Dalam sebuah ruangan tampak seorang pria berparas tampan, mengenakan pakaian putih serta rambut keperakan, yang di ikat sebagian pada pucuk kepalanya.
Pria tersebut menampilkan wajah datar di depan 8 orang, yang kini tengah duduk bersimpuh di lantai.
"Karena semua sudah terjadi, aku juga harus tegas untuk kalian semua" Ucapnya.
Perkataan itu meluncur datar, seolah tak ada ekspresi untuk ke-delapan orang di sana.
Akan tetapi, meski hanya sebuah perkataan yang terdengar, ruangan menjadi semakin hening dan penuh dengan aura penekanan.
Seolah, mengisyaratkan dan mewakili sebuah kemarahan, atas kesalahan yang tak dapat di tolerir lagi.
"Rongxu.. apakah ada yang ingin kau katakan?." Tanya pria itu.
Pria itu, beralih menatap kearah sosok yang kini bersimpuh, di dekat seorang wanita cantik paling ujung.
"Dimana keberanian, yang membuatmu melangkahkan kaki ke dalam gua Mutiara kemarin?. Ucapnya lagi, masih dengan intonasi tenang, serta datar.
''Bahkan, kau juga berani mengambil sesuatu yang bukan menjadi hakmu?."
Namun, kali ini terdengar agak keras dari sebelumnya dan menjadikan ruangan semakin hening. Hingga, tak satupun suara keluar dari bibir ke-8 orang, yang tengah bersujud tersebut.
Mendapat kebungkaman. Pria itu kembali melanjutkan perkataan. "Baiklah.....Karena kalian semua hanya diam, aku anggap segalanya sudah jelas''.
Begitu ucapan itu terselesaikan, tangan pria tersebut bergerak pelan mengibas udara di depannya.
Dan seketika itu juga, sebuah cahaya melingkupi keenam tubuh di depan sang pria.
*(2 tubuh wanita dan 4 tubuh laki laki muda ).*
"Sebagai seorang kesatria penjaga kalian telah gagal menjalankan tugas, hanya karena hubungan emosi dan pikiran fana.''
''Kalian harus kembali menetapkan pikiran dan mengolah hati, untuk bisa kembali ketempat ini." Lanjut sang pria, yang tak lain adalah guru besar Baixio.
Seorang yang disegani dan di elukan sebagai immortal tinggi, serta pria bijaksana dengan kemampuan luar biasa, di alam raya kekaisaran negeri Atas awan.
"Kami....menerima setiap keputusan, dan hukuman dari guru." Ucap mereka ber-enam hampir bersamaan, dengan posisi yang masih sama.
Posisi bersujud, dengan kepala menunduk yang hampir menyentuh lantai.
Pria yang dipanggil sebagai guru tersebut, kembali mengibaskan tangan.
Dan dengan gerakan ringan, tubuh mereka ber-enam berubah menjadi kilatan cahaya, sebelum akhirnya melesat pergi dari sana.
Entah, mereka akan di hukum seperti apa?.
Berubah menjadi apa?.
Serta akan dikirim kemana?. Selain sang guru, semua tidak ada yang tahu.
Akan tetapi, dalam hati dan pikiran mereka selalu yakin dan percaya penuh, kepada sang guru.
Bagi ke-enam orang tersebut. Apapun itu, yang telah di putuskan oleh Baixio, semua adalah yang terbaik bagi mereka.
Ruangan kembali hening.
Yang tertinggal disana, adalah sepasang suami istri yang juga murid dari Baixio, atau saudara seperguruan ke-enam orang yang telah melesat pergi sebelumnya.
Suasana mencekam sebelumnya, semakin bertambah besar dengan aura penekanan dari sang guru, yang masih mendominasi ruangan tersebut.
Membuat keduanya, tak berani menatap ke arah pria yang tengah berdiri didepan mereka.
Pasangan itu, hanya menunduk dalam sembari bersujud.
Menunggu dan siap menerima segala keputusan, adalah satu-satunya tindakan, yang terbaik bagi mereka .
"Ruoer..."
Panggil sang guru dengan nada tenang, namun masih tetap dengan pandangan yang menatap tajam.
"Saya guru..." Jawabnya lembut, dengan posisi yang masih sama, bersujud tanpa berani mengangkat kepala.
"Hukuman apa yang harus kuberikan, atas kelancangan suamimu?." Tanya Baixio dengan nada datar.
Seolah sebuah pengungkapan, atas kekecewaan yang mendalam.
Meskipun ucapan Baixio, terdengar seakan meminta pendapat darinya(Ruoer\=Ziaruo).
Namun, ia tahu dengan jelas bahwa sang Guru, telah memiliki jawaban atas pertanyaannya itu.
"Ampuni saya guru, semua saya serahkan kepada Anda.''
Wanita itu berhenti sejenak, seolah ia tengah menetapkan hati, untuk mengutarakan sebuah pemikiran, di dalam otak kecilnya saat ini.
"Ampuni murid....mohon maafkan murid tidak berbakti ini guru.
Namun jika di izinkan.... saya ingin mengambil alih, tanggung jawab suami saya guru.." Lanjutnya lagi.
Ziaruo menghela nafas sejenak, sebelum melanjutkan kembali ucapannya, seolah hanya dengan berkata saja, ia harus mengumpulkan kekuatan serta keberanian.
"Ampuni saya guru karena sudah lancang, saya tidak pernah bermaksud menyalahkan keputusan, ataupun kebijakan guru.''
Terlihat jelas dimata Baixio, bahwa sang murid tersayang, tengah menekan sebuah perasaan, yang ia ketahui apa dan mengapa.
Diwajah itu, terlihat banyak pertimbangan, pada setiap penggalan kata yang terucap dari bibir mungilnya.
Bahkan, beberapa kali ia melihat sang murid menunduk, serta mengambil nafas panjang, sebelum melanjutkan perkataan.
Baixio menghela nafas panjang.
''Terlebih lagi untuk membenarkan tindakan Yang Mulia(Murongxu) atas kesalahan, serta kecerobohannya, murid tidak pernah terpikirkan." Ucap Ziaruo lagi.
Jika boleh jujur, sesungguhnya saat ini Ziaruo sedang gugup, dan ada rasa takut dalam hati, serta fikirannya.
Wanita itu merasa enggan jika harus menyinggung, serta melukai hati sang guru.
Ia juga tak ingin memicu kemarahan, orang yang telah ia anggap, sebagai orang tuanya tersebut.
"Jadi... kau yang akan menerima hukuman atas tindakan suamimu?." Sahut sang guru lagi, masih dengan wajah tenang dan berusaha memastikan.
Namun dari nada itu, Baixio jelas terlihat tidak suka.
Dengan nada suara yang sedikit berat, ia kembali bertanya. '''Apa kau tahu, hukuman apa yang akan aku jatuhkan untuk suamimu?."
Mendengar nada suara sang guru yang sedikit meninggi, Ziaruo semakin membenamkan kepala didalam sujudnya.
Wanita itu memohon pengampunan, dengan suara yang bergetar.
"Ampuni kebodohan murid ini guru, tidak ada niatan untuk membela, atas kesalahannya.
Murid...murid hanya memikirkan rakyat kekaisaran, yang tanpa perlindungan/rajanya."
Wanita itu, kembali berhenti sejenak, ia berusaha menenangkan perasaan takutnya, sebelum kembali berkata. "Dan hal ini semua terjadi, juga tak luput dari kesalahan Murid." Lanjut Ziaruo lagi.
Hal itu membuat Baixio, dan pria disampingnya, membulatkan mata.
Bagi Baixio perkataan wanita tersebut, seolah menambah deretan kemarahan, untuk pria yang kini bersujud disamping Ziaruo.
Akan tetapi, semua memang benar adanya.
Kaisar Murongxu sang suami, mengambil mutiara Suci tersebut untuk dirinya.
Kesedihan Ziaruo, karena belum memiliki keturunan, membuat kaisar Murongxu nekat mengambil mutiara suci, dari Gua penyucian. Atau disebut juga sebagai Gua penekan aura.
Mutiara suci tersebut adalah, perwujudan dari roh bayi yang tersegel dalam sebuah mutiara, karena masih memiliki sebagaian aura gelap.
Sesungguhnya, bayi yang tengah terkurung itu adalah pemilik tadir Emas, atau seseorang yang kelak menjadi kesatria hebat, dan calon pemimpin bijaksana.
Oleh karena itu, mutiara tersebut di segel di dalam gua penekan aura, dan di jaga oleh 6 orang kesatria penjaga ( orang yang sudah berubah menjadi kilatan cahaya ), untuk menghilangkan hawa jahat dari tubuhnya.
Dan kebetulan, memang sengaja di persiapkan oleh dewa-dewi langit, untuk menjadi calon putra Murongxu, bersama permaisuri Ziaruo.
Akan tetapi, karena rasa ketidak sabaran ( kaisar Murongxu ), serta rasa cinta untuk sang permaisuri, membawanya sampai kepada kejadian hari ini.
"Ampuni kesalahan saya guru besar Xio, semua karena ketidak tahuan dan kebodohanku saja." Sahut Murongxu dengan posisi masih bersujud.
Pria tersebut, merasa tidak adil jika sang istri, ikut menanggung hukuman untuknya.
Dengan posisi masih sama, Pria tersebut kembali berucap. "Oleh karena itu, hanya murid bodoh ini saja(mengacu pada dirinya) yang pantas menerima hukuman, Ruo'er tidak melakukan kesalahan apapun."
Dari setiap ucapan sang Suami, jelas tersirat disana sebuah ungkapan penyesalan, atas perbuatanya.
Sehingga, ia ingin menanggung beban hukuman itu, untuk diri sendiri.
Melihat keduanya saling berebut, untuk menanggung hukuman.
Guru besar Baixio menghela nafas sejenak, sebelum akhirnya membuat keputusan.
"Heeehh..."
"Kalian benar-benar membuatku kehabisan kata-kata. Baiklah.... karena kalian berdua bersikeras, maka aku akan memberi kalian kesempatan."
Baixio berhenti sejenak, sebelum akhirnya ia menyampaikan keputusannya.
''Untuk menguji kesetiaan kalian, maka aku memberi kesempatan langka, berkunjung kedunia fana.
Kalian akan kembali saat nanti, telah menemukan jati diri, serta mengukuhkan kasih sayang, dan pengorbanan kalian satu sama lain, secara keseluruhan."
"Ruoer...kali ini ujianmu akan datang berkali-kalilipat. Sebentar lagi, kau juga akan menerima ujian untuk peningkatan status kedewian.
Oleh karena itu, aku akan tetap membiarkan semua kekuatanmu. Namun, apakah nantinya, kau akan mengingat cara menggunakannya atau tidak, biarkan takdir yang memutuskan. Semoga hatimu tetap tenang dan bersih." Ucap guru Xio dalam hati, sembari mengusap lembut pucuk kepala Ziaruo.
Guru Xio menggerakan tangannya perlahan.
Dan tiba-tiba saja, mata Ziaruo tak lagi bisa melihat apapun di sana, bibirnya tak dapat mengeluarkan suara.
Hingga, terdengar samar-samar di telinganya, suara orang memangil dengan nada yang semakin lama, semakin keras.
"Ika ...ikaa..heeiii..Rahartika Rahmawan ..sampai kapan kau akan tidur, apa kau tidak akan sekolah hari ini ?." Sebuah panggilan suara, yang tampak terburu-buru.
"Ibu ..jam berapa sekarang?, aku masih mengantuk ...hoooaaam." Jawab seorang gadis, sembari menguap, serta masih bergulat dengan guling, dan selimutnya.
"Ibu ..jam berapa sekarang?, aku masih mengantuk ...hoooaaam." Ucap gadis itu sembari mengusap, serta kembali bergulat
dengan guling, dan selimutnya lagi.
*^(Rahartika rahmawan, seorang gadis berusia 16 tahun, berparas cantik, bertubuh ramping tinggi 165cm, mata lebar manik coklat, bulu mata panjang dan lentik, bibir mungil, serta dengan kulit kuning langsatnya yang berseri. Menjadikan dirinya gadis yang sempurna.
(Mohon maaf di sini tidak mewakili semua orang, karena kriteria sempurna bagi setiap orang berbeda beda)
"Sudah jam 7.15, buruan cepat bangun !." Pinta nyonya Ranti rahmawan (ibu), dengan nada seolah tergesa gesa, karena waktu yang sudah tinggal sedikit .
"Apa bu?, sudah 7.15 ..aakkhh...iibuuuuu..aku bisa di gantung sama pak guru bu...!." Pekiknya, seraya melesat cepat masuk kekamar mandi, tanpa mememperhatikan sekitarnya.
Sementara itu, ada seseorang dengan senyum penuh kemenangan, saat menyaksikan Rahartika bertingkah demikian.
"Dasar..anak bandel, kena kamu." Gumam pelan sang ibu, sebelum berjalan keluar dari kamar putrinya.
Selang beberapa menit kemudian, Rahartika keluar dari kamar mandi.
Gadis itu bergegas berganti pakaian, mengenakan seragam sekolah, dan bercermin sebentar.
''Pluk..pluk..pluk.''
(Imajinasikan sedang menepuk nepuk pipi mulus rona peachnya, menggunakan spoon bedak, dengan gerakan agak tergesa gesa).
"Heeemmmzzz...siip deh." ucapnya puas, sambil melihat pantulan diri sendiri di cermin, sebelum menyambar tas sekolah yang ia letakkan di atas meja.
Karena Rahartika memang selalu meletakkan tas sekolah, diatas mejanya setelah belajar.
"Tap..tap..tap..tap." Suara langkah kaki gadis belia tersebut, menuruni anak tangga.
"Ibu..ibu.. aku brangkat, sarapan nanti di kantin sekolah saja bu." Ucapnya, dengan nada agak keras.
Maklum saja, ia tengah tergesa-gesa dan hanya sekilas melihat sang ibu, yang berada di dapur dengan jarak yang memang agak jauh, dari anak tangga penghubung antara lantai dasar, dengan lantai atas.
"Eeit..eit..eit...tunggu dulu Ika, tunggu kamu harus sarapan dulu." Ucap sang ibu, sambil berjalan cepat sebelum menarik tangan sang putri.
Wanita paruh baya yang masih menampilkan kecantikannya tersebut, takut Rahartika berangkat ke sekolah tanpa mengisi perut terlebih dahulu.
Oleh karenanya, ia segera menghentikan langkah kaki sang putri, dengan menarik tangannya, ketika baru selesai menuruni anak tangga.
"Ibu aku sudah telat, nanti imege**ku sebagai siswa teladan, super jenius yang cantik, dan tidak sombong bisa rusak bu." Jawabnya, dengan mata memohon agar sang ibu melepaskan dirinya.
"Tenang saja bu, dikantin sekolah makanannya enak enak dan higienis, jaminan asosiasi om om dan tante tante, temennya papa..hehehe ." Lanjutnya, meyakinkan sang ibu tersayang.
"Mau enak, mau higienis ataupun apalah itu, kamu harus sarapan dulu!, ..Ayo sini." Perintah sang ibu, sambil menarik lembut Rahartika menuju ke meja makan.
"Ibu ...ibu...aku mohon bu, hari ini aku sudah telat bu, dan jam pertama nanti jadwalnya ulangan. Bu...please ..ya..bu..ya.." Pinta Ika, dengan wajah yang serius.
Rahartika melakukan hal tersebut, bukan tanpa alasan.
Gadis itu takut terlambat, dan memperoleh poin buruk dari guru di sekolah.
Menyaksikan hal ini, nyonya Ranti tersenyum lembut, sambil menujuk jam yang bertengger keren, di dinding samping meja makan. ''He..he..heemzzz..tuh."
Wanita itu melirik cepat, kearah dinding yang tepat berada di samping meja makan, dengan ujung ekor matanya, dan sedikit gerakan kepala terangkat ke atas, ia arahkan keposisi jam yang bertengger gagah disana.
Mendapatkan reaksi yang demikian, reflek Rahartika menoleh kearah yang di tunjukkan oleh ujung ekor mata ibu.
Mata Rahartika membulat sesaat, dan kembali melihat wanita cantik di depannya, seraya tersenyum kecut sert menggelengkan kepala pelan.
"Heemmzz...hebat!, hebat!, anda memang hebat ibundaku tersayang, sekarang aku yakin, bahwa anda benar benar ibu dari Rahartika rahmawan yang cantik dan jenius ini." Ucapnya,
sembari mengacungkan jempol untuk sang ibu, sebelum duduk di kursi meja makan.
Rahartika, merasa benar-benar kalah dari sang ibu yang cerdik, dan memiliki cara-cara unik untuk membangunkan dirinya.
Mengetahui kelemahannya, dengan mengatakan bahwa, hari sudah siang adalah keputusan brilian untuk Rahartika.
Padahal waktu masih menunjukan pukul 6.34 yang berarti, saat ia dibangunkan tadi, waktu masih sangat pagi.
Sebab itu, sekarang ia masih memiliki cukup waktu jika hanya untuk sarapan pagi.
"Heemzzz.., anda benar 100% nona Rahartika. Makanya jangan meremehkan ibu-ibu yang sering berkutat di dapur ya hehe." Sahut sang ibu, dengan bangga.
"Ayo silahkan dimakan nona cantik, supaya otaknya jadi lebih "JREEENG" dan tidak di kadalin lagi sama cicak." Ucap sang ibu sembari mengoda dengan senyum kepuasan, karena telah berhasil membangunkan sang putri lebih pagi dari jadwal sekolahnya.
**( seorang jenius yang di tipu oleh orang bisa /berkemampuan rata rata) **
"Ibu ..emmhhmm..''
Rahartika tampak ragu-ragu.
''Aku bermimpi lagi bu, mimpi yang sama." Ucapnya pelan, dengan mata menatap ke arah piring makan, yang berada di depannya.
Mendengar hal tersebut, sejenak nyonya Ranti menghentikan tangan, di atas lauk ke sukaan Rahartika.
Hatinya, seolah terasa bergejolak dengan perasaan takut, senyuman candaan sebelumnya membeku sejenak.
Namun, dengan cepat ia tampilkan kembali lengkungan cerah, di wajah paruh bayanya yang masih cantik.
"lni lauk kesukaanmu, makan yang banyak.'' Ranti berusaha bersikap sewajarnya.
''Heeehh... jangan kau pikirkan lagi, semua hanyalah mimpi.
Bukankah, itu sudah sering terjadi sayang?, dan kau tetap disini bersama kami." Sambung nyonya Ranti, masih dengan raut wajah tampak tenang.
"Jikapun terjadi sesuatu padamu, percayalah kami akan berusaha melakukan yang terbaik.''
''Jadi makanlah, dan berbahagialah, jangan berfikir yang aneh-aneh" Lanjutnya lagi masih dengan penuh kelembutan, sembari menambahkan lauk, ke dalam piring sang putri.
"Apa sebenarnya arti mimpimu itu Ika, mengapa kau sering memimpikan hal yang sama?, dan seingatku ini yang ke sekian kalinya. Tuhan tolong jaga putri kami." Pikir Ranti dalam diam. Ia berharap dan melantunkan sebuah doa permohonan, untuk kebaikan, dan penjagaan pada diri sang putri tercintanya.
Sesungguhnya, dalam hati serta pikiran Ranti, penuh dengan perasaan cemas yang di tahan.
Kecemasan nyonya Ranti memang beralasan, banyak kejadian-kejadian yang kurang menyenangkan serta aneh, sering terjadi kepada sang putri.
Seolah sebuah titik balik, penyeimbang atas keistimewaan, serta kesempurnaan yang dimiliki oleh putri semata wayangnya itu .
Pernah suatu hari, Rahartika di kunci didalam sebuah ruangan kotor, di sebuah gudang penyimpanan barang, yang sudah tidak terpakai.
Gadis tersebut, dikunci oleh beberapa temannya, hanya karena kecemburuan atas prestasi serta kepandainnya .
*Dengan tujuan candaan, serta gertakan saja, dan tidak ada niat atau unsur mencelakai*
Namun hal itu, hampir membuat putrinya tidak tertolong, karena secara kebetulan ditempat tersebut terjadi kebakaran .
Pernah juga, Ika hampir terbunuh dengan tusukan pisau di perut.
Ketika ia, meminta pisau dari seorang anak kecil, yang sedang bermain pisau dapur.
Rahartika takut pisau itu, melukai dan membahayakan sang bocah kecil.
Akan tetapi, bocah kecil itu tiba tiba saja tersandung sesuatu, ketika hendak menyerahkan pisaunya kepada Rahartika.
Dan berakhir benda tajam bersarang pada perut rampingnya.
Serta masih banyak hal-hal, yang di rasa sangat aneh, serta janggal untuk nyonya Ranti.
Namun, apa kejanggalannya ia tak dapat memahami dan mengetahui hingga sekarang.
*¤ Terkadang aku terbangun diantara mimpi-mimpiku, halusinasi nyata dalam pembaringan malam.
Dunia semu berpeluk rindu, tentang awan, bulan dan juga bintang.
Terkadang aku terjaga diantara malam, atas sesak dalam kesedihan yang tak kupahami, dimana berawal dan kapankah akan berakhir?.
Terkadang senyumku menghilang, dibalik banyaknya mimpi diantara kesakitan, dibalik mentari pagi yang menyapa.
Aku..dengan jalanku, tak lagi mampu membedakan semu dan nyata.
Mimpi kah?.
Hayalan kah?.
Diriku yang nyata?.
Ataukah kehidupanku adalah bayangan dari mimpiku ?.
Aku dengan kebimbangan ku. ¤*
^Rahartika Rahmawan^
Pagi ini tampak cerah dan terasa menyenangkan.
Meskipun, ada sedikit perasaan risau tentang mimpi semalam, mimpi yang sama yang sering Ika alami.
Didalam mobil, yang melaju dengan kecepatan sedang. Rahartika mengutak-atik ponsel legend miliknya.
Sebuah ponsel dengan tampilan tiga huruf satu angka, pada setiap tombol keyboardnya.
Dengan bentuk badan yang mengembang dan melebar pada bagian tengah hingga bawah, sehingga nampak imut dan month*k menurut gadis tersebut.
Entah, ia sedang memainkan apa di sana.
Yang jelas pada raut wajah itu, tampak keseriusan, serta beberapa kali, tersungging senyum imut nan cantik.
Setiap tindakannya telah memancing pertanyaan, dari seseorang yang sedari tadi, mencuri lihat melalui kaca spion mobil.
"Non...jangan cemas, tidak akan ada penjahat yang akan nyelonong masuk kedalam mobil non he..he..he.." Canda pria tersebut, sambil cengengesan melihat sesekali kearah sang nona, melalui mata ajaib ketiga.
Pria itu sengaja mengejek Rahartika.
Dengan kata lain, ia berkata. ''Jangan membawa batu(hp legend) untuk persiapan, sebagai senjata pemukul untuk melempar orang jahat, yang akan masuk kedalam mobil.
"Heemmz...pak Diman yang baik hati anda salah. Ini...saya persiapkan, jika ada seseorang yang teledor, serta ceroboh berkendara....tinggal timpuk, bugkk..., heemmzzz..pasti mantap deh." Jawabnya cengengesan, menyambung candaan sang sopir.
Pria di depan kemudi seketika kehilangan senyuman, ketika mendengar gadis itu berucap sambil menunjukan ponselnya kedepan, serta menggoyang-goyangkanya sejenak.
"Waaah..jangan non, kalau saya sakit, siapa coba yang akan mengantar jemput nona nanti?." Jawab pak Diman, dengan nada melas yang di buat-buat.
"Lagian kalau saya sakit, kasian kucing-kucing tetangga pada kelaparan non, gak tega saya lihatnya." Tambahnya lagi.
"Wuuuuiiihh...ternyata pak Diman berjiwa sosial ya. Hebat...hebat ...saya salut pak." Ucap Rahartika kagum, sambil mengacungkan jempol kiri ke depan.
Pria yang di panggil Diman tersebut, memahami arah pikiran majikan kecilnya, dan tersenyum puas.
"Terimakasih non atas pujiannya...he he he.'' Pak Diman masih cengengesan.
''Tapi masalahnya, bukan saya lho non yang ngasih makan kucing-kucing itu.''
''Malahan kalau ada kucing, saya sebisa mungkin menghindar." Lanjut pak Diman.
"Lhaa..truss...?????." Sahut Rahartika reflek, ia belum bisa menebak teka-teki sang sopir.
"Hehe ..karena jika saya sakit, para tetangga akan memakai uang jatah makan si kucing, untuk membeli buah-buahan, sebagai hantaran saat mereka datang menjenguk saya nona ..ha..ha..ha.." Ucap pak Diman dengan diselingi tawa bangga, yang menggoda sang majikan kecilnya tersebut.
Seolah ia tengah berkata, bahwa kali ini dirinya telah berhasil menang, mengerjai sang majikan.
Akan tetapi, tawa itu segera terhenti ketika ia melihat ekspresi tenang Rahartika.
"Ck..ck..ck...'' Jawab gadis itu, sambil menggelengkan kepala pelan, seolah menyesalkan tindakan sang sopir.
''Sayang sekali ...heeehhhh.'' kembali menghela nafas kasar.
''Sungguh sayang sekali pak Diman heeemmmzzzsss..."
Rahartika mengulangi perkataannya lagi, dengan nada yang dibuat buat seolah ia kecewa.
"Memangnya kenapa non?, apa yang begitu membuat nona Ika menyesal dengan kebahagiaan saya?." Tanya pak Diman, sembari menghentikan mobil di depan pintu gerbang sekolah.
''Tidak mungkin aku kalah kali ini.'' Tambahnya dalam diam.
Karena ia tahu kebiasaan sang nona, yang suka bercanda main kata-kata.
Ia ingin membalas setiap kekalahan, dalam perang candaan yang sering mereka lakukan, saat mengisi kekosongan dalam perjalanan.
Pak Diman tak ingin, menjadi pihak orang yang selalu kalah, dalam argumen candaan mereka.
"Sayang sekali... karena saya sebenarnya ingin membantu pak Diman, supaya mendapatkan alasan, agar bapak bisa bertemu dan dirawat oleh suster Melia yang cantik.''
''Perawat yang bapak bilang aduhai itu lho, hehehehe.''
''Tapi, karena hari ini aku sedang tidak senang, nggk jadi deh... babay ..pak Diman." Ucap Rahartika, menggoda sang sopir.
"Non..please non..timpuk gih kepala saya non." Ujar pria itu reflek, sambil memasang muka memelas nya, serta dengan nada agak keras.
Karena gadis tersebut tidak menghiraukannya, dan tetap melangkahkan kaki berjalan memasuki pintu gerbang sekolah.
Pria yang berkerja sebagai supir kelurga Rahmawan itu tersenyum, dengan mata yang masih menatap punggung Rahartika.
Bahkan hingga tubuhnya tak lagi terlihat, menghilang dibalik pagar tinggi halaman sekolahan.
Hati pak Diman menghangat, dengan senyuman terukir pada wajah tenang miliknya, bibir itu bergumam lirih. "Terimakasih nona anda begitu baik, dan tak pernah membeda-bedakan seseorang, melalui harta dan kedudukan, saya bahagia bisa melayani keluarga anda.''
........
Sementara itu, bagi seorang gadis yang baru memasuki pintu gerbang tersebut, seolah ia kembali tiba di halaman rumah sendiri.
Karena gedung sekolah, adalah halaman rumah kedua baginya.
Dimana, disana ia menemukan saudara-saudara yang banyak, serta memperoleh perhatian, kehangatan dari orang tua keduanya.
Ditempat itu, ia juga banyak menorehkan kisah hidup, kebahagian berkumpul banyak sahabat, kebahagiaan memperoleh pujian atas kesuksesan, serta prestasi dan apresiasi dari sahabat serta semua guru.
Mungkin karena hal inilah, ia selalu semangat dan giat belajar, baik di rumah maupun di sekolah.
Gadis itu, benar-benar menikmati setiap momen.
Karena ia sadar, bahwa setiap detik waktu yang ia nikmati dan lalui saat ini, tidak akan pernah terulang kembali. Dan Rahartika, tak ingin memiliki suatu penyesalan di kemudian hari.
Di lain tempat namun, dengan waktu yang hampir bersamaan.
Seorang lelaki muda berusia 26 tahun, tengah sibuk memeriksa lembaran laporan yang bertumpuk dimeja kerjanya.
Hari ini tepat satu tahun, pemuda tersebut ikut berkerja sebagai menejer pemasaran, disebuah perusahaan ternama di kota tempat tinggalnya.
Sebenarnya perusahaan itu, adalah salah satu dari delapan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga besarnya, keluarga besar Wijaya diningrat.
Pemuda tersebut, memulai kariernya dari nol.
Dengan kata lain, ia masuk ke perusahan melalui jalur persaingan adil, dengan para calon pekerja lainnya.
Tidak melalui koneksi, atau sistim kekeluargaan.
Dengan kemampuan, serta darah pembisnis yang mengalir didalam tubuhnya, ia berhasil masuk sebagai kandidat pemenang, serta menyisihkan puluhan yang lain.
Meski ia bisa meminta bantuan sang ayah. Akan tetapi, pemuda itu ingin melihat dan mengenal diri sendiri, serta mengetahui batas kemampuanya.
*^* (Rasya jayaningrat\=> tampan, tinggi, tegas merupakan putra ke-2, dari keluarga terpandang pembisnis sukses Jaya diningrat.
Lajang dan enggan berpacaran, tidak suka bermain wanita layaknya teman-teman seusianya.
Di kagumi banyak wanita muda, baik dari orang biasa, dan putri para konglomerat, serta digadang-gadang sebagai calon menantu impian tingkat sejagad.)*^*
Hp legend kesayangan Rahartika.
Kembali disekolah Rahartika
Siang ini, disekolah tempat Rahartika menuntut ilmu, terdengar meriah dengan sorak-sorai para siswa yang merasa senang.
Karena mereka dipulangkan lebih awal, dari jadwal yang semestinya (pukul tiga sore).
Saat ini jam di dinding tampak tampan, dan indah bagi semua murid. Dengan jarum panjang mengarah pada angka 3, dan sang pendek menunjuk angka 12, benda bulat besar itu sangat mempesona.
Terlihat di halaman sekolah tersebut, seorang siswa tengah berlari-lari kecil, mengejar seorang siswi cantik, yang berjalan santai menuju gerbang sekolah.
"Hei...Ika ..apa kamu sudah dijemput ?" Tanya pemuda dengan ramah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!