NovelToon NovelToon

Wo Men De Ai

Part 1

"Pria tanpa tawa"

...***Ketika orang orang mengatakan selamat tinggal dan melukai hatinya,...

...Nyatanya orang-orang yang dicampakkan akan lebih sakit dan patah hatinya. Benar kan??...

...Mungkinkah kita tahu jawabannya??...

...Begitulah cinta yang masih tersisa di hati para pecinta,...

...Meskipun menyakitkan nyatanya sang hati masih saja mencintainya...***...

💞💞💞💞

"Tuk tuk tuk.....gedubrak!!"

"Akh!!" jeritan seorang gadis yang tersandung di anak tangga paling bawah, kembali menyita perhatian para penghuni panti asuhan Kasih Kita.

"Kak Syila istiqomah sekali ya, dari berlarian menuruni tangga sampai adegan jatuhnya, terus saja dilakukan. dalam seminggu setidaknya lima kali kak Syila jatuh begini" Seorang siswi yang mengenakan seragam SMP, bangun dari duduknya dan memapah Syila berdiri.

"Istiqomah itu ibadah, bukan jatuh-jatuhan seperti ini, Bella" sahut sang pelakon loncat indah tadi. "Hupffhhh, aduh!!, lututku terluka lagi" keluhnya sembari mengelus lutut.

Melihat Syila meringis memegangi lututnya, Bryan bergegas menghampiri"Cepat selesaikan sarapan kalian anak-anak, nanti terlambat kesekolahnya!" serunya.

"Jatuh lagi??. Di bawah tangga lagi??" tanyanya pada Syila yang tersenyum masam, sembari meniupi lututnya.

"Besok kita gotong royong memindahkan tangga itu, biar kakak ceroboh kalian ini nggak jatuh terus di lokasi yang sama. Bisa-bisa habis terkikis tengkorak lututnya, jika setiap pagi loncat indah terus."

"Memang tangganya mau dipindahkan kemana, kak Bryan??" tanya Chelsea. Bocah kelas empat sekolah dasar yang ditinggalkan seseorang di depan pintu panti, beberapa tahun yang lalu.

"Kehatimu!" sahut anak cowok berseragam merah putih seperti Chelsea, Athala namanya.

Sahutan Athala membuat riuh meja makan.

"Wuuuu masih kecil sudah mainan hati, asem deh!kak Nazmi yang sudah SMA begini saja belum pernah ngomong masalah hati sama cewek."

"Itu kak Nazmi saja yang takut sama cewek!!" sahut Athala dan gelak tawa mereka semakin menjadi. Nazmi kalah telak pagi ini, cowok berwajah rupawan itu seperti memiliki alergi dengan lawan jenis. Selain dengan cewek-cewek penghuni panti dia merasa panas dingin dan kaku, jika berdekatan dengan cewek asing.

"Sudah!!, sudah!. Cepat selesaikan sarapan kalian. Kalian nggak mau terlambat ke sekolah kan" dengan tangan sibuk mengobati luka Syila, pria itu terus mewanti-wanti para anak-anak layaknya sang Ayah yang sedang menasehati anak-anaknya.

"Riko, uang komitenya sudah kakak masukan kedalam tas sekolah kamu, ya."

Anak berkaca mata itu dengan sigap menjawab"Siap, kak!." sahut Riko.

"Amel juga, jangan diselewengin ya, uang jajan kamu juga sudah kakak tambahin."

Amel memanyunkan bibirnya"Bawel akh." sahutnya judes.

"Dih nyolot, gemes pengen tabok mulutnya deh" ujar Nazmi, yang geram dengan tingkah Amel.

Ujung mata Amel spontan melirik tajam pada Nazmi"Sama aku aja kamu galaknya minta ampun, coba kalau sama cewek lain, mati kutu. Dasar aneh!!."

"Buah duku buah tomat____"

"Bodo amat! dasar kang sayur!!" sambar Amel. Nazmi menatap Amel dengan wajah nyolot dan mengolok.

"Kawinkan saja mereka kak, benci sama cintakan beda tipis" bisik Bella.

Bryan yang sudah selesai membalut lutut Syila tersenyum kecil kearah Bella"Kakak bukan penghulu". Jawab Bryan santai. "Bi Mumun tolong bereskan ya, pagi ini saya ada rapat jadi harus cepat cepat ke kantor."

Dengan semangat Bi Mumun menyahut perkataan Bryan"Siap Den Bryan, serahkan semuanya sama bibi. Kalo mereka cerewet boleh bibi pites satu-satu kan,Den?."

"Terserah Bi Mun, babat habis saja mereka satu-satu bi" guraunya sambil menarik lengan Syila"Ayo kamu berangkat sama Kakak."

"Bwekkk!!, buruan kabur sebelum taring sama tanduk bi Mun muncul!" ledek anak-anak langsung bubar dari meja makan.

"Hahahha, bisa takut juga kalian ya" bi Mun terkekeh.

"Kamu jadwal kerja di toko bunga apa di cafe". Tanya Bryan pada Syila. Mereka berjalan beiringan menuju mobil Bryan. Sementara anak-anak lain berangkat ke sekolah dengan sendirinya.

"Pagi ini di toko bunga kak, nanti sore lanjut di Cafe" gadis lugu itu menjawab tanpa menatap ke depan, alhasil tubuhnya menabrak punggung Bryan"Bruk!!."

" Syilaaa...., kamu sudah sarapan kan?."

"Hihihi iyalah, kak" jawabnya memegangi kepala sembari tertawa bak anak kecil.

Bryan juga memegangi kepala Syila, dia mengelusnya dengan lembut"Terus, kenapa nggak fokus sih?."

"Belum minum air mineral, kak" jawabnya masih dengan tawa.

"Dasar Syila!" Bryan masih mengelus rambut gadis berambut sebahu itu. Dengan manisnya Syila tertawa kepada Bryan.

Hubungan manis mereka layaknya dua saudara kandung, tanpa Bryan mungkin Syila nggak bisa apa-apa. Gadis ceroboh seperti Syila selalu saja membuat kesalahan, jika bukan karena Bryan yang mempunyai hubungan baik dengan keluarga Charllote, mungkin Syila nggak akan dipertahankan bekerja di toko bunga milik keluarga Charllote itu.

Bryan juga berperan banyak dalam membantu Syila mendapatkan pekerjaan paruh waktu lainnya di Cafe milik keluarga Arin, Cafe yang terletak tepat di depan Toko bunga milik keluarga Charllote. Dekatnya jarak tempat Syila bekerja setidaknya sedikit mengurangi kekhawatiran Bryan ketika melepas Syila bekerja. Sebab....Syila pernah ketiduran di dalam bis ketika pulang bekerja, alhasil dia terlambat pulang ke panti dan jelas saja hal itu membuat Bryan kerepotan mencarinya. Hal itu terjadi ketika Syila masih bekerja di toko buah.

"Jangan lupa makan siangnya. Kalo pulang jangan lupa kirimi kakak pesan, ya." Ucap Bryan sesampainya Syila di depan toko bunga.

Gadis itu mengangguk dengan senyuman.

"Jawab neng! jangan ketawa aja."

"Iya, kak Bryan" sahutnya.

Bryan mengacak pucuk kepala Syila"Hati-hati kalo sedang merangkai bunga, tangkai bunganya yang dipotong, bukan jari-jari kamu ya!."

"Iya, kak Bryan."

"Kalo lagi manggang roti jangan lupa memakai sarung tangan pas memasukan adonan ke dalam oven, jangan sampai tangannya kena oven panas lagi kayak kemarin."

"Iya, kak Bryan."

"Terus...."

"Terus kamu kapan berngkatnya, Bro??" Joen, salah satu Tuan muda di keluarga Charllote datang mengantarkan sang istri untuk membuka toko bunga.

Kedatangan Joen membuat Bryan salah tingkah"Iya, iya. Ini juga mau berangkat. Kamu juga ikut rapat kan?."

Joen menggeleng"Charllote Company nggak ambil andil dalam bisnis sarang walet. Ku dengar Tryfam Company yang akan jadi saingan kalian."

"Aduh, harus berurusan dengan yang mana ya?."

"Entahlah. Yang jelas kamu beruntung kalo berhadapan sama Fatur atau Vino."

"Bagaimana sama Lian?" tanya Bryan mulai was-was.

"Hihihihi" Ghina, istrinya Joen tertawa mendengar nama Lian.

"Lho, kenapa Ghin?."

"Sebelum bertemu Lian kamu harus banyak berdoa, minta pertolongan kepada sang maha pencipta agar diberikan kesabaran dan ketabahan" jawab Ghina masih dengan tawanya.

"Waduh" lirih Bryan semakin resah.

"Hahahh, ya sudahlah Bro, mending kamu cepat berangkat. Syila akan aman bekerja di sini" tutur Joen.

"Hupffhh...., kamu jangan ceroboh ya, Syil."

"Iya kak" itu lagi jawaban Syila. Gadis polos ini terus saja berkata"Iya" setiap kali dinasihati dan diwanti-wanti Bryan. Nyatanya nanti pas pulang entah luka apalagi yang akan dia dapatkan. Entah itu lecet terkena panas oven lagi kah, atau mungkin lecet tergores duri mawar lagi kah. Hah! gimana Bryan nggak mendadak cerewet kalo sedang menasehati wanita kecil ini, orangnya terlalu polos dan lugu.

...💖💖💖💖...

"Sayang, kamu pagi ini ada rapat kan? buruan ngantor" Jovana menggoyang-goyang tubuh Vino saat membangunkannya.

Si Vino bereaksi dengan menggeliat sejenak, kemudian tidur lagi.

"Bebs! ujung kaki Jova mendorong punggung Vino.

"Oh lord, Istriku main fisik" Keluh Vino masih dengan mata terpejam.

"Oh lord, maafkan aku. Aku begitu karena suamiku jago ngorok" balas Jova.

Vino terkekeh dalam selimut, punya istri galak tapi penyayang seperti Jova membuat hari-harinya penuh warna.

"Sruk" Vino bergegas bangun"Sayang, ponsel aku mana?."

"Entahlah, kalo ponsel aku sih aku tau letaknya, sayang."

"Ya elah Sayang, pagi-pagi jangan judes dong."

"Aku kesal, aku di ceramah Lian karena kamu belum muncul di kantor. Buruan berangkat ke kantor!! kamu tau kan Sayang, si Lian kalo marah kayak apa. Dia akan terus menceramahimu sampai telingamu gosong." Jova copy paste kata-kata Lian, pagi ini dia ikut terkena semburan api amarah Lian lantaran sang suami telat betangkat ke kantor.

"Ish!!nanti aku akan balas memarahinya, kembalikan dulu ponselku."

"Suwer, aku nggak tau di mana ponsel kamu, Sayang. Coba diingat-ingat, kamu simpan di mana ponselnya." Si istri malah balik bertanya.

"Hmmm...." otak bangun tidur Vino dipaksa mengingat di mana terakhir kali dia meletakan ponselnya.

Beberapa detik kemudian dia menjentikan jari"Di saku celana hitam yang aku kenakan kemarin."

"Jogger?."

"Iya".

" Pantas saja terasa berat, aku sudah memasukannya ke dalam mesin cuci, Bebs" jawab Jova santai.

"OH LORDDDDD" Pekik Vino mengejar mesin cuci.

...💖💖💖💖...

"Trrrrtttt."

"Trrtttt....."

"Kurang ajar! pada kemana sih??" Lian mengetuk-ngetuk meja kerja, dia kesal banget sama Fatur yang sulit di hubungi, begitupun Vino"Sudah tau akan ada rapat, dia malah bertingkah terlambat ke kantor!."

"Lian, kemana Vino??" sosok yang nggak diharapkan Lian kini hadir di hadapannya.

"Mati kali" jawabnya kesal.

Pria paruh baya itu menghela nafas"Sudah di telepon?."

"Memangnya orang mati bisa terima telpon, Pa?."

Riley menghela nafas lagi"Sikapnya semakin menjadi" bisik hatinya.

"Kamu saja yang memimpin rapat, papa yakin kamu pasti bisa memenangkan tender demi memajukan perusahaan kita."

"Ya" jawab Lian singkat.

Sudah satu tahun berlalu, sikap Lian masih saja dingin. Terlebih kepada Riley, papanya. Kasus perselingkuhan sang papa hingga berbuntut hilangnya Kaila, sang tunangan. Jelas hal itu nggak akan pudar begitu saja di hati Lian. Meskipun akhirnya sang papa kembali kepada mamahnya, namun Kaila yang menyesal sempat menyembunyikan perihal perselingkuhan Riley nggak kunjung kembali kepadanya. Entah di mana Kaila sekarang?. Masih hidup kah?. Atau...

"Kaila pasti baik baik saja di suatu tempat" lirih hati Lian setiap kali memikirkan hal itu.

...💞💞💞💞...

"Cekiiittt!!!" Fatur memarkir mobil dengan tergesa-gesa"Arghhh!!aku bisa digeprek Lian ke dasar bumi, telat dua puluh menit!!" memekik sembari melirik arlogi yang dia kenakan.

"Pagi, pak Fatur!!" sapa para karyawan yang mendapati Fatur berlarian dari parkiran hingga ruang rapat. Pria itu menggangguk di sela aktivitas menguras energi itu.

"Lho...!!kemana orang-orang?" ujarnya dengan nafas beradu.

"Rapatnya kan di perusahaan Brander, Pak."

Fatur menggeplak kening dengan tangannya. Sudah terlambat ke kantor, nggak tau informasi pula. Hari ini dijamin dia bakal menuai ceramah dari Lian sampai telinganya hangus terbakar.

Secepat yang dia mampu Fatur bergegas kembali memacu laju mobilnya.

"Kriukk...."

"Akh!! aku nggak sempat sarapan" lengkap sudah kesialan Fatur hari ini.

Perlu waktu sepuluh menit hingga dia tiba di parkiran perusahaan Brander. Setelah sampai pun dia masih harus bertanya kepada resepsionis di mana ruangan rapat berlangsung. Nggak ada yang menyambut kedatangannya, hal ini jelas karena Lian memang melarang Dion sang sekretarisnya untuk menunggu kedatangan Fatur di depan perusahaan Brander.

"Biar tau rasa!" gerutu Lian.

"Tok tok" karyawan magang membukakan pintu dan nampaklah wajah Fatur di sana. Perhatian para pemegang saham baik dari perusahaannya ataupun perusahaan Brander langsung tertuju kepadanya.

"Maafkan keterlambatan saya" ujar Fatur menyesali kelalaiannya kali ini. Lian menatapnya kesal, apalagi datang tanpa Vino. Ckckckckckkc semakin membara amarah di hati Lian.

"Oh Pak Fatur. Nggak pa-pa Pak, anda pasti kelelahan membantu istri anda mengurus bayi kembar yang baru lahir kan" ujar Tuan Odet Brander, selaku pemimpin perusahaan itu.

Fatur menghela nafas lega, setidaknya Tuan Odet memakhlumi dirinya.

"Cih!" Lian berdecih.

"Silahkan duduk pak Fatur, lanjutkan presentasi anda Pak Lian" ujar Tuan Odet lagi.

"Baiklah Tuan Odet, terimakasih atas kebaikan anda memakhlumi keterlambatan rekan saya" Lian pun melanjutkan presentasinya, tentu dengan gemuruh hati yang hendak meledak bak gunung merapi.

Seandainya Fatur punya penglihatan supranatural, dia pasti dapat melihat kobaran api dari kedua mata Lian ketika menatapnya.

Selesai Lian berpresentasi kini giliran Bryan, Tuan muda Brander yang berpresentasi. Dia nggak kalah bagusnya dengan Lian dalam menjelaskan visi dan misi, keuntungan dan segala penyelesaian dalam setiap kendala kalo berbisnis dengan mereka. Tuan Abraham selaku calon rekan bisnis yang sedang di rebutkan Trifam dan Brander merasa bingung, ketika harus menentukan dengan perusahaan mana mereka akan menjatuhkan pilihan.

"Anak muda jaman sekarang, kalian benar-benar patut di acungi jempol" tuturnya sembari mengacungkan kedua jempol kepada Lian dan Bryan.

"Terimakasih Tuan Abraham, saya masih harus lebih banyak belajar lagi" ucap Bryan. Berbeda dengan Lian yang menanggapi hanya dengan seulas senyuman. Namun justru hal itu yang membuat Tuan Abraham lebih tertarik kepada Trifam.

"Mahal sekali tutur kata pak Lian, dari tadi senyumnya baru seulas saja" bisik salah seorang peserta rapat.

"Dulu nggak begitu, malah kebalikannya."

"Masa iya, lihat deh auranya bikin susah nafas. Kamu tau nggak, menurut desas-desus yang tersebar dia bisa membuat lawannya risih hanya dengan saling tatap, matanya bisa meruntuhkan semangat."

"Iya juga sih, tadi pas dia datang aku menyapanya dengan ramah. Kamu tau gimana reaksinya?."

Sang karyawan Brander yang lain mengendikan bahu.

"Dia menatapku lekat-lekat dan cuma bergumam."

"Bergumam gimana?."

"Hemmm" ujar lawan bicaranya mencontohkan gumamam Lian tadi.

Sang lawan bicara menahan tawa"Kasian sekali kamu, itu namanya dikacangin tingkat dewa."

"Iya tuh. Seketika aku jadi rendah diri, semangatku langsung merosot, hah...aku menyesal sudah menyapanya."

Bryan yang berada di sebelah mereka menyikut lengan salah satu di antara mereka. Mendapat teguran begitu seketika mereka berdua senyap, tak ada lagi bisik-bisik tetangga di antara mereka.

Rapat terus berlanjut, Fatur begitu gelisah. Dia kelaparan!!.

"Tuing-tuing" Fatur menarik kemeja Lian.

"Aku lapar" cicit Fatur.

"Terus??" Lian menyahut tanpa menatapnya.

Fatur berkeluh kesah lagi"Lama banget rapatnya."

"Kamu pasti nggak sempat sarapan" terka Lian.

Fatur mengangguk.

"Mungkin sejam lagi bakal selesai" ujar Lian memperkirakan.

"Sejam kemudian seluruh organ dalamku sudah habis di makan para cacing kelaparan dalam perutku ini" Fatur terus mengoceh kepada Lian. Dia nggak berbeda jauh dengan putra pertamanya pas lagi merengek dan merayu.

"I dont care" Lian menutup perbincangan.

Apa hendak dikata, kalo Lian sudah berkata nggak peduli. Mempersembahkan gunung himalaya pun nggak akan mendapat perhatian dari seorang Lian. Mau nggak mau Fatur meneggak air mineral sebagai pengganjal perut laparnya"Nasibku apes banget hari ini" keluhnya dalam hati.

Nggak terasa waktu perlahan berlalu. Tuan Odet melirik arloginya"Sebentar lagi jam makan siang, gimana kalo kita makan siang bersama dulu."

"Boleh juga, kebetulan tadi pagi saya belum sempat sarapan" sahut Tuan Abraham.

"Sama, saya juga" sentak Fatur spontan.

"Bahlul!" Lian memekik tertahan ke arah Fatur.

"Hahahahaha mari Pak Fatur, kita ketepikan dulu masalah kerjaan. Perut kita lebih berharga bukan" Tuan Odet merangkul pundak Fatur. Bersama Tuan Abraham mereka melenggang dengan santai keluar ruangan.

Dion yang menyadari suasana muram hati sang atasan bergumam di dekat Lian"Sabar, Pak Lian."

"Mau nggak mau aku memang harus bersabar, Dion" sahutnya datar.

"Kita nggak ikut makan siang pak?."

"Kamu lapar?."

"Oh Tuhan, ini sudah jam makan siang. Jelas aku kelaparan" lekik batin Dion.

"Anu....kayaknya enggak. Saya masih kenyang kok" jawabannya bertolak belakang dengan tangan yang terus mengelus perut yang mulai kelaparan.

Lian menepuk pundaknya"Kalo begitu temani saya melihat-lihat perusahaan ini."

"Memangnya dibolehin, pak?."

"Kamu pastikan dong" tukasnya merapikan letak dasinya.

"Aku pula yang dia tumbalkan!" pekik batin Dion lagi.

"Boleh dong" seseorang bersuara, dia adalah Bryan. Sudah dari tadi dia memperhatikan Lian.

Kedua mata Dion berbinar"Nah, boleh ternyata, pak" Dion merasa lega. Dia nggak perlu bersusah payah meminta ijin lagi.

Lian melirik Bryan sekilas...sekali lagi, seulas senyum sebab tatapan mereka bertemu"Terimakasih" terucap juga kata-kata itu dari mulut Lian.

"Tapi, gimana kalo kita makan siang dulu?." Mendengar bisik-bisik dua karyawannya tadi membuat Bryan sedikit tertarik dengan Lian. Hal apa yang membuat pria yang dulunya ramah tamah dan ceria menjadi dingin dan pendiam seperti sekarang ini.

To be continued~~

Borneo. 4 September 2020.

Selamat membaca, berikan komentar, saran dan juga kritik kalian ya 😁.

Salam Be___Mei 😉

Part 2

***Saat ini ketika aku berpikir untuk merelakanmu pergi...

Tapi hatiku tak bergeming sedikitpun untuk membiarkanmu pergi...

Bahkan saat ini ketika hari hari kelam mendorongku untuk mengakhiri diri sendiri...

Sekedar mengingat senyummu saja dapat membantuku bernafas dan kembali bertahan dalam sepinya hidup ini...

Apa yang harus aku lakukan ???

Mengenangmu aku sakit,

Melupakanmu aku pun sakit***,

💞💞💞💞

Dion makan dengan lahapnya, tatapan kesal Lian tak sekalipun di hiraukannya.

Sang atasan menatapnya lekat lekat mencoba memberi signal agar menjaga sikap. Namun Dion nggak menangkap signal peringatan dari Lian, suapan demi suapan terus dia lancarkan ke dalam mulutnya. Sampai akhirnya...." Haiiiiiaammm, ups!!". Dion bersendawa.

Sontak Bryan yang awalnya nggak menyadari kerakusan Dion pun jadi memusatkan perhatian kepadanya " Pelan pelan makannya Pak Dion, persediaan makanan di restoran ini masih banyak kok". Tegur Bryan dengan seringai tawa.

" Tuk!!". Dion merasakan ujung kakinya di tendang Lian yang kini tengah membuang malu dengan berkilah memijit keningnya.

" I___iya Pak Bryan, maafkan etika tidak baik saya". Ujarnya berhenti sejenak dari aktivitas makannya.

" Santai Pak Dion". Tangannya menganjurkan Dion untuk lanjut menyantap hidangan.

Dion nyengir kepada Bryan namun dia menggigit bibir ketika tatapannya bertemu dengan kedua mata Lian.

" Pak Lian makan juga deh". Tawar Bryan, dia mendekatkan menu yang sudah di pesan kehadapan Lian.

Ujung telunjuk pria dingin itu mendorong piring berisi menu utama sedikit mundur " Silahkan Pak Bryan saja yang makan, saya akan menemani anda di meja ini".

" Lho...Pak Lian nggak makan??".

" Saya akan menyantap salad ini saja". Tuturnya menarik semangkok salad dan segera menyantapnya.

" Oh..pantas saja anda memiliki tubuh atletis". Lanjut Bryan lagi.

" Hm...". Sahut Lian dengan sedikit senyum di ujung bibir.

" Kaku dan dingin". Batin Bryan.

5 menit setelah percakapan suasana di meja makan terasa 1 jam bagi Dion dan Bryan. senyap dan sepi, bahkan suara sendok yang di gunakan Lian pun tak terdengar. Entah memang etika makannya yang senyap atau memang dirinya yang sudah terbiasa dengan kesunyian hingga ketika makan pun dia tak bersuara sedikitpun.

" Ehem..." Bryan membetulkan letak dasinya. " Mari kita berjalan jalan di sekitaran kantor kami". Ajaknya setelah sebelumnya mengintip pada mangkuk salad Lian yang mulai berkurang banyak.

" Sebentar Pak Bryan, makanan saya belum habis". Ujarnya.

" Anda terbiasa menghabiskan makanan hingga titik terakhir Pak?". Ucapnya mencoba mencairkan suasana.

" Dulu enggak, sampai seseorang mengajarkan saya bagaimana cara menghargai makanan". Sahutnya melirik piring Dion yang berantakan bak kapal pecah.

Merasa di sindir sang atasan Dion pun menundukan pandangan, apa hendak di kata nggak mungkin kan dia menyambung acara makannya demi merapikan kembali sisa sisa makanan di dalam piringnya.

" Melihat cara makan anda saya jadi teringat dengan seseorang, etika makannya seperti anda Pak. Saya permisi untuk menelponnya sebentar".

Lain mengulurkan tangan mempersilahkan Bryan melalukan panggilan.

" Tuttt"...

" Tuuut..."

" Akh...kenapa dia nggak menerima panggilan". Gumamnya.

Ujung mata Lian menatap pria di hadapannya seolah bertanya " Siapa itu?"

" Tuttt..."

" Tuuttt...." Suara menunggu panggilan di terima terdengar samar di telinga Lian.

Bryan mengetik pesan dengan cepat " Apakah terjadi sesuatu??" Ujarnya bergumam lagi.

" Kalo anda ada kepentingan lain kita bisa melakukan rencana kita di lain waktu Pak Bryan".

" Hm...perlu waktu kurang lebih 20 menit jika saya harus menghampirinya Pak". Bryan berujar.

" Dan rapat kita belum selesai". Sambung Lian.

" Saya akan mencoba menghubungi istri sahabat saya untuk memastikannya". Bryan menekan nomor Ghina.

" Hm..". Memang makhluk irit bicara. Bryan terkesan banyak bicara ketika berhadapan dengan Lian, padahal memang dasar Liannya aja yang pelit bertutur kata.

" Ceweknya Pak??". Dion nimbrung, niatnya ingin berbincang lebih akrab dengan Bryan. Namun bagi Lian sikap Dion kurang baik mengingat ini adalah pertemuan pertama mereka.

Bryan tersenyum tipis " Adek saya, dia salah satu penghuni di panti asuhan yang saya bina".

" Oh Bapak punya panti asuhan??". Lanjut Dion, dan kali ini Lian benar benar seakan tak terlihat di mata Dion. Dia cuek berbincang seolah mengorek informasi jati diri seorang Bryan Brander.

Bryan mengangguk " Itu panti asuhan peninggalan Mamah saya, sebelum pergi beliau berpesan untuk terus mengelola tempat itu dan saling mengasihi sesama".

" Jadi Pak Bryan nggak punya Mamah lagi??".

" Dion!!". Sentak Lian pelan namun tegas.

Kedua mata Dion berkedip lebih cepat " Aku salah bicara 😣". Gumam batinnya.

" Maafkan kelancangannya Pak Bryan".

" Nggak apa apa Pak Lian, itu sudah lama terjadi kok. Menceritakan hal itu nggak melukai hati saya sebab saya yakin Mamah saya tlah bahagia dan tenang di surga".

Dia kembali melirik layar ponselnya" Saya pamit sebentar ya Pak". Ujarnya beranjak dari meja dan segera menghubungi Ghina.

Belum hilang bayangan Bryan dari hadapan mereka Lian tlah menyuapkan daun salad ke mulut Dion.

Terkesigap Dion pasrah menerima suapan Lian" Maaf Pak".

" Makan daunnya!".

" Siap Pak!". Dia manut mengunyah dan menelan daun salad seperti perintah Lian.

Ujung garpunya bersiap menyuapai Dion" Lagi??".

Dion menggeleng cepat. Dia nggak suka sayuran apalagi di bikin salad kaya begituan.

" Ayo makan lagi ".

Kedua tangannya mengatup dengan kepala tertunduk" Ampun Pak". Rengek Dion bak anak kecil.

Garpupun Lian letakan kembali" Cepat hubungi Pak Vino, tanyakan kenapa dia nggak menyusul kita ke sini".

Dion segera menghubungi Vino namun sayang nomornya nggak bisa di hubungi.

" Nggak bisa Pak, nggak nyambung". Ujarnya dengan hati ketar ketir.

Tanpa jeda untuknya berpikir panjang Lian langsung memberi perintah kepada Dion " Siapkan pemindahan tugasnya ke Jepang".

" Set dah, langsung di pindahin ke Jepang Pak?? kan Pak Vino belum ngasih alasan Pak". Nadanya sedikit meninggi. Fatur yang berada di meja lain menyadari bahwa Dion sedang di bawah tekanan Lian.

Bagai nggak mengenal kata ampun Lian santai memberi perintah kepada Dion " Selepas dari sini kamu langsung laksanakan tugas itu".

" Kalo Pak Vino menolak gimana Pak??".

" Kamu yang gantiin". Ucapnya santai.

" Pak Liannnn 😣😣😣😣".

" Jaga sikap dan jangan berisik!!". Tegas Lian lagi.

" Pak Vino yang bolos kerja kok saya yang menanggung hukuman sih Pak?".

" Bonus akhir tahun mau saya potong??". Dia berbicara tetap dengan nada santai namun menyerang tepat di titik terlemah Dion.

" Oke Pak saya akan diam". Dion terpojok. " Oke..aku akan mati matian membujuk Pak Vino ke Jepang, apapun alasannya!!". Tegas batinnya.

Setelah memastikan keberadaan Syila akhirnya Bryan dapat menghela nafas lega. Rupanya Syila sedang membagikan bunga di depan toko bunga bersama sang pemilik toko bunga. Mungkin dia meninggalkan ponselnya di dalam tas ketika hendak melaksanakan tugasnya.

Mepetnya waktu membuat rencana mereka benar benar gagal " Mungkin lain waktu jika anda berkunjung ke kantor kami lagi Pak Lian".

" Iya Pak Bryan". Sahutnya. Merekapun berjalan beriringan menuju ruang rapat. setelah beberapa waktu kembali melanjutkan rapat, sangat di sayangkan kali ini Bryan harus menerima dengan lapang dada. Dia kalah di kandang sendiri, proyek kali ini jatuh di tangan Lian.

" Selamat Pak Lian". Ujarnya memberi selamat kepada Lian.

" Terimakasih atas kebesaran hati anda Pak Bryan".

" Hmmm bolehkah kita berteman.....mulai sekarang". Tawar Bryan sedikit ragu ragu. Dia semakin tertarik dengan Lian, pembawaannya yang santai dan nggak banyak bicara namun tegas dan jelas ketika berpresentase. Nggak seperti gosip yang beredar yang mengatakan dia orang yang galak, nyatanya dia cukup ramah bagi Bryan. Hanya saja ....Dia memang pendiam, jadi Bryan harus lebih banyak berbicara lebih dulu kepadanya.

Tanpa di sangka Lian menyodorkan ponselnya kepada Bryan.." Silahkan ketik nomor Wa anda Pak Bryan".

" Jadi sekarang kita berteman??". Bryan mencoba memastikan.

" Ya".

" Berarti aku bisa memanggil anda Lian saja, tanpa embel embek Pak??".

" Oke____Bryan". Lian mengendikan bahu pertanda setuju.

Pemandangan yang sangat langka bagi Dion. Tanpa sadar mulutnya tak menutup dengan benar menyaksikan keterbukaan Lian terhadap Bryan. sejak pertama dia bekerja tak jarang para Klien mengajak Lian berteman seperli Bryan, apalagi kalo sedang berhadapan dengan Klien cewek Lian akan menolak dengan tegas dengan alasan " Saya nggak pandai bersosialisasi".

💞💞💞💞

Cuaca yang cerah sejuk dan sedikit berangin. Semesta seakan memayungi Syila yang sedang bekerja di bawah langitnya.

Sang matahari yang biasanya terik hari ini sedikit bersembunyi malu ketika Syila sedang sibuk membagikan bunga bunga kepada para pejalan kaki yang melintasi toko bunga.

" Selamat hari kasih sayang". Ujarnya memberikan setangkai bunga mawar berwarna merah muda kepada seorang gojek.

" Makasih neng, bikin semangat kerja deh 😁". Kang gojek menerima bunga itu dengan senyum lebar.

" Sama sama bang, yang semangat kerjanya ya 💪".

" Yoi neng". Kang gojek begitu bersemangat. dia kembali ke atas motornya setelah selesai mengantarkan pesanan makanan untuk Ghina.

" Bye bye 👋👋👋". Syila melambaikan tangan kepadanya. Semilir angin membelai wajah manis itu, tak di pungkiri Syila gadis yang cukup menarik dan manis.

Tingkah Syila mendapat perhatian dari Nyonya Sook sang ibu mertua Ghina.

" Polos bener tu anak".

Ghina menyahut sembari membuka makanan yang dia pesan " Iya Mah, sayang ceroboh 😅".

" Makanya Bryan jagain dia banget kan". Nyonya Sook menyuap seblak yang di pesan Ghina tanpa permisi. Ghina hanya dapat memandangi tingkah mertuanya dengan pasrah. " Mantep Ghin, bagi Mamah ya".

" Nggak takut di omelin kak Jung lagi?? Mamah kan nggak boleh makan pedes".

" Jung nan jauh di mata nggak bakal tau kalo Mamah makan pedes kan, asal kamu nggak laporan aja". Ujar nya berkilah.

" Suka suka Mamah deh, btw tadi Bryan nelpon buat mastiin keadaan Syila. Care banget dia sama Syila". Tema mereka kembali kepada Bryan dan Syila.

" Cocok nggak sih kalo mereka jadi pasangan kekasih??"

" Nggak tau Mah, mereka Kaka adek kali Mah kok di bilang pasangan kekasih". Ghina mengendikan bahu dengan tampang tak tau.

Nyonya Sook diam saja dengan ucapan Ghina. Siapa yang tau kalo Nyonya Sook menyimpan rahasia tentang mereka.

Suasana jalan raya perlahan ramai, letak toko bunga yang tepat berada di depan lampu merah membuat Nyonya Sook berpikir untuk membagikan bunga kepada para pengguna jalan raya ketika lampu lalu lintas berwarna merah.

" Syila...kita bagiin ke sana pas lampu merah ya".

" Iya Nyonya". Gadis itu manut dengan perintah sang empu toko bunga.

" Oh iya, kamu makan siang dulu deh".

" Nanti aja Nyonya, masih kenyang kok".

" Jangan dong Syila, nanti kamu masuk angin".

" Nah lampu merah Nyonya". Ujarnya nggak mengindahkan ucapan Nyonya Sook.

" Makan dulu Syila!!". Nyonya Sook terus mengingatkan.

" Abis ini Nyah". Sahutnya lagi.

" Iya deh, yuk!". Syila mengekor langkah sang majikan dengan beberapa tangkai bunga bawar di tangannya. Dengan senyum dan tutur kata yang manis dan lembut Syila bersama Nyonya Sook berjalan kesana kemari membagikan tangkai demi tangkai bunga mawar.

" Selamat hari kasih sayang". Nyonya Sook memberikan bunga kepada supir angkot. Juga kepada pengguna jalan yang lain. Bermacam ekspresi suka dam bahagia mereka saksikan di sana.

" Ada apaan sih..". Kegiatan mereka menyita perhatian seorang pengguna jalan yang tak lain adalah Lian. Kebetulan setelah pulang dari perusahaan Brander mereka melintasi jalan itu.

" 14 Februari Pak, hari kasih sayang". Sahut Dion yang selain menjadi asistennya dia juga merangkap sebagai supir pribadi Lian.

" Oh...".

" Tuk tuk". Kaca mobil Lian di ketuk seseorang yang membawa setangkai bunga. Spontan Lian pun menurunkan kaca mobilnya.

" Selamat hari kasih sayang". Ujar seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik. Dengan senyum ramah dia menyerahkan setangkai bunga kepada Lian.

" Terimakasih Nyonya". Ujar Lian mencoba membalas senyuman Nyonya Sook.

" Sama sama anak muda". Ujar Nyonya Sook. Saat itu lampu akan berganti warna hijau " Syila...ayo kembali ke toko bunga". Serunya pada Syila yang berada sedikit jauh di belakangnya.

" Baik Nyonya".

Seruan Syila menyita perhatian Lian. Dia mencari suara itu berasal, sayangnya Dion keburu memacu mobil.

" Suara itu____". Gumamnya.

" Suara apa Pak?".

Tubuhnya bereaksi di luar kendali ketika mendengar suara gadis itu. Lian gelisah memandang kebelakang mobil. Sekilas kedua matanya menangkap bayangan Syila yang menghampiri Nyonya Sook.

Kedua matanya mengerjap " DEG!!".

" Kaila!!".

" Apa Pak??". Dion memacu mobil semakin laju.

" Kaila!!, Stop !! Stop Dion!!".

" Cekitttt!!!" Dion terkaget. Setelah mobil menepi Lian buru buru keluar mobil.

" Pak Lian mau kemana??".

Mendengar pertanyaan Dion, Lian mencoba menyadarkan diri.

" Kaila?? dia di kota ini??". Langkahnya terhenti. Dia memandangi toko bunga Charllote, toko yang baru saja di masuki gadis itu.

" Syila..". Terngiang ucapan Nyonya pemberi bunga tadi.

Dia menepuk keningnya " Akh!! dia bukan Kaila". dia kembali ke dalam mobil dengan perasaan yang masih kalut.

" Gimana Pak?? mau putar balik??".

" Nggak usah, lanjut ke kantor". Dan mobil pun kembali melaju menuju Trifam company.

" Toko bunga Charllote____bisakah kamu menyelidiki gadis yang berada di sana??".

Dion yang kurang tanggap nggak mengerti dengan maksud sang atasan" Gadis yang mana Pak??".

" Yang bagiin bunga tadi". Ujarnya mencoba menjelaskan.

" Bukannya itu wanita paruh baya Pak??".

Lian diam sejenak, percuma meminta Dion menyelidiki seseorang di sana. Bukannya menganggap remeh Dion, Lian nampaknya harus menyuruh seseorang yang lebih competent dalam tugas kali ini.

" Sudahlah!!, kamu urus Pak Vino aja".

Kening Dion mengerut lagi. Teringat perihal Vino membuat hatinya resah. Mungkinkah Vino yang pandai ngeles itu mau di pindahin ke Jepang?? Dia nggak kalah ngusahinnya di banding Lian, apa dia harus meminta bantuan sama Fatur?? " Akh!! apa Pak Fatur bisa membantuku kali ini??". Dion terus memacu mobil dengan bermacam pikiran. Otak kecilnya berputar kesana kemari mencari cara agar masalah Vino dapat dia atasi.

Sementara Dion terhanyut dalam keresahan karena tuntutan pekerjaan, Lian sang atasan yang terlihat tenang di kursi penumpang nyatanya juga sedang terhanyut dalam keresahan. Ingin rasanya dia berbalik dan memastikan secara langsung, namun dia menahan diri agar tak bertindak berlebihan.

Bersambung ~~~

To be continued...

Selamat membaca, Silahkan tinggalkan saran dan kritik kalian ya 😉.

5 semptember 2020.

Salam anak borneo

Part 3

***Jika mengingat semuanya tlah lama berakhir...

Bukankah sudah waktunya aku membiarkan kamu pergi??

Kamu hidup dalam ingatanku yang tak terlupakan...

Di pecahan yang tak terhitung jumblahnya dan berserakan di setiap sudut hatiku...

Bagaimana caraku untuk menolakmu***??

💖💖💖💖

Perlahan malam mulai menyapa sang bumi, lampu lampu jalanan mulai menyala untuk membantu para pejalan kaki menyusuri ruas ruas jalan kecil ketempat tujuan masing masing.

Di ujung jalan nan sepi Syila berjalan dengan langkah yang nampak santai namun siapa yang tahu bahwa sang pemilik kaki jenjang itu melangkahkan kaki dengan perasaan yang tak bisa dia jelaskan sendiri. Perasaan itu muncul lagi, ingin sendiri dengan keresahan hati yang tak tau sebabnya. Dia merasa sedih dan ingin menangis tapi dirinya sendiri pun tak tahu kenapa dia ingin menangis. Berkali kali Bryan menelpon dan berkali kali pula Syila tak merespon.

" Kok ngilu sih." Gumam Syila memegangi Dadanya yang terasa sesak lagi. Terkadang perasaan kesepian ini muncul menghantui secara tiba tiba. Rasa rindu yang menggebu namun tak tau entah kepada siapa??.

Bryan menyusuri jalanan mencari keberadaan Syila, " Kambuh lagi nih kabur kaburannya".

Setahunya Syila akan pergi ke atas bukit jika resah hatinya kembali muncul. Syila sangat menyukai bintang, suasana di atas bukit membuatnya terasa lebih dekat dengan bintang.

Bryan meniti anak tangga ke atas bukit, nampaklah pohon besar nan rindang berhiaskan gemerlap lampu hias berwarna warni..

Ada beberapa kursi santai yang tersedia di bawah pohon itu, dan di sanalah biasanya Syila akan melepas segala perasaan aneh yang mengacaukan hari harinya.

" Syilaaaa!" Seru Bryan, Tak ada sahutan. Yah gadis itu nampak tak ada di sana. Hanya ada pengunjung lain yang juga sedang menikmati langit malam penuh bintang sembari menyantap berbagai jajanan ringan yang di jual para pedagang.

Panggilan kepada nomor Syila kembali dia lakukan, namun gadis itu masih saja tak merespon. Atau kah sesuatu tlah terjadi???

" Ya allah la....kemana sih???". Gumamnya resah. Bryan masih mengenakan pakaian ngantornya, dia begitu khawatir ketika menjemput Syila sepulang dari kantor ke toko bunga dan ternyata Syila sudah nggak ada di sana.

Di lain tempat gadis yang sedang di cari cari oleh Bryan tengah duduk menghadap sungai. Angin sejuk malam menembus pakaiannya, awalnya memang sejuk namun lama kelamaan Syila mulai merasa kedinginan. Kedua tangannya saling berpegangan pada pundaknya " Hufphh..." Helanya mencoba mengusir hawa dingin.

Pinggiran sungai nampak lumayan ramai malam itu, para pedagang berjejer menjajakan bermacam macam jajanan manis, pedas, maupun asin. Sebuah stan yang menjual ayam pedas manis menyita perhatian Syila. Di penggemar makanan pedas dan jelas dia merasa tergiur untuk mencicipinya.

Sesampainya di stan ayam tanpa membuang waktu Syila langsung memesan makananya" Bang...1 porsi ya". Pintanya pada Kang ayam.

" Ngantri sebentar ya neng". Sahut Kang ayam yang terlihat lumayan sibuk dengan dagangannya.

Syila melirik sekitar, kursi kursi di tenda stan sudah terisi semua " Iya deh Kang, saya tungguin di meja sono ya". Tunjuknya pada sebuah meja kosong yang tertata tepat menghadap ke arah sungai.

" Iya neng, pedes level berapa nih?".

" Super pedes deh". Sahut Syila meraih sebotol air mineral dan berlalu menuju meja kosong setelah sebelumnya membayar minumannya kepada Kang ayam.

Lantunan Spring day dari BTS mengalun dari pengeras suara yang sedang menyala di stan Kang ayam. Suasana hati Syila yang sedang sedih terasa semakin pilu...kali ini dia kembali mengelus dada.

" Ini kali yang di bilang orang ada yang sakit tapi nggak berdarah". Ucapnya mengekularkan ponsel dan memasang headset di telinganya. Tujuannya sih biar dia bisa dengerin lagu lain aja dari ponselnya, masa iya dia harus meminta Kang ayam buat ganti lagu hanya karena dia merasa semakin sedih mendengar lagu RM dan kawan kawannya itu, nggak lucu kan guys.

" Eh...Kak Bryan ada nelpon". Haha...dari tadi kek periksa ponselnya Syil, kamu nggak tau kalutnya Bryan lagi nyariin kamu saat ini.

Di meja lain sebuah keluarga kecil juga tengah menikmati suasana malam di pinggiran sungai. Kang ayam mengantarkan pesanan super pedas kepada mereka dan beberapa makanan manis lainnya untuk anak perempuan mereka.

Sang suami melirik pesanan sang istri, cabenya nongol semua memenuhi piring sang istri" Dih masih pesen yang level mantul Yang??".

Sang istri tertawa kaya emaknya shinchan " Hohoho.... Sedep tau". Sahut sang istri sembari menutup mulutnya ketika tertawa, persis deh kaya emaknya Shinchan kalo lagi ngakak.

" Awas nanti si kembar Asi nya kepedesan lho Yang". Tegus sang suami, si istri emang nggak kira kira nih kalo ketemu makanan pedas, ampe dower juga tu mulut nggak bakal kapok dah. Mungkin emaknya ngidam cabe kali ya pas lagi hamil dia.

" Kasih susu Formula dulu dong Yang". Sahutnya santuy. Emak emak model beginian nggak untuk di tiru ya guys, kasian baby kalian kan 😁.

" Ugh...ada aja jawabannya, jago ngeles kaya bajay nih Bunda kamu Miya".

Bibir sang istri manyun manyun mendengar ucehan sang suami.

" Sruk sruk..." Miya sang anak tak menghiraukan ucapan sang Papah. Dia malah menarik dres sang Mamah.

" Aunty Kaila.....". Tunjuknya pada Syila yang berada di meja lain. Jarak mereka nggak terlalu jauh sih, dapat di pastikan bahwa penglihatan Miya nggak meleset.

" La!!!" Mey spontan menghampiri Syila. Ya! keluarga kecil ini adalah Fatur dan Mey yang sedang mengajak Miya sang putri pertama Fatur dengan istri terdahulunya untuk makan malam. Mumpung Miya lagi sama Fatur dan Mey jadinya sekalian di ajak jalan jalan deh.

Kembali kepada Mey yang jejingkrakan mendapati Kaila sang sahabat kini hadir kembali di hadapannya.

Dia mengguncang guncang tubuh Syila..." Kailaaaaa!!!!". Tanpa sadar dia langsung memeluk sahabat yang sangat dia rindukan itu.

Fatur juga ikut menghampiri Syila, dan Miya juga mengekor.

" Iya kan Pah..beneran Aunty Kaila, biar udah lama Miya ingat banget sama Aunty".

Merasa heran Syila melepaskan pelukan Mey. Kedua tangannya menyilang menyangkal perkataan mereka " Saya Syila, bukan Kaila!!".

Mey menepis tangan Syila yang menolak kehadiran dirinya" Jangan bercanda La!!".

" 100% Kaila nih, selama ini kamu kemana aja??, kasihan Lian lho!!".

" Gimana gimana?? Kamu sekarang tinggal di mana?? udah temuin Lian?? Kamu nggak banyak berubah lho La, masih kaya Kaila yang dulu nih". Tanpa menghiraukan wajah bingung Syila, Mey terus saja berbicara kesana kemari menanyakan kabar Syila.

" Bukan!!, kalian salah orang". Syila menepis tangan Mey yang kini memegangi kedua pundaknya.

Mey mulai greget dengan tingkah Syila, dia menyangka Kaila sedang nge prank dirinya dan juga Fatur " Ayolah La berhenti bercandanya?? kamu nggak kangen sama kita kita??".

" Gimana aku bisa kangen kalo aku nggak kenal kalian". Sahut Syila dengan kedua alis beradu naik.

Mey menatap Syila lekat lekat, rambutnya sedikit lebih pendek, postur tubuhnya memang Kaila 100%. Tapi dia menyangkal bahwa dirinya bukanlah Kaila. " kaila pasti nge prank nih". Batinya.

" Mbak...maaf aku bukan Kaila, aku Syila". Gadis itu perlahan mundur dari hadapan Mey.

" Trrrrrrttt" Ponsel Syila kembali berdering. Bryan kembali menelponnya.

" Saya permisi terima telpon mbak...mas..". Syila meraih tasnya dan masuk ke stan ayam pedas manis. Kebetulan sudah ada kursi kosong di sana jadi dia bisa melarikan diri dari orang orang yang bersikap aneh kepadanya.

" Kaila ini nggak lucu lho!!". Pekik Mey berharap Syila berbalik kepadanya.

" Bunda kok Aunty Kaila aneh sih, itu beneran Aunty kan!!" Miya sangat yakin dengan dirinya.

Mey memijit keningnya..." Akh...apa aku memang salah orang Yang??". Tanyanya pada Fatur yang hanya mengendikan bahu pertanda tak mengerti dengan keadaan Syila sekarang. Diapun membawa anak dan istrinya ke meja mereka lagi " Kita lanjut makan dulu, sambil kita perhatiin dia di dalam sana". Tuturnya mencoba menenangkan Mey yang ngos ngos san setelah kaget dan langsung ngomong bertubi tubi kepada orang yang dia sangka Kaila.

" Kalo di pandang lekat lekat dia memang Kaila". Tambah Fatur. "

" Tuh kan!!, emang Kaila Yang!!". Mey bersemangat lagi.

" Tapi dia menyangkal Yang, kita juga nggak bisa memaksa dia buat mengaku Kaila kan".

" Hick 😢 , Kejam banget tu anak. Pen aku benyek benyek deh". Geram Mey.

Lumayan lama Syila menunggu pesanannya...itu merupakan keberuntungan bagi Mey dan Fatur juga Miya. dari jarak yang tak begitu jauh mereka memperhatikan Kaila sembari menyelesaikan makan mereka.

" Aku pesen lagi ya Yang..buat Ibu sama Ayah". Kesabaran Mey semakin berkurang, dia nggak bisa diam aja memandangi Syila tanpa mendapat kepastian seperti ini.

Fatur mengangguk, dia mengerti maksud Mey dia memesan makanan lagi sekalian kembali mendekati Syila.

" Kaila..". Panggilnya lirih.

" Maaf mbak...saya Syila...dari dulu nama saya emang Syila". Sangkal Syila lagi. Lama lama kesel juga Syila dengan Mey yang ngotot memanggilnya Kaila.

" Tapi kaila..." Wajah Mey berubah sedih.

" Duh maaf banget mbak...mbak salah orang, mungkin saya cuman mirip banget sama orang yang mbak maksud".

Mey mendekati Syila lagi " Enggak!! kamu 100% Kaila..saya yakin".

Saat itu Bryan datang dan mendapati Syila seperti sedang terpojok oleh Mey.

" Kak Bryan!!". Gadis itu berlarian menghampiri Bryan.

" Kenapa Syil??"

" Mbak ini ngotot bilang aku adalah Kaila".

Bryan memegangi tangan Syila yang sekarang berdiri di belakang Bryan.

" Maaf mas...saya yakin dia sahabat saya".

" Maaf juga mbak..ini Syila adek saya, bukan orang yang mbak maksud kan". Ucap Bryan tegas.

Fatur menghampiri mereka, dia merasa nggak asing dengan lelaki yang sedang di hadapi istrinya. Dia meminta Miya diam di meja sementara dia menyusul Mey.

" Yang..udah pesen makannya??". Ucapnya sembari mendekati mereka yang masih berdebat.

Ujung mata Bryan melirik Fatur..." Lho...Pak Fatur??". Ingatan Bryan lebih kuat dari Fatur, mereka baru saja bertemu tadi siang di ruangan rapat perusahaan Brander kan.

Kedua mata Fatur mengedip ngedip menghadap Bryan seolah berpikir sejenak.

" Pak Bryan!!". Ujarnya menyentikan jari ke arah Bryan.

Dia sama penasarannya dengan Mey, karena ini adalah Bryan jadi dia punya kesempatan untuk mengajaknya gabung ke meja mereka dan tentu saja Syila akan ikut bersama Bryan.

Sedikit memaksa Bryan mengajak Syila ikut bersama mereka " Sambil nunggu pesanan kamu, tenang Syil Kak Bryan nggak akan biarin kamu kenapa kenapa kok".

Syila yang manut kepada Bryan akhirnya dapat di takhlukan, setelah mereka duduk bersama Bryan menjelaskan bahwa Syila memang bukanlah Kaila.

" Dia adek saya Pak Fatur, namanya Syila..bukan Kaila!".

" Mirip banget!!". Mey mencoba menyentuh wajah Syila.

" Yang!". Tegur Fatur. Dia melarang sang istri bertindak lebih nggak sopan untuk menyentuh wajah gadis yang dengan jelas menolak mereka.

" Ya allah gimana kalo Lian liat kamu Syil..." Ucap Mey menjelajahi tubuh Syila dengan pandangannya.

" Lian...?? Pak Lian maksudnya??" Bryan melirik Fatur dan Fatur mengangguk.

" Kebetulan nih Pak Fatur, saya bukan bermaksud nggak sopan. Hanya saja saya sangat penasaran dengan gosip yang mengatakan kalo Pak Lian itu lembut dan ceria dulunya. Berbeda banget sama dia yang sekarang".

" Ya karena wajah Syila ini". Ucap Mey lirih, dia masih nggak bisa menerima bahwa gadis di hadapannya ini adalah Syila dan bukan Kaila.

Fatur merasa nggak enak hati dengan tingkah Mey " Dih kamu Yang".

" Tapi bener kan Yang!!, semenjak Kaila pergi dunia Lian seakan runtuh. Nggak ada lagi Lian yang pecicilan dan berganti dengan Lian yang dingin kaya tembok es". Mey terlanjur kesal. Mengingat Lian dia benar benar kesal kepada Kaila tapi benar benar rindu juga sama sahabatnya itu.

Jika itu menyangkut Syila dia nggak bisa tinggal diam. Bryan semakin di buat penasaran dengan perihal Lian" Gimana ceritanya Pak Fatur??".

" Panjang ceritanya Pak Bryan...".

Saat itu makanan Syila sudah selesai di kemas Kang Ayam.

" Duh jadi kepotong deh ceritanya Pak Fatur".

" Lain kali aja kita lanjutin, kami juga mau buru buru pulang soalnya si kembar di tinggal sama Kakek dan neneknya".

Bukan Mey namanya kalo menyerah begitu saja, dia mendekati Syila lagi " Syil...boleh peluk nggak?? aku kangen banget sama Kaila 😣". Pinta Mey.

Meskipun Syila merasa risih namun dia mengiyakan permintaan Mey. Di Peluk Mey lah tubuh kecil Kaila dan dia dapat merasakan tak ada perbedaan ketika dia sedang memeluk Kaila.

Akhirnya merekapun berpisah, Mey seakan nggak rela melepas pelukannya pada Syila namun apalah daya Bryan menegaskan bahwa Syila bukanlah Kaila.

Sepeninggalan Syila dan Bryan pikiran Mey masih melekat pada Syila.

" Kaya aku lagi peluk Kaila Yang!!".

" Udah deh kan udah di tegasin Bryan kalo dia itu adeknya". Mau nggak mau Fatur harus meyakinkan Mey untuk percaya akan kepastian Bryan.

" Tapi..."

" Udah sayang!!, jangan sampe ketahuan Lian ya. Kasihan Lian kalo sampe ketemu sama Syila, bisa bisa jadi gila tu anak". Pinta Fatur.

Mey diam saja mendengar ucapan Fatur. Dia yakin kalo gadis itu adalah Kaila, tangannya gatel banget mau nelpon Lian buat nyulik tu cewek.

" Kalo dia nggak ngaku kan bisa di paksa ngaku aja Yang".

" Ampun deh Yang!!, nggak bisa maen paksa dong".

Mey cemberut, bibir atas dan hidungnya nyaris bertabrakan.

" Lihat tuh Miya, bentar lagi Bunda bakal berubah jadi donal bebek".

" Kwkwkkwk, Bunda donal bebek". Ejek Miya.

Gelak tawa Miya dan Fatur terdengar renyah dari dalam mobil yang sedang melaju. Sementara Mey menahan kesal namun juga geli hati dengan candaan sang suami.

To be continued...

6 September 2020.

Selamat membaca, Jangan lupa komen dan like nya ya. Saran dan kritiknya juga saya tunggu lho.

Salam anak Borneo 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!