NovelToon NovelToon

Malam Pertama Untuk Istriku

Dingin yang Membunuh

Miranda duduk di tepi ranjang yang luas dan dingin, matanya menatap kosong pada bayangan dirinya di cermin besar di depan tempat tidur. Gaun tidurnya yang tipis hampir tak memberi kehangatan, sama seperti pernikahan yang kini ia jalani.

Reyhan, suaminya, berdiri di dekat jendela dengan punggung menghadapnya, satu tangan memainkan gelas berisi wine kesukaannya, sementara yang lain menggenggam ponsel. Suara notifikasi terdengar, lalu sebuah senyum samar muncul di wajah pria itu.

Miranda tahu, senyum itu bukan untuknya.

"Reyhan," panggilnya pelan, nyaris berbisik.

Pria itu tidak menoleh. Hanya hembusan napas berat yang keluar dari bibirnya, seakan mendengar suara Miranda saja sudah cukup mengganggu.

"Bisakah kita bicara?" tanyanya lagi, kali ini suaranya bergetar.

Reyhan akhirnya menoleh, tatapan matanya kosong dan dingin. "Apa lagi yang mau dibicarakan?"

Miranda mengatupkan bibirnya. Ada banyak yang ingin ia katakan, tentang bagaimana ia merasa kesepian dalam pernikahan ini, tentang bagaimana suaminya memperlakukannya seolah ia tak ada, tentang bagaimana setiap malam ia harus tidur sendirian di ranjang yang seharusnya mereka bagi bersama.

"Aku istrimu, Reyhan. Aku hanya ingin tahu... apa aku benar-benar berarti untukmu?" ujarnya dengan suara nyaris patah.

Reyhan tertawa kecil, sinis. "Kamu sendiri tahu jawabannya."

Setelah mengatakan itu, pria itu meraih jasnya dan berjalan menuju pintu. Miranda terdiam, tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya.

"Kalau kamu ingin mengeluh, lakukanlah sendiri. Aku tidak punya waktu untuk drama semacam ini."

"Ta-tapi..."

"Bahkan... Aku ingin sekali kamu MATI."

Brak!

Pintu kamar tertutup, meninggalkan Miranda sendirian dalam ruangan yang terasa semakin sunyi. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh, membasahi pipinya.

Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar mandi. Lampu otomatis menyala, menerangi ruangan mewah dengan dinding marmer dan bathup besar di tengahnya. Miranda meraih keran dan memutarnya, membiarkan air hangat memenuhi bathup perlahan.

Pandangannya kosong saat ia melepas gaun tidurnya, membiarkan kain itu jatuh ke lantai. Ia melangkah masuk ke dalam air yang semakin meninggi, merasakan sensasi hangat membungkus tubuhnya, ironis, karena hatinya tetap membeku.

Air mencapai bahunya, lalu dagunya. Matanya terpejam, pikirannya mulai melayang.

Mungkin, jika ia menghilang, Reyhan akan sedikit peduli.

Atau mungkin, dia bahkan takkan menyadari kepergiannya.

"Aku akan pergi selamanya dari hidupmu, Reyhan." Lalu, dengan satu tarikan napas panjang, Miranda membiarkan tubuhnya tenggelam sepenuhnya.

Dua tahun lalu...

Di dalam aula megah yang dipenuhi tamu undangan, Miranda berdiri anggun dalam balutan gaun putih yang indah. Tangannya gemetar di balik sarung tangan satin yang ia kenakan, tapi senyumnya tetap merekah.

Hari ini adalah hari yang paling ia impikan. Hari di mana ia resmi menjadi istri Reyhan, pria yang selama ini diam-diam ia kagumi.

Tapi di seberangnya, berdiri Reyhan dengan ekspresi yang sulit dibaca. Pakaian pengantin pria melekat sempurna di tubuhnya, tetapi bukan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya.

Saat pendeta mengucapkan kata-kata sakral, Miranda melirik pria di sampingnya, berharap melihat secercah kebahagiaan di matanya. Namun yang ia temukan hanyalah tatapan dingin, hampir tak beremosi.

"Reyhan Pratama, bersediakah kamu menerima Miranda Sindu sebagai istrimu, dalam suka dan duka, hingga maut memisahkan?"

Detik-detik berlalu terasa begitu lambat. Miranda menahan napas, menunggu jawaban yang akan mengubah hidupnya.

Reyhan mengalihkan pandangannya ke arah Miranda, lalu dengan suara datar, ia berkata, "Ya, saya bersedia."

Miranda tersenyum lega. Ia tak menyadari bagaimana rahang Reyhan menegang setelah mengucapkan sumpah itu.

Malam itu, di kamar pengantin yang mewah, Miranda duduk di tepi ranjang dengan hati berdebar. Gaun pengantinnya telah ia lepaskan, digantikan dengan baju tidur sutra yang Reyhan pilihkan untuknya.

Tapi pria itu tidak juga mendekat.

Sebaliknya, Reyhan berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan diselipkan ke dalam saku celananya.

"Reyhan..." panggil Miranda ragu.

Reyhan menoleh, matanya tajam. "Apa?"

Miranda tertegun. Sejak awal hari ini, Reyhan nyaris tak bicara padanya. Ia berharap setelah ini semuanya akan lebih baik.

"Kamu... tidak ingin duduk di sini bersamaku?" tanyanya, mencoba tersenyum.

Reyhan tertawa kecil, namun ada kepahitan di dalamnya. "Kenapa? Kamu ingin kita pura-pura seperti pasangan yang saling mencintai?"

Miranda menegang. "Maksudmu?"

Pria itu berjalan mendekat, menatapnya lurus. "Dengar, Mira. Kamu mungkin berpikir aku menikahimu karena cinta, tapi kenyataannya, aku menikahimu untuk satu alasan saja."

Miranda mengernyit, jantungnya berdetak lebih cepat. "Reyhan, kamu bicara apa?"

Reyhan menunduk, menatapnya dengan tatapan tajam yang membuatnya merasa kecil. "Ini balas dendam, Miranda. Aku tidak mencintaimu, dan aku tidak akan pernah mencintaimu."

Darah di wajah Miranda seakan surut. "B-balas dendam? Tapi... kenapa?"

"Tanyakan pada ayahmu." Reyhan tertawa, tetapi matanya penuh kebencian.

Miranda terbelalak. Ayahnya? Apa hubungannya dengan ini?

"Ayahmu telah menghancurkan keluargaku, Miranda. Dan sekarang, aku menghancurkan kebahagiaanmu."

Miranda merasa tubuhnya melemas. Dadanya sesak, seakan ada sesuatu yang menekan hingga sulit bernapas.

Hari ini seharusnya menjadi hari terindah dalam hidupnya. Tapi kenyataannya, ia baru saja menikahi seorang pria yang tidak hanya tidak mencintainya, tetapi juga ingin melihatnya menderita.

 

Mira duduk di depan laptopnya, menatap layar kosong dengan hati yang penuh pertanyaan. Sejak sikap Reyhan semakin dingin, dia tahu ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar masalah dalam pernikahan mereka. Suaminya bukan hanya berubah, dia seperti orang lain.

Dan semua berawal dari satu hal: kebencian Reyhan yang tak bisa ia mengerti.

Mira menarik napas panjang, lalu mulai mengetik nama ayahnya di mesin pencari. Ario Sindu. Seorang pengusaha sukses, terhormat, dan dihormati banyak orang. Tapi jika semua itu benar, kenapa Reyhan membencinya sampai ke tulang sumsum?

Beberapa artikel berita muncul, sebagian besar tentang kesuksesan bisnis ayahnya. Mira menggulirkan halaman, mencari sesuatu yang lebih… gelap. Dan di sanalah dia menemukannya.

"Kasus Kebangkrutan Keluarga Pratama: Bisnis Konstruksi Hancur dalam Satu Malam"

Mata Mira membelalak. Pratama? Nama belakang Reyhan.

Dengan tangan gemetar, dia mengklik artikel itu dan mulai membaca.

"Lima belas tahun yang lalu, keluarga Pratama mengalami kehancuran finansial setelah proyek besar mereka diambil alih oleh perusahaan Ario Sindu. Dugaan permainan kotor dalam tender menyebabkan Pratama Group kehilangan hak mereka atas proyek tersebut, membuat perusahaan bangkrut dalam waktu singkat. Tidak hanya kehilangan bisnis, keluarga Pratama juga kehilangan rumah mereka dan terlilit utang. Beberapa anggota keluarga mereka dikabarkan mengalami depresi berat akibat kejadian ini."

Dunia Mira berputar.

Tangannya menutupi mulutnya saat rasa mual naik ke tenggorokannya.

Ayahnya… yang selama ini dia hormati… telah menghancurkan keluarga Reyhan?

Mira terus membaca, sampai dia menemukan satu paragraf yang membuatnya semakin terpukul.

"Tragedi ini mencapai puncaknya ketika kepala keluarga Pratama, Hartono Pratama, mengalami serangan jantung setelah mendapat kabar bahwa mereka harus angkat kaki dari rumah yang telah mereka tempati puluhan tahun. Putranya, Reyhan Pratama, saat itu masih remaja, harus menyaksikan sendiri bagaimana keluarganya kehilangan segalanya dalam sekejap mata."

Mira membekap mulutnya.

Jadi ini alasan Reyhan menikahinya?

Bukan karena cinta.

Bukan karena takdir.

Tapi karena balas dendam.

Bersambung...

Warisan dan Dendam

Mira menggenggam ponselnya erat, napasnya tersengal saat pikirannya berusaha menerima kenyataan. Tangannya gemetar ketika dia membaca ulang artikel itu, berharap ada kesalahan, tetapi semua fakta tetap sama. Ayahnya telah menghancurkan keluarga Reyhan.

Baru saja Mira ingin mencari informasi lebih lanjut, suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Reyhan berdiri di ambang pintu, jasnya masih rapi, tapi sorot matanya lebih dingin dari sebelumnya.

"Kamu mencari tahu sesuatu, Mira?" tanyanya, suaranya datar tapi mengandung ancaman.

Mira menelan ludah, menutup laptopnya dengan cepat. "Aku hanya bekerja…"

Reyhan mendekat, langkahnya perlahan tapi penuh tekanan. Dia meraih dagu Mira, membuat istrinya menatap langsung ke matanya.

"Kamu menggali masa lalu, bukan?" suaranya hampir berbisik, tapi Mira bisa merasakan amarah yang terselubung di baliknya.

"Aku hanya ingin tahu… Kenapa kamu sangat membenciku, Reyhan? Apa benar… karena ayahku?" suara Mira bergetar, tapi dia memaksa dirinya tetap kuat.

Reyhan tersenyum sinis, lalu melepas genggamannya dengan kasar. Dia berjalan ke jendela, menatap keluar dengan tatapan penuh kebencian.

"Kamu ingin tahu kebenarannya, Mira?"

Mira mengangguk pelan.

Reyhan tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Ayahmu bukan hanya menghancurkan keluargaku. Dia juga… membunuh ayahku."

"Apa?"Jantung Mira seperti berhenti berdetak.

Reyhan berbalik, matanya gelap dan penuh luka yang tersembunyi. "Setelah perusahaan kami bangkrut, ayahku terkena serangan jantung. Tapi itu bukan sekadar penyakit biasa. Dia mendapat ancaman, Mira. Ancaman dari ayahmu."

"Tidak… Ayahku tidak mungkin…" Mira menggeleng, air matanya menggenang.

"Kamu pikir dia pria baik? Ayahmu tidak hanya mengambil segalanya dari keluargaku. Dia juga memastikan ayahku tidak punya pilihan untuk bangkit kembali. Dan sekarang, aku akan memastikan kamu merasakan penderitaan yang sama." ujar Reyhan tajam.

"Apa maksudmu…?" Mira melangkah mundur, tubuhnya mulai gemetar.

Reyhan mendekat, membenamkan dirinya dalam bayangan yang mengintimidasi.

"Aku menikahimu bukan karena cinta, Mira." Dia menunduk, membisikkan kata-kata berikutnya tepat di telinga Mira. "Aku menikahimu… karena aku ingin menghancurkanmu, seperti ayahmu menghancurkan keluargaku."

Air mata Mira jatuh. Hatinya seperti diremukkan tanpa ampun.

"Tapi… aku mencintaimu, Reyhan…" bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.

Reyhan terdiam sejenak, rahangnya mengeras. Namun, dalam sekejap, ekspresinya kembali dingin. "Sayangnya, perasaanmu tidak berarti apa-apa bagiku."

Lalu, tanpa peringatan, Reyhan pergi, meninggalkan Mira yang kini tenggelam dalam rasa sakit dan ketakutan yang lebih dalam.

Tapi satu hal yang belum Reyhan sadari…

Ada rahasia lain yang belum terungkap. Rahasia yang bisa menghancurkan semua yang selama ini dia yakini.

 

Reyhan melangkah masuk ke gedung megah Hartono Pratama, satu-satunya peninggalan ayahnya yang masih berdiri kokoh. Perusahaan ini adalah bukti terakhir dari kerja keras dan kehormatan keluarganya, sesuatu yang tidak akan dia biarkan jatuh ke tangan siapa pun, terutama keluarga Mira.

Setelah pernikahan yang terasa seperti jebakan, dia semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Jika dia tidak bisa menghancurkan Mira dengan kata-kata, maka dia akan menghancurkannya dengan kekuatan yang lebih besar.

"Dalam waktu enam bulan, aku ingin kita menguasai pasar real estate di Jakarta dan Surabaya," perintahnya dingin kepada para direksi dalam rapat pagi itu.

Mereka mengangguk patuh, meskipun ada beberapa yang tampak ragu dengan ambisi besar Reyhan. Tapi tidak ada yang berani membantahnya. Reyhan bukan hanya pewaris, dia adalah penguasa di sini.

Setelah rapat selesai, sekretarisnya, Karin, masuk dengan ekspresi cemas. "Tuan Reyhan, saya baru mendapat kabar dari bagian hukum. Ada seseorang yang menggugat kepemilikan saham minoritas perusahaan ini."

Reyhan menyipitkan mata. "Siapa?"

Karin menelan ludah sebelum menjawab, "Bu Mira."

Darah Reyhan mendidih. Istrinya, wanita yang dia anggap sebagai musuh, berani menantangnya di ranah bisnis?

"Dia bermain api," gumam Reyhan sambil menyeringai sinis.

Tanpa berpikir panjang, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Mira. Setelah beberapa nada sambung, suara lembut tapi penuh ketegasan itu terdengar.

"Kamu benar-benar berani, Mira."

Di ujung telepon, Mira tidak terdengar gentar. "Aku hanya mengambil apa yang memang seharusnya menjadi hakku. Kamu lupa, aku juga memiliki saham di perusahaan ini melalui ibuku."

Reyhan tertawa kecil, tapi tawa itu dipenuhi dengan ketidakpercayaan. "Kamu pikir kamu bisa melawanku?"

"Aku tidak melawan. Aku hanya ingin tahu… apa yang sebenarnya terjadi antara keluargaku dan keluargamu. Mungkin dengan memiliki sebagian dari perusahaan ini, aku bisa menggali lebih dalam rahasia yang selama ini kamu sembunyikan." jawab Mira tenang.

Reyhan mengepalkan tangan. Mira bukan hanya wanita yang lemah dan mudah dihancurkan. Dia juga cerdas, dan itu semakin membuatnya berbahaya.

"Jangan menyesal, Mira. Kamu baru saja menyatakan perang." ujar Reyhan dingin.

Mira menghela napas sebelum menjawab, "Ku yang lebih dulu mengumumkan perang, Reyhan. Aku hanya memutuskan untuk tidak lagi diam."

Telepon terputus. Reyhan menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras.

Jika Mira ingin bermain, dia akan memastikan permainan ini berakhir dengan kehancurannya.

 

Mira menatap punggung Reyhan yang berdiri tegap di depan jendela besar kamar mereka. Sejak gugatan saham itu, Reyhan semakin dingin, seolah keberadaannya tidak lebih dari bayangan di dalam rumah megah ini.

Setiap pagi, Reyhan berangkat kerja tanpa sepatah kata. Setiap malam, dia pulang larut, dan jika pun mereka bertemu, tatapannya hanya berisi kebencian yang menyakitkan. Tapi Mira tidak akan menyerah.

Malam itu, saat Reyhan masuk ke kamar setelah seharian bekerja, Mira sudah menunggunya. Mengenakan gaun satin berwarna biru gelap, rambutnya terurai lembut, dan matanya menatap Reyhan dengan tekad yang baru.

"Aku akan membuatmu mencintaiku, Reyhan," ucapnya pelan namun penuh keyakinan.

Reyhan berhenti di ambang pintu, matanya menyipit tajam. "Kamu sedang bercanda?"

Mira menggeleng. "Aku serius. Aku tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, tapi aku tidak akan membiarkan pernikahan ini hanya diisi oleh kebencian."

Reyhan mendekat, sorot matanya seperti es yang membakar. "Jangan buang waktumu, Mira. Aku tidak akan pernah mencintaimu."

Mira menatapnya tanpa gentar. "Kita lihat saja nanti."

Reyhan tertawa sinis, lalu melangkah ke kamar mandi, mengabaikan keberadaan Mira. Tapi Mira tidak kecewa. Itu hanya awal dari rencananya.

Keesokan harinya, Mira mulai bergerak. Dia datang ke kantor Reyhan dengan membawa makan siang yang ia buat sendiri, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Saat masuk ke ruangan Reyhan, pria itu hanya meliriknya sebentar sebelum kembali menatap layar laptopnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya datar.

Mira meletakkan kotak makan di atas meja. "Aku membawakan makan siang untukmu."

Reyhan mendecakkan lidah. "Jangan bertingkah seperti istri perhatian. Aku tidak membutuhkannya."

Mira tersenyum kecil. "Tapi aku ingin melakukannya. Kamu tidak harus memakannya jika tidak mau."

Mira berbalik dan berjalan keluar tanpa menunggu jawaban. Beberapa karyawan yang melihatnya berbisik-bisik, tak menyangka istri dingin CEO mereka ternyata perhatian.

Saat Reyhan membuka kotak makan itu, aroma makanan rumahan menyapa hidungnya. Dia tidak ingin mengakuinya, tapi makanan itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya, sesuatu yang lama ia abaikan.

Namun, alih-alih tersentuh, Reyhan mengepalkan tangan. Mira pikir ini cukup untuk melunakkan hatinya?

"Jangan terlalu percaya diri, Mira," gumamnya sambil menutup kotak makan itu.

Tapi dia tidak membuangnya.

Bersambung...

Kontrak

Mira terbangun karena suara pintu kamar yang dibanting. Reyhan baru pulang, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ini bukan pertama kalinya. Pria itu sengaja pulang larut agar tak perlu berhadapan dengannya.

Mira bangkit dari ranjang dan berjalan mendekat.

"Kamu sudah makan malam?" tanyanya lembut.

Reyhan menatapnya dingin. "Tidak usah pura-pura perhatian, Mira. Aku muak."

Mira menghela napas, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku tidak pura-pura. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Reyhan tertawa kecil, sinis. "Kalau kamu benar-benar peduli, kamu seharusnya pergi dari hidupku."

Mira menggigit bibirnya, tapi tetap tersenyum. "Aku tidak akan pergi, Reyhan. Aku mencintaimu. Bagaimana bisa aku meninggalkan seseorang yang aku cintai?"

Reyhan menatapnya tajam sebelum melangkah mendekat. "Kamu mencintaiku? Lalu bagaimana dengan ayahmu yang menghancurkan keluargaku? Bagaimana dengan semua penderitaan yang harus aku tanggung karena dia?" suaranya berbisik, nyaris mengancam.

Mira terdiam, dadanya sesak. Ia sudah berusaha mencari tahu kebenaran tentang apa yang dilakukan ayahnya pada keluarga Reyhan, tapi setiap kali ia hampir menemukan sesuatu, selalu ada penghalang yang membuatnya ragu.

"Aku akan menebus kesalahan itu, aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu, tapi aku ingin kamu bahagia." bisiknya lirih.

Reyhan tertawa tanpa humor. "Kamu pikir cintamu bisa menghapus semua itu? Aku ingin kamu menderita, Mira. Sama seperti aku."

Tanpa peringatan, Reyhan meraih dagunya, mencengkeramnya dengan kasar.

"Kamu terlalu naif," ucapnya, suaranya dingin seperti es.

Mira menahan air mata yang menggenang di sudut matanya. Tapi ia tidak mundur. Ia menatap suaminya dengan penuh kasih sayang, meskipun pria itu hanya memberinya kebencian.

"Aku tetap mencintaimu," katanya dengan suara bergetar.

"Cintamu menjijikkan." Reyhan melepaskannya dengan kasar. Ia lalu berbalik, meninggalkan Mira sendirian di kamar, tapi wanita itu tidak menangis.

Mira tahu, di balik kebencian Reyhan, ada luka yang belum sembuh. Dan ia berjanji, tak peduli seberapa kejam suaminya, ia akan tetap mencintainya.

Tak peduli seberapa banyak luka yang harus ia tanggung.

Mira tahu, semakin ia bertahan, semakin Reyhan ingin menghancurkannya. Namun, ia tak peduli. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membuat suaminya jatuh cinta padanya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Hari ini, ia bangun lebih pagi, memasak sarapan dan menyiapkan kopi kesukaan Reyhan. Namun, begitu pria itu turun dari kamar, bukannya menyentuh makanan yang disiapkan, ia justru mengambil gelas kopi dan membuang isinya ke wastafel.

“Aku tidak butuh perhatianmu,” katanya dingin.

Mira hanya tersenyum. “Aku tahu. Tapi aku tetap akan melakukannya.”

Reyhan menatapnya tajam, penuh kebencian. “Sampai kapan kamu akan bertahan dalam pernikahan ini, Mira? Kamu bisa pergi kapan saja. Aku tidak akan menahanmu.”

Mira menggeleng. “Aku tidak akan pergi.”

Pria itu mendekat, berdiri tepat di depannya. Mata gelapnya menelanjangi setiap sudut kelemahannya, mencari titik di mana Mira akan menyerah. Tapi yang ia temukan hanyalah keteguhan hati seorang wanita yang tak takut hancur demi cinta.

“Kamu terlalu bodoh,” bisiknya dengan suara penuh kebencian.

Mira tersenyum kecil. “Mungkin. Tapi aku bodoh untukmu.”

Reyhan meremas rahangnya dengan kasar, membuat Mira sedikit meringis. “Jangan berpikir bahwa kelembutanmu akan meluluhkan hatiku. Aku tidak akan pernah mencintaimu.”

Mira tidak mundur, bahkan ketika rahangnya terasa sakit.

“Tidak masalah, aku akan tetap di sini.” katanya lembut.

Reyhan melepaskannya dengan kasar, lalu melangkah pergi tanpa melihat ke belakang.

Namun, Mira tetap berdiri di tempatnya. Ia tidak akan menangis. Tidak hari ini. Tidak untuk seseorang yang ia yakini masih memiliki sisi baik, meskipun tersembunyi di balik kebenciannya.

Ia akan tetap bertahan.

Karena ia tahu, di balik semua kejamnya Reyhan, ada hati yang terluka dan suatu hari nanti, ia akan menjadi orang yang menyembuhkan luka itu.

Mira semakin terbiasa dengan sikap dingin Reyhan, tetapi bukan berarti hatinya tidak sakit. Setiap kali pria itu mengabaikannya, setiap kali ia diperlakukan seolah-olah tidak ada, ia merasakan perih yang sama. Namun, ia tidak menyerah.

Hari itu, Mira pergi ke perpustakaan rumah. Ia mulai mencari-cari dokumen lama yang mungkin bisa membantunya memahami lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi antara keluarga mereka.

Jika Reyhan begitu membencinya, pasti ada alasan yang lebih dalam dari sekadar nama belakangnya.

Tangannya berhenti pada sebuah berkas tua di dalam lemari kaca. Ia menariknya keluar dengan hati-hati dan mulai membaca isinya.

Matanya membelalak.

Itu adalah kontrak bisnis lama antara ayahnya dan ayah Reyhan. Kontrak yang tidak adil, yang tampak seperti perangkap. Ada tanda tangan Hartono Pratama, ayah Reyhan—dan di bawahnya… tanda tangan Ario Sindu, ayahnya.

Mira menggigit bibir. Ayahnya tidak pernah membicarakan ini sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu?

“Sedang apa kamu di sini?” Suara dingin Reyhan membuatnya tersentak.

Ia buru-buru menyembunyikan dokumen itu di belakang tubuhnya, tetapi tatapan tajam pria itu langsung menangkap gerak-geriknya.

Dalam sekejap, Reyhan meraih dokumen itu dari tangannya dan mulai membacanya. Mata pria itu menggelap. Rahangnya mengeras.

"Jadi kamu mulai mencari tahu, ya?" suaranya penuh kemarahan.

"Reyhan, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujar Mira, mencoba tetap tenang.

Reyhan menatapnya dengan kebencian yang lebih pekat dari sebelumnya. "Kamu ingin tahu? Baiklah, aku akan memberitahumu."

Ia melemparkan dokumen itu ke meja dengan kasar. "Ayahmu menghancurkan keluargaku. Karena kontrak itu, bisnis ayahku hancur. Kami kehilangan segalanya. Ayahku terkena serangan jantung karena tekanan itu dan meninggal! Sementara keluargamu… menikmati semua yang seharusnya menjadi milik kami."

Mira terdiam. Ia tidak tahu tentang ini. Ayahnya tidak pernah memberitahunya apa pun.

“Aku tidak tahu… Reyhan, aku benar-benar tidak tahu,” ucapnya lirih.

Reyhan mendekat, menatapnya dengan mata berkilat marah. "Tentu saja kamu tidak tahu. Karena keluargamu hidup nyaman di atas penderitaan orang lain!"

Mira menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. "Aku tidak pernah berniat menyakitimu, Reyhan. Aku bersumpah."

Pria itu tertawa sinis. "Jangan bersumpah, Mira. Karena mulai hari ini… aku akan pastikan kamu merasakan rasa sakit yang sama seperti yang aku rasakan bertahun-tahun."

Mira tertegun. Jantungnya berdebar kencang saat melihat senyum kejam Reyhan.

Reyhan tidak hanya akan mengabaikannya lagi. Ia akan membalas dendam.

Dan Mira… harus bersiap menghadapi badai yang lebih besar.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!