NovelToon NovelToon

HAJ Kesempurnaan Kehampaan

hari yang berulang

2017

Suatu hari.. Suatu hari? Setiap harinya sama , ya, ini aku, kalian bisa panggil aku Azam, "haha aku berbicara sendiri lagi"

"hmm hari ini hari senin kaa.., sebaiknya aku bersiap-siap untuk ke sekolah"

Jam 7.50, " uugh bosan cooooy, apa bolos aja kali ya? Ah jangan" *Azam memakai sapatu di depan pintu rumah sambil bersiap-siap untuk pergi ke sekolah*

jam 8.00 "watdehek, pake sepatu aja 10 menit, uggh aku gak boleh telat, nanti gerbangnya ditutup" *berlari berlari berlari hingga sampai ke tujuan* "gaah, untung belum ditutup, MTsS memang the best"

Didalam kelas'`hmm sekarang pelajaran MTK yak, ugh kenapa MTK harus pagi-- setidaknya bukan kimia haha'

pelajaran kedua ,Biologi ,*guru masuk kedalam kelas ,ketua kelas memberi salam, semua murid menyusul masuk kedalam kelas, dan satu jam berlalu* "oke anak-anak ibu akan memberi kalian tugas ya, kumpulkan dalam bentuk kertas selembar"

"Azam zam bagi jawaban zam" ucap samsul dengan badannya yang besar dan tinggi dengan potongan rambut ala ala tentara.

"Tunggu dulu lah, aku belum buat pun ni" *samsul memegangi bahu Azam* "kalau dengan kawan jangan pelit-pelit"

*Azam yang tak tahan membuat jawaban salah khusus untuk temannya, teman-teman yang lain menyusul untuk melihat lembar jawaban yang sama* Azam dengan nada lemah lembut "udah belum, ini ku kasih ke guru dulu, siapa tau ada yang salah". **"-eh tunggu tunggu dulu zam"

*Azam memberi jawaban ke guru dan mengubah jawaban-jawaban yang salah di meja paling depan seolah-olah sedang menulis nama dan kelas, untungnya Azam tidak banyak membuat kesalahan di lembar jawabannya sehingga bisa diubah dengan cepat sebelum teman yang lain menyadari*

Pulang sekolah dengan waktu berlalu dari hari ke hari, tidak ada jeda untuk beristirahat selain hari Minggu, itu membuat hati tidak nyaman dan membangkitkan rasa bosan

8 bulan berlalu, "hmm bermain game juga enak, masuk server ini kali yak, mayan rame juga" *Azam baru pertama memainkan server di game ini, karena Azam lebih sering bermain offline dari pada bermain online, Azam juga suka menggunakan bermacam-macam mod dan add-on, di server ini Azam menemukan asisten yang cocok untuk membangun komunitas pertamanya, Azam menghampiri karakter tersebut* "halo, mau bergabung ke timku?...."

...----------------...

2024

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tanpa terasa, enam tahun telah berlalu sejak berdirinya TCG. Namun, bukan itu yang menjadi permasalahan utama. Selama enam tahun terakhir, setiap kali Azam tertidur, ia tidak sekadar bermimpi—ia seolah benar-benar memasuki dunia lain. Setiap mimpi terasa nyata, seakan dirinya hidup di dalamnya, mengalami kisah yang berbeda di setiap malam.

Mimpi pertama membawanya ke dunia yang penuh sihir dan makhluk fantasi—sebuah tempat di mana keajaiban bukan sekadar cerita, melainkan bagian dari kehidupan. Dua tahun lamanya ia menjelajahi dunia itu, hidup di antara penyihir, naga, dan misteri yang tak terhitung jumlahnya.

Namun, saat dua tahun berlalu, dunianya berubah. Kali ini, ia terbangun di tempat yang dipenuhi cahaya, dikelilingi oleh sosok-sosok bercahaya yang menyebut diri mereka dewa. Awalnya, semuanya tampak biasa saja. Tapi seiring waktu, rahasia di balik cahaya itu mulai terungkap. Mereka bukanlah dewa—mereka adalah demon yang terbagi menjadi dua faksi. Satu faksi, yang tinggal di atas dan menyebut diri mereka dewa, merasa bangga dengan kedudukan mereka dan membangun tempat yang lebih tinggi untuk mengukuhkan kekuasaan. Sementara di bawah, demon lainnya justru menganggap diri mereka lebih unggul dari semua makhluk lain di dunia.

Lalu, datanglah mimpi ketiga—mimpi yang melampaui segalanya. Ia tidak lagi menjadi seorang pengamat, melainkan dunia itu sendiri. Dalam mimpi ini, ia menyaksikan kelahiran dan kehancuran, awal dan akhir, kemunculan peradaban dan kejatuhannya. Waktu mengalir seperti sungai yang tak henti-hentinya membawa kehidupan, dan melihat semuanya dari sudut pandang yang tak terbatas.

Semuanya berlangsung selama 6 tahun, entah apa yang terjadi, selama enam tahun tersebut Azam merasakan dunia yang ditempati mulai menjauh dari pandangannya dan itu diperparah dengan penyakit dimana Azam sulit mengenali dan mengekspresikan emosinya sendiri, dia harus menghafal, bagaimana emosi yang dirasakan dan didapat, sesuai dengan ekspresi yang akan dia perlihatkan.

Azam selalu berkomunikasi dengan para anggotanya, layaknya keluarga. Percakapan itu kerap memberinya ketenangan. Hari-hari terus berlalu, hingga akhirnya, ia memasuki mimpi keempatnya...

Mimpi Keempat

2024

Aku terbangun di tempat yang gelap. Tidak ada apa pun, hanya kehampaan yang menyelimuti. Namun, perlahan, titik-titik cahaya mulai bermunculan di sekelilingku. Aku melihat Sesuatu—bercahaya yang berkilauan. Mereka bergerak seperti aliran air, mengelilingi sebuah objek di tengahnya. Aku menatapnya dengan kebingungan, lalu bertanya dalam hati, 'Apakah titik-titik cahaya di sekelilingku ini keluar dari orbitnya?'

Aku mendekati aliran cahaya itu. Semakin dekat, semakin jelas bentuknya. Ternyata, itu bukan air, melainkan kumpulan kristal—tak terhitung jumlahnya—saling berdekatan, membentuk pola yang rumit.

Setiap kristal tampak seperti bola kaca yang retak. Tidak, mungkin lebih seperti kristal berbentuk bola yang memiliki pecahan ruang. Di dalamnya, terdapat banyak ruang—bagaikan alam semesta dalam skala yang lebih kecil.

Aku mengamati lebih saksama. Alam semesta ini berbentuk seperti bola—ada yang besar, ada yang kecil. Namun, di tengahnya, terdapat satu alam semesta yang jauh lebih besar, sementara yang lain tampak mengorbit di sekelilingnya.

Anehnya, aku tidak merasakan adanya tarikan gravitasi di antara mereka. Justru sebaliknya—seolah-olah alam semesta ini saling mendorong, bukan saling menarik. Jika benar begitu, maka mereka tidak benar-benar mengorbit alam semesta terbesar itu, melainkan terpental menjauh. "Mungkin saja ada alam semesta lain yang terpisah sangat jauh jika sistemnya seperti itu?, atau mungkin Alam semesta ada tali yang tidak terlihat mengikat mereka agar tidak terlalu menjauh?"gumam Azam yang bingung.

aku baru menyadari sesuatu: aku sepertinya berada di dimensi lain, di luar batas ruang dan waktu yang kukenal, aku berkelana di luar ruang atau disebut void .

Aku memasuki salah satu alam semesta yang ada di hadapanku, dan tiba-tiba aku melayang di tengah hamparan bintang dan galaksi. Kabut berwarna-warni bergumpal di kejauhan.Aku bisa melihat lebih jauh dari yang pernah kubayangkan—mungkin triliunan tahun cahaya ke depan.

ada satu objek menarik perhatianku. Jauh di sana, sebuah gumpalan energi raksasa tampak memuntahkan bintang-bintang dan benda langit lainnya. Energinya begitu besar, seolah-olah mampu menciptakan ruang dan waktu.

Semakin lama aku mengamati, semakin banyak pertanyaan memenuhi pikiranku. Alam semesta ini terus berkembang, semakin besar setiap detiknya. Bahkan cahaya bintang pun tak mampu menembus batasnya.

Aku teringat sesuatu—sebuah alam semesta yang pernah kulihat sebelumnya, jauh lebih besar dari yang lain. Saat itu, aku menyadari satu hal: semakin besar sebuah alam semesta, semakin tua usianya.

Aku tidak tahu pasti apa yang sedang kusaksikan. Namun, satu hal yang jelas—ini adalah sesuatu yang melampaui pemahaman manusia.

...****************...

Azam berkelana mencari planet-planet yang bisa dihuni. Saat menjelajahi angkasa, pandangannya tertuju pada sebuah planet yang berbeda dari yang lain. Planet itu tampak lebih hijau dan jauh lebih indah daripada Bumi. Dengan rasa penasaran, Azam mendekati permukaan planet itu.

Saat tiba di permukaan, ia menemukan sebuah kota yang kosong dan mati. Tak ada tanda-tanda kehidupan. "Oh?" Matanya menembus dinding sebuah gedung dan melihat sesuatu—zombie yang terkurung di dalam kantor polisi.

Azam melanjutkan perjalanannya, berharap menemukan seseorang yang masih hidup. Perjalanannya membawanya ke sebuah desa terbengkalai. Awalnya, ia berniat mengabaikannya, tetapi sesuatu menarik perhatiannya—seseorang masih hidup di sana.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Azam memperhatikan sosok itu. Seorang polisi, berjalan menyusuri desa yang sepi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Polisi itu menghampiri mayat yang tergeletak di tanah dan bertanya dengan nada resmi, "Saya dari kepolisian, saya ingin bertanya. Apakah bapak melihat seseorang didesa ini sebelum saya?"

Azam terdiam, menyaksikan adegan yang mustahil itu. Beberapa saat kemudian, polisi itu meninggalkan desa dengan mobilnya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Azam hanya bisa tersenyum tipis, lalu berbisik, "Polisi gila… haha."

Tiba-tiba, hujan turun deras. Petir menggelegar di langit. Dari kejauhan, sesosok pria mengenakan jas rapi dan dasi melayang di udara. "Apa dia bisa melihatku?" pikir Azam.

Seketika, pandangannya memudar. Ia terbangun dari tidurnya.

"Hmm... sungguh mimpi yang menakjubkan. Aku ingin melihatnya lagi besok," gumam Azam begitu terbangun.

......................

2030

Waktu terus berlalu. Enam tahun telah lewat, namun Azam masih terus mengalami mimpi yang sama berulang kali. Padahal sebelumnya, mimpinya selalu berganti setiap dua tahun sekali. Ini pertama kalinya ia mengalami mimpi yang tak pernah berubah.

pengambilan keputusan

Entah kenapa, setiap kali Azam bermimpi, ia selalu kembali ke ruang hampa dan mengalami mimpi yang sama, berulang kali, selama enam tahun.

Namun, dalam beberapa hari terakhir, Azam justru tidak bisa bermimpi sama sekali. Hal itu membuatnya gelisah. Mungkin kesehatan jiwanya mulai membaik, atau mungkin ini hanya karena kesibukannya sehari-hari.

Pagi itu, Azam terbangun dan melihat jam menunjukkan pukul enam. "Aku harus pergi ke sekolah," gumamnya. Setelah bersiap, ia mengenakan sepatu dan berjalan menuju sekolah seperti biasa.

Namun, tiba-tiba—dalam sekejap—ia berada di tengah hutan yang asing.

Azam tersentak. Ia sadar ada sesuatu yang tidak beres. Dengan hati-hati, ia melihat sekeliling, mencari jalan keluar. Ia mulai berlari, mengikuti instingnya, melintasi pepohonan yang menjulang tinggi. Tak lama kemudian, ia melihat cahaya di kejauhan dan bergegas ke arahnya.

Saat akhirnya keluar dari hutan, Azam terbelalak.

Di hadapannya terbentang dunia yang asing—sebuah desa yang dihuni oleh berbagai makhluk fantasi. Seorang elf yang kebetulan lewat tersenyum kepadanya.

"Halo," sapa elf itu ramah.

Masih terkejut, Azam buru-buru membalas. "Halo juga. Bolehkah aku tahu ini di mana?"

Elf itu tampak bingung. "Loh? Kamu bukan dari sini?" Ia menatap Azam lekat-lekat sebelum melanjutkan, "Hmm... bagaimana kamu bisa sampai ke sini?"

"Saya tidak tahu," jawab Azam jujur. "Saya hanya mengikuti cahaya di tengah hutan, lalu tiba-tiba sudah ada di sini."

Elf itu terlihat berpikir sejenak, lalu menatap Azam dengan lebih serius. "Kalau begitu, ikut aku. Kita harus menemui kepala desa."

Azam bertanya, "Kepala desa?"

"Iya, kami juga biasa menyebutnya sebagai Sang Peramal," ujar elf itu.

"Baiklah, mohon tuntun aku ke kepala desa," ucap Azam dengan sopan.

Namun, sebelum berjalan, elf itu menatap telinga Azam dengan penuh rasa ingin tahu. "Tunggu... kamu manusia?"

Azam mengangguk. "Iya, saya manusia."

Elf itu terdiam sesaat, lalu berkata singkat, "Ikut aku."

Ada sesuatu yang aneh dalam sikapnya, tapi Azam tak punya pilihan lain selain mengikuti elf perempuan itu menuju desa. Saat tiba, ia menyadari bahwa desa ini dihuni sepenuhnya oleh para elf. Mereka hidup layaknya manusia, tetapi entah mengapa, semua mata tertuju padanya.

Elf perempuan itu membawa Azam ke sebuah gubuk. "Masuklah dan ceritakan semua yang kamu ketahui kepada kepala desa," katanya dengan nada datar sebelum pergi begitu saja.

Azam sedikit tersinggung dengan sikapnya, tapi ia mengabaikan perasaan itu. Dengan ekspresi datarnya, ia mengetuk pintu.

TOKTOKTOK... TOKTOKTOK... TOKTOKTOK.

Dari dalam terdengar suara berat, "Masuk."

Azam membuka pintu dan melihat seorang lelaki tua duduk bersila, dengan sebuah meja di depannya. Namun, sebelum sempat mengatakan apa pun, tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat.

Lalu segalanya menjadi gelap.

 

...----------------...

Azam terbangun di kamarnya.

"…?"

Ia menoleh ke arah jam. Pukul 08.00 pagi.

Pikiran Azam dipenuhi kebingungan.

Saat keluar dari kamar, bukan orang tuanya yang menyambutnya, melainkan beberapa tamu yang sudah ada di rumahnya.

"Abah, baru bangun? Kenapa wajahmu pucat begitu?"

Sapaan "Abah" adalah sebutan yang disarankan oleh Azam sendiri kepada para anggota TCG. Ia ingin lebih dekat dengan mereka—bukan sebagai pemimpin yang jauh dan berkuasa, tetapi sebagai sosok yang bisa mereka hormati sekaligus andalkan, layaknya seorang ayah bagi anak-anaknya.

Yang berbicara adalah seorang pria bertubuh besar untuk usianya, dengan rambut kribo dan wajah agak gemuk. Dia adalah Ami, salah satu orang kepercayaan Azam di TCG. Di sampingnya berdiri seorang perempuan dan tiga pria lainnya.

"Ugh… tidak ada apa-apa, hanya mimpi aneh. Sudah berapa lama kalian di sini?" tanya Azam.

"Kami baru saja datang," jawab Ami. "Tadi kami sedang mengobrol, Abah tak perlu memikirkannya. Oh iya, anak yang Abah adopsi cukup bisa diandalkan. Dia langsung menjamu kami, haha. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat—dulu, dia masih sangat kecil."

Azam berdeham. "Ekhem... jadi, kalian ke sini untuk?"

"Apa Abah lupa? Kita harus mendiskusikan tentang TCG. Anggotanya sudah lebih dari 200.000 orang." ucap Ami

"Oh, soal itu ya," balas Azam santai.

Ami menghela napas panjang. "Kenapa Abah bisa sesantai ini? Kalau Abah ingin menikmati masa pensiun, harus dipikirkan dari sekarang. Apalagi umur Abah sudah 24 tahun, dan rencananya Abah akan menikah empat tahun lagi, kan? Kita harus segera mencari seseorang yang bisa mengurus semua ini."

"...."

Ami melanjutkan dengan nada ragu. "Abah... Abah tidak berniat membubarkan TCG, kan?"

Keempat orang lainnya tampak terkejut mendengar pernyataan Ami.

Azam tetap dengan wajah datarnya. "Kamu mempertanyakan keputusanku?"

Ami menelan ludah. "Ti—tidak, bukan itu maksudku... Ta—tapi..."

Sebelum Ami menyelesaikan kalimatnya, Azam menyela. "Aku tahu. Tidak mungkin membubarkan TCG setelah sejauh ini."

Sebenarnya, bukan karena Azam tidak bisa membubarkan TCG. Bukan juga karena ia takut perjuangannya sia-sia. Namun, dengan jumlah anggota yang begitu besar, TCG tidak bisa dibubarkan begitu saja. Jika dipaksa bubar, mereka akan membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih sulit dikendalikan—bahkan bisa menjadi ancaman bagi masyarakat.

"Aku... ekhem... Abah akan mendirikan 5 Guardian."

Ami terkejut. Ia mengira Azam akan menunjuk seorang pewaris atau pengganti, tetapi ternyata Azam memilih membentuk lima Guardian—lima sosok yang akan menjadi pilar utama TCG.

Dengan sistem ini, Azam tetap berada di posisi absolut hingga kepergiannya. Setelah itu, kelima Guardian akan bertanggung jawab memilih kandidat penerus. Walaupun Azam sadar akan kemungkinan munculnya masalah setelah kepergiannya, ia telah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan.

"Abah juga akan mendirikan sembilan Inspektur (Tetua) untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan. Jadi, tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan," ujar Azam tegas

Pernyataan itu menegaskan bahwa keputusannya sudah final. Keempat anggota TCG yang hadir hanya bisa terdiam—tak ada yang berani membantah atau mempertanyakannya lebih lanjut.

Rapat berlangsung lancar, membahas berbagai hal penting sebelum akhirnya mereka berpamitan dan pergi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!