerita dalam perjalanan cintanya, kenapa menyebut penantian dan pengharapan tanpa sambutan itu sebagai kisah cinta? konyol! Dia saja bingung, apa yang harus dia banggakan pada usianya yang tak lagi muda.

Tentu usia tiga puluh tahun untuk seorang wanita yang masih single adalah suatu yang menakutkan. Seperti itulah yang dirasakan Tisya. Dia ketakutan sendiri, apakah dia akan berakhir menjadi perawan tua?

Otaknya lelah berpikir. Dia tutup laptop yang sejak pagi menemaninya bekerja. Dia melihat ke arah ponselnya. Ada beberapa notifikasi pesan di sana. Salah satunya dari Den. Den Pangestu.

Lelaki yang jauh lebih muda darinya. Tapi, akhir-akhir ini lelaki itulah yang memberi warna di hidup seorang Aratisya Tungga Meera.

Dia adalah seorang pengacara di sebuah firma hukum terkenal di kotanya. Cantik, elegan, selalu modis tapi sayang... Dia belum bisa move on dari crush nya, Abhista Agung, yang sekarang sudah berstatus suami orang!

Di baca pesan yang dikirim oleh Den. Tadinya dia nggak bermaksud ngepoin pesan yang dikirim pemuda itu padanya tapi, setelah dipikir-pikir.. lelaki itu sangat berjasa untuk dirinya.

Karena kekonyolannya ingin memiliki Abhi bagaimanapun pun caranya, Tisya dibodohi oleh rekan kerjanya sendiri yang juga seorang advokat di kantor yang sama. Teja, begitu orang-orang mengenalnya.. Lelaki tambun, dengan rambut nyaris botak itu sempat melecehkannya.

Melecehkan? Sebenarnya dia juga tahu bagaimana skenario yang dimainkan Teja padanya. Membobol keperawanan gadis itu, lalu meminta pertanggung jawaban kepada Abhi. Hanya orang bodoh yang tidak bisa berpikir jika semua itu hanya jebakan. Dan dari sekian juta orang pintar di muka bumi, memang Tisya lah jenis manusia yang paling bodoh.

Dia rela diraba-raba, mempertontonkan buah dadanya untuk seorang Teja yang buncit, dan membiarkan hal itu terjadi begitu saja pada dirinya.

Katakanlah, cinta Tisya pada Abhi sudah melewati batas kegoblokan yang haqiqi. Sebelum semua terjadi, Den datang untuk menolong Tisya. Hu'um, pemuda itu bahkan babak belur karena adu kekuatan dengan Teja. Jelas Teja bukan lawan yang sebanding untuk Den, meski begitu.. Sudut bibir Den pecah juga oleh hantaman Teja.

Tidak masalah yang pecah cuma sudut bibir Den, bukan selaput dara Tisya yang dipecahkan si tambun Teja. Tisya akui, Den adalah penyelamatnya!

Setelah kejadian penyelamatan itu, intensitas keduanya untuk bertemu makin sering, makin menimbulkan percikan api asmara yang tidak biasa di hati Den. Lelaki itu tertarik pada Tisya. Wanita yang di matanya cukup galak tapi rapuh itu mampu memikatnya.

Den bukan lelaki polos yang tidak pernah menjalani kisah kasih percintaan sebelumnya, dia pernah berpacaran beberapa kali tapi selalu putus di tengah jalan. Alasannya? Macam-macam. Ditinggal selingkuh, hanya sekedar penasaran tapi setelah jadian dihempaskan, atau mungkin ada indikasi dapet cewek tukang morotin isi celana eh.. isi kantong celana maksudnya.

Untuk kategori perempuan yang terakhir itu memang Den hindari, kenapa? Alasannya.. Dia aja belum bisa membahagiakan orang tua, gegayaan mau pacaran sama cewek yang nebeng status pacar kerjaannya cuma morotin duit doang. No way!

Kembali ke Tisya.. Dia mengembangkan senyuman ketika membaca pesan nggak jelas dari berondong manis itu. Ah, seperti ababil saja.. Pikirnya.

Den : Ra

Den : Ngaca deh, kamu bakal liat bidadari dari pantulan kaca tempat mu bercermin.

Den : Waktunya makan siang nih, makan yuk Ra. Makan nasi. Jangan cuma makan janji-janji, kemarin aku nyoba kayak gitu sorenya diketawain cacing keremi.

"Dasar bocah..." Ujar Tisya begitu saja. Tisya merasakan perutnya sudah berdendang senam patah-patah, ini nggak baik buat kesehatan lambung tentunya. Dengan niat mulia, dia pergi meninggalkan ruang kerjanya menuju luar gedung. Nyari makan, tentunya!

Baru beberapa langkah keluar dari ruangannya, dia dikejutkan dengan sosok tinggi yang entah datang dari mana.. Mereka bertabrakan.

"Kamu bisa nggak jalan pake mata?!"

Tisya mengerang kesal saat bertabrakan dengan Den yang juga sama terkejutnya karena jujur aja, dia nggak ada rencana sebelumnya buat nabrakin diri pada wanita di depannya itu.

"Biasanya saya jalan pakai kaki Bu. Ya maaf, tapi bukan cuma Bu Tisya aja yang jadi korban di sini, aku juga gitu." Den terus mengusap dadanya yang terhantam tubuh Tisya.

"Masa bodoh! Awas!" Tisya mengibaskan rambutnya ke samping.

"Khodam nya pasti Squidward bestinya Plankton tetangganya Hulk suhunya Angry bird! Galak banget jadi betina!" Keluh Den masih diam di tempat karena masih memungut tas kerjanya yang sempat terjatuh.

"Apa?? Ngomong sekali lagi, kamu ngatain aku apa???" Tisya berbalik memegang lengan Den.

"Ti-ati, nanti jatuh cinta. Nggak usah ngereog mulu kayak gitu kalo ketemu aku. Hipotermilove nanti lama-lama sama ku."

Den sudah pergi, Dan lihat.. Betina itu langsung ngowoh di tempatnya. Hipotermilove? Apa itu?? Bahasa dari planet mana???

Ah, iya.. Jika di kantor, Den akan memanggil Tisya dengan sebutan Bu Tis, ya.. Karena Den memang junior di kantor itu. Berbeda dengan Tisya yang sudah merentangkan sayap lebar di dunia kerja yang digelutinya. Sedangkan di luar jam kerja, di luar konteks pekerjaan pokoknya.. Nama Tisya akan berubah jadi Ara.

"Mau kemana?" Tanya Tisya pada Den. Akhirnya, si judes itu ngintilin pemuda itu berjalan.

"Ke hati mu. Kosong kan? Jejelin aku ke sana, aku jamin.. Seumur hidup, kamu bakal bahagia." Kata Den dengan penuh keyakinan.

"Jangan alay." Entahlah... Tisya merasakan pipinya sudah merona oleh ucapan Den barusan, tapi dia coba untuk tetap jaim di depan pemuda itu.

Kenapa? Dia minder tentang usia sebenarnya. Dia udah mau tiga satu, dan Den masih di angka dua empat. Apa nggak insecure kalo jadi Tisya?

Jujur saja, semua perlakuan manis yang Den berikan padanya entah itu sekedar chat atau kata-kata alay seperti tadi, mampu membuat ruang kosong di hatinya secara perlahan terpenuhi oleh sosok pemuda itu. Namun justru di situlah letak kekhawatiran Tisya itu muncul. Dia takut Den hanya penasaran dengannya.. Dia takut memulai sesuatu dengan orang yang lebih muda darinya, ketakutan itu membuat Tisya membuat pagar tinggi agar Den tidak bisa melompatinya.

Belum tahu aja si mbak ini, kalo nggak bisa dilompati, Den bakal dobrak aja itu pager. Kelar kan? Kalau ada cara ugal-ugalan, ngapain pake cara alusan! Nggak jaman mencintai dalam diam. Dikira nggak berjuang nanti, masalah endingnya bisa bareng apa enggak.. Pikir keri ae brew!

"Aku alay cuma buat kamu.. Kenapa? Mulai baper kan? Pacaran aja yok!" Ajak Den tanpa rem babar blas!

Gara-gara lengkuas

Kembali hembusan nafas panjang terdengar, Tisya lapar tapi entah kenapa dia tidak berselera sama sekali untuk sekedar menyicipi makanan di depannya? Rasanya suasana seperti ini sangat membosankan!

Selama ini, hidupnya diisi dengan pekerjaan. Kerja, kerja dan kerja, setelah itu hanya berdiam diri di rumah. Begitu monoton.

Siulan dari arah samping mau tak mau membuat atensi Tisya teralihkan. Den lagi. Makin lama orang ini kayak jelangkung aja, datang tak diundang pergi tak dicari! Benar gitu nggak sih?

Mata bulat indah gadis itu mengikuti gerakan tubuh Den yang duduk seenaknya tanpa permisi di satu meja yang sama dengannya.

"Kok nggak dimakan?" Den melihat makanan Tisya masih utuh, tak tersentuh.

"Tadi nggak selera, sekarang nggak nafsu karena ada kamu." Jawab Tisya datar.

"Ya jelas nggak nafsu orang yang di depan mu cuma sepiring mi goreng pake udang dua biji, sama timun, tomat ditambah selada. Coba yang kamu lihat itu aku pas abis mandi, nggak pake apa-apa.. Nggak pake babibu, pasti langsung kamu babat di tempat!" Den bicara tanpa peduli hal itu layak atau tidak jika di dengar orang lain.

Tisya melempar sedotan ke arah Den. Lelaki itu hanya cekikikan tanpa melakukan pembalasan yang berarti.

"Mikirin apa sih, serius amat. Cepet tua nanti!" Seru Den mengikis kesunyian di antara mereka berdua.

"Emang udah tua dodol!" Sengit Tisya.

"Dih, kamu ini apa sih... Kalo sama aku bawaannya ngamuk mulu. Dikit-dikit misuh, dikit-dikit ngomel, dikit-dikit ngereog. Tak kutuk bakal cinta ampun-ampunan sama ku baru nyaho!" Den bersuara.

"Situ Mak Rabiah?"

"Bukan. Mak lampir juga bukan. Apalagi mak Erot." Den terkekeh geli.

"Mukaku mirip Malin Kundang?" Tanya Tisya lagi.

"Nggak tau nggak pernah kenal yang namanya si Malin Malin itu. Kenapa emangnya?" Den mengerutkan keningnya. Bertaut lah sudah kedua alis hitam, tebal tapi tidak berkilau milik Den.

"Nggak usah sok-sokan ngutuk orang. Nggak mempan!" Jawab Tisya tanpa melihat ke arah Den. Dia grogi sebenarnya di tatap lelaki sedalam itu.

Mungkin akan lebih baik jika Den menghabiskan makanan di depannya terlebih dahulu. Alasan yang pertama karena dia emang kelaparan, yang kedua karena jam makan siang makin menipis. Dia nggak mau kembali ke ruang kerjanya dengan perut masih keroncongan, dangdutan, atau lebih parahnya lagi.. Para cacing di sana ngadain dugem saking frustasinya mereka sebab asupan nutrisi nggak tercukupi dengan baik!

"Makan itu pelan-pelan. Keselek baru tau rasa!" Perhatian berselimut omelan dari Bu Tis untuk mas Den.

"Bahingan!!!"

Mulut Den masih mengunyah namun sesaat kemudian dia lepehin apa yang tadi dia kunyah. Jelas banget di telinga Tisya kalo lelaki itu mengumpat. Ya, Tisya dengar!

"Kamu maki aku??" Tisya menaikkan intonasi suaranya.

"Eh, bukan!" Den tergugup.

"Tadi kamu bilang 'bajingan' kan?! Sialan kamu, nggak ada orang yang berani maki-maki aku kayak kamu tadi!" Kembali Tisya pake urat ngomongnya.

"Astaghfirullah hal adzim.. Aku nggak maki kamu Ra.. Serius..!" Suara Den melemah. Dia minum dulu. Biar plong.

Bisa-bisanya lagi situasi kayak gitu masih nyempetin diri buat minum. Emang lelaki satu ini minta ditabokin bibirnya nyampe jontor sih. Ada nyebelin nyebelin nya!

Tisya tak ingin mendengar penjelasan Den. Tanpa menyentuh makanan yang dia pesan, wanita itu berangsur pergi meninggalkan meja makannya. Bye mi goreng, sayounara timun dan tomat, selamat tinggal wahai selada, annyeong gaseyo dua udang yang terabaikan...

Den tentu nggak akan membiarkan si judes itu pergi gitu aja. Dia menarik tangan Tisya agar tetap bertahan di sana.

"Tadi aku kaget waktu makan.. Refleks ngomong kayak gitu. Aku kira yang aku masukin mulut itu daging lho.. Sumpah! Udah gede, berbumbu pekat pula, ya langsung aja aku makan. Pas tak kunyah taunya itu lengkuas! Makanya aku bilang 'bajingan'. Serius itu terucap gitu aja, tanpa aku sengaja dan demi apapun.. Aku nggak maki kamu. Kalau nggak percaya, liat aja sendiri."

Den mengambil piring yang jadi saksi kunci di sini. Dan ya, sepertinya Den emang korban dari para koki yang nyeleneh naruh lengkuas segede ukuran daging tersebut. Udah ketar-ketir aja Den, tapi sejurus kemudian Tisya malah tertawa. Iya, wanita itu tertawa lepas karena menyaksikan penderitaan Den di depan mata.

"Kamu makan nggak dilihatin dulu ya, yang mau masuk mulutmu itu apa? Misal aku iseng taruh racun ke makanan mu, apa kamu juga bakal lahap makannya?" Masih dengan sisa-sisa tawanya dia berbicara.

"Ya jangan masukin racun juga kali Ra, kamu mau bunuh calon laki mu sendiri? Dunia akhirat kamu bakal nyesel kalo aku mati duluan sebelum nikahin kamu." Tegas Den tanpa malu.

"Nggak ada hubungannya! Sana komplain ke waiter, minta ganti ulang pesanan makanan mu. Masih laper kan?" Tisya sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Nggak ah. Bisa bikin kamu ketawa kayak tadi aja udah suatu kejadian yang langka banget, kayaknya aku malah kudu berterimakasih sama siapapun yang naruh lengkuas di piring ku.. Rela deh ngemil lengkuas satu karung asal bisa bikin kamu happy terus." Canda Den membuat Tisya memutar bola matanya malas.

"Yakin mau ngemil lengkuas sekarung?? Aku pesenin nih ya?" Tantang Tisya.

"Aiiish kamu ini.. Itu bersyanda sayang.. Bersyandaaaa.. Bisa dombleh mulutku digiles lengkuas sekarung!"

Nyatanya, acara makan siang bersama tadi memang gagal total gara-gara sebongkah lengkuas yang udah di cap Den sebagai perusak suasana. Tapi bagi Tisya, kebersamaan singkat tadi mampu membuat hatinya menghangat. Ya sepertinya Den memang harus berterimakasih pada si lengkuas nanti.

Tidak terasa sore pun tiba, Den dengan langkah tegapnya lebih dulu menuju parkiran. Dia masih mengendarai si FU yang katanya kesayangan sejuta betina di endonesa.

"Ngapain pakai helm nggak naik motor?" Seruan Tisya mengagetkannya.

Iya, Den emang duduk di tangga dekat parkiran. Pakai helm. Lengkap dengan jaketnya, tapi motornya berada jauh dari jangkauan pemuda itu.

"Eh, itu tadi panas. Jadi aku pakai aja." Den membuka helm full face NHK Rx9 yang menurutnya membuat kegantengannya bertambah ke tingkat paling maksimal.

Wuuush.. Angin bertiup. Menerbangkan rambut Tisya, ke arah Den. Menyapu wajah lelaki itu dengan harum rambutnya, ah.. Udah kek slow motion adegan di pilem-pilem India ini mah!

"Sorry." Ucap Tisya mengikat rambutnya dengan tangan. Berniat menyepol rambutnya dengan ikat rambut di tangannya.

Den mendekat, dia mengambil ikat rambut dari tangan Tisya dengan mudah. Tisya diam saja saat Den memutar tubuhnya menghadap ke depan, membelakanginya. Dan dengan telaten lelaki itu berhasil mengikat rambut Tisya, meski terlihat berantakan tapi Tisya cukup melting diperlakukan seperti itu oleh lawan jenis.

"Hati-hati pulangnya.. Aku nunggu kamu tadi, bukan untuk pulang bareng. Tapi untuk liat kamu sebelum kita berpisah dan baru ketemu besok pagi, aku takut hatiku nggak kuat nahan rindu selama itu tanpa liat kamu."

Blush. Seperti ada sekelompok kupu-kupu berterbangan di atas kepala Tisya, rasanya dia ingin bilang kalo Den lebay, alay, atau lay lay yang lain.. Tapi dia hanya diam tanpa kata.

Ya salam Bu Tis.. Udahan napa jaimnya! Nanti kalo pejantan mu nyerah ngejar kamu, baru klagepan sendiri..!

Menjauh? No way!

Suasana kantor firma hukum tempat Den dan Tisya bekerja sangatlah profesional dan formal. Dengan pegawai yang mengenakan pakaian formal dan rapi. Semua pegawai di kantor firma hukum itu memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi, dengan pengetahuan dan pengalaman yang luas di bidang hukum.

Suasana kantor tersebut nampak tenang dan tertib, dengan pegawai yang bekerja kelewat fokus sampai-sampai tidak terganggu oleh kebisingan atau gangguan lainnya. Bisa dibilang spaneng lah! Kantor yang memiliki ruangan rapi dan terorganisir, dengan dokumen dan file yang disimpan dengan rapi dan sistematis. Mereka bekerja keras meminimalisir kesalahan sekecil apapun, dengan cara kerja yang perfeksionis tersebut.

Dan tentu saja pegawai di sana bekerja sama dalam tim untuk menangani kasus-kasus hukum, sehingga suasana kantor sangat kooperatif dan kolaboratif.

Beralih ke ruang kerja Tisya, di sana ada meja kerja yang rapi dan terorganisir, dengan komputer, printer, dan dokumen-dokumen penting yang sedang dia kerjakan. Wanita itu sedang duduk di kursi kerjanya yang terasa nyaman dan ergonomis, untuk mendukung kenyamanan dirinya ketika bekerja.

Tapi di balik semua fasilitas itu, Tisya merasa dirinya hampa. Ada yang kurang, ya.. Dia tahu. Desakan orang tua agar dirinya segera membina rumah tangga membuatnya frustasi belakang ini.

"Iya kayaknya emang Den sama Bu Tisya ada hubungan, tapi sengaja nggak dipublish deh."

"Udah sering jalan bareng kan? Kalau bilang cuma temen sih bullshit banget, ya nggak sih?!"

"Di dunia ini nggak ada hubungan pertemanan antara cowok sama cewek, pasti salah satunya baper. Atau mungkin salah duanya haha."

"Eh.. Bu Tisya tuh.. Udah ah, nanti dikira gosipin dia lagi."

"Emang dari tadi kita ngapain kalo nggak ngegosip sih?"

"Qasidahan. Hahaha.."

"Anjir. Hahaha."

Jelas banget mereka bicara, tapi Tisya tetap diam nggak ingin berdebat dengan siapapun hari ini. Energinya udah abis duluan. Resiko jadi perawan setengah tua ya begini, baru keliatan dekat dengan seseorang langsung aja menjadi topik perghibahan.

"Den."

Seorang wanita yang juga bekerja di kantor itu memanggil Den saat melihat si pemuda memasuki lobi. Sigap Den menghampiri wanita yang memanggilnya.

"Ya, Bu."

"Ah, kamu ini.. Kita cuma beda dua tahun. Masa manggil aku Bu sih, panggil nama aja nggak apa-apa." Wanita itu tersenyum manis ke arah Den.

Karena Den tidak bergeming. Wanita yang diketahui bernama Dania itu langsung merapatkan tubuhnya ke sisi samping tubuh Den. Dia menunjukkan sesuatu pada Den dari map yang dia bawa. Wajah Den terlihat mengamati setiap penjelasan atau informasi yang Dania berikan padanya. Sesekali Dania sengaja mencuri pandang ke arah wajah Den yang terlihat maskulin di matanya.

"Hmm, Den.. Bisa minta nomer telepon mu nggak? Maksudnya.. Aku punya banyak jurnal seperti ini untuk bisa kamu jadikan referensi. Akan lebih mudah menghubungi mu kalau aku punya nomer telepon mu kan?" Senyuman Dania masih terus menghiasi wajahnya.

Tak lama, terlihat Den mengangguk mengerti. Dia memberikan nomer teleponnya pada Dania.

Dania : Simpan nomerku ya, ganteng. Oya.. Nama kita berdua sama-sama berawal dari huruf D, Den dan Dania, apa mungkin kita jodoh? hahaha.

Pesan itu yang masuk ke wa Den. Den hanya tersenyum canggung. Jujur saja, dia tidak tertarik sama sekali dengan betina lain selain Tisya. Seperti rasa sukanya sudah habis untuk satu orang itu saja. Mereka berpisah begitu saja, karena Den tidak terlalu menanggapi apa yang Dania bicarakan kecuali masalah pekerjaan.

Baru akan masuk ke ruang kerjanya, Den disambut sosok yang sejak tadi membuatnya gagal fokus, bahkan saat bersama wanita lain. Pikirannya malah mengembara ke satu nama saja, Tisya!

"Laris ya hari ini?!" Ucap Tisya memasang muka masam, melipat kedua tangannya di dada.

"Maaf, saya nggak lagi jualan Bu." Den terlihat santai, padahal dia sedang menenangkan hatinya sendiri yang gugup karena bertemu wanita incarannya.

"Sok-sokan babu babu kalo sama aku, kalo sama cewek lain asik aja manggil nama. Ganjen banget sih jadi orang!"

Tak tahan. Den langsung menyeret Tisya ikut masuk ke dalam ruangannya.

"Cemburu?" Tebak Den mengungkung Tisya dengan kedua sikunya.

Tisya dipojokkan di dinding. Den sengaja mengunci pergerakan Tisya agar gadis itu tak memiliki celah untuk menghindarinya. Nyatanya usahanya berhasil, Den mampu membungkam Tisya dengan posisi seperti itu.

"Nggak usah kepedean. Hidupmu kebanyakan ngehalu!" Tisya menatap ke arah lain, tak ingin adu pandang dengan lelaki yang memojokkannya.

"Owh.. Aku kira kamu cemburu, ternyata aku yang terlalu pede ya? Hmm ngomong-ngomong.. Dia tadi ngajak aku jadi partner selingkuhannya. Tawaran yang menarik ya? Apa aku jabanin aja ajakannya itu? Toh kamu juga nggak peduli gini sama aku."

Mata Tisya membulat sempurna. Dia tentu cukup terkejut.

"Gatel banget sih jadi laki! Urusannya apa nyampe minta kamu jadi selingkuhannya?! Gila! Manusia sekarang nggak ada yang waras!Bener-bener gila!!"

"Iya, dan aku tergila-gila sama kamu."

"Aaah.. Awas!! Mulutmu doang yang manis, nyatanya mau-mauan diajak selingkuh sama perempuan lain!" Tisya mencoba mendorong Den.

"Mulut ku manis? Emang pernah ngerasain?" Senyum nakal Den terbit.

Semua terjadi di luar prediksi BMKG, Den memajukan wajahnya dan merapatkan bibirnya pada ranum indah milik Tisya. Ternyata seperti ini rasanya berciuman? Ah.. Rasanya kenyal, manis dan bikin nagih..

Sebelum Tisya sadar dengan keadaan yang terjadi, Den malah menggunakan tangannya untuk menaikkan dagu Tisya, memperdalam lumatan yang dia lakukan di bibir wanita di depannya. Sampai dia merasakan ada yang perih dan terasa anyir.. Uhum, Tisya mengigit bibir Den sampai berdarah.

"Sssshhhhttt.." Pekik Den meraba bibirnya yang memerah dan sedikit bengkak.

"Kurang ajar!" Ucap Tisya geram.

Dia mendorong Den menjauh tapi tidak dibiarkan itu terjadi, tangan Den lebih erat dan kokoh memegang pergelangan tangan Tisya.

"Maaf.. Aku bohong soal Dania tadi, dia hanya memberitahu ku jika dia memiliki jurnal dan beberapa artikel hukum. Bukan mengajakku berselingkuh. Maaf.. Aku udah nyium kamu tanpa ijin lebih dulu, dan maaf.. Tadi itu ciuman pertama ku.. Mungkin belum bisa dibilang pro tapi aku akan berusaha bikin kamu candu sama ciuman ku.."

Bisik Den di dekat telinga Tisya. Rasanya merinding, bahkan terasa sampai belakang tengkuknya. Gila! Den benar-benar gila, dan Tisya harus menghindari orang gila macam Den! Atau justru dia menyukai semua kegilaan ini?

"Minggir.. Aku mau kerja.." Lirih Tisya tak tahu lagi harus berkata apa.

"Kamu marah?" Den tidak melepas pelukannya.

"Apa marahku masih berguna? Aku sendiri nggak tau.. Kenapa aku bisa murahan kayak gini.. Lucu banget kan? Kamu pasti mikir aku terlalu gampangan dan murahan, nggak ada hubungan apa-apa sama kamu tapi kamu bisa nyium bibirku seenaknya kayak tadi.. Apa aku masih bisa marah, sedangkan kamu aja nggak peduli larangan ku?"

Hampir seperti berbisik karena kata-kata Tisya begitu pelan. Jika Den tidak berada dalam jarak dekat dengan wanita itu, dia pastikan tidak bisa mendengar dengan baik apa yang Tisya barusan ucapkan.

"Larangan apa?" Den mengendorkan pelukannya. Dia menatap wajah Tisya, mata itu sudah berembun. Akan segera menurunkan air matanya.

"Jauhi aku.. Bisa?" Jawab Tisya.

"Maaf.. Untuk yang satu itu aku nggak bakal nurut sama kamu. Satu kali kamu nyuruh aku menjauh, aku justru akan memantapkan langkah ku untuk mendekati mu berkali-kali lipat lebih ugal-ugalan lagi dari ini. Aku sayang kamu Ra.. Banget!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!