NovelToon NovelToon

Senior & Junior

1. Masa Orientasi Siswa

Disclaimer!

MPLS baru resmi berlaku pada tahun 2016. Sebelumnya dikenal dengan istilah MOS, yang tentu saja kegiatannya berbeda. Cerita ini murni hasil dari imajinasi author, mohon maaf jika ada kesamaan latar, nama tokoh dan lain sebagainya. Juga tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.

17 Juli 2015

Nampak beberapa pelajar SMA berlalu lalang mengisi kekosongan lapangan upacara dengan berbagai kegiatan. Masing-masing sibuk dengan tugas yang telah disepakati dua hari sebelumnya. Tak terkecuali seorang gadis yang baru keluar dari ruangan OSIS.

"Huii, Nay!"

Iya, namanya Nayara Vaneesha, seorang pelajar kelas 12 IPA, berusia 16 tahun kurang 2 bulan.

"Anggii, selamat pagi!" sapa Naya balik. "Sudah siap semuanya?" tanyanya.

Anggi mengangguk, "sudah dong." ia melihat jam tangannya sekilas, "5 menit lagi gerbangnya dibuka." katanya.

Naya menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya, "oke, semangat!" serunya sebelum mengenakan almamater OSIS nya. "Duluan yaa Nggi!" ia berlalu ke gerbang sekolah yang masih tertutup.

Benar saja, di luar gerbang sudah banyak wajah-wajah imut khas pelajar SMP lengkap dengan topi yang terbuat dari pot plastik, tas yang terbuat dari tempat sampah dan juga kalung yang terbuat dari susunan permen.

"SEKARANG!" seru Fajar, wakil ketua OSIS.

Gerbang lalu di buka, tanpa banyak bicara para peserta MOS berjalan ke lapangan sesuai arahan yang diberikan sebelumnya.

Naya menemani Fajar berjaga di gerbang, menunggu barangkali ada peserta MOS yang terlambat. Dari kejauhan terlihat seorang perempuan berjalan tertatih, disampingnya ada seorang lelaki yang membantunya membawa perlengkapan MOS.

"Maaf terlambat, kak." ucap lelaki tadi dengan nada yang cukup tegas.

"Kenapa terlambat?" tanya Naya.

"Tadi dia membantu saya, kak." perempuan yang bersamanya yang menjawab.

"Kamu kenapa? Kenapa jalannya tertatih?"

"Tadi disambar motor kak."

Naya mengangguk mengerti, ia menatap Fajar seolah meminta pendapat.

"Yang laki-laki silahkan menyusul ke lapangan. Yang perempuan tunggu dulu yaa, kakinya mau diperiksa dulu." ujar Fajar.

"Terima kasih, kak." kompak keduanya. Si laki-laki berlari cepat ke lapangan, sementara yang perempuan di papah oleh Naya ke UKS.

"Tadi kenapa bisa disambar motor?" tanya Naya. "Maaf yaa, kaos kakinya saya turunkan."

"Tadi gak sempat lihat kiri kanan, kak. Takut telat." jawab perempuan tadi. "Eh, ujung-ujungnya telat juga."

"Yang tadi teman kamu?" Naya terus menemani perempuan itu bercakap-cakap, sembari memeriksa apakah ada yang luka atau tidak.

"Bukan, kak. Saya gak kenal. Tadi saja kaget waktu dia bantu saya, disaat yang lain lari berbondong-bondong."

"Jangan lupa ucapkan terima kasih kepada temanmu yang tadi yaa." Naya mengingatkan. "Ini kakinya sepertinya keseleo, tidak ada yang luka. Yang luka malah telapak tangan kamu." ia membersihkan telapak tangan adik kelasnya, lalu mengolesi nya dengan obat merah.

"Iyaa kak. Terima kasih."

"Kamu bisa berdiri gak? Paling lama setengah jam." Naya menatap adik kelasnya tersebut.

Gadis itu meringis.

"Eh, gak usah kalau gak bisa." ucap Naya cepat, ia tidak mungkin memaksa. "Saya tinggal sebentar yaa, sepertinya kepala sekolah sudah datang untuk membuka acara MOS."

"Baik kak, terima kasih lagi."

Naya lalu berlari kecil menuju lapangan, untung saja kepala sekolah belum berada di tempatnya untuk memberikan pidato sekaligus membuka acara MOS tahun ini.

✨✨✨

Setelah pembukaan MOS selesai, Naya kembali ke UKS untuk memeriksa adik kelasnya. "Kamu dapat ruangan apa?" tanyanya.

"Gugus bendera kak."

"Ayo saya anter. Biar nanti sekalian ngomong ke kakak mentor nya."

Tiba di gugus bendera, Naya membantu adik kelasnya untuk duduk.

"Te-terima kasih kak Nayara Vaneesha."

Naya mengangguk, "terima kasih kembali." balasnya. Ia tak lupa berbicara dengan sesama teman OSIS nya yang menjadi mentor sebelum meninggalkan ruangan. Sedangkan ia sendiri menjadi mentor di ruangan lain, yaitu gugus Sejahtera.

"Nah, yang satu ini namanya kak Naya. Silahkan kak Naya, perkenalkan dirinya!" Erwin mempersilahkan kepada Naya untuk perkenalan.

Naya lalu berdiri di depan, menatap adik kelasnya yang duduk manis. "Selamat pagi, nama saya Nayara Vaneesha, kelas 12 IPA. Terima kasih."

"Yang disebutkan namanya tolong angkat tangan dan berdiri yaa, biar perkenalan kita berjalan dengan baik." Ujar Erwin, ia memberikan absen kepada Naya, "Silahkan yaa Nay!"

Naya mencebikkan bibirnya sekilas, namun tetap melakukan apa yang Erwin pinta. Ia mulai mengabsen satu persatu adik kelasnya yang berjumlah 30 orang.

"Arrayan Marimahesa!"

"Hadir, kak!"

Naya dan yang lain menatap ke sumber suara yang berasal dari belakang.

"Nama lengkap Arrayan Marimahesa, dipanggil Ryan, asal sekolah sebelumnya SMP 1 G"

Setelah perkenalan singkat antara 3 mentor dan 30 peserta MOS selesai, sekarang waktunya untuk pemilihan ketua gugus dan jajarannya. Naya menyerahkan kegiatan tersebut kepada Erwin dan Kevin, sementara ia menyiapkan beberapa hal untuk keberlangsungan kegiatan MOS.

"Sepertinya Ryan tidak mau kalah ini, ia terus mengejar." seru Kevin yang sedang menghitung suara.

Naya menatap lurus ke depan, ternyata ada 3 orang yang mencalonkan diri. Dua diantaranya laki-laki dan satu lagi perempuan. Ia penasaran dengan hasil akhirnya, hal itu membuatnya berdiri dan berjalan ke papan tulis untuk melihat lebih jelas.

"Total suara yang masuk 30, sama dengan jumlah kalian semua. Peraih suara terbanyak adalah Arrayan Marimahesa, disusul oleh Nando dan Kiki. Ketuanya adalah Ryan, sekretarisnya adalah Nando dan bendaharanya adalah Kiki. Sepakat yaa semuanya?!" Erwin bertanya diakhir kalimatnya.

"SEPAKAT!"

Suara tepuk tangan terdengar, sebagai bentuk kesepakatan diantara mereka.

Ketika waktu istirahat tiba, Naya memilih untuk menjaga ruangan saja.

"Huii, makan kuy!" teriak Wani dari gawang pintu.

"Duluan saja, Wani. Tadi nitip ke Erwin soalnya." tolak Naya.

"Baeklaaah."

Naya melanjutkan ketikannya hingga sebuah roti dan sekotak susu yang diletakkan di depannya menarik perhatiannya, "Terima kasih, Erwin!" ucapnya.

"Sama-sama, kak."

Naya mendongak menatap lelaki yang ternyata bukan Erwin, melainkan adik kelasnya, "Maaf Ar, saya kira Erwin tadi."

Ryan tersenyum, bukan hanya bibirnya melainkan matanya juga ikut tersenyum.

Naya terpaku melihatnya, eye smile nya begitu indah. Siapa yang akan mengira jika dibalik tatapan tajamnya terdapat ketenangan juga di sana? Apalagi jika sedang senyum.

"Pipi kak Ara merah, sepertinya kepedasan." celetuk Ryan sebelum kembali ke bangkunya.

Seketika mata Naya membulat, kaget dengan celetukan Ryan. Sepertinya adik kelasnya yang satu itu punya dua kepribadian. Dan lagi, ARA? Baru kali ini ada orang yang memanggilnya demikian. Namun ia tidak mau ambil pusing, ia langsung saja melahap rotinya dan menghabiskan susunya.

"Nay, pak Anto katanya berhalangan hadir untuk mengisi materi. Ketos minta kamu saja yang bawa materinya nanti." Kevin memberitahu.

"Kamu saja ih." tolak Naya cepat. Ini adalah kabar buruk baginya.

2. Ngeri

Penolakan Naya berakhir sia-sia. Kini ia bahkan sedang berdiri sembari memaparkan materi yang diamanahkan kepadanya. Jika ditanya apakah dirinya gugup? Jawabannya tentu saja IYA. Namun ia bisa apa? Tidak bisa apa-apa selain melakukan perintah. Semua mata kini memandang ke arahnya, namun tatapan yang dilayangkan Ryan berbeda dari yang lain. Naya bisa merasakan teduh dan damai pada tatapan tajam itu, hal yang tidak dimiliki oleh semua orang. Kalian pasti juga pernah merasa tenang hanya karena tatapan seseorang, isn't it?

"Jika ada yang belum dipahami, raise your hand dan silahkan bertanya!" ucap Kevin selaku moderator.

Ada 3 orang yang mengangkat tangannya, salah satunya adalah Ryan. Dengan pembawaan yang luwes, Naya menjawab tiga pertanyaan tadi dengan sangat baik. Meskipun pada pertanyaan Ryan terdapat sedikit adu argumen.

Suara ribut-ribut yang berasal dari luar ruangan menarik atensi mereka semua yang berada dalam ruangan. Seorang ibu-ibu terlihat marah-marah di depan ruangan OSIS yang kebetulan bersebelahan dengan ruangan gugus Sejahtera.

"HEH, SEENAKNYA SURUH ANAK SAYA BAWA POT BUNGA, BAWA TEMPAT SAMPAH, BAWA PERMEN, KALIAN GAK PUNYA UANG KAH SAMPAI MENGEMIS LEWAT CARA INI?"

"Nay!" Kevin dengan cepat menyusul Naya yang meninggalkan ruangan.

"Jangan keluar dari pintu." pesan Erwin. Ia tahu betul bagaimana karakter seorang Naya.

Naya berdiri mendampingi ketua OSIS nya, "Ada yang bisa dibantu, Bu?" tanyanya dengan penuh kelembutan.

"GAK ADA! SAYA GAK BUTUH BANTUAN DARI ANAK KECIL SEPERTI KALIAN." jawab si ibu.

"Terus kenapa ibu marah-marah?" heran Naya.

"KARENA KALIAN TIDAK BECUS. MENGEMIS LEWAT CARA MURAHAN SEPERTI INI. GAK SEKALIAN ANAK SAYA DISURUH BAWA LOGAM MULIA?"

"Bagian mana yang membuat ibu berpikir bahwa kami mengemis?"

"Nay!" Haris Maulana selaku ketua OSIS menahan bahu Naya untuk tidak banyak bicara.

"Lepas, Haris!" ucap Naya, ia menatap tajam temannya sekilas.

"POT BUNGA DAN TEMPAT SAMPAH SEBANYAK ITU UNTUK APA KALAU GAK DIJUAL LAGI? PERMEN? KALIAN BENAR-BENAR GAK PUNYA UANG KAH?"

"Bu, pelan kan suaranya." Naya memperingati. "Telinga kami di sini masih berfungsi dengan baik. Nama anak ibu siapa?"

"Fara."

Naya menatap Erwin, seolah meminta tolong untuk mencari anak yang namanya Fara. Kurang dari dua menit, seorang adik kelas datang.

"Bu, kenapa ke sini?" tanya si anak. Ia sepertinya kaget dan juga malu mendapati sang ibu marah-marah di sekolah.

"Ibu hanya mengajari para kakak kelasmu ini." jawab si ibu dengan sangat angkuh.

"Bu, tempat sampah yang kami suruh bawa tidak akan disimpan di sekolah ini, tapi akan dibawa pulang ke rumah masing-masing peserta MOS begitu kegiatan selesai. Adapun pot bunga yang disuruh bawa, itu untuk ditanami bibit buah oleh mereka semua lalu dibawa pulang sebagai kenang-kenangan MOS mereka. Sementara permen yang berjumlah 30 butir itu akan mereka bagikan kepada masing-masing teman gugus mereka. Saya pikir keberadaan kami di sekolah ini sudah sangat mampu membuat ibu berpikir bahwa tidak ada yang mengemis atau semacamnya, karena ibu tahu sendiri berapa banyak biaya untuk masuk ke sini dengan kata lain tidak ada yang miskin di sini. Kecuali ibu yang memang tidak mampu untuk membeli tempat sampah, pot bunga dan juga permen 30 butir." ucap Naya panjang lebar sebelum kembali ke ruangannya.

"Huuu!"

"Awokawok"

Muka si ibu merah padam, sepertinya sangat malu. Ia langsung pergi tanpa berkata apapun lagi.

"Ngeri kali kak Naya." celetuk Kiki.

"Wah, diam seolah tak bertenaga, bergerak seperti macan." teman sebangkunya menimpali.

"Nay, minum dulu!" Erwin memberikan air minum kepada Naya.

Naya lalu menghabiskan air yang diberikan oleh Erwin, "terima kasih." ucapnya. "Silahkan pulangkan mereka, sekarang sudah jam 3. Saya mau ke toilet dulu."

Tepat pukul 3, para peserta MOS meninggalkan ruangan masing-masing.

"Kak!"

Langkah Naya terhenti, ia tidak menoleh karena malu, wajahnya sembab setelah menangis.

"Ini tissue, barangkali kak Ara membutuhkannya."

Naya mengambil tissue itu, "terima kasih."

Melihat Naya yang melangkah pergi, Ryan juga ikut pergi. Meskipun kepalanya penuh dengan rasa penasaran tentang seniornya yang satu itu.

✨✨✨

Glabela Naya nampak begitu membaca notifikasi pada layar ponselnya, Arrayan Marimahesa mengirimi Anda permintaan pertemanan . Jarinya keseleo, tanpa sengaja menyentuh ikon Terima . Tidak lama kemudian sebuah pesan masuk. (Bdw, ini jaman FB yaaww ^_^)

Arrayan Marimahesa: you okay kak?

Entah kenapa hati Naya tergerak untuk membalasnya.

Nayara Vaneesha: Okay. Terima kasih tissue nya. Nanti saya ganti yaa.

Arrayan Marimahesa: Bayarannya bisa dalam bentuk lain?

Nayara Vaneesha: Apa?

Arrayan Marimahesa: Kak Ara hanya perlu menjawab pertanyaan ini, kenapa tadi nangis? Padahal kak Ara gak salah.

Nayara Vaneesha: Saya tuh paling gak bisa marah. Kalau marah, ujung-ujungnya nangis.

Arrayan Marimahesa: Aneh sih, tapi keren. Ngeri juga.

Nayara Vaneesha: :))

Arrayan Marimahesa: Aseek, dikasih senyum sebelum tidor. Selamat tidur kak, see you tomorrow!

Naya tidak lagi membalas pesan Ryan, karena ia keburu tertidur.

✨✨✨

"Ada yang marah-marah nih." goda Naka pada adiknya.

"Apa sih kak?" pipi Naya bersemu merah. Ia bisa menebak jika kakaknya sudah mengetahui perihal kejadian kemarin.

Naka tertawa terbahak-bahak, "sarapan gih, nanti kakak anterin."

"Ihh, tumben baik. Biasanya adek disuruh jalan kaki, mana jauh pula."

"Karena papa yang suruh." jujur Naka.

Naya mencebikkan bibirnya, lalu menyantap makanannya. Papanya kemana? Tentu saja sedang lari pagi. Mamanya? Sejak kecil ia ditinggal oleh sang ibu dan hanya hidup bertiga dengan papa dan kakaknya.

"Kakak bingung, papa meminta kakak untuk daftar PAPK."

"Terus?"

"Kakak gak mungkin ninggalin kamu, dek. Disisi lain papa juga sangat ingin anaknya jadi abdi negara."

"Nanti adek bantu ngomong ke papa." janji Naya.

Naka berseru senang karena janji adiknya. Soal rayu merayu, berikan kepada Nayara Vaneesha, dia adalah jagonya.

"Tapi kalau dikasih pilihan, kakak harus pilih yaa, gak boleh lari dari kenyataan terus-terusan." Naya mengingatkan.

"Siap, sistaah!" Naka hormat. Apapun ia lakukan asalkan tidak jauh dari adik dan papanya.

Setelah sarapannya habis, Naya lalu meminta untuk diantar. Ia benar-benar ingin menghemat tenaga dan juga waktu pagi ini. Jarak satu kilo meter bukanlah hal mudah baginya jika moodnya sedang berantakan seperti sekarang ini.

Tiba di depan gerbang sekolah, Naya mencium punggung tangan kakaknya. "Terima kasih kak!" ucapnya.

Naka merapikan rambut adiknya, "Semangat senior!" katanya. "Ini jajan untuk hari ini." ia memberikan selembar uang pecahan 20 ribu.

Naya nyengir, "Asek asek!" ia mengajak kakaknya berhi-5.

"Wah, saya juga mau kak." seru Kevin dari gerbang.

"Dasar bocil!" gerutu Naka, tapi tetap mengeluarkan uang 5 ribu dari saku celananya.

Namun meskipun begitu, Kevin tetap berseru senang. "Xie Xie!" ia menundukkan badannya sekilas.

Interaksi mereka tidak luput dari perhatian orang-orang yang lewat. Bagi pelajar lama, ini tentu bukan hal yang baru, tapi tetap saja mereka nyengir ketika menyaksikannya. Bagi murid baru yang masih menjalani MOS, hal tadi mengundang tanya dan juga tawa.

3. Senior Galak

MOS dihari kedua akan didominasi oleh materi tentang kedisiplinan, kepemimpinan dan juga soft skill. Setelah Erwin membuka kegiatan untuk hari ini, ia meminta Naya untuk menemani ketua gugus ke ruang guru menjemput pemateri.

"Kakak itu seharusnya jadi junior, bukan senior saya." celetuk Ryan.

"Apa maksud nih?" tanya Naya.

"Lihat, tinggi kak Ara bahkan tidak sejajar dengan pundak saya." Ryan mengukur tinggi Naya yang memang tidak sampai pundaknya.

"Tsk!" Naya berdecih, tingginya memang minimalis, hanya 153 Cm.

"Tapi gak apa-apa, kalau tinggi minimalis seperti ini, akan sangat nyaman dipeluk."

Tangan Naya refleks terangkat memukul lengan juniornya, "siapa juga yang mau dipeluk? Ihh!"

Ryan terkekeh, susunan giginya yang rapi terlihat.

"Gak usah ketawa yaa." Naya memperingati dengan tatapannya yang tajam.

Alih-alih takut, Ryan semakin melancarkan godaannya, "Kenapa? Takut jatuh hati yaa?"

Naya mencebikkan bibirnya. "Cari yang namanya pak Budi dan laporan ke beliau bahwa tempat dan waktu sudah siap."

"Siap senior!"

Muka tengil Ryan seketika berubah menjadi serius. Nampak ia memasuki ruang guru dan memindai satu persatu meja yang lengkap dengan papan nama diatasnya. Dengan mudah ia menemukan guru yang dicari.

Di sela-sela jam istirahat, Kevin dan Naya mengajari para juniornya melakukan yel-yel.

"Ingat, usahakan untuk kompak. Jangan bikin kakak ganteng kalian ini menahan malu. Awas yaa!" Kevin mengingatkan.

"SIAP KAKAK GANTENG!" seru yang lain, Naya bahkan ikut bersorak juga.

Suasana kaku sudah pudar, digantikan dengan suasana yang lebih manusiawi, senior dan junior saling menanggapi.

"Jadi besok nginap yaa kak?" tanya salah satu junior.

Naya mengangguk, "Iyaa, dik. Sebelum pulang akan dibagikan surat izin. Jika ada yang berhalangan, tolong lampirkan alasannya bersamaan dengan surat izinnya besok."

"Apa saja hal yang perlu dibawa kak?" yang lain ikut bertanya.

"Bagi yang muslim, boleh bawa mukenah masing-masing yaa, biar sholatnya gak perlu antri. Pihak sekolah hanya menanggung makan malam dan sarapan, jadi usahakan bawa bekal untuk makan siang. Kalau yang suka lapar, gak apa-apa bawa cemilan, tapi jangan berlebihan. Setidaknya cukup untuk diri kalian sendiri. Bawa baju ganti juga, jangan lupa."

"Sebagai tambahan, siapkan juga mental kalian. Besok kalian harus jalan mengumpulkan tanda tangan semua panitia yang terlibat yang jumlahnya kurang lebih 50 orang." Kevin menambahkan jawaban Naya.

"Wah!"

"Biasanya disuruh apa kak?"

"Kakaknya galak gak kak?"

"Lebih galak mana sama kak Naya?"

"Heh!" Naya kaget dengan pertanyaan terakhir. "Mana ada saya galak?" tanyanya.

Kevin dan Erwin kompak tertawa.

"Iyaa, Naya ini galak yaa?" Erwin meminta pendapat para juniornya yang dibalas dengan anggukan segan dan ringisan pelan.

Naya tersenyum, "segalak-galaknya seorang kakak, gak mungkin jahat kan ke adik sendiri? Jadi tenang saja, saya nda bakalan persulit kalian soal tanda tangan." janjinya.

Yang lain bertepuk tangan.

✨✨✨

"Huii, ambil surat izin yook!" teriak Wiwi dari gawang pintu.

"Siapa? Saya kah?" Kevin menaik turunkan alisnya.

Alis Wiwi seketika mencureng, "Naya, bukan kau." jawabnya.

Naya tertawa, "titip ruangan yaa kakak Kevin tampan." ucapnya sebelum menyusul langkah Wiwi ke ruang OSIS.

Nampak beberapa anggota OSIS mengisi kekosongan ruangan. Sekarang memang waktunya istirahat sebelum memasuki materi ke-3.

"Jadi panitia juga mesti ikut bawa pot?" tanya Dian.

"Ya kan biar satu rasa." jawab Haris.

"Baru lagi keputusannya?" tanya Naya. Ia baru tahu perihal ini.

Haris mengangguk, "kan gak etis para junior tanam bibit sementara kita hanya memerintah. Biar jadi kenang-kenangan juga kan untuk kita? Secara tahun-tahun sebelumnya belum ada yang melakukan ini."

"Saya setuju sih." kompak Wiwi dan Anggi.

"Amanlah."

"Sabilah."

"Dian?" tanya Naya.

Dian akhirnya mengangguk, "Aman. Tapi saya gak yakin bisa dapat potnya."

"Bilang aja nunggu dibeliin sama ayang!" Anggi menjitak pelan dahi Dian.

"Anggiiiii." geram Dian lalu mengejar Anggi.

"Apa lihat-lihat?" tanya Naya pada Haris.

"Untung kamu datang, tadi Dian sempat mendebat dan keberatan." jawab Haris.

"Naya mah kecil-kecil cabe rawit." seru Fajar.

"Senggol dong!" Wiwi menambahkan.

"Susah banget untuk membuat si ketua MPK itu setuju dengan ini." jujur Haris. "Untung wakilnya bisa diajak komunikasi, makasih yaa Nay."

"Apasih?" gerutu Naya. "Saya mau ambil surat izin, dimanakah keberadaannya?"

"Sini Nay!" panggil Narti. Ia terlihat sibuk menyusun surat izin. "Kau kurang lama datangnya, seru sekali dengar Haris dan Dian berdebat." bisiknya.

Wiwi langsung tertawa.

"Kau juga diam saja sejak tadi, bukannya melerai." Naya menimpali.

"Nda kau lihat ini meja kah? Pusing saya." Narti sepertinya sambat, segala hal tentang administrasi dia yang bertanggung jawab.

"Panggil Fira bantuko." saran Wiwi.

"Bemana kalau kau mi saja yang bantu Wi?" Naya menahan senyumnya. "Kan kau juga sekretaris ji toh?"

"Iyo Wii, bantuka dulu." Narti ikut menggoda Wiwi.

"Iyo Wii, bantu dulu Narti." Fajar ikut mengompori.

"Nda ji dulu nah." ucap Wiwi.

Setelah mendapatkan apa yang dicari, Naya dan Wiwi kembali ke ruangannya masing-masing.

"Maaf yaa lama." ucap Naya begitu ia tiba di gugus Sejahtera. Materi ketiga bahkan sudah selesai, jam dinding juga hampir menyentuh angka 3. "Yang namanya saya sebutkan boleh ke depan"

Naya memanggil mereka satu persatu sesuai nomor absen, sementara Erwin yang memberikan surat izin nya. Kevin ngapain? Ia dibagian tanda tangan sebagai bukti bahwa peserta MOS nya sudah mengambil surat izin. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah miss komunikasi dikemudian hari.

"Apa nih rapat-rapat segala?" tanya Erwin ketika melihat grupnya.

"Mungkin mau bahas tentang pot tanaman bagi panitia." Naya menduga. "Tadi katanya sempat terjadi perselisihan antara Haris dan Dian."

"Owalaah." Erwin mengangguk mengerti. "Saya duluan ke sebelah, gak apa-apa?"

Naya mengangguk, "silahkan yaa kak Erwin." Ia masih harus membalas pesan papa nya yang bertanya jam berapa ia pulang.

Ketukan pada daun pintu membuat Naya menoleh, "Eh, kenapa?" herannya melihat Ryan.

"Lupa ponsel, kak." jawab Ryan lalu melangkah ke bangkunya.

Naya melihat setiap pergerakan Ryan. Alisnya terangkat sebelah ketika Ryan berjalan mendekatinya.

"Minta nomor ponselnya boleh?" tanya Ryan. "Sebenarnya bisa minta lewat messenger, tapi menurut saya itu tidak sopan."

"Untuk apa?"

"Untuk di save lah, kak. Barangkali saya ada pertanyaan tentang MOS hari terakhir."

"Kan bisa lewat messenger."

"Messenger-nya sudah saya copot." jawab Ryan.

Naya lalu menyebutkan sejumlah angka dan tak lama kemudian ponselnya berdering.

"Itu nomor saya kak, tolong di save. Terima kasih." Ryan lalu berlari kecil meninggalkan ruangan.

"Dasar junior!" rutuk Naya sebelum berdiri dan melangkah ke ruang sebelah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!