" Kita mau makan dimana A'?"
" Tempat biasa aja ya."
Alna Gyantika Kalingga, wajahnya selalu berseri setiap datang waktu bertemu dengan sang tunangan. Bimo Syafarudin, sorang abdi negara juga sama dengan Alna. Hanya saja pangkat dan juga penempatannya berbeda dengan Alna.
Mereka sudah bertunangan selama setahun, namun Bimo belum juga mengajak Alna menikah karena ia ingin menyelesaikan pendidikan lanjutannya lebih dulu katanya.
" Waah emang bakmi godog di sini yang terbaik. A' Bimo kenapa, dari tadi aku lihat diem aja."
" Al, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi, kamu janji dulu jangan marah ya?"
Alna mengerutkan alisnya, baru kali ini Bimo bicara demikian. Biasanya jika ingin bicara pasti akan langsung bicara tanpa basa-basi begini dulu. Dan Bimo terkesan sangat hati-hati.
Entah mengapa Alna merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Sudah pacaran 2 tahun dan 1 tahun bertunangan, total 3 tahun mereka bersama, Alna menjadi paham situasi sekarang. Ini adalah situasi yang ia rasa akan memiliki akhir yang tidak menyenangkan. Feeling nya berkata demikian.
Tapi, Alna masih berusaha tersenyum dan berpikir positif. Akhir-akhir ini memang mereka jarang bertemu karena Bimo sedang menempuh pendidikan. Tapi mereka tetap intens dalam berkirim pesan, telpon bahkan panggilan video.
" Ada apa sih A' kayaknya serius gini? Aku jadi gimana gitu," ucap Alna sembari menyisipkan candaan.
" Al, ehmmm aku udah mikirin ini dari beberapa bulan yang lalu. Aku beneran minta maaf Al, sepertinya kita nggak bisa ngelanjutin hubungan kita ini."
Degh!
Dada Alna bergemuruh hebat. Ada rasa nyeri di sana. Bertunangan sudah setahun, mengapa tiba-tiba Bimo memutuskannya begini. Padahal jelas sekali mereka tidak memiliki masalah apapun.
" Hahahaha jangan becanda deh A' ini beneran nggak lucu. Ayo ayo coba cerita. Sebenarnya Aa' lagi ada masalah apa hmmm?"
" Al, aku serius. Aku nggak bercanda. Kita, kita nggak bisa melaju ke pernikahan. Aku minta maaf Al. Nanti, aku akan datang ke rumah untuk memberitahu Ayah dan Bunda."
" Nggak! Nggak perlu! Jika memang itu yang kamu mau, oke. Aneh aja kamu tiba-tiba minta putus. Aku nggak ngerti lagi sebenernya apa yang salah dari aku sampai kamu perlakuin aku kayak gini. Mulai detik ini kita bukan apa-apa kan? Oke nggak masalah, silakan pergi. Kamu bebas sekarang Letnan Bimo Syafarudin."
Dada Alna sangat sesak rasanya. Ingin sekali dia menangis keras namun sebisa mungkin masih ditahan. Alna berlari begitu saja.
Dia mungkin memang seorang prajurit, namun dia tetaplah wanita yang memiliki hati yang lembut. Bisa sakit dan juga bisa kecewa.
Hiks hiks hiks
Alna berlari dengan diwarnai isak tangis. Padahal sudah sekuat hati dia menahannya, namun ternyata air mata itu tetaplah keluar.
" Al ... Alna! Ayo aku antar kamu pulang!"
" Nggak! Nggak perlu. Aku bisa sendiri! Apa peduli mu hah!"
Alna berteriak marah. Sudah memutuskan pertunangan tanpa penjelasan, sekarang tiba-tiba bersikap layaknya lelaki gentle. Alna membencinya.
" Al, ini udah malem. Ayo aku antar kamu pulang. Rumahmu masih jauh juga."
Alna menghentikan langkah kakinya. Namun bukan untuk naik ke mobil yang saat ini dikendarai Bimo. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak berselang lama, orang yang dihubungi Alna datang. Wajah orang itu tampak bingung dengan situasi yang ia lihat.
" Kenapa nduk."
" Yah, ayo pulang."
Alsaki, ayah dari Alna, mekipun tidak mengerti tapi tidak mau bertanya. Wajah putrinya yang murung, bekas air mata yang masih tertampak jelas, semakin membuat Alsaki curiga bahwa anak dan calon menantunya itu sedang bertengkar.
" Ya ayo pulang."
Bruuum
Motor melaju dengan cepat pergi dari sana. Sedangkan Bimo hanya terdiam. Dia yang sudah turun dari mobil hanya berdiri terpaku menatap kepergian Alna dan ayahnya.
Dreeeg
Ceklaaak
" Bundaaaaa ... ."
Sesampainya di rumah, Alna langsung berlari menemui ibunya dan memeluk dengan erat. Ia kini benar-benar menangis, meluapkan semua yang ia rasakan.
Nadita atau biasa dipanggil Dita hanya menyipitkan matanya, melihat ke arah sang suami. Alsaki yang masih belum tahu apa yang terjadi hanya menaikkan kedua bahunya tanda dia pun juga tidak tahu apa yang terjadi.
" Ada apa Nak? tadi pas berangkat masih happy-happy aja. Kenapa pulang-pulang nangis gini. Kenapa hmm, marahan sama si Aa'?"
" Dasar cowok brengsek!!!"
" Eh, kenaa kok tiba-tiba ngumpat gitu?"
Dita dan Alsakai terkejut saat mendengar putri mereka memaki sang calon menantu. Mereka tahu betul bahwa Alna sangat mencintai Bimo. Jadi sangat diherankan Alna berkata demikian.
" Cowok sialan itu tiba-tiba mutusin pertunangan Bund. Alesannya nggak jelas lagi. Ya Allah, rasanya kan nyesek banget Bund. Selama ini lho kita baik-baik aja, nggak pernah ada masalah apapun. Komunikasi juga lancar. Dah lama nggak ketemu, tiba-tiba dia malah minta putus. Kita kan bukan lagi pacaran tapi tunangan. Apa nggak beneran cowok sialan. Hiks hiks."
Kretek
Mata Alsaki menjadi begitu tajam. Terdengar suara kesepuluh jari-jari yang dibunyikan.
Pria berusia sudah lebih dari setengah abad itu tiba-tiba masuk dan kembali lagi dengan sebuah senjata laras panjang.
" Pria brengsek, berani-beraninya buat anakku nangis." ceklek ceklek " Kayaknya butuh di kasih amunisi.
" Ayah jangan aneh-aneh. Ayah nggak mau kan muncul berita ' Purnawirawan TNI gelap mata, menghajar seorang prajurit karena putusnya pertunangan putrinya' Ayah nggak mau kan muncul berita begitu."
" Habisnya bikin naik darah. Dulu dia yang minta, buru-buru ngalamar dan juga tunangan. Lha ini opo, tiba-tiba dia minta putus. Opo nggak gemblung bocah iku?"
Dita setuju dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Mereka tidak habis pikir. Dulu yang minta diadakan pertunangan segera adalah pihak keluarga Bimo. Alsaki dan Dita masih belum ingin anak mereka menikah waktu itu karena mereka ingin Alna menghabiskan masa mudanya lebih dulu.
Tapi Bimo dan keluarganya menginginkan mereka diikat dulu dengan pertunangan dan baru akan menikah dua tahun kemudian. Tapi sekarang tiba-tiba Bimo memutuskan Alna secara sepihak, bahkan tampa alasan yang jelas.
" Udah ya Nak, Bunda tahu ini bukannya mudah. Tapi mungkin ini adalah cara Allah menunjukkan padamu bahwa dia bukan lah pria yang baik untuk dijadikan suami."
" Iya Nduk, bagus sekarang putusnya dari pada nanti pas udah jadi suami istri."
Alna mengangguk pelan, memang benar lebih baik putus sekarang, tapi dia masih penasaran mengapa Bimo tiba-tiba meminta putus begitu.
" Nggak mungkin keputusan itu tiba-tiba. Firasatku bilang, ada hal yang dia sembunyiin. Aaargh, dasar cowok sialan. Kalau emang nggak serius ngapain juga dulu ngajakin nikah. Brengsek brengsek brengsek!"
Alsaki dan Dita membiarkan anak mereka meluapkan amarah mereka. Tidak mudah memang tiba-tiba ditinggalkan begitu, apalagi mereka tahu bahwa Alna memang mencintai Bimo.
" Kira-kira kenapa ya Mas?"
" Aku juga nggak bisa nebak sayang."
TBC
Halo manteman, Othor mau tes ombak nih. Kalau cerita ini banyak yang baca and suka, bakalan Othor lanjut. Tapi kalau nanti kurang peminatnya, ya kita lihat kedepannya ya. Semoga sih banyak temen" yang baca terus lanjut ya.
Please dukung Othor. Jangan lupa Like dan Komen ya.
Silakan tebak-tebakan anak sapa ini hahhah.
" Halo, kamu lagi apa?"
" Halo A' Bim, aku lagi ngerjain pesenan buat besok nih."
" Ini udah larut lho, kok masih belum istirahat."
" Dikit lagi aja kok."
Bimo tersenyum saat melihat wajah ayu milik seroang wanita yang sekarang ini tengah melakukan panggilan video dengannya. Meskipun wanita itu sedang sibuk, tapi Bimo suka saja melihatnya.
Tangan yang memecahkan telur, mengocok adonan, lalu hingga menjadikannya sebuah kue yang lezat. Bimo suka setiap proses yang dilakukan oleh wanita itu.
" A' aku ini lagi baking lho. Aa' ngelihatnya kayak lagi lihatin orang atraksi."
" Mila meuni geulis pisan, Aa' jadi betah lihatin Mila begini."
Mila kusuma, seorang wanita berusia 25 tahun itu adalah seorang pengusaha muda yang bergerak dalam bidang kuliner. Entah sejak kapan Bimo mengenal Mila, namun Bimo merasakan hal lain di hatinya saat bersama wanita itu.
Tepatnya saat dia diajak oleh seorang teman untuk datang ke sebuah kafe yang juga ada di kota itu. Awalnya biasa saja, tapi seringnya bertemu terlebih karena mereka berasal dari kota yang sama, membuat pembicaraan mereka berjalan dengan sangat lancar.
Ya Bimo dan Mila sama-sama berasal dari kota kembang, meskipun tidak dari satu wilayah. Namun karena mereka memiliki banyak kesamaan, maka banyak hal juga yang mereka berdua bisa bicarakan.
Pertemuan itu menjadi sangat intens, dan hal tersebut membuat cinta Bimo kepada Alina berkurang karena ia mulai menaruh hati kepada Mila.
" Ya udah atuh Bim, kalau gitu lah mending sama Mila aja. Lagian Alna itu kelihatannya kayak yang kasar gitu. Beda jauh sama Neng Mila yang lembut, keibuan. Dan lagi nya, pangkat Alna lebih tinggi dari kamu. Ibu teh khawatir kalau kalian nikan nanti kamu nya teu dihormati."
Bimo tentu bercerita mengenai kedekatannya dengan Mila kepada sang ibu, dan siapa sangka bahwa ibunya mendukung dirinya dengan Mila. Itu bagai angin segar untuk Bimo.
Sebenarnya ucapan sang ibu tentang perbedaan pangkat itu lah yang sudah beberapa waktu Bimo pikirkan.
Bimo seroang Letnan dan Alna adalah seorang Mayor. Jelas pangkat Alna lebih tinggi, dia sering merasa minder akan hal itu.
Dia juga bisa merasakan perbedaan antara saat bersama dengan Mila dan Alna. Bersama Mila, Bimo merasa nyaman dan bebas bicara apapun. Sedangkan bersama Alna, ia merasa terbatas. Apalagi saat Alna tengah bicara tentang pekerjaannya.
Memang benar selagi belum menikah, bebas bagi siapapun untuk memilih yang terbaik dari semua yang baik. Namun juga bukan sepeti itu caranya. Memutuskan pertunangan tanpa alasan yang jelas. Bukankan tunangan juga kesepakatan dua belah pihak?
" A' Bim, kapan balik lagi ke kampusnya?"
" Sebenernya udah selesai, aku tinggal tugas akhir aja. Kenapa?"
Mila hanya menggelengkan kepala, mereka sudah menjalin hubungan selama 4 bulan ini, namun sebenarnya Bimo belum membuat hubungan mereka memiliki status.
" Ada yang ingin aku bicarain, kalau nggak sibuk, besok bisa ketemu?"
" Tentu saja, di tempat mu aja ya?"
Mila mengangguk, memang lebih nyaman untu bertemu di kafe miliknya. Meskipun tidak besar namun tempatnya lumayan ramai. Banyak pelanggan yang hanya sekedar makan dan minum serta nongkrong, atau membeli kue dan dibawa pulang.
Panggilan video diakhiri dengan Mila yang menyelesaikan pekerjaannya. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00, sudah termasuk dini hari dan hanya tinggal beberapa jam lagi menuju pagi.
Mila dan Bimo berjanji bertemu saat sore hari, karena paginya Bimo harus melapor dan bekerja di kantor kesatuan. Ketika Bimo bertemu Alna, ada perasaan canggung yang dirasakan oleh pria itu. Apalagi saat dia melihat wajah Alna yang sembab, ia yakin itu karena Alna menangis.
" Al, aku sungguh minta maaf."
" Emangnya kalau minta maaf semua bisa selesai dan kembali lagi seperti nggak terjadi apa-apa hah?"
Alna bicara tepat di telinga Bimo. Ia sungguh kesal dan rasanya ingin menghantam wajah pria itu.
Beruntung mereka belum mengurus untuk pernikahan mereka, karena proses menikah di kesatuan tentara itu tidak lah mudah. Ada proses yang panjang dan lama.
Jika itu sudah dilakukan, pasti akan banyak hal yang benar-benar membuat Alna sendiri kesulitan.
" Emang bener kata Ayah, aku seharusnya nggak buru-buru tunangan sama kamu. Kamu nggak jauh beda sama ABG labil. Haah, bisa-bisanya kebersamaan kita 3 tahun kamu anggap cuma mainan gini. Mutusin pertunangan tanpa alasan yang jelas. Gila gila gila, kau beneran gila Bim. Kalau sekarang aku tanya lagi apa alesan kamu mutusin aku, aku yakin kamu nggak akan bisa jawab kan? Heh, looser."
Drap drap drap
Alna pergi meninggalkan Bimo dengan kemarahan yang luar biasa. Sorot mata Alna sungguh berapi-api. Jika saat ini mereka tidak ada di markas, Bimo yakin Alna pasti akan melancarkan bogem mentah ke dirinya.
Haaaah
Bimo membuang nafasnya kasar. Setiap di depan Alna dia merasa sangat terintimidasi. Maka inilah yang membuatnya ragu untuk menikahi wanita itu. Ia merasa dirinya sepanjang hidup akan selalu berada di bawah tekanan Alna. Terlebih keluarga Alna juga memiliki jabatan tinggi.
Pertanyaannya, mengapa dulu Bimo berani mendekati dan mencintai Alna jika dia memang takut dengan background keluarga dari Alna? Mengapa baru sekarang dia merasa begitu?
Jam bergulir dengan lambat, Bimo segera ingin pulang dan menemui Mila. Dia sudah tidak sabar dengan apa yang ingin Mila sampaikan.
Memikirkan Mila ternyata dapat sedikit mengaburkan tentang Alna.
" Naah siip, udah waktunya ternyata." Bimo bangkit dari duduknya, dia kemudian bergegas untuk pulang. Dengan langkah yang ringan dan full senyuman, Bimo mengendarakan mobilnya menuju ke kafe milik Mila.
Sesampainya di sana, kondisi kafe yang belum rame membuat Bimo lega karena dia bisa bicara lama dan leluasa.
" Assalamualaikum, Mila."
" Wa alikumsalam A' , udah sampai ternyata. Aku pikir masih nanti. Duduk, aku ambilkan minum, seperti biasa kan?"
Bimo mengangguk, hal kecil seperti inilah yang membuat Bimo tertarik pada Mila.
Tak!
" Nah ini A' diminum dulu."
Srupuuut
Kopi hitam dengan gula sedikit dan ditambah krimer, itulah yang disukai Bimo. Dimana panasnya pun pas.
" Nah, sekarang apa yang ingin Mila bicarakan sama Aa'?"
" Ini, sebelumnya maaf kalau terkesan kayak nggak pantes. Cuma Mila mau nanya ke Aa', sebenarnya hubungan kita teh apa ya A'? Kita udah 4 bulan kayak gini, tapi A' Bimo belum sekalipun membuat hubungan kita jadi jelas."
Bimo tersenyum mendengar pertanyaan Mila, dia sebenarnya juga ingin mengatakan tentang hal itu. Dari kemarin Bimo mencoba untuk menahannya karena dia masih memiliki sebuah ikatan dengan Alna. Namun sekarang sudah tidak lagi, jadi dia merasa bebas untuk mengutarakan maksudnya.
" Mila, Aa' suka sama Mila. Ini serius, Aa' ngerasa nyaman dengan Mila ada di sisi Aa'!"
" Oooh jadi gitu! Hahaha bajingan sampah ini ternyata punya wanita lain ya? Good, is very good. Ternyata Bim, kau benar-benar pria paling sampah yang pernah kutemui. Woaaah luaaar biasa."
Plok plok plok
TBC
" Halo Al, udah kelar belum kerjanya. Keluar yuk?"
" Wokee In, udah nih."
Alna tersenyum lebar saat mendapat telepon dari temannya. Indi adalah seorang guru, namun dulu mereka teman satu sekolah saat SMP. Meskipun jarang berkomunikasi karena kesibukan masing-masing, tapi Alna dan Indi kadang pergi besama. Entah hanya sekedar makan atau bicara ngalor ngidul tidak jelas.
" Motoran aja kan ya?"
" Yoi."
Rupanya Indi sudah ada di depan dengan motornya. Alna yang juga membawa motor memilih meninggalkan motornya dan berboncengan dengan Indi.
Disepanjang jalan Alna menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Dia bercerita bahwa Bimo memutuskan pertunangan mereka.
" Apa, edan po dia? Kok tiba-tiba sih? Kalian kan yo ndak ada masalah to?"
" Setahu ku ya nggak ada In. Makanya aku lumayan kaget pas dia bilang mau putus. Jujur aku ngerasa kecewa In."
" Yo wajar lah kamu ngerasa kecewa. Ya udah lah, mungkin dia bukan jodoh yang terbaik buat kamu. Cuma itu kesimpulannya Al."
Alna mengangguk, dia memeluk Indi dari belakang. Indi benar-benar teman terbaiknya. Mereka tidak memiliki profesi yang sama namun mereka memiliki satu frekuensi yang sama sehingga nyaman satu sama lain.
" Nah sampai, ini tempat yang lumayan viral nih akhir-akhir ini. Kuenya katanya enak, makanya aku penasaran."
" Okee, markicob."
Indi membawa Alna kesebuah kafe yang memang lagi hits beberapa waktu belakang ini. Namun saat Indi memarkirkan motornya, Alna seperti melihat mobil yang tidak asing. Di parkiran itu hanya ada satu mobil dan satu motor milik mereka yang baru saja datang.
" In, ini kayak mobil Bimo deh?"
" Eh iya bener, dia lagi di dalam kali Al. Kamu nggak apa ketemu sama dia?"
" Nggak masalah kok. Bagus jadi aku bisa nanya ke dia lebih jelas lagi."
Indi mengangguk, dia lalu menggamit lengan Alna dan bersiap masuk ke dalam. Indi yang sudah beberapa kali ke sana tentu sudah mengenal tempat itu sekaligus juga owner nya karena beberapa kali mengobrol.
Mata Indi memicing saat melihat pemilik kafe tersebut tengah duduk saling berhadapan dengan pria berpakaian tentara yang juga ia kenal.
" Lho itu kan. Al itu~"
Belum selesai Indi bicara, ternyata Alna sudah pergi dari sisinya. Saking fokusnya Indi dengan apa yang ia lihat, dirinya sampai tidak sadar bahwa temannya sudah tidak ada di sampingnya.
Inda pun bergegas untuk menghampiri Àlna yang sudah berteriak dengan penuh rasa emosi.
" Oooh jadi gitu! Hahaha bajingan sampah ini ternyata punya wanita lain ya? Good, is very good. Ternyata ya Bim, kau benar-benar pria paling sampah yang pernah kutemui. Woaaah luaaar biasa."
Plok plok plok
Alna bertepuk tangan dengan sangat keras. Bukan hanya Bimo yang terkejut atas adanya Alan di sana, Mila pun juga kaget. Wanita itu tidak tahu dengan apa yang terjadi di depannya. Dia tidak tahu siapa wanita yang menggunakan baju loreng sama dengan Bimo dan tampak begitu marah.
" Maaf, Mbak siapanya A' Bimo ya?"
" Aah ternyata mbaknya ini belum dikasih tahu ya. Mbak, sampai semalam pria brengsek ini masih tunangan saya. Dia tiba-tiba mutusin tunangan tanpa kejelasan. Dan jeng jeng jeng, ternyata dia punya wanita lain dong. Udah berapa lama kamu kenal sama pria bajingan ini mbak?"
Degh!
Mila sangat terkejut, dari ekspresi wajahnya benar-benar sangat terkejut. Selama ini dia tahunya Bimo adalah pria single. Siapa kira pria itu sudah memiliki tunangan.
Wanita itu seketika menciut, mulutnya tertutup rapat. Sungguh dia tidak tahu status Bimo yang sudah tidak sendiri.
" Mbak, jawab aja. Saya nggak nyalahin Mbaknya kok karena saya lihat Mbak kaget berarti Mbaknya nggak tahu."
" Maaf Mbak, saya beneran nggak tau kalau A' Bimo udah punya tunangan. Saya, saya kenal A' Bimo udah 4 bulan ini."
" Terus Mbaknya suka sama dia?"
Diamnya Mila berarti jawabannya adalah iya. Alna bukan wanita bodoh yang tidak tahu tatapan suka seorang wanita kepada pria di depannya.
" Alna, kita bicara di luar," ucap Bimo setelah dia terdiam begitu lama.
" Ngapain, sini aja lah. Ngapain bicara di luar. Sekalian biar Mbak ini denger. Gini ya Mbak, dia udah bukan tunangan saya. Dia sekarang pria SINGLE. Silakan Mbak ambil. Tenang aja, saya juga nggak sudi buat balik sama dia. Pengkhianat beraninya dia selingkuh. Haah, bener-bener nggak aku duga. Tau nggak Bim, kamu brengsek sumpah."
Alna membalikkan badannya dan pergi dari tempat itu. Bimo lalu berdiri dan hendak mengejar Alna, namun dihadang oleh Indi.
" Aku peringatin ya Bim, nggak perlu lagi kamu deketin Alna. Aku beneran nggak nyangka kamu sejahat ini sama dia. Brengsek!"
Indi mengejar Alna setelah mengatakan hal tersebut kepada Bimo. Bimo hanya bisa kembali duduk dalam diam. Sedangkan Mila, dia pun cuma bisa diam. Wanita itu kemudian berdiri dan masuk ke dalam tanpa bicara apapun kepada Bimo.
Mila juga tidak tahu bagaimana dia harus bersikap. Bohong jika dia berkata tidak suka dengan ungkapan cinta dari Bimo. Tapi siapa yang pernah mengira bahwa Bimo adalah pria yang sudah bertunangan.
" Neng, Aa' mau bicara dulu. Aa' mau jelasin."
" Aku butuh waktu sendiri A', silakan A' Bimo pulang dulu. Dan untuk sementara jangan hubungi aku dulu."
Bimo melenggang pergi dengan sangat lesu. Ia tidak pernah menyangka bahwa ini akan terjadi sekarang. Di waktu dia menyatakan cinta kepada Mila, ada Alna di sana. Sungguh kebetulan yang luar biasa sekali.
Bimo memutuskan kembali ke rumahnya. Namun sebuah pemandangan yang dilihat di depan rumah membuat pria itu sangat terkejut.
" Al, ini apa?"
" Semua barangmu, semua punyamu yang pernah kamu kasihkan ke aku. Ambil lagi, aku nggak sudi nyimpennya. Dan nih, ambil kembali. Kasihkan ke wanita itu, wanita yang kamu cintai sekarang. Haah, bener-bener deh Bim. Kamu anggap apa 3 tahun kebersamaan kita! Segitu gampangnya kamu berpaling. Dasar brengsek! Cintamu beneran duri bagiku, Bim. Ini kita belum merit, kalau kita udah merit terus kamu kecantol cewek lain, kamu bakalan nyerein aku gitu. Haaah bangsat."
" Al, masuk dulu yuk ke rumah. Malu dilihat orang."
Buahahaha
Alna tertawa begitu keras. Lucu, ya Bimo sangat lah lucu melebihi badut hiburan.
" Malu kamu bilang? Kayak gini aja kamu malu. Dengarkan saya Letnan Bimo Syafarudin, Anda memutuskan pertunangan karena menyukai wanita lain saja tidak punya malu kok, masa saya yang mengatakan fakta ini harus malu. Haah sudah, aku juga males buat ngomongin ini lama-lama. Oke kita putus, bagus malah karena akhirnya aku tahu siapa sebenarnya seorang Bimo ini. So, good bye, semoga kamu bahagia dengan pilihanmu."
Tap tap tap
cekleek
Bruuumm
Sebenarnya Alna belum puas. Masih banyak yang ia ingin sampaikan tapi jika dirasa kembali agaknya percuma. Percuma karena semuanya sudah seperti ini, dia juga tidaka mengharap Bimo kembali. Hanya saja dia penasaran, apa kurangnya dia selama ini terhadap pria itu. Tidak pernah sekalipun dia menuntut.
Namun semua sudah terjadi, mungkin ini akan jadi kenangan pahit yang menjadi goresan luka di hati Alna.
" Ya mending gini. Lebih baik gagal sekarang ketimbang nanti saat udah resmi menikah. Astagfirullah, Ya Allah, entah aku harus bersyukur atau bersedih dengan apa yang terjadi sekarang ini."
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!