Aurora Ayaka adalah gadis mandiri dari pasangan Bimo dan Maya.
Maya meninggal karena kecelakaan ketika umur Aurora menginjak 5th.
Dulu Bimo dan Maya menikah karena di jodohkan. Membuat Bimo terpaksa meninggalkan Dita kekasihnya.
Seminggu setelah kematian Maya, Bimo langsung membawa dua wanita, yang satu seumuran ibunya yang bernama Dena dan yang satu gadis kecil yang berumur 4th bernama Sora.
Ayahnya itu memperkenalkan Dena sebagai ibu tiri dan Sora sebagai Adik tirinya.
Entah ayahnya ini telah lupa atau sengaja, namun tidak pernah ada penjelasan yang masuk akal mengapa tiba-tiba mereka berdua muncul dan mengambil peran dalam kehidupan Aurora.
Aurora yang masih kecil itu hanya bisa bingung melihat sosok Dena yang kini harus dipanggil 'Ibu'. Sementara itu, Sora, meski hanya berbeda setahun, langsung menjadi saingan yang tak diundang dalam perhatian ayahnya.
Setiap hari, Aurora merasakan bagaimana kasih sayang yang dulu ia terima dari Bimo perlahan berpindah tangan. Dena, dengan kelembutan buatan yang dipaksakan, selalu mencoba untuk mendekatkan diri, namun Aurora bisa merasakan ada sesuatu yang palsu dari semua perlakuan itu. Tidak ada kehangatan yang sama seperti yang dulu diberikan oleh Maya.
Di sudut lain, Sora yang ceria dan selalu mendapat pujian dari Bimo, semakin membuat Aurora merasa terpinggirkan. Detik-detik yang dulu ia habiskan bermain dan tertawa bersama ayahnya, kini tergantikan oleh tawa dan sorak Dena dan Sora yang sering menghabiskan waktu bersama Bimo di taman atau di ruang keluarga.
Dalam diam, Aurora sering memandang foto Maya yang tersenyum hangat di dinding ruang tamu. Air matanya sering kali menetes tanpa suara, membasahi pipi yang masih polos. Di usianya yang baru menginjak 5 tahun, ia sudah merasakan luka yang mendalam; kehilangan ibu kandungnya dan perlahan kehilangan tempat di hati ayahnya.
Pada suatu malam yang dingin, ketika Aurora terbangun karena mimpi buruk, ia mencari kehadiran Bimo untuk sekedar mendapatkan pelukan. Namun yang ia temukan hanyalah suara tawa dan canda Dena dan Sora di kamar sebelah. Bimo, yang biasanya akan segera berada di sisi Aurora saat ia terbangun tengah malam, kini terlalu sibuk tertawa bersama 'keluarga barunya'.
Aurora, dengan langkah kecil dan hati yang hancur, kembali ke kamarnya, memeluk erat boneka beruang yang pernah diberikan Maya.
Di bawah sinar bulan yang menyelinap melalui jendela, Aurora berbisik pada boneka itu, "Aku rindu Ibu, kenapa semuanya harus berubah?" Saat itulah, ia menyadari bahwa dunianya, yang dulu penuh warna, kini berubah menjadi serupa lukisan yang pudar.
Dena dan Sora selalu memperlakukan Aurora dengan begitu buruk, dari kecil Aurora selalu di suruh mengerjakan pekerjaan Rumah, dari ngepel, masak, dan sebagainya. Bimo tahu namun dia tidak peduli.
Setelah sekian tahun berlalu. Tiba-tiba perusahaan milik Ayah nya mengalami pailit.
Ayahnya itu selalu memanjakan Istrinya dengan barang barang mewah. Dena juga sering berkumpul dengan para sosialita. Sedangkan Sora tidak jauh berbeda dengan Ibunya, dia selalu tampil dengan barang barang mewah, supaya terlihat berkelas di depan teman temannya.
Bimo sudah menggadaikan semua Aset namun belum cukup untuk menutupi kerugian perusahaan.
Dia sudah mencari bantuan ke beberapa teman dan relasinya namun tidak ada yang mau membantunya.
Hanya satu perusahaan yang mau membantu dirinya, dan tentunya tidak gratis.
Kevin Alexander adalah CEO tampan yang berumur 28th, hampir setiap malam dia selalu bergonta ganti perempuan hanya untuk memuaskan nafsu birahinya.
Kevin putra tunggal dari pasangan Hito dan Lisa itu selalu menganggap semua wanita sama. Hanya mementingkan uang dan kedudukan.
Kevin dulu tidak seperti itu. Dia berubah semenjak dikhianati oleh mantan kekasihnya, yang selingkuh dengan rekan bisnisnya.
( Orang jahat berasal dari Orang baik yang tersakiti)
Kevin memiliki dua teman yang sama-sama bastardnya, mereka adalah Marcel dan Felix. keduanya sama sama menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya masing-masing.
Mereka bertiga selalu menghabiskan malamnya disebuah klub malam bersama wanita bayarannya. Kevin tidak mau terikat dengan satu wanita. Entah trauma atau karena belum menemukan yang cocok, yang jelas Kevin belum mau menjalin hubungan yang serius dengan satu wanita.
*
*
Demi mengembalikan perusahaanya, Bimo rela mendatangi Kevin yang terkenal Arogan dan kejam tersebut.
Bimo kini sudah berada diruang kerja Kevin. duduk berhadapan dengannya.
Dengan penuh keberanian, dia menyodorkan proposal kehadapan Kevin.
Kevin menerimanya dan membacanya sesaat.
"Bagaimana tuan? apa anda bisa membantu perusahaan saya" tanya Bimo
"Apa kau sedang bercanda pak tua? 30 miliar bukanlah uang yang sedikit, tuan Bimo" ucap Kevin menatap tajam Bimo.
"Saya mohon tuan, tolong bantu saya supaya Perusahaan saya bisa beroprasi kembali" ucap Bimo memohon dengan penuh harap. Dia sebenarnya takut, namun demi perusaahannya dia mencoba memberanikan diri meminta bantuan kepada pria itu.
Kevin menyunggingkan senyum tipisnya.
"Apa jaminannya?" tanya Kevin datar.
"Saya sudah tidak punya apa apa lagi tuan. Semua aset sudah saya jaminkan ke bank" ucap Bimo takut.
"Terus, kamu pikir perusahaanku Dinas Sosial. Yang dapat membantu orang lain dengan cuma-cuma" bentak Kevin marah.
Kevin adalah pembisnis yang handal, jadi dia akan memikirkan untung dan rugi.
Bimo terperanjak karena mendengar bentakan dari Kevin. Dia memejamkan matanya sejenak sebelum mengambil keputusan.
"Saya mempunyai dua orang putri Tuan, anda bisa memilihnya salah satu dari mereka" ucap Bimo yang tiba tiba mempunyai rencana untuk menjual salah satu putrinya.
"Ha ha ha... Bahkan dengan uang segitu aku bisa membeli 5 wanita sekaligus, tuan Bimo. bahkan lebih." ucap Kevin meremehkan.
"Anda lihat dulu tuan, anda pasti menyukainya. dia cantik dna tentunya masih murni" ucap Bimo sambil menyodorkan ponselnya untuk memperlihatkan foto kedua putrinya.
Kevin melihat foto keduanya. Dia mengamati foto tersebut, dia cukup tertarik dengan salah satu putri Bimo tersebut.
"Besok bawa puterimu yang ini untuk menemuiku, nanti tempatnya saya kabari" ucap Kevin sambil memperlihatkan foto Aurora yang sedang tersenyum manis di kamera.
"Baik tuan" ucap Bimo tersenyum cerah.
Bimo merasa lega, dia mendapatkan peluang bantuan dari Kevin.
"Pergilah" usir Kevin.
"Terima kasih tuan" ucap Bimo pamit, lalu keluar dari perusahaan Axel dengan perasaan lega.
Kevin menghubungi seseorang.
"Masuk keruanganku, aku ada tugas untukmu" ucap Kevin setelah telponnya tersambung.
"Baik Tuan" jawab orang di sebrang sana, Kevin langsung mematikan ponselnya.
tak lama pintu Ruangan Kevin terbuka.
Ceklek
"Kau selidiki puteri Bimo, Kal" titah Kevin.
"Yang mana tuan" tanya Haikal, karena Bimo mempunyai dua puteri.
"Selidiki keduanya, aku juga tidak tau nama puterinya" ucap Kevin santai.
"Baik tuan" ucap Haikal.
"Aku mau satu jam sudah ada di meja kerjaku Kal" perintah Kevin.
Setelah beberapa saat Marcel dan Felix tiba di perusahaan Kevin, dia langsung masuk kedalam ruangan Kevin dan di susul Haikal di belakang nya.
"Ngapain kalian kesini" tanya Kevin ketika melihat temanya datang ke kantornya.
"Cabut yuk Vin, bosen gue kerja mulu" keluh Marcel
"Lagi banyak kerjaan gue, nanti malam aja ketemu di tempat biasa" ucap Kevin yang masih fokus sama berkasnya.
"Gak asik lo Vin" ucap Felix.
"Lo ngapain kesini Kal" tanya Nathan yang baru menyadari keberadaan Kevin.
"Mau ngasih laporan ini ke Tuan Axel" jawab Haikal.
Akhirnya Kevin menghentikan pekerjaannya dan menghampiri mereka yang sudah terlebih dahulu duduk di sofa.
"Mana Kal" pinta Kevin sambil mendudukan bokongnya di sebelah Felix.
Kevin membuka map yang di berikan oleh Haikal.Dia membaca dengan begitu serius semua tentang Aurora, bahkan tentang siksaan yang di dapat oleh wanita itu. Semua tercantum dalam berkas tersebut.
"Hmmm... Cukup menarik" gumam Kevin sambil tersenyum menyeringai.
"Apaan Vin" tanya Marcel dan Felix ingin tahu.
"Mainan baru" jawab Kevin cuek.
"Coba kita lihat" pinta Felix.
Kevin pun memberikan berkas tersebut.Felix dan Marcel langsung membaca penyelidikan tentang Aurora dan Sora.
"Yang ini buat gue bro" pinta Felix sambil menunjuk foto Aurora.
"No, She is mine" ucap Kevin tegas.
"Pelit kau Vin" ucap Felix kesal.
"Masih ada yang satunya Lix, kamu bisa ambil yang itu, terserah mau kamu apakan" ucap Kevin menaikan bahunya.
"Ogah, kelihatan banget tuh betina pencinta uang" tolak Felix mentah-mentah
"Itu saja, setelah lo bosan, lo bisa lempar dia ke kita, ya gak Lix"ucap Marcel dengan ide gilanya. di angguki sama Felix.
"Tidak akan pernah!!" ucap Kevin tegas.
*Flashback ON*
Di ruangan yang dipenuhi hiasan mewah dan perabotan antik, suasana tegang menyelimuti sepasang suami istri yang sedang bertengkar. Sang istri, dengan gaun rumah yang terjaga rapi, mendekatkan diri ke suaminya, memegang dompet kulit yang biasanya penuh.
"Pa, Mama minta transfer untuk arisan," ucapnya dengan nada memohon.
Sang suami, yang duduk di kursi empuk sambil membolak-balikkan lembaran surat dari bank, menghela nafas panjang. "Papa tidak punya uang, Ma," jawabnya dengan suara lirih, matanya tidak berani menatap istri yang telah lama bersamanya itu.
Sang istri mengerutkan keningnya, tidak percaya. "Jangan bohong, Pa! Tidak mungkin kamu tidak punya uang. Kamu tidak jatuh miskin, kan?" tanyanya, suaranya meninggi, penuh kecurigaan.
Suasana menjadi semakin hening sejenak, sebelum sang suami menghela nafas sekali lagi, lebih berat dari sebelumnya. "Kita memang sebentar lagi akan jatuh miskin, Ma. Perusahaan Papa terancam bangkrut," ucapnya perlahan, suaranya hampir tak terdengar.
Mendengar pengakuan itu, tubuh sang istri seakan kehilangan kekuatannya. Dia limbung, terpaksa memegang tepi meja untuk menopang dirinya yang tiba-tiba lemah. Wajahnya pucat, matanya terbelalak, tidak percaya bahwa kekayaan yang selama ini mereka nikmati sebentar lagi mungkin akan lenyap.
"Tidak mungkin! kamu pasti bohong kan pa?" cecar sang Istri shock sambil menutup mulut nya dengan satu tangan, sesangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk berpegangan ke dinding guna menyanggah tubuhnya supaya tidak jatuh.
"Kenapa kamu diam aja? jawab pa! " pekik sang Istri tidak terima. dia selama tidak rela kalau harus kembali hidup miskin.
"Papa tidak bohong ma, perusahaan papa sebentar lagi akan bangkrut" jawab sang suami sambil menunduk.
"Kamu tidak bisa diam saja pa, kamu harus cari cara supaya perusahaanmu tidak bangkrut" ucap sang Istri tegas.
"Papa sudah mencari bantuan kebeberapa investor dan teman teman papa Ma, namun mereka tak ada satupun yang mau membantu" ucap Papa.
Sang istri langsung menyeringai licik tanpa di lihat suaminya. Dia berpikir ini saat nya menyingkirkan anak tirinya.
"Kau jual saja anakmu yang tidak berguna itu, kau nikahkan aja dia ke pria kaya." ucap Sang istri santai.
"Kau keterlaluan Ma! aku tidak mungkin menjual Aurora, anakku sendiri" Bentak sang suami.
"Meskipun aku tak menyukai ibunya, tapi aku tak mungkin menjual darah dagingku sendiri" ucap sang Suami dalam hati.
Sang suami berdiri dengan tubuh bergetar, wajahnya pucat pasi mendengar usulan yang terlontar dari mulut istrinya. Di sudut mata, air mata mulai menetes, bukan karena sedih tapi karena marah yang mendalam. Tangannya terkepal keras, seolah ingin menghancurkan sesuatu.
"Istriku, apa kau tidak punya hati? Bagaimana mungkin kau bisa mengusulkan hal sekeji itu?" ujarnya dengan suara yang terdengar hampir pecah.
Napasnya terengah-engah, seakan-akan setiap kata yang dia ucapkan menguras seluruh energinya. Sang istri hanya tersenyum sinis, menatap suaminya dengan pandangan yang dingin.
"Kita butuh uang, dan itu cara cepat untuk mendapatkannya," jawabnya dengan nada datar, seolah-olah menyebutkan resep masakan dan bukan nasib seorang anak manusia.
Pada saat itu, suasana di ruangan itu begitu tegang. Suara jam dinding berdetak terdengar begitu nyaring, memecah keheningan yang mencekam. Sang suami menghela napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melawan pengaruh buruk istrinya.
"Dengar, Ma. Aku akan mencari jalan lain. Aku tidak akan menjual masa depan anakku demi uang," tegasnya, matanya yang semula berkaca-kaca kini berubah menjadi tatapan yang tajam dan penuh tekad.
Dia berbalik meninggalkan ruangan, meninggalkan istrinya yang masih dengan senyuman liciknya, namun kini dengan raut kecewa yang tergambar jelas.
"Jika tak mau tak apa, tapi aku akan pergi dari hidupmu dengan membawa Sora" seru sang istri.
Bimo menghentikan langkahnya, dia menoleh dan mendekati istrinya.
"Jangan tinggalkan aku Ma, kita akan mencari solusinya bersama" ucap sang Suami sambil menarik Istrinya masuk ke dalam pelukannya.
"Sebenarnya kita bisa saja meminta suntikan dana keperusahaan Alexander Ma, namun papa sudah tidak punya aset apa-apa lagi untuk dijadikan jaminan" ungkapnya
"Coba saja kau datangi dia pa. Kamu bisa menawarkan Aurora sebagai jaminan. Aku mencintaimu pa, aku tidak mau kita berpisah" ucap sang istri dengan bujuk rayu.
"Baiklah ma, papa besok akan mencoba mendatangi perusahaan milik keluarga manuel tersebut. Maafkan papa ma" ucap Sang suami sambil menarik dagu sang Istri, kemudian dia menempelkan bibirnya dengan bibir sang istri, mereka saling bertaut dengan begitu panas.
(Dasar pasangan suami istri dakjal).
Iya mereka ada Bimo dan Istrinya yang bernama Dena, Bimo adalah ayah kandung Aurora, sedangkan Dena adalah ibu tirinya.
*Flasback Off*
*
*
"Nak nanti malam kamu ikut papa, Papa akan mengenalkanmu pada kolega papa" ucap Bimo pada Aurora.
"Untuk apa pa?" tanya Aurora karena tumben papa nya akan membawa dirinya untuk menemui rekan bisnisnya.
"Kamu harus menemani papa untuk makan malam dengan rekan bisnis papa" ucap Bimo masih tenang, supaya anaknya tidak curiga. Namun ternyata salah, Aurora bukan gadis yang bodoh.
Suasana di ruang makan terasa hangat namun ada sedikit kegugupan yang terselip di antara percakapan mereka. Bimo, yang biasanya tenang dan terkendali, kali ini terlihat sedikit gelisah. Ia mengaduk-aduk sup di mangkuknya lebih dari yang biasanya. Di sisi lain, Aurora yang masih duduk di kursi memperhatikan ayahnya dengan tatapan penuh tanya.
"Apa yang spesial dengan makan malam ini, Pa?" Aurora mencoba menggali lebih dalam. Rasa penasarannya mulai menggelayuti pikirannya.
"Ah, itu... Kamu akan bertemu dengan Kevin, dia adalah rekan bisnis Papa di proyek terbaru. Sangat penting bagi papa untuk memperkenalkanmu," jawab Bimo, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya dengan senyum yang dipaksakan.
Aurora mengernyit, tidak sepenuhnya mengerti mengapa kehadirannya diperlukan. "Tapi kenapa aku, Pa? Bukankah biasanya Mama yang menemani Papa jika ada acara bisnis?"
Bimo menatap putrinya, matanya berusaha menyampaikan pesan yang lebih dalam daripada yang bisa diungkapkan oleh kata-kata. "Kali ini berbeda, Nak. Kevin masih muda, sepertinya akan lebih nyambung jika bertemu dengan mu," tuturnya, berusaha menjelaskan tanpa terlalu banyak memberi detail.
Aurora masih belum sepenuhnya yakin, namun ia mengangguk, menyetujui rencana ayahnya. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar makan malam bisnis, tetapi untuk saat ini, ia memilih untuk mempercayai ayahnya. Mereka berdua melanjutkan makan siang mereka dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran dan harapan mereka tentang apa yang akan terjadi malam itu.
"Kenapa bukan Sora pa? biasanya papa kebih suka ajak Sora, anak kesayangan papa" Aurora masih penasaran dengan maksud ayahnya
"Papa maunya kamu yang menemaninya bukan Sora" sahut Dena.
"Lagian aku sibuk, aku sudah ada janji dengan kekasihku" ucap Sora dengan wajah angkuhnya.
"Mau tidak mau kamu harus ikut Papa" tegas Bimo tanpa bantahan.
"Rora jadi semakin curiga dengan kalian. Apa maksud papa sebenarnya" sahut Aurora dengan tatapan dingin.
"Papa akan menjadikan mu jaminan, perusahaan papa a bangkrut, kamu akan dinikahkan dengan tuan Kevin agar perusahaan bisa diselamatkan," jelas Bimo dengan nada yang berat.
Aurora terpaku, wajahnya pucat mendengar pernyataan ayahnya. Matanya terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Tidak mungkin... Papa jadikan aku sebagai alat?" suaranya bergetar, perasaan terkhianati menyelimuti hatinya.
Dena hanya bisa menunduk, tahu bahwa apa yang dilakukan suaminya terlalu kejam terhadap anak tirinya. Namun, ia tidak memiliki keberanian untuk membantah. Sora, di sisi lain, hanya menatap dengan rasa puas, senang karena dirinya tidak menjadi korban keputusan ayahnya.
"Itulah mengapa aku tidak pernah benar-benar menyukai ide ini," gumamnya pelan, tapi cukup keras agar Aurora mendengarnya.
Aurora merasa dunianya runtuh. Air mata mulai menggenang di matanya, tetapi dia menahan agar tidak jatuh. Dengan langkah gontai, ia meninggalkan ruangan, meninggalkan keluarganya yang seolah sudah tidak mengenal arti keluarga lagi. Dalam hatinya, Aurora berjanji akan mencari jalan keluar dari rencana mengerikan ini.
Usai di jadikan pembantu di rumah ayahnya sendiri. Dia pun harus di jual oleh ayah kandungnya.
Sebelumnya Aurora tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Suatu hari dia punya keinginan meninggalkan rumah itu namun dia bingung mau kemana, karena dia nenek dan kakek nya sudah meninggal.
Aurora ingin cepat menyelesaikan kuliahnya supaya bisa keluar dari rumah ini. dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
Aurora pernah kerja paruh waktu tanpa sepengetahuan mereka. Namun ketika Aurora pulang terlambat, dia akan kena hukuman dari ibu tirinya, Aurora dikurung di gudang tanpa di beri makan. Itu mengapa akhirnya dia resign dari tempat dia bekerja.
*****
Ada fase dimana kamu lelah dengan semuanya. Memilih mengalah dan tidak meminta siapapun untuk memahami keadaanmu. Membiarkan kehidupanmu berjalan dengan sendirinya tanpa banyak bicara tanpa banyak kata. Hanya tindakan yang akan membuat setiap orang yang melihatmu berfikir bahwa kamu "bahagia dan baik-baik saja". Hingga pada akhirnya kamu mengerti bahwa itulah cara Allah mengingatkan bahwa hidup adalah tentang hati yang ikhlas.
Malam pun tiba.
Tak
Tak
Tak
Aurora menuruni anak tangga dengan wajah yang sudah di poles dengan sedimikian rupa, dan baju kurang bahan yang di berikan oleh Dena untuk memikat sang Tuan muda.
"Shitt... Dia terlalu cantik" umpat Sora dalam hati. Dia menatap iri dengan kecantikan yang Aurora miliki.
"Kau cantik sekali Sayang" puji Bimo.
"Bukankah ini yang kalian inginkan, menjadikanku seperti wanita jal*ng" ucap Aurora sambil menatap sinis ke arah mereka.
"Ayo kita jalan sekarang Pa, tidak enak kalau membuat tuan Kevin menunggu terlalu lama" ucap Dena sambil menarik tangan Aurora agar segera meninggalkan ruangan.
Aurora melangkah dengan berat, setiap langkahnya seolah membawa beban yang tak terlihat. Sementara itu, mata Sora terus mengawasi dengan tatapan yang tajam, penuh kecemburuan.
"Maafkan papa Nak, papa sudah mengorbankanmu, cuma ini yang bisa papa lakukan untuk menyelamatkan perusahaan papa" ucap Bimo dalam hati.
Mereka berempat pergi meninggalkan mansion dengan menggunakan satu mobil.
Mobil hitam marcedes benz berjalan membelah jalanan ibu kota yang lumayan padat.
Sepanjang jalan Aurora hanya diam menatap ke arah luar jendela mobil, sambil mengamati gedung-gedung yang berjajar rapih di pinggir jalan. Pikirannya berkelana entah kemana, dia sudah pasrah dengan takdir hidupnya.
Setidak nya dengan cara seperti ini Aurora bisa keluar dari rumah terkutuk itu. Selebihnya dia akan pikirkan nanti.
Namun siapa sangka bahkan Aurora sendiri tidak tahu kalau dia akan memasuki neraka yang kedalamannya sendiri tidak ia ketahui.
Ia cuma berharap suatu saat dia bisa membalas perlakuan ibu dan adik tirinya itu.
Tak terasa mobil mereka tiba di restoran yang begitu mewah.
"Keluarlah" ucap Dena
Aurora keluar dari mobil dan kemudian berjalan mengikuti mereka dengan tatapan datar dan dingin.
Mereka memasuki ruang vip yang sudah di siapkan oleh Haikal.
Mereka duduk dengan tenang. Aurora hanya diam saja, dia tidak tertarik dengan obrolan mereka bertiga.
Beberapa saat kemudian Kevin datang dan di ikuti oleh Haikal dibelakangnya.
Mereka berdiri menyambut kedatangan Kevin termasuk Aurora.
"Duduklah" titah Kevin dengan tatapan datar.
Kevin duduk sambil menyilangkan kakinya. mendadak suasana ruangan tersebut berubah dingin dan terasa mencekam.
"Katakan" titah Kevin dengan tatapan datar dan penuh intimidasi.
Gluk
Bimo menelan salivanya kasar, kerongkongannya terasa kering, badanya tiba tiba bergetar.
"Ini Aurora, putri saya tuan" ucap Bimo memperkenalkan putrinya kepada Kevin.
Kevin mengamati Aurora dari atas sampai bawah, dia tersenyum tipis tanpa ada yang bisa melihatnya.
Aurora menangis dalam diam sambil menundukkan kepalanya. Dia berpikir apakah dirinya ini barang, sehingga mereka dengan seenaknya menjual dirinya.
Apa mereka pikir dirinyan ini hanya patung yang tidak memiliki perasaan? Apakah harus seperti ini, cara dia untuk membalas budi? Pertanyaan pertanyaan itu yang berputar di kepala Aurora.
Sungguh orang tua yang tega menjual anak nya sendiri demi uang, pikir Kevin.
"Apa kau pikir harga anakmu bisa semahal itu, bahkan dengan uang 30M saya bisa membeli banyak wanita yang saya inginkan." ucap Kevin sambil tersenyum remeh.
"Saya mohon tuan, saya membutuhkan uang itu" ucap Bimo dengan tatapan memohon.
"Terus apa yang kau maksud sebagai jaminan? apa kau pikir rumahku tempat penitipan anak hah" ucap Kevin dengan pandangan menajam ke arah Bimo.
"Tidak tuan, saya menyerahkan anak saya sebagai ganti uang 30M tersebut, anak saya akan menjadi hak milik anda tuan" ucap Bimo tanpa memikirkan perasaan Aurora.
"Maksudnya kamu ingin menjual anakmu sendiri? " ucap Kevin sinis.
Dena dan Sora tidak berani menginterupsi perdebatan mereka, mereka merasa takut dengan aura yang di keluarkan Kevin. Pria itu sangat dominan.
"Saya terpaksa tuan, saya butuh uang itu untuk menyelamatkan perusahaan saya""ucap Bimo memohon sambil mengatupkan kedua tangan nya di depan dada.
Aurora hanya pasrah tidak tahu harus bagaimana. Dia sayang sama Ayahnya, dia yakin Ayahnya berubah karena hasutan Ibu tirinya itu. Aurora tidak mau nanti Ayahnya kesusahan, makanya dia mengorbankan dirinya demi perusahaan Ayahnya.
Dia bisa saja kabur dari rumah. Namun, Aurora masih memikirkan nasib Ayahnya. Walaupun Ayahnya selama ini tidak peduli dengannya, Aurora tetap menyayanginya.
bagaimanapun juga dia hadir di dunia ini karena benih dari Ayahnya itu. Dan sudah seharusnya seorang anak memaafkan kesalahan orang tuanya seperti orang tua yang selalu memaafkan kesalahan anaknya bukan. Itulah yang ada di pikiran Aurora saat ini.
"Baiklah, saya akan memberikan uang itu dan sekalian akan membawa anakmu malam ini juga." Ucap Kevin dengan tegas lalu menatap ke arah Haikal.
Haikal yang di tatap pun mengangguk seolah mengerti apa yang di maksud tuannya itu.
Sejak tadi mata Sora tidak pernah lepas dari wajah tampan Kevin, dia merasa kagum dengan pria itu. "Pria itu begitu sexy dan menarik, aku akan mendekatinya nanti" ucapnya liriu
Dena yang mendengar itu pun langsung tersenyum dan matanya berbinar. Akhirnya dia tidak akan kehilangan kehidupan mewah nya.
Seketika Aurora mengangkat wajahnya menatap Kevin.
"Apa harus sekarang" tanya Aurora memberanikan diri.
"Hmmm" cuma itu yang keluar dari mulut Kevin.
"Tapi aku belum membawa apapun" ucap Aurora.
"Aku akan menyiapkan semuanya untukmu" ucap Kevin yang di angguki oleh Aurora.
"Kau urus sisanya, Kal" titah Kevin, dan melangkah keluar keluar meninggalkan ruangan itu.
Tak lama Kevin menoleh, melihat Aurora yang masih bergeming.
"Cepatlah" titah Kevin sambil menatap Aurora tajam.
"I-ya tuan" ucap Aurora dengan suara terbata.
Aurora segera melangkahkan kakinya mengikuti Kevin tanpa berpamitan kepada keluarganya terlebih dahulu. Dia sudah muak dengan drama keluarga itu.
Setibanya di parkiran, Kevin langsung masuk kedalam mobil, di ikuti oleh Aurora
"Kita kemana Tuan" tanya sopir Kevin.
"Kita ke Mansion sekarang" jawab Kevin.
Kevin memiliki Mansion sendiri, sedangkan orang tuanya tinggal di mansion utama keluarga Alexander bersama sang opa.
Mobil Kevin berjalan meninggalkan Restoran. Sepanjang jalan, suasana di dalam mobil terlihat sunyi, tidak ada obrolan dari Aurora dan Kevin.
Aurora menyandarkan tubuhnya di jok mobil sambil memejamkan matanya, untuk menghilangkan rasa lelah yang menyiksa tubuhnya. Kepalanya terasa berat, karena terlalu memikirkan masalah ini.
Tak terasa cairan bening keluar dari sudut mata Aurora.
"Dalam keadaan terpejam pun kau bisa meneteskan air mata, apa sesakit itu?, kau begitu pintar menyembunyikan kesedihanmu di depan semua orang" bathin Kevin ketika melihat Aurora menangis.
"Sudah sampai tuan" ucap Sopir Axel.
"Hmmm...."Jawab Kevin membuka pintu keluar dari mobilnya, tanpa memperdulikan Aurora.
Aurora membuka matanya. Dia masih diam mengamati rumah yang ada dihadapannya saat ini.
"Dimana ini" tanya Aurora dalam hati.
"Turunlah Nona, kita sudah sampai" ucap Sopir Kevin menyadarkan Aurora.
"Terima kasih pak" ucap Aurora sambil tersenyum ramah.
Aurora keluar dari mobil, dan melangkahkan kakinya menyusul Kevin yang sudah lebih dulu masuk kedalam mansion.
Setelah di dalam mereka di sambut oleh pelayan yang sudah berjejer di depan menyambut kedatangan tuanya.
"Antar dia ke kamar utama" ucap Kevin kepada salah satu pelayannya.
"Kamar utama Tuan" tanya Pelayan memastikan pendengarannya. Pasalnya Kevin tidak pernah mengijinkan perempuan manapun memasuki kamar pribadinya. .
"Apa kau tuli hah" sentak Kevin.
"Ba-ik tuan" ucap pelayan itu gemetar.
"Dia benar benar orang yang kejam, dia akan melakukan apa saja sesuai kemaunya" takut Aurora.
Pelayan mengantar Aurora ke kamar Kevin, sedangkan Kevin memilih masuk ke dalam ruang kerjanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!