Seorang pria terlihat duduk sembari merentangkan tangannya pada sandaran sofa. Di tangan kirinya, terdapat gelas bar dengan isi berwarna merah. Ia juga menggerakkan perlahan gelas itu. Tatapan mata tajamnya mengarah ke depan, seolah elang yang bersiap mengambil mangsanya. Ia sedang melihat sebuah tayangan yang menampilkan acara televisi yang mengundang sosok Aktor terkenal bersama istri tercintanya yang tengah mengandung.
"Jadi, apa nih rahasia langgeng hubungan? Sepertinya, kamu sangat mencintai istrimu?" Ucap seorang host pada pria yang merangkul wanita hamil itu.
"Kalau aku si, kesetiaan, komunikasi, dan sering ambil waktu berdua. Terakhir ... Naya adalah dunia saya." Balasnya dan langsung meng3cup pipi wanita yang berstatus sebagai istrinya tanpa malu.
"Waah, Rayyan aktor ternama yang terkenal sangat mencintai istrinya kini membagikan kita tips. Beruntung sekali jadi Kak Naya ini yah, semoga hubungan kalian langgeng terus biar ...,"
PRANG!!
Zion melempar gelas yang ia pegang ke televisi hingga membuatnya rusak, nafasnya terdengar memburu. Raut wajahnya tampak tegang di sertai dengan emosi yang mendalam. Urat-urat lehernya terlihat men0nj0l, tatapannya penuh dengan amarah. Mendengar ada suara keributan, seorang wanita datang mendekat padanya.
"Apa apa ini Zion?! Kenapa kamu merusak televisi itu!" Omel wanita tersebut.
"Akan aku ganti." Pria tersebut beranjak berdiri dan berlalu pergi. Meninggalkan wanita cantik itu yang langsung memegang keningnya. kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit melihat keadaan televisi itu.
"Aku baru membelinya bulan lalu dan dia merusaknya lagi? Ck, kalau tidak suka kenapa harus di tonton terus siarannya! Benar-benar anak nakal!" Gerutu wanita cantik itu.
Zion kembali ke kamarnya, ia terduduk di tepi ranjang sembari menatap lurus kedepan. Dirinya teringat saat masa-masa kelamnya, dimana dirinya merasa seolah dunianya hancur saat itu juga.
Mendapati ibunya berselingkuh dan memilih menikah dengan pria lain dan meninggalkan ayahnya. Membuat ayahnya frustasi dan berakhir menghabisi dirinya sendiri. Zion kecil harus menghadapi situasi yang rumit dan pahit bersama kembaran perempuannya. Sang mama, justru malah membahagiakan anak dari pria selingkuhannya.
"Diriku masih terjebak dalam penderitaan yang wanita itu buat dan mereka justru bahagia di atas penderitaanku! Tidak akan pernah aku biarkan kebahagiaan itu abadi!" Gumam Zion sembari menatap lurus kedepan.
Helaan nafas kasar terdengar, ia lalu melepas jasnya dan melemparnya ke ranjang. Kemudian, ia membuka kancing kemejanya. Belum sempat ia melepas kemejanya dari tubuhnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Pria tampan itu memutuskan untuk mengangkat lebih dulu sebelum melanjutkan kegiatannya tadi.
"Ada apa?" Tanya Zion langsung pada intinya.
"Sesuai rencana Tuan." Kedua sudut bibir Zion terangkat, seringainya pun muncul.
"Nice ...." Zion mematikan sambungan telepon itu. Tatapannya berubah, raut wajahnya terlihat penuh rona kebahagiaan dan kepuasaan. Seakan, ia baru saja mendapatkan sesuatu hal yang besar.
"Rayyan, kau ... akan hancur." Lirihnya dengan seringai di bibirnya.
.
.
"Cepatlah sedikit!" Sentak seorang pria pada sosok wanita hamil yang berjalan di belakangnya. Dengan kesal, pria itu masuk ke dalam mobil dan menunggu wanita itu masuk ke dalam mobil yang sama dengannya.
Naya Andriana, wanita yang tengah hamil itu meringis sembari memegangi perutnya yang terasa keram. Tapi sayangnya, pria di sebelahnya tak meliriknya sedikit pun. Rasa lelah seharian menghadiri banyak undangan stasiun TV tak membuat Rayyan memperhatikan kondisi Naya yang sedang hamil. Apa yang di tampilkan media, belum tentu yang terjadi sebenarnya.
"Mas, perutku sakit. Bisa kita ke rumah sakit dulu?" Tanya Naya dengan suara lirih.
Rayyan yang sedang memainkan ponselnya tak menoleh sama sekali, "Jangan manja! Malam nanti akan ada makan malam bersama produser film. Jangan sampai, kamu tak bisa ikut!" Ancamnya.
Naya menghela nafas pelan, ia menyandarkan tubuhnya dan mencoba untuk menahan rasa sakitnya. Dirinya hanya bisa mengelus perutnya, berharap buah hatinya dapat bekerja sama dengannya.
Hujan turun membasahi bumi, Naya dapat melihat hujan yang turun amat deras membasahi mobil mereka. Memiliki suami yang tempramental, tak membuatnya pergi. Naya justru memilih bertahan, walau ia tahu kedepannya akan terus di sakiti. Cinta yang selalu di katakan suaminya, hanyalah sebuah drama.
Hari ini jagat raya tengah ramai dengan berita seorang aktor yang terjerat kasus penipuan investasi yang membuatnya harus tertangkap. Sudah banyak korban atas penipuan investasi yang Rayyan lakukan. Pada akhirnya, Rayyan di ringkus di rumahnya, dan berita nya sudah ramai di sosial media manapun. Bahkan, stasiun televisi sampai meliputnya.
Hanya ada satu orang yang senang akan kabar tersebut, tak lain dan tak bukan adalah Zion. Ia tertawa keras saat layar persegi panjang di hadapannya itu menampilkan sosok Rayyan yang tengah di amankan oleh pihak kepolisian.
"Rayyan , ini belum seberapa ... kamu harus merasakan apa yang aku rasakan. Kehidupanmu ... sudah cukup bahagia selama ini kan?"
"Tuan,"
Zion menghentikan tawanya, ia berbalik menatap salah seorang bodyguardnya yang menghadap padanya. Raut wajahnya kembali berubah dingin, ia meletakkan remot yang ada di tangannya ke atas meja. Pandangannya terangkat, menunggu pria di hadapannya itu mengatakan sesuatu.
"Ada apa?"
"Istri dari Tuan Rayyan mengalami pendarahan dan terpaksa harus melahirkan bayinya secara prematur. Saat ini, bayinya sedang kritis di ruang NICU."
"Itu saja?" Tanya Zion sembari menaikkan satu alisnya.
Bodyguard itu bergeming sejenak sebelum kembali mengatakan sesuatu, "Semua aset yang Tuan Rayyan miliki, di sita oleh pihak kepolisian. Maka dari itu, istri Tuan Rayyan kesulitan membayar biaya rumah sakit dan terancam pengobatan pada bayinya akan di hentikan oleh pihak rumah sakit."
Senyuman Zion merekah, kedua alisnya pun menukik tajam. Bukan senyuman indah yang Zion berikan, tetapi senyuman menyeramkan yang bahkan bodyguard Zion sendiri takut melihat senyuman dari Tuannya itu.
"Kau bisa kembali,"
Bodyguard itu menunduk sejenak sebelum berlalu pergi, meninggalkan Zion yang kini tersenyum puas setelah memdapatkan kabar terbaru dari Rayyan. Zion puas melihat kabar yang ada. Hatinya sungguh senang, dan dirinya berniat akan merayakannya.
Brak!!
"Zion, ini pasti ulahmu bukan?!" Tiba-tiba seorang wanita cantik datang dan langsung membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar. Zion tak terkejut, pria itu justru duduk di atas meja kerjanya dan menatap santai ke arah wanita di hadapannya.
"Bukan, pria itu hanya bertanggung jawab atas apa yang dirinya perbuat. Dia telah menipu banyak orang dengan bergabung dengan investasi abal-abal nya itu. Aku hanya membantu para korban untuk menangkapnya, apa aku salah kakak?"
Raisa memejamkan matanya sejenak, kedua tangannya terkepal kuat. Adik satu-satunya sekaligus kembarannya itu begitu dendam dengan adik tiri mereka. Bahkan, Zion berambisi ingin menghabisinya jika Raisa tidak mencegahnya. Dia tak ingin, adiknya menjadi seorang pemb*nuh. Tapi tak di sangka, Zion memiliki cara lain untuk menumpahkan segala dendamnya.
"Aku sudah bilang, jangan ikut campur! Lupakan mama, dan apapun tentangnya! Kita hanya perlu hidup tenang, dan kamu carilah kebahagiaanmu sendiri!" Sentak Raisa sembari menatap tajam adiknya.
Raut wajah Zion berubah dingin, dia tak suka dengan kata-kata Raisa lontarkan. Baginya, itu bentuk penghinaan terhadap dendamnya yang sejak kecil ia tanam. Dirinya tak ingin, orang yang sudah membuatnya hancur merasa bahagia.
"Aku tidak akan membiarkan mereka bahagia sementara aku masih terjebak dalam penderitaanku sendiri!"
"YANG MENDERITA BUKAN HANYA KAMU ZION!" Raisa berteriak lantang, matanya terlihat berkaca-kaca bersiap menumpahkan tangisnya. Ia menatap nyalang ke arah Zion yang kini melunakkan ekspresinya.
"Aku tidak ingin kehilangan lagi, kamu satu-satunya keluarga yang ku miliki selain Zira. Sudah cukup, aku tidak mau kamu berurusan apapun lagi dengan mereka. Setelah ini, aku minta ... jangan lagi meneruskan dendammu itu. Hiduplah dengan normal," Lirihnya. Setelah mengatakan itu, Raisa berbalik pergi. Ia sempat menyeka air matanya sebelum beranjak keluar dari ruang kerja sang kembaran.
Zion terdiam di tempat, memandang kepergian saudari kembarnya dengan ekspresi yang sulit di tebak. "Terlambat ... aku melanjutkan hidupku ini hanya untuk melihatnya menderita. Terutama, wanita yang kamu sebut sebagai mama, kakak."
________
ABSEEEEN KEHADIRAN👉
WAJIIIIIIB🤡
Syukurnya aku bisa memantapkan hati menulis cerita baru disini. Walau awal awal ragu karena kok kayaknya jarang banget yah ceritaku di promosikan ehek😆
Tapi senangnyaaaaa, punya banyak pembaca setia seperti kalian yang memantapkan hatiku untuk bertahan di sini. Lop untuk kalian semua pokoknya❤️❤️
Jangan bosen komen walau aku gak bales yah, bukan gak mau bales tapi waktuku nulis untuk kalian biar gak lama nunggu❤️ Bales sebagian si, tapi aku baca dan seneng banget kalau kalian segitu antusiasnya dengan ceritaku. Bikin semangat nulis🤩🫶
Semoga rezeki kita lancar yah bulan puasa ini🫶
Sebuah mobil mewah terhenti di depan rumah sakit. Seorang pria berpakaian hitam turun dan membukakan pintu mobil untuk sang tuan. Tak lama, turunlah seorang pria tampan. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna Navy dengan dasi hitam yang melengkapi pakaiannya saat ini.
Kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya membuatnya semakin terlihat mempesona. Pria, dengan sejuta pesona itu melangkah dengan penuh percaya diri memasuki rumah sakit. Sementara dua orang pria berpakaian hitam lainnya berjalan di belakangnya.
"TOLONG SELAMATKAN BAYIKU! AKU AKAN MENCARI BIAYANYA TAPI JANGAN LAKUKAN ITU PADA BAYIKU! DIA BISA TIADA HIKS ...."
Teriakan histeris seorang wanita membuat langkah Zion terhenti, tatapannya langsung teralihkan saat itu juga. Matanya menangkap seorang wanita yang tak asing di matanya. Wanita itu tengah menangis histeris di depan meja resepsionis sembari memegang perutnya yang sudah terdapat bercak darah.
"Nyonya, anda bisa tenang sedikit, luka operasi anda kembali terbuka!" Seru seorang suster sembari menenagkan wanita itu.
"Sus tolong, bayiku hiks ..." Karena lemas, dirinya tak kuat menopang tubuhnya. Dia meremehkan kondisi tubuhnya, akibatnya ia pun terjatuh. Sampai, telinganya mendengar langkah seseorang mendekat padanya.
Sepasang sepatu kulit terhenti di hadapannya, pandangannya pun menyusuri celana panjang seorang pria. Hingga akhirnya, matanya menatap ke arah wajah seorang Zionathan Axelo.
"Naya,"
"Anda ...." Ucapnya sebelum dirinya jatuh pingsan.
.
.
.
Naya terbangun, matanya mengerjap pelan melihat langit-langit ruangan dimana dirinya berada. Dia masih tampak bingung dimana keberadaannya saat ini, dan berusah mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sampai, suara gelas yang beradu dengan meja membuatnya terkejut.
"Sudah sadar?"
Naya kaget melihat Zion yang duduk di sofa sembari menatap nya dengan tajam. Reflek, dirinya langsung beranjak duduk. Karena melupakan luka di perutnya, membuatnya sedikit meringis karena merasakan sakit akibat gesekan yang terjadi.
"Awsss ...." Naya menunduk, menatap bajunya yang sudah kembali bersih. Tak ada lagi bercak darah seperti tadi.
"Siapa kamu?" Tanya Naya sembari menatap Zion yang tengah santai menatap nya.
"Aku? aku adalah penyelamatmu. Aku datang, ingin menawarkan bantuan padamu."
"Bantuan?" Naya merasakan perasaan yang tak enak. Dirinya melihat Zion seperti punya ingin tujuan tertentu menawarkan bantuan padanya.
"Ya, bayimu butuh pengobatan khusus, benar? Rumah sakit ini sangat besar, perawatannya akan sangat mahal. Kamu tidak hanya butuh belasan juta, pastinya kamu membutuhkan uang lebih dari itu dan bisa jadi ... ratusan juta pun habis. Aku berbaik hati memberimu penawaran yang terbaik." Nada suara Zion terdengar penuh penekanan yang dapat mempermainkan psikologis lawan bicaranya.
"A-apa yang akan kamu tawarkan?" Tanya Naya dengan tatapan takut.
Zion tersenyum puas, Naya masuk ke dalam rencananya. "Ceraikan suamimu dan menikahlah denganku."
Mendengar itu, mata Naya pun membulat sempurna, "APA ANDA GIL4?! AKU TIDAK MAU!" Teriak Naya menolak penawaran Zion.
"Satu miliar, cukup?"
"Aku tetap tidak mau!" Tolak Naya secara mentah-mentah.
"Kamu akan membiarkan bayimu ma.ti perlahan yah?"
Tatapan Naya berubah, raut wajahnya berubah pias. Penawaran Zion, sungguh membuatnya dilema. Antara mempertahankan pernikahannya ataukah bayinya? Naya tak bisa melakukan apapun untuk saat ini, dia butuh uang untuk pengobatan bayinya yang entah sampai kapan berada di ruang NICU. Jika dia menolaknya, tandanya dia akan membiarkan bayinya ma.ti perlahan.
Ini adalah pilihan yang sulit untuk Naya, dia tak punya kuasa menolak tapi dirinya tak ingin rumah tangganya hancur. Bagaimana dirinya dapat mengambil keputusan saat ini?
"Ku rasa ... bayi itu tidak akan lebih lama bertahan jika kamu tidak mengambil keputusan secepatnya. Mungkin, malam ini dia akan ma ...,"
"Aku bersedia!"
Zion tersenyum mendengar keputusan Naya, wanita yang saat ini tengah menatap nya dengan mata berkaca-kaca. Ia pun menjentikkan jarinya, meminta bodyguard nya untuk datang mendekat dan memberikan map yang sejak tadi dirinya bawa.
"Tanda tangani ini." Titah Zion, ia melangkah mendekati bed pasien Naya dan menyerahkan selembar kertas berisikan sebuah perjanjian.
Naya yang melihat kertas perjanjian itu dengan ragu meraihnya, ia membacanya dengan seksama sembari memikirkan apa yang Zion rencanakan. "Sangat aneh, dia bahkan sudah memiliki surat perjanjian ini. Tiba-tiba sekali pria ini datang dan menawarkan kerja sama dengan syarat perpisahanku dengan Mas Rayyan. Sebenarnya, apa tujuan dia?" Batin Naya.
"Di perjanjian itu tertulis, kamu harus menuruti semua keinginanku. Termasuk, perceraianmu dengan pria itu. Waktumu hanya lima menit, cepat putuskan." Kata Zion dan memberikan sebuah pena untuknya.
Dengan ragu, Naya meraih pena yang Zion berikan dan berniat akan menandatanginya. Tapi entah mengapa, rasanya sangat berat. Pernikahan nya yang baru saja berjalan dua tahun akan hancur begitu saja.
"Tiga menit, setelahnya aku tak lagi menawarkannya padamu " Ucap Zion setelah mengecek jam di tangannya.
Air mata Naya luruh saat dirinya menggoreskan tinta pena itu pada kertas tersebut. Menandakan, dirinya setuju dengan perjanjian yang Zion katakan.
Melihatnya, Zion tersenyum sangat puas. Ia mengambil kembali kertas yang ada di tangan Naya dan melihatnya dengan seksama. "Bagus ... kamu sangat pintar mengambil keputusan. Setelah ini, aku kasih kamu waktu mengurus perceraianmu dengan Rayyan."
"Siapa kamu? Kenapa kamu seolah tahu banyak tentangku dan suamiku?! Apa tujuanmu sebenarnya?" Seru Naya yang merasa terkejut saat Zion menyebut nama Rayyan.
Zion tersenyum menyeringai, ia meraih wajah Naya dan mengelusnya dengan lembut. Tapi sedetik kemudian, dia mencengkram pipi wanita itu dan menatap nya dengan tatapan tajam. "Ternyata kamu wanita yang sangat cerdik, Naya. Pantas saja, Rayyan sangat mencintaimu. Mulai sekarang, berhentilah memanggilnya suamimu. Karena sekarang, kamu adalah tawananku."
Zion menghempaskan wajah Naya begitu saja, ia lalu meraih tas yang bodyguard nya berikan dan melemparnya ke atas pangkuan Naya.
"Itu uang sebesar tiga ratus juta, sisanya akan aku berikan setelah kamu dan Rayyan resmi bercerai." Titah Zion, ia sama sekali tak merasa kasihan pada kondisi Naya saat ini.
Zion berlalu pergi dengan kedua bodyguard nya, meninggalkan Naya yang meremas kuat tas yang berisikan uang senilai tiga ratus juta itu. Air matanya luruh, perasaannya sesak. Ia langsung beralih mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan kembali mencoba menelepon seseorang. Berulang kali dirinya menelepon, tak ada jawaban sama sekali. Membuat akhirnya Naya kembali meletakkan ponselnya dengan tatapan kecewa.
.
.
.
Belum saja berita tentang kasus yang di jalani Rayyan mereda, jagat maya kembali di hebohkan dengan tuntutan cerai Naya untuk Rayyan. Semua media meliputnya, dan bahkan tak segan menghampiri Naya yang baru saja keluar dari ruang sidang. Wanita itu terlihat sedikit kesulitan menerjang banyaknya wartawan yang mencoba bertanya padanya untuk kebutuhan agensinya.
"Kak Naya, kenapa tiba-tiba bercerai dari Rayyan? Bukankah kalian pasangan yang serasi dan saling mencintai? Apa karena suami anda sudah menjadi narapidana jadi anda malu untuk melanjutkan pernikahan kalian?"
"Benar, coba jelaskan Kak Naya. Apa kamu tak bisa setia dengan suamimu?"
"Naya tolong penjelasannya!"
Naya membenarkan topinya guna menutupi wajahnya dari kamera, juga masker yang ia gunakan. Sungguh, saat ini dirinya bingung harus bagaimana. Dia sudah paham akan resiko memiliki suami seorang aktor tapi dirinya tak menyangka akan sesulit ini.
"MINGGIR KALIAN!" Suara berat seorang pria membuat suasana mendadak senyap. Tatapan semua orang kini beralih pada seorang pria tampan yang baru saja turun dari mobil. Beberapa bodyguard langsung membukakan kerumunan untuk tuan mereka.
Naya terkejut melihat Zion yang datang menyusulnya, pria itu bahkan turun dengan hanya mengenakan kaca mata tanpa mengenakan masker. Tentunya, media langsung menyorot ke arahnya. Tanpa mengatakan apapun, dengan penuh percaya diri Zion melangkah menghampiri Naya dan merangkulnya.
Semua orang yang ada di sana mendadak terdiam, mereka syok. Sampai-sampai, mereka lupa bertanya mengenai hubungan keduanya. Dengan itu, Zion mudah merangkul Naya dan membawanya masuk ke mobilnya.
"Eh? siapa itu? Apa pria itu selingkuhan Kak Naya?"
"Sepertinya iya, belum juga bercerai tapi sudah punya selingkuhan. Cepat. kita harus dapat informasi yang lebih banyak!" Ucap para wartawan itu.
Mobil Zion berjalan pergi meninggalkan para kerumunan yang mengejar mobil mereka. Naya sampai mebahan nafasnya melihat orang-orang bahkan sampai mengejar mobil yang ia tumpangi untuk mendapat sebuah informasi. Tapi untunglah, tak lama setelahnya orang-orang itu berhenti mengejar.
"Berterima kasihlah padaku, karena aku sudah menolongmu," ucap Zion sembari menyatukan jari jemarinya.
Naya melirik kesal melihat Zion yang dengan pedenya menolongnya, "Kamu bukan menolongku, tapi kamu memperkeruh suasana! Maumu tuh apa sih sebenarnya?!"
"Mau ku?" Zion tiba-tiba mencengkram pipi Naya sembari menatap matanya dengan tajam.
"Mauku ... menjadikanmu tawanan dan membuat Rayyan sengsara! Aku ingin, kehancurannya!"
Tubuh Naya bergetar hebat, dia tak tahu kenapa aura dari Zion sangat menakutkan. Entah apa maksud dari perkataan pria itu, Naya hanya bisa meneguk lud4hnya dengan kasar. Begitu takut melawan pria yang ada di sebelahnya itu.
Zion mengantarkan Naya ke rumah sakit, dia menurunkan wanita itu begitu saja dan lekas pergi. Tak peduli bagaimana perasaan Naya dengan perkataannya tadi. Semakin sakit wanita itu, justru menjadi kebahagiaan tersendiri. Seolah, ia puas melampiaskan dendamnya pada wanita yang adik tirinya itu cintai.
Naya yang melihat kepergian mobil Zion hanya menghela nafas pelan, ia mengusap matanya yang berair dan masuk ke dalam rumah sakit. Sepanjang jalan menuju ruang NICU, perkataan Zion terngiang di pikirannya. Dia bertanya-tanya, mengapa pria itu seolah begitu benci dengan suaminya.
Saat sedang berpikir, tiba-tiba seseorang menariknya dengan kasar dan menamparnya. Sontak, hal itu mengundang perhatian semua orang yang ada di sekitar. Naya hanya bisa memegangi pipinya yang terasa panas, dirinya masih syok dengan kejadian yang begitu cepat.
"ISTRI KUR4NG AJAR KAMU! PUTRAKU SEDANG KESUSAHAN DI PENJARA KAMU MALAH MENGGUGAT CERAI?! MENYESAL SAYA TELAH MENIKAHKAN KAMU DENGAN PUTRA SAYA!" Sentak seorang wanita paruh baya yang kini menunjuk wajah Naya.
"Mama ...,"
"Berhenti memanggil saya Mama! Kamu bukan menantu saya lagi, Naya! Selama ini, saya pikir kamu wanita yang baik, yang bisa membuat putra saya bahagia, tapi kenyataannya apa? Kamu justru mengkhianatinya, pengkhianat! Pengkhianat kamu!" Rhea Tifanny adalah mertua Naya, dia begitu marah setelah mendapati Naya menggugat cerai putranya.
Rhea akan mengangkat tangannya, berniat akan menampar kembali Naya. Tapi sebelum itu, tangan seorang pria lebih dulu menahannya. Rhea terkejut, reflek ia menoleh. Matanya menangkap Zion yang kembali menolongnya.
"Jangan sentuh calon istriku!" Ucapnya yang tak lain adalah Zion.
Naya tak menyangka Zion akan datang kembali dan mencegah Rhea kembali menamparnya. Namun, Naya justru menangkap tatapan penuh kebencian Zion pada Rhea yang kini tengah terlihat bingung.
"Kamu berselingkuh dengannya? Dimana pikiranmu merebut istri orang lain!" Sentak Rhea dengan tatapan tajam.
Mendengar itu, Zion justru menyeringai dalam. Ia melangkah mendekati Rhea dan mengikis jarak antara keduanya. Perlahan, ia sedikit menundukkan kepalanya agar menatap wanita paruh baya itu dari dekat. Entah mengapa, aura yang Zion keluarkan membuat Rhea merasa terpojok.
"Bukankah hal itu harus anda katakan juga pada suami anda? Dimana pikirannya saat merebut seorang istri dari suaminya? Cepat, tanyakan pada suami anda yang sudah tidur di tanah itu." Zion mendesis Lirih, sembari matanya melirik wajah Rhea yang terlihat pucat.
"Ba-bagaimana ...." Mata Rhea berkaca-kaca, menatap Zion yang kembali menegakkan tubuhnya dan tersenyum puas melihat ekspresi tertekan dirinya.
"Zion?" Tebak Rhea, suara nya terdengar bergetar.
Naya langsung mengalihkan pandangannya pada Zion yang kini memasang ekspresi dingin. Tak di sangka, pria itu justru berbalik dan menariknya pergi dengan kasar. Reflek, Naya melawan, ia berusaha melepas cengkraman Zion. Namun, hasilnya nihil. Kekuatan pria itu jauh lebih besar.
Rhea mematung di tempat, menatap kepergian pria yang tak pernah dirinya sangka keduanya akan bertemu kembali. "Dia benar-benar Zion?"
Sementara itu, Zion menghempaskan tangan Naya setelah keduanya masuk ke dalam lift. Naya merasakan kesakitan yang amat di tangannya yang habis di cengkram oleh Zion. Raut wajahnya terlihat kesal, tapi dirinya tak berani protes.
"Jangan lagi bertemu dengan wanita itu." Titah Zion.
"Dia masih mertuaku. Aku sudah menganggapnya ibuku sendiri, dia ...,"
"Dimana dia saat kamu membutuhkannya huh?"
Tring!
Pintu lift terbuka setelah Zion mengatakan satu kalimat itu. Naya masih mencoba untuk memikirkan apa yang Zion katakan padanya. Yah benar, dimana Rhea saat dirinya membutuhkannya? Bahkan, hanya sekedar menjawab teleponnya wanita paruh baya itu mendadak menghilang.
Melihatnya yang melamun, pria tampan itu terlihat kesal.
"Kamu mau jadi patung disini atau bertemu dengan bayimu huh?"
"E-eh, iya. ...."
Naya berjalan lebih dulu, sementara Zion ikut di belakangnya. Langkah keduanya terhenti di kaca jendela ruang NICU, Naya mencoba mengintip putranya dari kaca tersebut. Ia tersenyum saat matanya menangkap sosok bayi mungil yang sedang menggerakkan tangannya. Matanya terlihat menahan tangis, ingin rasanya ia cepat menggendong anak nya itu.
"Berjuanglah nak, mama menanti kesembuhanmu." Lirih Naya. Sedangkan Zion hanya memandang tatapan khawatir dari Naya pada bayinya yang masih berada di ruang NICU.
"Segitunya dia berjuang demi bayinya? Bahkan rela melepaskan ikatan pernikahannya?" Batin Zion.
Zion memutuskan kembali ke rumahnya, ia berniat masuk langsung ke kamarnya. Namun, dirinya justru berpapasan dengan Raisa yang baru saja keluar dari kamar putrinya. Melihat Zion, raut wajah wanita itu terlihat marah.
"Aku melihatmu di media, ngapain kamu dengan istri Rayyan hah? Rencana apa yang sedang kamu rencanakan Zion?!" Sentak Raisa yang sudah mencurigai rencana adiknya.
Zion tak menjawab, ia memilih melangkah pergi. Tingkahnya, membuat Raisa sangat kesal. Ia tak suka sikap Zion yang semenan-mena seperti itu. Apalagi, setelah melihat kabar yang beredar.
"Kesalahan itu bukan pada Rayyan, tapi pada ayahnya. Jangan melibatkan orang yang tidak bersalah Zion!" Seru Raisa yang membuat langkah Zion terhenti seketika.
"Pria itu sudah ma.ti, bagaimana caranya aku membalas dendam? Hais, kem4tian sangat baik untuknya. Rayyan ... dia memang tak bersalah, tapi dia mengambil apa yang seharusnya aku dapatkan!"
"Terus apa rencanamu pada istri Rayyan? Dia tidak tahu apapun! Jangan libatkan dia, aku gak setuju!" Emosi Raisa tampak menggebu, matanya menatap tajam dengan penuh emosi.
"Karena Naya, wanita yang begitu Rayyan cintai. Aku ingin lihat, bagaimana wanita yang kakak sebut sebagai mama itu hancur melihat kehancuran putra kesayangannya. Jadi, jangan campuri urusanku Kak." Zion berlalu pergi, meninggalkan Raisa yang berdecak kesal melihatnya.
.
.
.
Akhirnya, pengadilan resmi memutuskan perceraian Naya dan juga Rayyan. Setelah mendapatkan surat cerainya, Naya pun memutuskan untuk menghubungi Zion demi mengambil uang sisa untuk pengobatan bayinya yang masih berada di ruang NICU.
Uang miliknya hanya tersisa sedikit, karena ia gunakan untuk biaya kebutuhannya sehari hari dan juga kebutuhan bayinya. Akibat bayinya yang terlahir prematur di usia kandungan tujuh bulan, Naya harus memberikan pengobatan yang terbaik untuk putranya. Jelas, rumah sakit mahal ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Kamu mencariku?"
Naya tersentak kaget melihat Zion yang entah kapan sudah berdiri di sebelahnya sembari memegang ponsel di telinganya. Naya sampai memegangi dad4nya karena jantungnya yng seolah berhenti berdetak.
"Ini akta cerainya." Naya memberikan akta cerai miliknya pada Zion.
Melihat itu, Zion lekas mengambilnya dan melihatnya. Ia tersenyum puas dan membayangkan kehancuran adik tirinya. Bukan hanya soal karir yang hancur, tapi kisah cinta juga hancur karena perbuatannya. Zion merasa bahagia dengan apa yang Rayyan alami saat ini.
"Kira-kira ... kapan aku akan menemuinya dan melihat penderitaannya?" Batin Zion dengan banyak rencana di kepalanya.
Naya meremas tangannya yang terasa berkeringat, matanya melirik takut ke arah Zion yang masih fokus menatap akta cerai di tangannya.
"Boleh aku minta uang sisanya Tuan?"
Zion mengangkat pandangannya, seketika tatapan matanya dan Naya saling beradu. Sebelum akhirnya Naya memutuskan untuk menunduk agar pandangan keduanya terputus.
"Berikan!" Zion memerintahkan bodyguardnya untuk menberikan sebuah koper yang pria itu bawa pada Naya.
Naya mengambilnya, dan membuka koper itu. Zion tak menipunya, koper itu benar-benar berisikan uang. Pengobatan bayinya di ruang NICU sangatlah mahal, apalagi berada di rumah sakit besar ini.
Zion mengamati apa yang Naya lakukan dengan seksama. Ia tak melihat pakaian mewah yang Naya kenakan yang biasa dirinya lihat di televisi atau sosial media. Wanita itu berubah menjadi wanita sederhana dengan pakaian yang terlihat murah.
Jika dirinya lihat lebih dekat, Naya memang sangat cantik. Walau tanpa polesan make up seperti yang dirinya lihat di sosial media, tapi wanita itu masih tampak menawan. Apalagi saat tersenyum yang menampilkan lesung pipinya.
"Eh, apa yang aku pikirkan? Kenapa justru aku memujinya? Tidak ... selera Rayyan sangat bu.ruk." Batin Zion. Karena tak mau berlarut dalam pikiran anehnya, Zion memilih pergi. Naya hanya menatap kepergiannya tanpa ekspresi apapun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!