Aku pernah menjadi anak jalanan yang kotor dan kusam setiap saat, aku pernah disiram air oleh pemilik rumah makan yang dimana aku mengiba meminta makan, karena perutku sangat lapar. Dikala menunggu mamaku kembali ke rumah kardus kami dari menjajakan rokok dan air mineral ditengah jalan raya yang panas dan berdebu.
Aku si anak jalanan yang melihat ibunya sendiri terkapar bersimbah darah karena dihantam truk. Aku masih sangat muda kala itu, anak lima tahun yang harus bergelut dengan kenyataan dan ditegur keras oleh semesta untuk mempersiapkan diri.
Aku sama sekali belum paham apa-apa kala itu. Di lorong rumah sakit yang sepi karena memang hari sudah mulai malam, aku menangis di pojokan, berharap mamaku datang dari ruangan terakhir yang kulihat dimasukinya, bukan, bukan berjalan, mamaku di dorong oleh om dan tante yang ber jas putih, mereka sangat sibuk dan panik mendorong mamaku. Aku lapar, dan takut, aku anak lima tahun yang hanya bisa menangis di pojokan rumah sakit itu.
Hingga seorang wanita asing yang cantik ber lutut dan mensejajarkan tubuhnya dengan tinggiku. Ia bertanya dengan lembut, itu kali pertama ada orang yang bertutur halus kepadaku selain mamaku.
Dan plot twistnya ternyata dia tante ku, tanteku Joy Nathania Giddens, yang ternyata adalah sepupu kandung mamaku yang kabur dari keluarga besarnya, keluarga Giddens, mamaku Mutiara Navarette Giddens, yang aku kenal selama ini bernama Nadia, hanya Nadia.
Dan pada akhirnya insiden tragis mama lah yang mengantarkanku kepada yang disebut rumah, bukan rumah kardus kotor dan menyedihkan milik kami.
Tapi,
Rumah yang ku maksud adalah dimana beradanya sekumpulan orang yang rela melakukan apa saja, dan berkorban banyak untukmu, orang yang rela sakit demi sehat dan bahagiamu. Itulah rumah yang ku maksud.
Mama tersayang ku, meninggalkanku.
Ia mati, bahkan aku tidak yakin ia sadar ia mati atau tidak.
Tapi, mama?
Apakah engkau mengorbankan nyawamu untuk memulangkan ku ke rumah yang indah dan hangat ini? Apakah itu adalah senjata terakhirmu? Menukar jiwamu dengan kebaikan yang diberikan kepadaku?
Mama, aku rindu. Tapi jangan kuatir, aku akan memanfaatkan hidup indah yang engkau tinggalkan ini. Tanteku baik, sangat baik. Tante Tania mencintaiku dengan sangat, seolah dia memang mamaku, Papaku juga, ia rela bolak-balik Seleste Ville - Mithnite hanya untuk bertemu denganku beberapa kali dalam seminggu, padahal aku tahu ia sangat sibuk di rumah sakit, Appa Joon Young juga mencintaiku mah. Kalau tante Tania dan Papa tidak mengizinkanku memiliki sesuatu yang tidak mereka kehendaki, aku tinggal minta ke Appa Joon Young, aku pasti langsung mendapatkannya.
Oma, Opa, dan Oma Jean juga menjadikan ku kesayangan mereka, Mah. Mereka memanjakanku. Aku akan menjalani hidupku dengan baik, aku suka sekali ketika Appa dan Papa memakai jas dokter mereka, sangat keren.
Dan,
Aku juga ingin menjadi dokter seperti mereka, dan inilah kisahku, anak dari dokter yang sangat dihormati di Seleste Ville, Davina Hope David.
🍁🍁
Annyeong Yeorobun ✌
Bagaimana? Sudah siap menghalu lagi? Siap tidak siap gas aja lah.
Kali ini Timio Otor akan membahas tentang anak dari Bryan David, Davina Hope David.
Jadi, disarankan untuk semua reader yang kebanyakan halu ini membaca story Otor sebelumnya IT'S ALWAYS BEEN YOU.
yang ini 👇
.
.
.
TBC... 🍁
Annyeong readers 💜
.
.
Sebagaimana yang sudah Otor tegaskan di setiap story Otor Timio yang tak seberapa ini, semua yang ada didalam story ini adalah fiksi, seperti nama kota yang selalu Otor pakai, Mithnite, Orion, Seleste Ville, Adelard Town, dan yang baru yang akan Otor ciptakan nama kota baru Pandora Town. Jangan cari di peta, mau sampe mas Taehyung pulang wamil juga ngga akan ketemu.
Ok, Bhay....
🍁
Kita kenalan dulu dengan para visualnya, supaya readers bisa menghalu lancar jaya.
☘️ Davina Hope David
Atau lebih dikenal dengan Davina David, anak seorang dokter ternama di Emery Hospital tepatnya di Seleste Ville, ia juga berprofesi sama dengan ayahnya, hanya berbeda departemen saja, ayahnya Bryan David sebagai dokter yang paling di segani di Departemen Kardiologi, sedangkan Davina memilih Pediatri seperti appanya, Jung Joon Young.
☘️ Kai Joseph
Dokter kompeten paling incaran di Mithnite, tepatnya di Timio Medical Centre, spesialis anak juga, mapan, tampan, dingin, bicaranya agak savage.
☘️ Ricky Nam
Dokter tulang di Timio Medical Centre, pria manis berdimple, soft spoken, rivalnya Kai.
Sekian main characternya, supaya readers bisa menghalu tanpa hambatan. Let's start💜
.
.
Happy Reading ✌
.
.
Delapan belas tahun telah berlalu, Davina gadis kecil yang dulu ditemukan Tania secara tidak sengaja di Koridor rumah sakit Emery, kini sudah tumbuh menjadi gadis cantik bermata hazel yang menjadi dokter anak.
Di Emery Hospital ia cukup dikenal, selain cantik, ia juga putri dari dua dokter senior di sana, siapa lagi kalau bukan visualnya Emery pada masanya, Bryan David dan Jung Joon Young. Davina cukup cekatan dengan pekerjaannya, ia lebih seperti anaknya Joon Young ketimbang Bryan.
Pov Davina :
Rumah sakit ini seolah sudah jadi tempat bermain ku, sejak usia lima tahun aku mengenal rumah sakit ini, sampai hari ini aku bermain bahkan bekerja disini. Tempat paling aman dan nyaman buatku, karena ada dua pria hebat yang menjaga ku disini, memperlakukanmu layaknya tuan putri, papaku dan appa ku.
Yap, aku punya dua ayah, yang satu ayah biologis ku, yang satunya suami tanteku. Mereka sudah berusia 50tahunan tapi tetap tampan. Pokoknya di rumah sakit ini, aku bekerja dengan tenang.
Pacar? Dulu aku punya. Dulu sekali, tapi karena suatu alasan yang agak menyakitkan, aku memilih mengakhirinya, saat itu usiaku masih awal 20tahunan dan hampir menyelesaikan masa residen ku, intinya begitu.
Lalu ketika seminar umum di aula raksasa Emery, aku mendengar kolegaku sedang sibuk mendebatkan sesuatu. Samar-samar ku dengar mereka membahas tentang, gempa, bantuan, daerah konflik, dan anak-anak. Karena penasaran, aku pun menimbrung.
"Ada apa ya dok, tadi ngga sengaja denger gempa. Gempa dimana?".
"Ini Vin, dokter relawannya masih kurang, hampir ngga ada yang mau. Di Pandora Town, gempa dahsyat, banyak korban meninggal, ada juga yang selamat kebanyakan anak-anak. Mau daftar?".
Sejenak aku berpikir, banyak yang sedang aku sebarkan dengan otakku sendiri. Entah karena pengalaman masa lalu, masa kecil ku yang kurang menyenangkan, aku terbayang, bagaimana rasanya anak-anak yang menjadi korban. Dengan kesadaran penuh pun aku meminta draft pendaftarannya.
Dan begitulah, bahkan kedua ayahku yang tinggi besar, papa dan appa, takut kepada wanita pendek mungil itu, keputusan tertinggi ada padanya, dan aku harus menaklukkan kerasnya hati tanteku ini.
Kesayanganku.
Aku merasa berangkat ke Pandora Town ini adalah panggilan jiwaku sebagai dokter. Apa lagi ku dengar, kebanyakan korban dari bencana ini adalah anak-anak. Aku ingin pergi, dan aku harus mendapatkan izin tante Tania ku.
.
.
.
TBC ... 🍁
Sejak teks yang ku kirim kepadanya Tante Tania benar-benar mendiamkan ku. Aku bingung harus bagaimana, aku sudah bilang kan dua pria andalanku pun takut sekali dan patuh pada putusannya. Apalagi oma Jean yang tidak segan dibantahnya jika tidak sesuai dengan paham nya.
Bukan berarti tanteku ini jahat ya yeorobun, hanya saja memang begitulah ia mencintaiku. Ia sudah punya dua anak, yang sulung sudah menduduki senior high, yang bungsu masih primary, ah... Baginya aku lah anak sulungnya.
Anak pertamanya yang temuinya ketika usiaku lima tahun, anak pertamanya yang dimandikannya di usianya yang masih dua puluhan kala itu, akulah anak pertamanya.
Setelah menduduki senior high kala itu, aku sudah tinggal dengan papa di Seleste Ville, tidak dengan Opa dan Oma ku lagi, dan hingga sekarang aku pun masih tinggal dengan papa. Tapi kami semua tinggal di kota yang sama, Seleste Ville. Bahkan rumah kami hanya berjarak lima belas menit dengan berkendara.
Kamarku juga tersedia di rumah tanteku, aku bebas datang ke sana sesuka seenak jiwaku, kan aku sudah bilang aku lah si sulung mereka.
"Appa.... ", rengekku pada Appa Joon yang sedang bersantai di balkon lantai dua, pria 50 tahunan ini benar-benar tampan untuk ukuran ayah anak dua, ia menyesap kopinya dan meletakkannya lagi lalu menatapku dengan ekspresi yang sama sekali tidak terbacaku.
"Appa... Bantuin Vina bujuk tante."
"No honey, that's not my bussiness. Appa tidak mau ikut campur soal itu, appa belum mau jadi duda... ".
"Appa..... ", rengekku lagi.
Appa benar-benar lepas tangan, jika appa Joon saja sudah begitu, maka papaku juga tidak jauh berbeda keadaannya, bahkan lebih parah.
🍁🍁
Seminggu pun berlalu, Davina sibuk mencari tahu semua hal tentang Pandora Town, tempat yang akan di tuju nya, meski masih abu-abu ia harus tetap mempersiapkan dirinya kan? Bahkan ia sudah membeli sleeping bag untuk jaga-jaga jika tempat tidur disana kurang memadai, karena ia agak sensitif ketika tidur. Ia menatap sebuah foto yang ia buka di sebuah forum online tentang bencana alam Pandora Town.
Bagaimana berantakannya situasi disana, puing di mana-mana, jika dilihat-lihat kalau ada tenaga medis disana ia harus menetap berbulan-bulan bahkan mungkin ber tahun. Keningnya berkerut menatap kacaunya scene di foto itu.
"Udah yakin banget?", tanya seseorang dengan nada datar.
Itu, Tania.
Davina yang awalnya tengkurap di tempat tidurnya menatap ipadnya, kini sontak bangun dan duduk menghadap tantenya, pandangannya tidak lepas dari mata Tania.
"Vina tetep mau kesana, Tan." yakinnya menunjukkan pada Tania bahwa keinginannya sangat kuat.
"Vina... ", seru Tania, suaranya melemah.
Davina tahu tantenya sangat tidak rela, ia tahu ini adalah saat tantenya akan menangis.
"Tante... Vina mau berbuat baik, Vina mau jadi dokter bedah anak bukan karena semata-mata papa dan appa itu dokter. Tapi karena nyembuhin orang itu rasanya indah banget, disana katanya banyak anak-anak yang jadi korban, tan. Vina ingat masa kecil Vina, masa kecil yang sama sekali ngga enak sebelum ketemu tante. Vina mungkin ngga bisa bantu banyak, tapi Vina bisa bagi apa yang Vina punya kan? ".
Jangan tanya Tania, ia sudah terisak memeluk yang katanya anak sulung nya itu.
"Bisa ngga berbuat baiknya jangan yang kayak gitu, yang lain aja. Tante ngga mau kamu kenapa-napa disana. Pandora itu bukan tempat yang ramah, nak. Itu daerah konflik, daerah bermasalah, bencana alamnya juga ngga main-main. Tante ngga bisa nak. Cukup kehilangan Tiara, tante jungkir balik jaga kamu, mastiin kamu terjamin, sekarang kamu mau pergi dari tante. Kamu jahat banget."
"Siapa yang bilang Vina ninggalin tante? Ngga ada. Vina ngga mau ninggalin tante kok. Ntar Juan sama Yena enak banget kalo hartanya tante cuma dibagi dua, bagi tiga dong sama Vina biar adil. "
Bugh... Tania menggeplak jidat Vina. Bukannya gadis itu merasa bersalah, ia malah tertawa.
"Tante... Boleh kan? Vina mau coba, papa pernah cerita dia juga pernah jadi dokter relawan."
"Halah... Papa kamu mainnya ke tempat yang aman, cuma penyuluhan kesehatan, gaya amat. Beda banget sama tujuan kamu, itu ekstrim sayang. Kamu yakin?".
Davina mengangguk.
"Vina bisa jaga diri, tante. Izinin Vina ya, Vina coba dulu, ntar kalo ngga sanggup, Vina minta jemput, janji deh... Ngga akan sok kuat, bener. Vina mana sanggup sok ok. Boleh ya tan..."
Diikuti helaan napas yang berat, Tania mengangguk kaku, melepas anak gadisnya untuk melebarkan sayapnya lebih lagi, ke Pandora Town, 10 jam penerbangan dari Seleste Ville. Tempat yang indah namun mematikan.
🍁🍁
"Yeobo... Dia sudah besar, bukan anak lima tahun lagi. Sudah 23 tahun, sudah dewasa sayang. Jangan dikekang terus menerus, ia juga sudah siap membangun dunianya sendiri, karirnya sendiri. Itu anaknya Bryan, akalnya banyak. Tenanglah. Jika terjadi sesuatu kamu kira aku dan Iyan akan diam? Kami bisa mengangkut semua dokter yang pergi kesana dalam sekali bergerak, gwenchana... ", Joon Young menenangkan istrinya lagi.
Akhirnya Tania diam, dan pelan-pelan menata hatinya, Joon Young benar, Davina sudah sedewasa itu, tapi entah kenapa baginya Davina hanya anak kecil yang harus ia jaga.
Keesokan harinya, dengan senyum semangatnya ia mengantarkan formulir pendaftarannya, saya sebagai dokter relawan ke Pandora Town, yang akan berangkat beberapa hari lagi.
🍁🍁
Deru suara mobil masuk ke dalam area rumah yang cukup luas itu. Sejak Davina lulus senior high Bryan membeli rumah di sebuah komplek perumahan mewah untuk mereka tinggali bersama. Sepertinya pembantunya sedang membukakan gerbang untuk seseorang, dan ia yakin itu Joon Young dan rombongannya.
Bryan pun melangkah keluar rumah untuk memastikan dan melihat Tania baru saja turun di bantu Juan dan Yena mengangkat banyak barang yang entah apa.
"Kalian mau pindah kesini?", tanya Bryan keheranan dan menoleh pada Joon Young karena Tania tidak menanggapinya, dan sang suami pun menggeleng sebagai kode untuk tidak ikut campur dan akhirnya ia pun diam.
"Tante... Ini semua apaan?", tanya Davina heran keluar dari kamarnya.
"Jangan banyak protes kalau ngga mau tante berubah pikiran."
"Siap, jungjeon mama... ", seru Tania menyilangkan satu tangan di dadanya.
"Tante udah siapin semua keperluan kamu dan semua ini harus dibawa. Disana dingin, jauh lebih dingin dari pada Seleste Ville di musim gugur, ini selimut hangat, ini kasur angin sama pompanya udah tante siapin, ini cuma buat seorang, ngga usah sok sokan sharing sama orang, tante tahu kamu sensitif banget soal bantal dan kasur. Ini diffuser portable, ini power bank, baskom lipat, penyimpanan serbaguna, sleeping bag, ini jauh lebih bagus daripada yang kamu beli, lebih tebel, waterproof, ini obat-obatan ringan, sama p3k lainnya, lampu emergency, lotion anti nyamuk stok berbulan-bulan dibagiin sama temen-temen kamu nanti ya." Tania menyelesaikan kalimatnya sembari menyusun semua barang yang sudah ia jelaskan ke dalam sebuah tas berukuran sedang.
Bryan dan Joon Young sudah mematung. Sementara Davina langsung memeluk tantenya dengan haru.
"Aaaaaa.... Makasi sayangnya aku, cintanya aku... Segalanya aku... Aduh.... ", cup cup cup.. Ia membombardir pipi mulus Tania dengan kecupannya. Sementara satu bulir air mata sudah lolos dari sana.
"Ayo yeobo kita pulang...", serunya.
"Jigeum? ", kaget Joon Young.
"Eoh.. Jigeum... ", balasnya sambil mencium lama kening Davina. " Jaga diri baik-baik ya nak. Tante ngga bisa anter, tante sibuk banget. Maaf... ".
Tanpa menunggu jawaban Davina yang masih bingung dan mematung, Tania membawa kembali semua rombongannya dan keluar dari pekarangan rumah Bryan tanpa banyak bicara. Joon Young tahu istrinya sedang terluka dan cemas, tapi ia juga tidak cukup egois untuk menahan keinginan Davina.
"Semua akan baik-baik aja sayang, trust me...".
.
.
.
TBC... 🍁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!