Senja tengah menyiapkan segala keperluannya untuk sekolah barunya besok, karena mulai besok Senja akan bersekolah di salah satu SMA internasional di Jakarta. Sebelumnya Senja menempuh pendidikan di Nanyang Junior College, Singapura.
Satu minggu lalu Senja baru saja tiba di Jakarta sendirian, kedua orang tuanya baru akan ke Indonesia setelah menyelesaikan semua urusannya di Singapura.
Alice sang mama membekali senja dengan pemahaman dan pendidikan yang luar biasa, di usianya yang tujuh belas tahun Senja bersama Xabiru kakaknya sudah memiliki bisnis. Bisnis mereka di jalankan di Indonesia yang biasa di urus Xabiru, namun sejak tiga tahun yang lalu kakaknya tiba-tiba menghilang.
Kedua orang tuanya dan bahkan keluarganya sampai saat ini belum bisa menemukan di mana Xabiru berada, karena itulah mereka kembali akan menetap di Indonesia agar lebih fokus mencari keberadaan Xabiru.
Tok
Tok
“Non Jingga?”
“Iya bi. Ada apa?” Senja membuka pintu kamarnya.
“Makan dulu, non. Bibi sudah masak sayur kesukaan non Jingga,” ucap wanita paruh baya tersebut.
“Cuzz bibi cayang,” ucapnya sambil menggoda asisten rumah tangga tersebut.
Bi Nah hanya bisa menggeleng melihat kelakuan nona keduanya tersebut, meskipun lebih sering tinggal di Singapura tapi tidak lupa kalau dia adalah orang Indonesia. Meskipun dalam darahnya mengalir darah campuran Indo-China-Jerman, sikap dan sifatnya seperti remaja Indonesia pada umumnya.
Di rumah dia lebih suka di panggil Jingga, kenapa? Tentu karena dia punya alasan tersendiri.
Senja langsung menuju meja makan, bi Nah sudah menyiapkan beberapa menu. Saat ini Senja tinggal di temani dua asisten rumah tangga keluarganya, satu supir pribadi dan juga satu tukang kebun.
“Bi Nah, mb Susi ayo makan. Temani aku,” pinta Senja.
“Non Jingga duluan saja. Nanti bibi dan Susi makan di belakang,” ucap bi Nah.
Senja kemudian bangkit dari tempat duduknya, dia menarik bi Nah dan Susi untuk ikut duduk di meja makan bersamanya. “Mommy bilang kan tidak apa-apa. Jadi bi nah sama mba Susi harus temenin aku makan,” titahnya pada kedua asisten rumah tangga tersebut.
Mereka berdua hanya bisa menuruti, Alice memang mengajarkan kedua putrinya untuk tidak membeda-bedakan siapapun.
Kadang bi Nah dan Susi merasa heran dengan putri ke dua majikannya tersebut, Senja terlahir dengan sendok emas. Tapi dia tetap sederhana, bahkan makanan kesukaannya adalah sayur bening dengan tempe goreng dan sambal khas Indonesia.
“Pelan-pelan non. Tidak ada yang mau rebut makanan non Jingga,” ucap Susi sambil terkekeh melihat Senja seperti terburu-buru makan.
“Mbak Susi kan tahu aku jarang makan sayur bening kalau di sana. Rasanya kayak dapat hadiah pas makan ini,” ucapnya.
“Apalagi sayur bening bi Nah the best pokoknya. Tempe gorengnya sama sambalnya mantul,” lanjut Senja.
“Ah non bisa saja,” tutur bi Nah.
“Kalau anak sultan lain mungkin mintanya pizza, spageti atau apa kek. Ini non Jingga yang aneh apa bagaimana? Mintanya sayur bening yang ada bayamnya sama tempe goreng anget,” ujar Susi sambil geleng-geleng.
“Ya mau gimana mbak. Habis aku lahirnya dari mommy Alice yang sukanya jajan batagor sama siomay Bandung, belum lagi telur gulung. Kalau kata aunty Kia, aku kemasan saset mommy yang punya gen 80% kecerdasan daddy.” Jingga menyendok nasi dengan sayur bening dan tempe kedalam mulutnya.
Mereka bertiga kemudian terkekeh mendengar ucapan Senja. “Bi Nah sama mbak Susi ayo dong makan. Jangan cuma liatin aku,”
“Iya-iya non Jingga,” bi Nah dan Susi ikut mengambil nasi dan sayur juga lauk pauk yang sudah mereka siapkan di meja makan.
Mereka menikmati makan siang sambil sesekali bercanda, yang tidak pernah Senja lakukan kalau di sana ada Alice maupun Anres. Karena kedua orang tuanya memberlakukan sikap makan dengan tenang saat di meja makan, yang terdengar hanya suara dentingan sendok yang menyentuh piring.
“Jadi kangen kak Biru,” ucap Senja.
“Non Biru pasti baik-baik saja. Mbak yakin pasti suatu saat dia kembali pada kita semua,” ujar Susi.
“Aamiin,” ucap Senja dan bi Nah bersamaan.
Mereka kemudian melanjutkan makan siangnya hingga habis. “Alhamdulillah aku kenyang. Terimakasih bi Nah mbak susi,” ucapnya pada kedua asisten rumah tangga tersebut.
“Sama-sama non,”
Senja kembali ke kamarnya, dia memastikan kembali semua sudah masuk kedalam tasnya. Senja juga melihat seragam barunya yang sudah siap untuk dia pakai besok. “Semoga besok berjalan dengan baik,” dia bermonolog dengan dirinya sendiri.
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Senja mengambil ponselnya karena dari tadi berbunyi dan bergetar, dia kemudian mengangkat vidio call dari Alice.
“Assalamualaikum mommy,”
“Wa’alaikumussalam sayangnya mommy. Sudah makan nak?” tanya Alice pada putri bungsunya.
“Baru selesai mom. Sayur bening sama tempe goreng bi Nah memang the best mom, tapi masih the best lagi masakan mommy. Daddy mana mom?”
“Daddy masih meeting sayang. Jingga sudah siapkan keperluan untuk sekolah besok?”
“Sudah rebes mom,”
“Maafin mommy sama dad ya sayang! Mommy sama daddy tidak bisa mengantarmu,”
“No … no mom, Jingga tahu daddy masih sibuk mengurus kepindahan.”
“Ya sudah. Jangan begadang, kesekolah jangan sendiri. Kamu harus diantar jemput pak Supri,”
“Rebes mom. Jingga kangen mommy sama daddy,”
“Daddy lebih kangen Jingga tuh,” Anres tiba-tiba muncul di belakang Alice.
“Iya-iya daddy yang paling kangen,” ucap Senja.
Mereka kemudian mengakhiri vidio call, Senja menaruh ponselnya di nakas. Dia kemudian menyalakan TV, melihat kartun kesukaannya.
***
Di Singapura Alice tengah menemani Anres meeting dengan klien, dia sengaja menyempatkan waktu untuk melakukan vidio call dengan putrinya yang sudah lebih dulu ke Indonesia sejak satu minggu yang lalu.
Anres memeluk istrinya, mengusap lembut lengan Alice. “Dia pasti baik-baik saja, sayang. Kamu tahu Jingga seperti apa,” ucapnya menenangkan Alice yang sedang khawatir pada Senja.
“Aku tahu hubby. Tapi tetap saja khawatir, besok adalah hari pertamanya pindah ke sekolah baru.”
“Kita doakan saja semua lancar untuk Jingga besok, sayang. Lagi pula anak-anak Kia juga sekolah di sana, sabar sebentar lagi. Kita akan menemani Jingga setiap hari di sana,” Anres membawa Alice ke dalam pelukannya.
Anres memang memutuskan untuk menetap di Indonesia, setelah tiga tahun mencari putri sulungnya yang menghilang karena suatu hal. Anres yakin putrinya ada di Indonesia, jadi akan lebih mudah mencari Xabiru jika mereka tinggal di Indonesia kembali.
Dia berharap kabar mereka akan kembali tinggal di Indonesia bisa sampai pada Xabiru, dengan begitu akan lebih mudah untuk menemukan Xabiru. Membawanya kembali bersama mereka, mereka selalu menanti Xabiru pulang.
Anres maupun Alice tidak marah dengan yang terjadi pada Xabiru, mereka menerima apapun yang terjadi dengan putrinya. Namun Xabiru yang merasa bersalah pada kedua orang tuanya, justru memilih pergi menghilang tanpa kabar.
Senja menatap jam dindingnya, sudah waktunya subuh. Dia bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi, sesekali dia menguap. Setelah mengambil air wudhu dia keluar dari kamar mandi, menggelar sajadah dan mengenakan mukena.
Senja melaksanakan subuh dengan khusyu, meminta pada pencipta untuk melindungi seluruh keluarganya dan mengembalikan Xabiru kakaknya yang telah menghilang selama tiga tahun.
Meskipun Alice dan Anres bukan orang tua yang sangat paham agama, namun mereka tetap menanamkan nilai-nilai agama pada kedua putrinya. Senja bahkan pernah mondok selama dua tahun sejak kelas lima SD, sebelum akhirnya saat SMP dia pindah ke Singapura.
Senja merapikan mukena dan sajadahnya, dia mengambil jilbab bergonya lalu turun ke lantai satu.
“Pagi bi Nah. Pagi mba Susi,” sapanya pada dua asisten rumah tangganya.
“Pagi non. Masih pagi non, balik tidur lagi sana. Nanti mba Susi bangunin,” ucap Susi.
“Gak mau. Aku mau bantu bi Nah sama mba Susi,” jawabnya.
“Anak majikan satu ini memang kebiasaan ngeyel. Anak siapa sih non?” canda Susi.
“Kemasan sasetnya mommy Alice. Tapi gen nya daddy Anres,” jawab Senja sambil terkekeh.
Akhirnya bi Nah dan mba Susi hanya bisa pasrah dengan kelakuan Senja, dia memang terbiasa bangun pagi. Senja ikut membantu memotong sayuran sambil duduk di kursi yang ada di meja dapur.
Tidak ada canggung ataupun kesulitan sama sekali, Susi saja heran dengan anak majikannya tersebut.
“Non boleh mba tanya?”
“Tanya apa mba?”
“Non Jingga belajar motong sayuran dari mana?” tanya Susi.
“Ish mba Susi kirain mau nanya apa. Diajarin sama mommy, mommy bilang aku harus bisa masak. Suatu saat aku pasti bakal kuliah dan jauh dari mommy sama daddy dan bisa jadi tinggal sendiri, karena itu harus bisa masak. Kan gak mungkin tiap hari jajan,”
“Nyonya hebat juga ya non,”
“Bukan hebat mba. Itu karena dulu waktu mommy kuliah di Singapur yang masak buat mommy itu mama Kia sama bunda Eris. Maklum mommy kan anak manja jadi gak bisa masak,” Senja langsung menutup mulutnya karena baru saja membongkar rahasia mommynya.
“Nanti mommy ngambek lo non,” seloroh bi Nah menanggapi.
“Makanya bi Nah sama mba Susi jangan bilang-bilang,”
Mereka bertiga terkekeh bersama, Senja tidak merasakan kesepian selama satu minggu ini. Meskipun Alice dan Anres belum bisa ke Indonesia, setidaknya ada bi Nah dan mba Susi yang menemani hari-hari gadis tersebut.
“Selesai! Bi, mba. Aku balik ke kamar dulu ya,”
“Iya non. Masih setengah lima, nanti mba bangunin jam setengah enam.”
“Ish aku gak balik tidur lagi kali mba,” celetuk Senja sambil tertawa.
Senja kembali ke kamarnya, dia memeriksa kembali berkas yang harus dia bawa dan beberapa bukunya. Dia kembali merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya.
“Non Jingga? Non sudah setengah enam, non Jingga sudah bangun belum?” mba Susi mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.
Si pemilik kamar masih diam tidak merespon, hingga akhirnya mba Susi masuk karena khawatir nona mudanya kesiangan. Terlebih hari ini adalah hari pertama Senja masuk sekolah baru.
“Maaf ya non mba masuk,”
Susi membuka pintu kamar Senja, dengan pelan dia masuk dan melihat nona mudanya ternyata masih tidur. “Tadi bilang tidak tidur, kenyataannya balik tidur lagi.” Susi berjalan mendekati Senja sambil terkekeh.
“Non sudah siang. Hari ini kan non Jingga masuk sekolah,” Susi mengusap lengan Jingga dan memanggil-manggilnya.
“Euungg,” Senja mengeliat membalik tubuhnya ke kiri dan ke kanan.
“Jam berapa mba?”
“Setengah enam non,”
Senja langsung bangun dari tidurnya, dia duduk di tepian ranjang dan mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu sambil mengucek kedua matanya.
“Perlu mba siapkan air hangat?” tanya Susi.
“Tidak usah mba. Mba minta tolong buatkan sandwich ya, aku mau bawa bekal makan siang itu saja. Sama jus strawberry tanpa susu dan gula,” pintanya pada Susi.
“Siap non. Mba tunggu di bawah ya?”
“Ok,”
Senja berjalan menuju walk in closet miliknya, sia langsung menyambar handuk dan bathrobe. Setelah itu dia masuk ke kamar mandi, tidak butuh waktu lama untuknya mandi.
Dia keluar dengan menggunakan bathrobenya, dia duduk di kursi meja rias. Menyisir rambut sebahunya kemuian mengkuncirnya agar tidak lari kemana-mana.
Dia memakai skin carenya seperti biasa, tidak memakai make up dan hanya membubuhkan sedikit bedak dan juga lip care. Setelah selesai dengan perskincareran kemudian menuju walk in closet untuk berganti baju sekolah.
Sambil sesekali bersenandung, dia sudah terlihat rapi dengan atasan kemeja putih dan rok panjang berwarna abu. Dengan hijab berwarna senada dengan roknya, tak lupa dia mengenakan almamater sekolahnya yang berwarna merah hati.
“Perfect Jingga,” ucapnya bermonolog dengan dirinya sendiri.
Senja melihat arlojinya, sudah hampir setengah tujuh. Dia langsung menyambar tasnya, kemudian turun ke lantai satu untuk sarapan.
Dia mengambil nasi goreng dan air putih dingin untuk minum, menikmati nasi goreng buatan bi Nah.
“Ini non bekalnya,” ucap Susi yang menyerahkan tas berisi bekal yang di minta Senja.
“Terimakasih mba Susi,”
“Sama-sama non,”
Senja selesai dengan sarapannya, dia membereskan sendiri piring dan gelas bekas pakainya. Menaruhnya di tempat cuci piring dan gelas. “Mba maaf ya aku gak cuci sendiri. Aku buru-buru,” ucapnya pada mba Susi.
“Tidak apa-apa non. Itu kan tugas mba,” jawabnya.
“Aku berangkat dulu mba,”
“Iya non hati-hati,”
Senja dengan senyum merekah menuju mobil yang sudah di siapkan, di luar sudah menunggu pak Supri yang tidak lain suami bi Nah.
“Cie pagi-pagi sudah pacaran,” goda Senja yang melihat bi Nah sedang menemani pak Supri ngeteh di pagi hari.
“Ah non bisa saja,” ucap bi Nah.
“Non sudah siap?” tanya pak Supri.
“Siap dong pak. Cuzz berangkat pak.” Jawab Senja.
Pak Supri kemudian pamit pada bi Nah, melihat bi Nah yang mencium tangan pak Supri membuat Senja tersenyum bahagia.
Senja selalu senang melihat adegan romantis kedua orang tuanya saat daddynya hendak berangkat kerja. Mommynya selalu bergelayut manja di lengan daddy Anres, bahkan tidak hanya mencium tangan daddynya. tapi mommy Alice juga mendapatkan kecupan hangat di kening.
“Mari non,” Supri membukakan pintu belakang.
“No ... no pak Supri. Jingga mau duduk di depan,”
“Baik non,”
Senja kemudian masuk ke dalam mobil, pak Supri melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Dua puluh menit kemudian mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah.
Senja turun dari mobil, dia berjalan kearah pak satpam. Karena dia belum tahu di mana ruang guru.
“Pagi pak?”
“Pagi neng. Ada yang bisa bapak bantu?”
“Ah iya pak. Saya murid pindahan, baru masuk hari ini. Mau tanya, kalau ruang guru atau kepala sekolah yang mana ya?” tanya Senja dengan sopan.
“Oh sebentar non,”
“Mas Galaxy,” satpam tersebut memanggil seseorang yang sedang berjalan.
“Iya pak?”
Anak laki-laki tersebut berjalan mendekat ke arah orang yang memanggil. “Ada apa pak?”
“Eh ini mas. Ada anak baru, dia mau ke ruangan kepala sekolah atau ruang guru. Bisa mas Galaxy antar?”
“Oh iya pak tentu,”
“Ayo aku antar ke ruang kepala sekolah,” ajak Galaxy pada Senja.
“Iya. Terimakasih,” senja mengekori Galaxy.
Dia berjalan di belakang Galaxy, ingin menyapa atau berkenalan tapi takut. Karena melihat hawa dingin pria yang ada di depannya tersebut, jadi dia memilih diam saja.
“Nama kamu siapa?” tiba-tiba pria tersebut membuka pembicaraan dan dia mensejajarkan jalannya dengan Jingga.
“Ah iya perkenalkan. Aku Arunika Senja Jingga Manggala, biasa di panggil Senja atau Jingga.” Senja mengatupkan ke dua tangannya di dada sebagai tanda perkenalan.
“Aku Nafes Galaxy Orion. Paggil saja Galaxy,” Galaxy hanya manggut-manggut.
Setelahnya suasana kembali hening, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua.
Galaxy membawa senja menuju ruang kepala sekolah, setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk. Mereka bedua masuk, di dalam kebetulan ada wali kelas Galaxy yang sedang berbicara dengan kepala sekolah membahas sesuatu.
“Ada apa Galaxy?” tanya wali kelasnya.
“Saya mengantarkan murid baru, bu.” Galaxy menunjuk Senja yang berdiri di sampingnya.
Kepala sekolah langsung melihat gadis itu, kemudian dia tersenyum. “Arunika Senja Jingga manggala?” ucap Kepala sekolah.
“Iya saya, pak.”
“Terimakasih Galaxy. Kamu bisa kembali pada tugasmu,” ucap kepala sekolah.
“Baik pak. Saya permisi,” sebelum melangkah keluar ruangan kepala sekolah, Galaxy menatap sekilas Senja.
Kepala sekolah mempersilahkan Senja duduk, sebelumnya memang Anres sudah lebih dulu menghubungi kepala sekolah. Kebetulan Anres merupakan salah satu penyandang dana di Yayasan tersebut, namun Anres melarang kepala sekolah untuk memberitahukan identitas Senja.
Karena Anres tahu putrinya tidak akan menyukainya, Alice mengajarkan senja untuk hidup sederhana. Dia boleh menggunakan fasilitas untuk hal-hal yang memang di perlukan, bukan untuk pamer atau sebagai gaya hidup.
“Bu Linda. Murid baru yang akan menempati kelas anda adalah nak Senja,” ucap kepala sekolah.
“Jadi kamu yang bernama Senja?” tanya bu Linda dengan ramah.
“Benar bu. Saya biasa dipanggil Senja atau Jingga,” ucap Senja dengan sopan.
“Baiklah. Mari saya antar ke kelas,” ucap bu Linda.
Bu Linda dan Senja kemudian pamit dan meninggalkan ruangan kepala sekolah, Senja mengekori bu Linda di belakang. Dia mengedarkan pandangan kesekeliling sekolah elit tersebut, rasanya berbeda dengan sekolahnya yang ada di Singapura.
Meskipun sama-sama sekolah internasional, namun Senja tetap merasa ada yang berbeda. Dia harus kembali beradaptasi dengan orang baru, dia juga pindah saat dia sudah kelas 12.
“Senja kenapa pindah ke sini? Bukannya di Nanyang Junior College itu bagus, nak?” tanya bu Linda yang mensejajarkan jalannya dengan anak didik barunya tersebut.
“Karena keluarga saya pindah dan menetap di sini bu,” jawabnya.
“Padahal satu tahun lagi kamu lulus. Sayang sekali sebenarnya,” ucapan Linda memang benar karena hanya tinggal satu tahun lagi Senja lulus.
Pindah sekolah saat kelas dua belas rasanya tanggung, namun Senja tidak punya pilihan. Baginya menemukan kembali Xabiru kakaknya adalah prioritas yang paling penting, bukan tanpa pertimbangan bagi Senja untuk menyetujui permintaan daddy dan mommynya.
Tok!tok!tok.
Bu Linda mengetuk pintu kelas 12-A1, kemudian meminta ijin pada guru yang tengah mengajar di sana untuk menganggu waktunya sebentar.
“Pagi anak-anak,” sapanya.
“Pagi bu,” jawabnya serentak.
“Mulai hari ini kelas kita akan bertambah satu murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu,” bu Linda meraih pundak Senja dan memintanya untuk memperkenalkan diri.
“Selamat pagi. Salam kenal, saya Arunika Senja Jingga Manggala. Mulai hari ini saya masuk sebagai siswi baru, mohon bantuannya.” Senja membungkukkan kepalanya sebagai tanda sapa dan hormat.
Murid-murid mulai saling berbisik, ada yang biasa saja. Ada yang heboh, ada juga yang sedikit tidak suka. Karena paras Senja yang tidak hanya cantik, namun segar di pandang mata.
“Kamu bisa duduk di kursi yang masih kosong,” ucap bu Linda yang selanjutnya pamit karena tugasnya sudah selesai.
“Baik bu,” Senja mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Ada dua kursi kosong namun yang satu ada tasnya, jadi dia berkesimpulan kursi tersebut sudah ada yang menempati.
“Attarazka! Kamu mau tidur atau belajar di kelas ini?” teriak guru dari depan saat melihat Attar yang tengah tidur.
“Iya-iya bu maaf,” ucap Attar.
Senja tersentak kaget, begitupun Attar saat melihat siapa yang akan duduk di sampingnya. “Bocil?” hampir saja Attar berteriak saat tahu siapa yang berdiri di sampingnya.
Bersamaan dengan itu Galaxy masuk, mendengar sahabatnya memanggil murid baru dengan sebutan bocil tentu dia heran. Bukan hanya Galaxy tapi juga beberapa teman sekelasnya yang mendengar ucapan Attar.
Senja langsung duduk dan menoyor kepala Attar. “Aku bukan bocil. Tidak lihat aku sudah tinggi,” gerutu Senja yang kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah.
Senja mencari seseorang, hingga tidak sengaja manik matanya bersitatap dengan Galaxy.
Deg
Mereka langsung mengalihkan pandangan satu sama lain, Attar yang memperhatikan mereka langsung menggoda Senja. “Awas jangan jatuh cinta sama dia. Fansnya banyak, bisa babak bel*r kamu cil,” ucap Attar yang di dengar Galaxy.
Plak
“Sembarangan,” protes Galaxy sambil memukul lengan Attar.
Senja memilih fokus dari pada meladeni kekonyolan orang yang duduk di sampingnya, Attar tentu senang karena bisa meledek Senja. Sedangkan Galaxy yang duduk di belakang mereka hanya bisa menggelengkan kepala, namun dia penasaran apa Attar kenal dengan murid baru tersebut.
Karena Attar yang dia kenal tidak akan mudah bercanda dengan orang lain, kecuali memang mereka sangat dekat.
“Kenapa juga aku jadi penasaran. Ah sudahlah,” batin Galaxy.
Galaxy akhirnya kembali fokus pada pelajaran, begitupun dengan Senja. Meskipun Attar masih sesekali mengusiknya, tapi gadis itu tidak bergeming. Hingga waktu istirahat tiba, semua menghambur keluar kelas.
“Kantin kuy,” ucap Reno salah satu sahabat Galaxy dan Attar.
“Bentar dulu. Nunggu angin ribut datang,” ucap Attar santai.
Galaxy benar-benar heran dengan tingkah Attar hari ini, dia terlihat berbeda dari biasanya. Mungkin karena dapat teman semeja baru, terlebih teman semejanya bisa dia kerjai.
“Jingaaaaaa!” suara bariton yang cukup di kenal Senja maupun Attar.
Galaxy, Reno dan Reza seketika menutup telinga mereka, seorang gadis datang dari arah pintu. Dia berlari masuk dan langsung memeluk Senja, heran? Tentu saja mereka semua heran kecuali Attar.
“Kak Azalea! Kebiasaan deh, tidak udah teriak. Aku masih bisa dengar,” gerutu Senja.
“Ish. Aku kangen tahu cil,”
“Huff. Kakak adek sama aja, sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu. Tinggiku sudah sama dengan kalian,”
Azalea tidak perduli dengan protes Senja, yang penting dia bisa memeluk adik satu susuannya itu. Walaupun mereka sebenarnya hanya beda enam bulan, namun tetap saja Senja memanggil Azalea kakak.
Attarazka dan Azalea adalah si kembar, anak dari Arshaka dan Aruna. Bagaimana ceritanya mereka bisa satu susuan? Karena saat Alice melahirkan, air susunya tidak bisa keluar selama satu minggu awal.
Dokter menyarankan memberikan sufor, namun ternyata Senja alergi dengan sufor. Aruna yang mendengar hal tersebut, kemudian memberikan ASI nya pada Senja. Karena kebetulan si kembar Azka dan Aza tidak kekurangan ASI, Aruna mengirimkan ASI nya ke rumah sakit selama tiga hari.
Aruna bahkan masih memberikan ASI nya pada Senja sampai gadis tersebut berusia dua minggu, setelah ASI Alice lancar. Barulah Aruna berhenti menjadi ibu susu Senja, jadilah mereka saudara satu susuan. Seperti dulu Aruna yang satu susuan dengan Ael, dan betapa Ael sangat menyayangi Aruna sebagai adiknya.
Azka dan Aza sudah di beritahu sejak dini. Jadi mereka berdua paham kalau Senja jadi adik satu susuan dengan mereka. Mereka berdua juga sangat akrab, meskipun semenjak Senja pindah ke Singapura membuat mereka jarang bertemu. Namun mereka tidak pernah putus komunikasi.
“Ayo kekantin,” Azalea menarik tangan Senja begitu saja.
“Tu-tunggu kak. Aku bawa bekal,” ucap Senja mengambil tas kotak bekalnya.
Namun Azalea tak memperdulikannya, dia terlalu senang karena bisa bertemu dengan Senja. Apalagi mereka saat ini satu sekolah, sudah pasti hari-harinya lebih menyenangkan.
Galaxy dan Attar mengikuti dari belakang, begitu juga dengan Reno dan Reza. “Lu kenal anak baru itu, Attar?” tanya Reza.
Attar hanya mengangguk, dia juga sama dengan Azalea. Merasa senang karena akhirnya adik satu susuannya kembali ke Indonesia, Attar sama dengan Azalea. Dia juga sangat menyayangi Senja, mungkin karena si kembar adalah anak bungsu.
Jadi saat Senja datang, mereka jadi dipanggil kakak oleh gadis itu. Mereka sampai di kantin, tentu saja banyak pasang mata yang memandang. Terutama memandang Senja, si murid baru tapi sudah langsung dekat dengan para most wanted sekolah.
Meeka berenam duduk di bangku yang masih kosong. “Jingga mau makan apa?” tanya Attar dan membuat semua heboh.
Azalea terkikik geli melihat ekspresi beberapa siswi, hampir tidak pernah seorang Attar menawarkan diri untuk memesankan makanan orang lain.
Senja menggeleng. “Aku bawa bekal kak,” Senja menunjukkan tas bekalnya.
“Pokoknya kamu harus pesan,” ucap Attar.
Senja hanya bisa menghela napas. “Ya sudah. Aku pesan es teh tawar,” ucapnya.
Attar berjalan menuju ibu kantin bersama Galaxy. “Posesif banget kayak pacar aja,” ucap Galaxy.
Attar tertawa mendengar ucapan Galaxy. “Dia adik ku, Galaxy. Tentu harus posesif,”
Galaxy masih bingung dengan ucapan Attar, karena setahu dia Attar hanya punya satu adik yaitu Azalea kembarannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!