Hari telah larut malam. Seluruh penduduk kampung telah tidur dengan lelap. Sinar purnama memancarkan sinarnya yang lembut keperakan. Serangga malam mengisi keheningan malam dengan tembang-tembangnya yang membangkitkan rasa kekaguman manusia terhadap suasana malam.
Suasana syahdu itu dibuyarkan oleh jerit tangis anak kecil dari sebuah pondok yang letaknya terpencil dari pondok pondok lainnya. Suara tangisan itu terdengar begitu menyayat hati yang mendengarnya.
Pondok itu dihuni sepasang suami istri yang dikaruniai seorang anak
perempuan yang berumur tiga tahun. Anak itu diberi nama Melati. Pak Wafid bekerja sebagai buruh tani yang hanya mengandalkan upah dari pemilik tanah yang digarapnya, istrinya bekerja mengumpulkan kayu bakar yang kemudian dijual di pasar. Ia juga kadang-kadang bekerja sebagai buruh potong padi pada saat musim panen tiba.
"Pak, cobalah pinjam beras barang sedikit saja kepada tetangga...! Siapa tahu mereka menaruh belas kasihan
kepada kita.....!" bujuk Bu Lasmi penuh harap.
Suaminya hanya duduk termenung ke arah jendela memandang keluar dengan tatapan matanya yang kosong.
menyelimuti desa tersebut.
Demikian pula suasana di sekitar gudang penggilingan beras milik tuan tanah Siswo. Tapi di balik kegelapan malam, berdiri sosok-sosok tubuh yang kekar dan bertampang seram di setiap tempat-tempat tertentu di desa itu, terutama di sekitar gudang penggilingan beras milik tuan tanah Siswo.
Menjelang tengah malam, keluarlah
sesosok tubuh serba hitam menyelinap di balik pohon yang rimbun sambil
mengamati daerah sekitar gudang
penggilingan beras itu.
Langkah-langkahnya tidak menimbulkan bunyi sedikitpun. Sosok tubuh itu lalu
berjalan ke balik gudang penggilingan beras tersebut.
Sementara para penjaga berusaha
menghalau dinginnya malam dengan
kegiatan masing-masing, tanpa
sepengetahuan mereka sosok tubuh hitam itu sudah tegak berdiri di belakang salah satu penjaga yang sedang menikmati sebatang rokok sambil melamun. Dengan satu pukulan keras orang tersebut melenguh sekejap, kemudian tubuhnya melorot jatuh untuk tidak bangun lagi.
Dari mulutnya keluar darah kental tanda ia mengalami luka dalam cukup parah akibat pukulan dari seorang yang benar-benar berilmu tinggi.
Melihat temannya roboh diserang
oleh orang tak dikenal, yang lainnya segera berlari mengepung. Masing-masing mencabut golok dan sosok tubuh serba hitam itu kini dikelilingi oleh tidak kurang dari sepuluh orang jago-jago bayaran.
"Heiitt! Ladalah! Rupanya kau maling keparat yang sering mencuri beras dari gudang ini!" teriak salah satu penjaga gudang dengan lantang sambil memutar-mutarkan goloknya.
"Hi hi hi! Kalian semua hanya
manusia-manusia kerbau yang cuma bisa membela perut sendiri saja!"
Suara mengejek itu sangat merdu
namun menyakitkan telinga bagi mereka yang mendengarkannya.
Merasa dihina, mereka segera
mengepung membentuk lingkaran yang
ketat mengelilingi sang maling selama ini berani menguras gudang milik tuan
besar mereka.
"Ayo, maju satu persatu biar aku tebas batang leher kalian! Aku Bajing Luncat
tidak segan-segan menyingkirkan siapa saja yang menjadi budak Kompeni Belanda!!" seru Bajing Luncat siap memasang kuda-kudanya.
Tetapi tak satupun dari mereka yang berani menyerang. Masing-masing hanya berdiri pasang kuda-kuda. Sementara Bajing Luncat tak merasa gentar sedikitpun walau menghadapi pengepung yang semakin bertambah jumlahnya.
"Inikah jagoan-jagoan termashur yang selalu dibanggakan oleh tuan tanah bule itu" Tahukah kalian bahwa sesungguhnya kalian adalah manusia-manusia yang bisa dibeli dengan emas! Manusia-manusia yang kecanduan roti dan keju! Aku malu melihat bangsaku sendiri yang diperalat oleh penjajah begitu tega hidup enak di atas penderitaan serta kemiskinan bangsanya sendiri! Sebenarnya aku muak berkelahi dengan kalian!!" katanya sambil berkacak pinggang.
"Tapi apa boleh buat! Aku tak sudi melihat penderitaan rakyat kecil yang tertindas!" Jago-jago sewaan masih terpana memandang Bajing Luncat tanpa mulai membuka serangan.
"Kalian lihat! Bangsa siapakah yang dijajah ini" Bangsa siapakah yang menderita ini" Aku, Bajing Luncat akan memberi pelajaran sedikit kepada kalian." seru Bajing Luncat sambil matanya tajam mengawasi para begundal yang mengelilinginya dengan posisi siap siaga.
"Kalian manusia-manusia! Tidak lebih berharga dari seekor lalat! Siapa yang menjadi tuanmu, haa! Orang asing bukan...." Dan kalian yang memusuhi adalah aku, bangsamu sendiri!
Berkulit sawo matang dan berambut
hitam seperti kalian juga!!" Kata Bajing Luncat menyadarkan para penjaga itu.
"Jika masih sayang nyawa dan
sayang anak istri, minggirlah kalian!
Ini peringatan dariku!" ancam Bajing Luncat siap menyerang.
Tetapi tiba-tiba salah seorang
dari mereka memberi isyarat kepada
teman-temannya agar mulai menyerang
Bajing Luncat secara serentak. Mereka mulai mendesak. Tapi Bajing Luncat
langsung saja menendang dengan satu
gerakan yang memutar dan cepat sekali tanpa bisa mereka hindari. Begitu
cepat dan beruntun.
Tendangan itu mengenai dada para
pengepungnya. Mereka langsung roboh
hanya dengan satu gebrakan saja.
"Rupanya kalian menganggap remeh peringatanku! Ayo, siapa lagi yang
berani mati, majulah!" teriak Bajing Luncat siap dengan jurusnya. Tangan
kanan menyilang di dada dan tangan
kirinya di atas kepala. Sebuah jurus yang sama sekali baru mereka lihat.
Melihat lawan-lawannya tidak
memberikan reaksi lagi Bajing Luncat
segera menurunkan tangannya kembali ke posisi semula dan berdiri tegak,
setelah menarik kuda-kudanya. Para
penjaga gudang dan jago-jago bayaran itu hanya berdiri diam memegangi
dadanya masing-masing sambil meringis menahan sakit dan dari sela bibir mereka mengalir darah hitam, darah luka dalam.
"Ingat! Jangan coba-coba menghalangiku lagi, kalau kalian masih ingin melihat sinar matahari esok pagi! Selamat malam dan sampai jumpa lagi...!" seru Bajing Luncat sambil membuat satu gerakan salto ke belakang dan disusul dengan sebuah loncatan ke atap bangunan gudang beras yang cukup tinggi itu dengan mudahnya.
Bajing Luncat meloncat hilang ke
balik semak-semak dan hilang di
kegelapan malam. Para penjaga itu
hanya bisa saling pandang merasa heran dan kagum.
BERSAMBUNG
**MOHON DUKUNGAN TEMAN-TEMAN YA.
LIKE DAN KOMEN, VOTE JANGAN SUNGKAN**
Keesokan harinya Pak Asep
bersungut-sungut karena para jago-jago desanya gagal menangkap si pencuri
yang telah diketahui menamakan dirinya Bajing Luncat.
"Hm, pantas! Pencurinya seorang jago silat yang luar biasa! Buktinya ia dapat
menghajar beberapa orang sekaligus!" kata Pak Asep kepada anaknya Fiah yang sedang menjahit kebaya baru pemberiannya sebagai tanda penyesalannya kemarin. Begitu caranya ia meminta maaf pada anaknya.
Pak Asep bangkit dari tempat duduknya. "Bayangkan, sekali gebrak tiga orang roboh dan muntah darah tanpa ampun!!" seru Pak Asep sambil berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumahnya yang cukup luas.
Fiah hanya tersenyum melihat
ayahnya menggerutu terus-menerus.
"Tadi pagi Tuan tanah Siswo memanggilku! Katanya, jika aku tidak sanggup menyingkirkan pencuri itu, maka tuan tanah Siswo akan membuat laporan langsung ke Residen Cirebon!" gumam Pak Asep merasa kesal. Tanpa disadarinya, rokok cerutu yang dipegangnya remuk diremasnya.
"Dan tahukah kau?" tanya Pak Asep pada Fiah yang sedang sibuk memasukkan benang ke lubang jarum. "Ini berarti jabatanku sebagai kepala desa akan dicopot!!"
Fiah acuh tak acuh menanggapi
ayahnya yang takut kehilangan jabatan, dan masa depannya. Ia bangkit meninggalkan jahitannya untuk membuat segelas teh tubruk kegemaran ayahnya.
Mudah-mudahan setelah mereguk teh itu, amarah ayahnya agak menurun dan tidak uring-uringan terus-menerus.
"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!