NovelToon NovelToon

WAY OUT

Episode 1– Cerita Horor

“Tolong tinggalkan aku sendiri!! Jangan mengikutiku! Pergi sana!”

Di dalam tempat yang gelap dan penuh dengan barang-barang rusak, seorang lelaki muda yang tak diketahui identitasnya sedang berlari di lorong dalam sebuah bangunan tua. Ia berlari ketakutan karena ada sesosok makhluk besar melayang yang mengejarnya. Tentu saja sosok yang menyeramkan. Lelaki itu tidak ingin tertangkap oleh makhluk tersebut, atau nyawanya akan terancam.

Lorong yang ia lewati mendapatkan cahaya bulan purnama yang masuk lewat jendela yang ada. Jadi ia masih bisa melihat jalan, walau semuanya terlihat gelap.

Dia terus berlari sampai tidak ada jalan di depannya. Tapi yang penting sekarang, ia ingin mencari tempat persembunyian yang aman agar bisa terhindar dari makhluk yang mengejarnya itu.

Tapi di mana?

Sepanjang jalan, ia terus berlari di lorong seakan lorong itu adalah terowongan yang panjang tanpa ada ujungnya. Kakinya mulai kelelahan dan ia belum menemukan senjata untuk melawan si makhluk menyeramkan yang mengejarnya.

Karena tidak sanggup terus berlari di lorong yang panjang, lelaki tersebut memutuskan untuk berbelok ke lorong di sampingnya. Di sana ia menemukan sebuah pintu kayu yang sedikit terbuka.

Langsung saja lelaki tersebut memasuki ruangan dibalik pintu kayu. Tak lupa ia juga menutup pintunya lagi, lalu mengganjalnya dengan kursi kayu yang tergeletak di samping pintu. Dia masih merasakan keberadaan si makhluk yang mengejarnya.

Dekat sekali.

Semakin dekat.

Tak lama, pintu kayu yang diganjal kursi itu pun bergetar dan terdorong. Lelaki itu langsung berbalik badan dan kembali berlari sebelum makhluk menyeramkan tersebut menangkapnya. Tapi saat dilihat-lihat, ternyata lelaki tersebut telah masuk ke dalam sebuah toilet dengan empat bilik kamar mandi.

Lelaki itu memutuskan untuk bersembunyi di bilik keempat. Karena ia sudah terjebak di dalam toilet. Tidak ada jalan untuk melarikan diri lagi. Di dalam, ia masih merasa takut dan seluruh tubuhnya gemetar. Ia juga menutup mulutnya dengan tangan dan berusaha menahan napas agar sosok yang mengejarnya itu tidak dapat menemukannya.

Namun tak lama setelah ia bersembunyi, tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang didobrak. Suaranya keras sekali. Lelaki itu tentu saja terkejut. Kemudian terdengar suara tapak kaki yang berjalan mendekatinya. Takut dengan bayangan dirinya sendiri, lelaki itu naik ke atas WC duduk agar kakinya tidak terlihat saat makhluk di depannya mengintip lewat celah pintu bawah.

BRAK!

Lelaki itu semakin gemetar ketakutan. Ia nyaris saja mengeluarkan suara teriakan. Bahkan menangis tanpa suara di dalam kamar mandi tempat persembunyiannya. Ia tahu kalau hantu yang mengejarnya itu sedang mengecek satu persatu kamar mandinya sampai ia menemukan si lelaki yang ia cari.

Semakin lama suaranya semakin keras dan jelas. Saat hantu itu sampai di bilik ketiga, ia mendobrak pintu kamar mandinya. Karena tidak ada siapa-siapa di sana, maka dilanjut dengan bilik keempat. Tempat si lelaki itu bersembuynyi.

Si hantu pun berpindah tempat. Ada sebuah bayangan manusia yang dapat dilihat dari bawah WC kamar mandi di dalam bilik empat. Lelaki itu sedikit heran. Sebelumnya, hantu yang mengejarnya itu melayang dan berbentuk seperti kumpulan asap hitam yang menyeramkan. Tapi kenapa sekarang malah ada hantu berbentuk manusia di depan sana?

BRAK!

Pintu terakhir pun terbuka. Secara perlahan, si lelaki menurunkan tangannya. Ia sedikit terkejut dengan seorang anak kecil dengan wajah pucat berdiri di depannya. Anak kecil tersebut juga memainkan sebuah cutter di tangan kanannya. Sebuah pisau kecil yang terdapat noda darah. Ditambah seluruh lengan anak kecil itu juga dipenuhi dengan luka gores dan memar.

“Ketemu….”

Ia berujar pelan, tapi suaranya terdengar menyeramkan. Membuat si lelaki yang masih terduduk di atas WC itu langsung merinding.

“Kamu akan jadi ayahku….”

Anak kecil itu menodongkan senjata kecilnya pada lelaki di depannya. Lalu secara perlahan maju ke depan mendekatinya. Si laki-laki itu pikir, ia bisa kabur karena hantunya adalah seorang anak kecil. Maka langsung saja ia menerobos keluar dari dalam kamar mandi.

Namun saat berlari melewati hantu anak kecil, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Kemudian kepalanya menunduk ke bawah. Ia melihat perutnya sendiri telah tertusuk oleh cutter milik hantu anak kecil. Tak lama mulutnya memuntahkan darah dan berteriak kencang.

Sementara si lelaki itu berteriak kesakitan, hantu anak kecil tersebut hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa sampai kilat petir pun muncul dan terdengar suara sambaran petir yang keras sekali.

*

*

*

*

*

JDAR!!

“Uwaaaa!!”

“Berisik!”

“Wah, Viro bercerita sampai hujan tuh, haha….”

Seseorang datang menghampiri 4 orang anak muda yang sedang duduk di sebuah tempat dalam cafe kecil di pinggir jalan. Dia seorang wanita muda bernama Vira yang merupakan kakaknya Viro yang saat ini sedang duduk bersama dengan ketiga temannya yaitu Dennis, Cahya dan Dian atau nama lainnya adalah Akihiro.

“Ya, sepertinya yang berisik bukanlah petir yang menyambar di langit galap di luar sana. Tapi suara mereka yang selalu berteriak lebay ketika aku bercerita!” Viro menyahutnya dengan menggerutu.

“Kau kan cowok horror. Jadi tidak mungkin semua ceritamu itu terdengar tidak menyeramkan.” Akihiro membalasnya. Setelah itu ia menyenggol tubuh Dennis yang duduk di sampingnya. “Iya kan, Dennis?”

Dennis tertawa kecil dan mengangguk-angguk. “Ah, iya iya… begitulah.”

“Kalian terlalu penakut.” Viro membalasnya lagi. Kemudian semuanya tertawa lalu Vira meletakkan beberapa gelas berisi kopi ke atas meja yang temannya tempati. Tapi salah satu gelas itu berisi susu bukanlah kopi seperti yang lainnya. Tentu saja susu itu untuk Dennis.

“Hei… diumur mu yang sudah hampir dewasa seperti ini, kau masih mau minum susu?” tanya Viro pada Dennis.

Dennis mengangkat gelasnya. Tapi sebelum ia menyesap minumannya, Dennis menjawab, “Ya… dari dulu aku memang suka susu, hehe….” Setelah itu ia baru menyesap sedikit susunya. Dilanjut dengan Cahya yang duduk di hadapannya juga ikut menyesap kopinya.

“Dennis memang lucu, ya? Kau masih seperti anak kecil, hehe….” Cahya bergumam lalu tertawa kecil. Dennis sedikit malu kalau dia dikatain anak kecil oleh Cahya. Untuk menahan ekspresi malunya, ia hanya menurunkan poninya lalu mengelus rambutnya.

“Oh iya ngomong-ngomong, apa yang terjadi dengan anak yang tertangkap itu?” Akihiro bertanya.

“Oh, tentu saja dia mati di sana.” Jawab Viro. Dialah yang bercerita seram sedari tadi. “Dah tamat! Sekarang ayo kita pergi. Sudah terlambat ini.”

Viro menggendong tas dipundaknya lalu pergi berjalan ke pintu depan. Akihiro dan Dennis buru-buru menghabiskan minuman mereka yang masih hangat. Setelah itu mereka berdua bersama dengan Cahya juga pergi menyusul Viro. Sebelum keluar dari cafe, mereka mengucapkan salam pada Vira.

“Kami jalan!”

“Iya. Hati-hati di jalan!” Vira membalasnya dengan lambaian dan senyum manisnya. Tapi sebelum Dennis dan yang lainnya sempat pergi meninggalkan tempatnya, Vira memperingatkan mereka tentang cuaca hari ini.

“Hei, kalian! Di depan kan hujan. Apa kalian tidak ingin meminjam payung dari sini?”

“Tidak. Aku membawa punyaku sendiri.” Dennis dan Cahya menjawab bersamaan. Mereka langsung mengaluarkan payungnya dari dalam tas. Payung yang bisa dilipat kecil.

Viro juga membawanya. Tapi tidak dengan Akihiro. Dia malah tertawa sambil bermain rintikan air hujan di depan cafe. Melihat semua temannya telah mengeluarkan payung mereka, Akihiro jadi ingin menumpang bersama dengan salah satu dari mereka yang membawa payung.

“Anu… Viro… payungnya berdua sama aku, ya?” Akihiro meminta dengan menunjukkan wajah polos yang membuat Viro jijik melihatnya.

“Dih, gak mau! Lagi suruh siapa gak bawa. Lagipula kau kan sudah basah itu!”

“Dih pelit. Masa gak boleh berdua.”

“Kak Dian pinjam punya aku saja.” Dennis memberikan payungnya untuk Akihiro. Sebenarnya ia senang dapat diberikan payung oleh Dennis. Tapi masalahnya, Dennis pakai payung punya siapa?

“Emm… kalau aku terima, nanti kau bisa kebasahan.”

“Tenang saja, Dennis bersama denganku.” Cahya menjawab. Ia menarik tangan Dennis untuk dekat dengannya agar dapat perlindungan dari payung Cahya bersama. “Iya, aku sama Cahya. Payung itu untukmu pakai saja.”

“Ah, tidak usah repot-repot. Ini untuk Dian pakai.” Vira keluar dari pintu. Ia memberikan satu payung untuk Akihiro. “Pakai ini saja dan… Dennis tetap memakai miliknya.”

Akihiro mengangguk. Ia akan memakai milik Vira dan mengembalikan payung punya Dennis. Setelah itu, mereka dengan payungnya masing-masing berjalan di pinggir jalan yang basah. Saat ini tujuan mereka adalah pergi ke kampus. Untuk kelas, mereka masuk siang minggu ini.

****

Saat di jalan, Dennis masih memikirkan tentang cerita seram yang baru saja diceritakan Viro sebelumnya. Masih ada tanda tanya yang ingin Dennis ketahui jawabannya. Tentu saja pertanyaan dari cerita seram tersebut. Mumpung masih berjalan bersama, jadi langsung saja Dennis bertanya pada Viro.

“Vir! Viro, anu….”

“Apa?” Viro menoleh ke belakang dengan tatapan dinginnya. Semuanya menghentikan langkahnya sejenak dan melirik ke arah Dennis.

“Soal ceritamu tadi, aku ingin bertanya sesuatu. Emm… ceritamu tadi terdengar sangat nyata. Aku seperti pernah mendengar cerita itu sebelumnya. Entah dari siapa. Makanya ceritamu tadi terdengar tidak asing.”

“Maksudmu apa? Kau berbicara terlalu berlibet-libet.”

“Em, maaf! Aku pernah mendengarnya. Kalau tidak salah… ceritamu itu kudengar dari—“

“Hei! Kalian sedang apa di sini?”

Seseorang tiba-tiba saja muncul tanpa tanda dari belakang Dennis dan Cahya. Tentu saja mereka berempat terkejut dengan kehadiran orang itu. Mata kuningnya yang tajam dan rambut pirangnya yang tebal. Tidak salah lagi. Dia adalah Reizal Alfathir. Sahabatnya Dennis.

“Ka-kak Rei jangan suka bikin kaget, dong! Kayak Nashira saja.” Dennis menggerutu sambil mengelus dadanya. Saat ini jantungnya masih berdetak kencang karena sebelumnya ia benar-benar terkejut. Malah payungnya saja nyaris terlempar dari tangannya Dennis.

Rei tersenyum kecil. Ia berdiri di samping Cahya. Menatap semuanya lalu bertanya, “Kalian sedang apa berdiri di pinggir jalan seperti ini? Bukankah… kalian ada kelas siang, ya?”

“Ah, iya, Kak Rei! Ini kami sedang dalam perjalanan, kok! Kebetulan masih ada 30 menit lagi sebelum tanda masuknya hehe….”

“Oh begitu. Lebih baik kalian cepetan pergi, dah! Nanti kalau bercanda di sini terus malah lupa waktu. Nanti tiba-tiba saja sudah waktunya masuk dan kalian masih ada di sini.”

“Kami memang mau pergi. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja Dennis mengatakan hal aneh.” Gerutu Viro lalu membuang muka dari Rei.

“Ada apa, Dennis?” Rei kembali melirik ke arah Dennis.

“Ah sudahlah. Aku duluan saja.” Karena tidak mau mendengarkan, Viro langsung saja pergi meninggalkan yang lainnya. Entah ia takut terlambat atau karena hal lainnya yang tidak ia sukai saat ini.

Semuanya menatapi punggung Viro yang perlahan berjalan pergi meninggalkannya. Sementara Dennis masih sempat melambai kecil pada Viro. Setelah Viro pergi, Rei mengulangi pertanyaanya pada Dennis.

“Ada apa, Dennis?”

“Oh iya, aku ingat sekarang!” Dennis tersenyum pada Rei. Cahya dan Akihiro yang melihatnya hanya meneleng heran.

“Ingat… apa?”

“Kak Rei, Kak Rei! Kak Rei pernah bercerita padaku tentang rumah tua besar yang dulunya bekas kebakaran. Apa kakak masih ingat dengan cerita itu?” tanya Dennis.

Rei berpikir sejenak untuk mengingatnya. Tak lama, akhirnya ia mengangguk dan membalas Dennis. “Hmm… rumah tua itu, ya? Memangnya ada apa?”

“Oh, tidak,” Dennis menggeleng pelan. “Aku merasa tidak asing saja mendengar cerita Viro tadi. Ternyata dia bercerita sama dengan yang kakak ceritakan padaku dulu.”

Rei mengangguk paham. Lalu tak lama, Cahya mengeluarkan suaranya untuk bertanya pada Rei. “Rei… memangnya… rumah tua itu benar-benar ada? Apakah jika kita masuk ke dalam rumah itu, kita tidak bisa keluar lagi?”

“Nah iya, tuh!” Dennis membalas dan bertanya hal yang sama seperti Cahya pada Rei. “Viro bercerita tentang rumah tua yang sama. Tapi kalau cerita yang ia dapat dari novel yang ia baca. Jadi kalau cerita kak Rei… apakah rumah itu memang benar adanya?”

“Hem… aku bercerita padamu tentang rumah tua itu sekitar… tiga bulan yang lalu bukan, sih? Kalau gak salah.”

“Kau bahkan masih mengingat waktumu bercerita.” Akihiro bergumam.

“Iya. Kak Rei benar. Memang sudah tiga bulan yang lalu. Makanya aku tidak melupakannya.”

“Ah, sebaiknya aku jawab nanti saja, ya?” Rei tidak ingin menceritakannya sekarang karena beberapa alasan. “Hujan makin deras sekarang. Aku ada urusan sebentar dan kalian juga kan mau ke Kampus. Sudah sana, nanti terlambat!”

“Oh iya! Masih ada 15 menit lagi.” Akihiro memeriksa jam tangannya dan terkejut. “Kita harus cepat!”

“Ah, kalau begitu, Kak Rei ceritakan lain waktu saja, ya?” Dennis melambai. Ia mengejar Akihiro yang sudah berlari duluan.

“Sampai jumpa lagi, Rei!” Cahya juga melambai. Ia ikut berlari kecil di samping Dennis. Tentu saja tidak akan mudah untuk mereka berlari sambil membawa payung. Ditambah dengan rintikan air hujan yang semakin deras.

Setelah mereka semua pergi, Rei mengangkat sedikit payungnya dan menatap langit mendung. Ia menadahkan tangnnya untuk merasakan tetesan air hujan. Sekalian Rei juga ingin menunggu lampu penyebrangan berubah menjadi hijau. Ada beberapa orang yang ingin menyebrang seperti Rei dengan payung mereka.

Tak lama kemudian, lampu penyebrangan pun berubah menjadi hijau. Kendaraan yang lewat berhenti digaris putih sebelum zebra cross. Setelah aman, semua orang yang ingin menyebrang langsung berjalan melewati zebra cross. Begitu juga dengan Rei.

Rei menyeberang karena ingin pergi ke kantor polisi. Karena ia mendapat pesan dari salah satu rekan kerjanya. Sebenarnya, kantor polisi bukanlah tempat Rei bekerja. Tapi di sana ia selalu bekerja sama dengan para polisi untuk menyelesaikan kasus yang sulit. Karena pekerjaan Rei yang sebenarnya adalah menjadi seorang detektif rahasia yang identitasnya disembunyikan dari penduduk sekitar.

*

*

*

*

To be continued–

Episode 2– Kasus yang Sama

“Selamat siang!”

Rei sampai di tempatnya. Ia membuka pintu, lalu melepas jaket tebalnya dan menggantungnya di hanger yang tertempel di dinding. Setelah itu ia melangkah masuk mendekati seorang wanita seumurannya yang sedang duduk di dekat meja SPKT. Wanita itu sedang memainkan ponselnya.

Melihat Rei datang mendekatinya, dia langsung mematikan ponselnya lalu berdiri. “Oh, Rei? Kau datang cepat juga, ya?”

“Kalau aku lama-lama, nanti kau malah marah. Masih mending aku datang cepat, hmm….”

“Oke, oke.” Wanita itu bernama Alicia Putri

“Ya, sekarang ada perlu apa aku ke sini? Apa ada tugas untukku lagi?” tanya Rei. Ia menarik satu kursi, lalu duduk di samping Alicia. “Hah… kebetulan aku sedang bosan. Tidak ada yang ingin bekerja denganku.”

“Yah… makanya itu sekarang kami—“

“REI!!”

“Eh?”

Dengan cepat Rei berdiri. Ia melihat ada seseorang yang berlari cepat mendekatinnya. Tentu Rei terkejut dengan suara panggilannya tadi. “A-ada apa?”

“Syukurlah anda di sini! Baguslah kalau begitu.” Seorang lelaki dewasa menghampiri Rei lalu menjabat tangan kanannya. Setelah itu, ia memberikan beberapa lembar kertas laporan untuk Rei. “Ini!”

“A-apa ini?” Rei menerima kertasnya. Ia membaca sekilas sambil mendengarkan penjelasan dari lelaki yang menjabat sebagai polisi itu.

“Akhir-akhir ini banyak laporan masuk tentang pembunuhan.”

“Apa?! Pembunuhan lagi?” Rei juga terkejut mendengarnya.

“Iya. Tapi laporan kali ini sedikit berbeda. Yang ini sedikit misterius. Anda harus melihat gambar ini. Ada seorang remaja berusia sekitar 20 tahun ditemukan tak bernyawa di depan rumah tua yang aneh itu, loh. Anda ingat rumah itu, kan?”

“Oh, iya, iya.”

“Kami masih belum mengetahui penyebab kematian anak ini. Tapi saat kami memeriksanya, kami menemukan luka memar di perut dan lehernya merah-merah begitu. Selain itu tidak ada tindak kekerasan lainnya. Tapi anehnya, hanya dengan luka itu saja dia bisa meninggal?”

“Sebentar, pak! Jangan dianggap remeh dulu. Ini memang benar aneh. Luka kecil tapi bisa menyebabkan kematian. Kemungkinan hanya ada dua.” Rei mulai memikirkannya. Pertama ia memperhatikan foto anak yang tewas itu. Memejamkan mata sejenak untuk berpikir dalam hati, lalu kembali membukanya dan menjawab.

“Kalau dilihat dari lehernya yang merah ini, bisa jadi anak ini bunuh diri dengan cara gantung. Lalu bisa jadi dia dicekik oleh seseorang sampai tewas. Dan kemungkinan kedua, luka memar di perutnya itu bisa sajabekas gigitan ular atau serangga lain yang mematikan. Karena di sekitar rumah itu kan banyak rerumputan dan kebon.”

Rei menjelaskan pendapatnya. Tapi ia masih belum yakin juga dengan pemikirannya sekarang. Karena masalahnya, kasus yang sama pernah terjadi di lokasi yang serupa pula. Itulah yang membuat Rei terheran dengan pelaku yang telah membunuh beberapa orang. Kejadiannya juga terbilang aneh dan tidak masuk akal. Banyak yang meminta bantuan Rei, tapi sampai saat ini Rei sendiri juga belum bisa menemukan pelakunya.

“Jadi begitukah? Lalu apa sekarang anda ingin membantu kami menemukan pelakunya?” tanya Pak polisi itu lagi.

Tentu saja karena tugasnya Rei sebagai detektif yang dirahasiakan dari penduduk sekitar, dengan senang hati ia akan membantunya. Karena seperti biasa. Rei selalu dibutuhkan jika ada masalah seperti itu karena ia dapat diandalkan dan sangat ahli walau umurnya masih terbilang muda.

“Iya. Sudah menjadi tugas saya untuk menemukan pelaku itu sebelum jatuhnya korban lagi!”

“Baiklah, kau memang pekerja keras. Tentang saja, kami juga akan berjuang!”

“Ya. Baiklah saya jalan dulu ya sekarang?”

“Hati-hati di jalan, Rei! Semangatlah!” Alicia berusaha menyemangati Rei. Di depan pintu, Rei mengenakan kembali jaketnya lalu sebelum pergi ia menoleh ke belakang. Mengangguk dan tersenyum setelah itu baru pergi meninggalkan kantor polisi.

Rei pergi berjalan kaki di trotoar. Ia tidak memiliki kendaraan, jadi hanya berjalan seperti pejalan kaki biasa saja. Menurutnya kalau menggunakan kendaraan akan sangat merepotkan. Sekarang Rei ingin pergi ke tempat kejadian. Yaitu ke rumah tua besar yang terbengkalai.

****

Di kelasnya Dennis, semuanya telah berkumpul. Bel masuk telah berbunyi sedari tadi. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu guru mereka masuk kelas.

Saat ini Dennis sedang mengobrol dengan Cahya yang duduk di sampingnya. Mereka tentu saja sebangku dan mereka telah memiliki hubungan dari sekedar teman. Tapi mereka tidak terlalu menunjukkan sikap romantisnya kepada orang lain.

Setelah puas mengobrol, Dennis menyadari sesuatu. Ia merasa di kelasnya seperti ada yang kurang. Seperti ada satu murid yang tidak masuk di kelasnya. Ternyata benar. Bangku di belakangnya masih kosong. Tidak ada yang menempati tempat itu. Biasanya kan ada teman Dennis yang suka menyontek dengannya dari belakang. Tapi sekarang anak itu belum masuk.

“Eh, Cahya! Kau kenal Ivan, kan?” tanya Dennis dengan berbisik.

Cahya mengangguk. “Iyalah aku kenal. Kan dia duduk di belakang. Dia kan anaknya nyebelin. Ngomong-ngomong… kenapa kau bertanya tentangnya?”

“Bukan begitu. Aku hanya sedikit khawatir. Hanya dia yang belum datang di kelas ini.”

“Oh iya benar juga. Tidak biasanya ada anak yang terlambat di sini. Apa kau tahu dia ke mana?” Cahya bertanya balik.

“Ya aku tidak tahu. Makanya aku bertanya padamu.”

“Mungkin beberapa anak lainnya di sini tahu tentang keterlambatan anak itu.”

“Kalau begitu, aku coba tanya Kak Dian saja, deh!”

“Nah itu bagus. Dia kan kenal semua orang di sini.”

Dennis mengangguk. Langsung saja ia menengok ke arah tempat duduknya Akihiro yang berada di barisan paling pojok. Tapi saat Dennis melihatnya, ternyata Akihiro sedang berbincang dengan beberapa teman gadisnya. Dennis menggeleng pelan, lalu menunduk sedikit. Ia bergumam, “Hehe… untung Kak Zuki sedang tidak ada di Indonesia.”

“Apa kau tahu kenapa Mizuki dan Dian itu bisa balikan lagi?” Cahya tiba-tiba saja bertanya. Dennis pun langsung mengembalikan posisi duduknya seperti semula lalu menatap Cahya.

“Aku juga tidak tahu, sih… Tapi Kak Dian pernah memberitahuku katanya dia duluan sih yang ngajak mau balikan gitu saat keadaan mendesak saat kejadian di Villa dulu. Kak Zuki menerimanya. Aku belum tahu alasan Mizuki mau menerima Kak Dian kembali.” Jelas Dennis. “Yah… aku harap mereka tetap berhunungan sampai nikah nanti. Biar langgeng sampai tua, hehe….”

Cahya mengangguk senang sambil tersenyum. “Yah! Aku juga berharap begitu. Mereka pasangan yang unik. Soalnya… setiap mereka bertemu mereka terlihat akrab sekali, hehe….”

Seketika Dennis dan Cahya membayangkan keakraban Akihiro dengan Mizuki. Yaitu saat setiap mereka bertemu, sapaan mereka selalu pukulan kepala. Akihiro selalu dapat sapaan tangan Mizuki di kepalanya. Tak lupa juga mereka selalu bertengkar untuk hal yang sepele. Dan Mizuki selalu memarahi Akihiro habis-habisan kalau Akihiro berbuat hal aneh dan nakal.

“Mereka memang akrab, hehe…” Dennis dan Cahya bergumam bersama. Lalu mereka tertawa.

Tak lama setelah itu, ada seseorang yang menghentikan tawaan Dennis dan Cahya. Orang itu duduk di kursi depan Dennis. Tentu saja teman sekelasnya yang dingin dan cuek. Pastinya dia manusia dengan julukan “Cowok Horor” bernama Candraka Viroza. Sering dipanggil dengan nama Viro.

“Aku pikir, kalian berdua cukup akrab juga ternyata,” ujar Viro dengan suara pelan. Tanpa menoleh ke belakang menatap Dennis atau Cahya, dia tetap mengoceh. Entah itu sindiran atau pujian. “Aku bahkan tidak percaya jika kalian bisa pacaran.”

“Apa maksudmu, Viro?” Cahya membalasnya.

“Aku mendengar rumor yang mengatakan kalau kalian berdua berpacaran. Tapi sebenarnya aku tidak percaya kalian itu saling jatuh cinta.”

“Kenapa kau bicara seperti itu? Tentu saja kami saling mencintai. Aku juga menyukai Dennis!”

“Pasti tidak benar, kan?” Dengan mata tajamnya, Viro menoleh ke belakang menatap Cahya. Tapi yang terkejut malah Dennis. “Menurutku kalian berdua itu gak cocok. Pasti salah satu dari kalian itu ada yang ingin cepat-cepat pacaran atau ya… cinta karena belas kasihan.”

Benarkah seperti itu?

*

*

*

To be continued–

Episode 3– Sore Hari

“Menurutku kalian berdua itu gak cocok. Pasti salah satu dari kalian itu ada yang ingin cepat-cepat pacaran atau ya… cinta karena belas kasihan.”

“Maksud perkataanmu itu apaan, sih?!” Cahya mulai geram.

Dennis yang melihatnya langsung berusaha untuk menenangkannya. Tak lama kemudian ia juga ikut membalas perkataan Viro. “Viro! Memangnya apa masalahmu? Apa maksudnya kami tidak cocok? Apa kami memang tidak ditakdirkan untuk saling jatuh cinta?”

“Mengungkapkan perasaan itu tidak hanya harus dengan ucapan. Tapi hati juga harus serius gitu… maksudku kalian pasti punya alasan kenapa kalian sangat menyukai orang yang kalian ingin cintai itu! Coba sekarang aku tanya pada Dennis!” Langsung saja Viro menunjuk ke arah Dennis. “Coba beritahu apa alasanmu menembak Cahya dulu? Eh, pastinya kau duluan kan yang ngungkapin perasaan pada Cahya?”

“I–iya sih aku duluan.” Dennis menjawabnya gugup. Ia akan mmemberitahu alasannya dengan jujur. “Aku suka pada Cahya karena dia wanita yang langka untukku. Dia sangat berbeda seperti yang lainnya. Untuk alasan tertentu, aku tidak pernah memilih wanita yang dilihat dari pandangan fisiknya. Tapi sifatnya! Cahya itu baik hati, dia penyayang dan tulus. Sopan dan kuat.”

Dennis berhenti. Cahya terus memandangi Dennis dengan mata berbinar-binar karena terharu. Namun sebagian ia juga merasa maluber campur perasaan bahagia.

Tak lama setelah Dennis, Viro kembali melirikkan matanya ke Cahya. “Kalau kau. Apa alasanmu? Oh, mungkin saja kau mau menerima Dennis karena kau merasa kasihan padanya gitu, ya?”

“Ti–tidak mungkin! Apaan, sih?!” Cahya membentaknya lagi.

“Kan biasanya kebanyakan wanita seperti itu. Mereka ingin berpacaran dengan tujuan memanfaatkan pacarnya itu. Setelah tidak berguna, dia akan membuang si cowok dan pergi ke cowok yang lain. Jangan-jangan… kau juga seperti itu, Cahya?”

“Cahya tidak mungkin seperti itu!” Dennis menyela. Lalu dilanjut dengan Cahya.

“Tidak, lah! Aku—“

“Selamat pagi, semua!”

Jawaban Cahya sempat tersela oleh ucapan sang guru yang baru datang. Cahya menutup mulutnya karena ia tidak berani bicara kalau sedang ada guru. Pandangan Viro pun kembali ke depan. Cahya kembali duduk dengan tenang. Tapi ada sesuatu yang masih mengganggu pikiran Dennis. Kira-kira apa yang dipikirkan Dennis saat ini?

****

Pukul 5 sore, bel pulang pun berbunyi. Kelas Dennis akan digantikan dengan beberapa murid yang berkelas malam. Dennis beruntung dapat kelas siang.

Pagi hari ia tidak suka, apalagi malam. Karena kalau pagi, waktu tidurnya terlalu sedikit. Sedangkan waktu malam itu… kelas berakhir jam 10. Itu waktu tidur Dennis. Dia tidak suka kalau waktu tidurnya yang biasa terganggu atau terlewatkan. Walau hanya kelewat 10 menit.

Saat ini Dennis dan Cahya sedang menunggu di depan gerbang kempus. Mereka menunggu Akihiro datang karena mereka bertiga harus pulang bersama. Kan sekarang mereka bertiga juga tinggal bersama dalam satu rumah.

Akihiro tidak punya tempat tinggal dan keluarga kejamnya telah meninggalkannya. Kalau Cahya semenjak kakeknya meninggal, ia juga diajak untuk tinggal di rumah Dennis saja. Dan sekarang mereka terlihat seperti saudara. Adiknya Dennis yang bernama Aldelia masih menetap di asrama untuk beberapa waktu bersama sahabatnya Yuni.

Kalau teman Dennis yang lainnya yaitu Mizuki yang merupakan kekasihnya Akihiro masih berada di Jepang untuk belajar di sana. Tapi kabarnya dalam waktu dekat, ia akan segera datang ke rumah Dennis untuk bertemu sahabat-sahabatnya.

Sekarang sih memang waktunya untuk pulang. Tapi entah kenapa Akihiro lama sekali. Dennis dan Cahya jadi bosan menunggu.

Agar kaki mereka tidak pegal karena terlalu lama berdiri, Dennis dan Cahya memutuskan untuk duduk di bangku panjang depan taman depan kampus.

Dari sana mereka bisa melihat jalan beraspal yang sering dilewati banyak kendaraan pada pagi atau siang harinya. Tapi sekarang karena sudah sore hari, hanya sedikit kendaraan yang lewat. Sampai akhirnya karena bosan, di pinggir jalan itu Dennis dan Cahya malah bermain hitung kendaraan yang lewat.

Namun saat di hitungan ketiga pada mobil biru yang baru saja lewat, Dennis sempat melihat ada gerobak dagangan yang sedang berhenti di tengah jalan. Ternyata pedagang kaki lima dan pedagang itu menjual Pepes Ikan Bakar. Tentu saja makanan yang berbahan utama ikan pasti sangat disukai Dennis.

“Lihat di sana, Cahya! Aku ingin beli ikan bakar itu, ya?” Saat Dennis ingin berdiri, Cahya pun mencegahnya. “Jangan lah, biar aku saja yang beliin, ya?”

“Eh tapi….”

“Tenang. Aku juga punya uang sendiri, kok! Aku akan membelikannya. Kalau kau dekat-dekat dengan makanannya, nanti kau malah berubah menjadi kucing kecil yang kelaparan. Kan bisa bahaya, hehe….”

“Hei, gak gitu juga, kali!”

“Hehe… sudah, intinya aku yang beli saja, ya? Kau tunggu sini! Jangan pulang duluan! Nanti aku gak mau berbagi ikan bakarnya, loh!”

“Iya lah, mana mungkin aku meninggalkanmu, hehe. Akan aku tunggu di sini.”

“Oke. Aku akan segera kembali!”

Dennis kembali duduk di tempatnya. Kebetulan jalanan sedang sepi, jadi akan mudah untuk Cahya menyeberang karena si pedagang yang menjual makanan tersebut berada di seberarang kampusnya.

Tak lama Cahya pergi, seseorang datang. Dennis terkejut sekaligus senang. Ia langsung berdiri dari tempatnya lalu menatap orang tersebut.

Dia yang datang itu adalah Reizal Alfathir. Dennis bertemu dengannya tadi pagi. Dan sekarang Rei muncul lagi di hadapannya.

“Dennis kau sedang apa di sini sendirian?” Rei bertanya.

“Eh, Kak Rei. Aku baru selesai belajar. Sekarang aku sedang menunggu Akihiro keluar dari kelasnya. Entah apa yang dia lakukan di dalam. Tapi lama sekali.” Jawab Dennis.

“Oh, lalu di mana Cahya?”

“Dia sedang membelikan aku ikan bakar. Itu dia di… eh?”

“Ada apa, Dennis?”

Melihat raut wajah Dennis yang tiba-tiba berubah, Rei juga ikut melirik ke arah objek yang dilihat Dennis. Tak lama Dennis pun mengangkat tangan dan menunjuk.

“I–itu di sana… Cahya bersama dengan dua pria dewasa. Sekarang Cahya pergi bersama kedua pria itu. Eh, mereka memasuki sebuah gang kecil diantara dua bangunan. Cahya mau ke mana?”

“Hmm… ini tidak beres, Dennis. Sekarang ayo ikuti mereka!”

“Ah, iya Kak Rei!”

Rei yang merasa curiga dengan kedua pria dewasa yang mengajak Cahya ke tempat sepi itu pun langsung bergegas menghampiri Cahya. Begitu juga dengan Dennis. Tapi saat mereka pergi, Akihiro akhirnya muncul. Dia keluar dari gerbang dan langsung meregangkan kedua tangannya.

“Hah… capek sekali piket sore ini. Hmm… ngomong-ngomong di mana Dennis dan Cahya? Katanya mereka mau menungguku?”

Akihiro terus mundar-mandir. Berjalan ke sana kemari untuk mencari teman dekatnya. Tapi karena tidak menemukannya, Akihiro menggerutu, “Hah, benar-benar nih dua orang ke mana, sih? Main tinggalin aku saja. Jahat banget! Aku ditinggal pulang, huh!”

****

Dengan wajah polos dan tidak tahu apa-apa, Cahya masih mengikuti bujukan kedua orang dewasa yang mengajaknya ke tempat sepi itu. Setelah memasuki gang kecil, Cahya baru bertanya pada kedua orang asing tersebut.

Ia berbalik badan dan menghentikan langkahnya. “Anu… sebenarnya kita mau ke mana, ya? Kenapa… harus ke tempat yang mengerikan ini? Apa benar di sini tempatnya?”

Di hadapannya, kedua orang asing tersebut hanya menyeringai dan tidak menjawab. Lalu secara mendadak mereka berdua langsung menyerang Cahya. Salah satunya menggenggam kedua tangan Cahya dan satunya lagi ingin menyentuh tubuhnya.

Cahya tidak tahu dirinya ingin diapakan. Tapi ia berusaha untuk bisa lepas dari kedua orang itu. Saat ini dia mulai sedikit ketakutan dan ingin berteriak minta tolong. Tapi mereka telah memojokkan Cahya ke tembok dan membekapnya. Cahya tidak bisa bergerak sama sekali, sementara satu orang itu hendak ingin memainkannya.

Cahya tidak tahan. Di dalam hatinya ia berharap seseorang datang menolongnya.

“HENTIKAN ITU!!”

BUAK!!

Seseorang baru saja datang dan berteriak. Cahya kembali membuka matanya dan terkejut. Tepat di depan matanya, Cahya melihat Dennis yang datang dan ia memukul wajah salah satu orang asing itu sampai terjatuh. Lalu setelah itu, Dennis menghempaskan pukulannya ke lawan satunya lagi yang sedang menahan Cahya.

Setelah mereka berdua terjatuh, Dennis langsung menghampiri Cahya dan membantunya berdiri. Mereka saling bertatapan untuk beberapa detik, lalu Dennis melirik tajam ke arah kedua orang asing yang telah mengotori Cahya. Kedua orang itu kembali berdiri.

Sebelumnya Dennis ingin segera mengajak Cahya untuk pergi dari gang itu, tapi sayangnya di belakang jalan buntu dan jalan keluar satu-satunya telah terhalang oleh kedua orang asing itu.

Kalau begitu, Dennis akan menjadi pelindung untuk Cahya. Tapi sebelum mereka sempat saling melawan, Rei pun datang dari depan gang. Ia berteriak untuk memberi peringatan pada kedua orang asing tersebut. Setelah semuanya melirik ke arah Rei, ia langsung mengeluarkan kartu identitasnya yang menandakan kalau dirinya adalah seorang polisi.

“Pergi kalian dari sini sebelum aku membawa kalian ke jalur hukum!” Tampang Rei terlihat mengerikan saat ini. Membuat kedua orang itu ketakutan dan langsung pergi melarikan diri. Saat di hadapan Rei, mereka berdua sempat mengucapkan maaf lalu pergi berlari sejauh-jauhnya.

Setelah kedua orang itu pergi, Dennis mengajak Cahya keluar dari gang. Saat dekat dengan Rei, Dennis menanyakan keadaan Cahya. Untung Cahya baik-baik saja. Tadi nyaris saja. Tapi sekarang semuanya sudah aman. Cahya jadi takut untuk pergi sendirian. Bahkan saat ini, ia masih memeluk Dennis karena merasa gelisah.

Dennis mengelus rambut lembut Cahya. Lalu setelah itu mereka bertiga kembali ke depan gerbang kampus untuk menunggu Akihiro keluar. Tapi sebenarnya Akihiro telah pulang duluan selagi Dennis dan Rei pergi untuk menyelamatkan Cahya tadi.

“Kenapa Kak Dian lama sekali. Apa aku harus menjemputnya di dalam?” Dennis menggerutu. Lalu Cahya bergumam di samping Dennis. “Apa si Dian itu masih mengobrol dengan teman ceweknya?”

*

*

*

To be continued–

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!