Lilia Agnes Natasya
Dia hidup sebatang kara tanpa sanak saudara. Orang tuanya telah meninggal dunia sejak ia berusia 16 tahun akibat kecelakaan. Usianya saat ini sudah 24 tahun, siap untuk menikah, mengarungi bahtera rumah tangga.
Bersama sang kekasih, Agnes telah menyiapkan pernikahan mereka dengan baik. Hanya tinggal dua bulan lagi pernikahan dilaksanakan.
Hari ini Agnes izin pulang cepat, karena harus menemui kekasihnya bernama Wira. Bekerja sebagai staff marketing di sebuah perusahaan besar membuat hidup Agnes cukup sibuk mengurusi banyak klien penting. Untung saja hari ini pekerjaannya sudah selesai, jadi tidak sungkan meminta izin pulang lebih dulu pada atasannya.
"Tumben izin pulang cepat, ada apa Agnes?" tanya Bu Sintia, merupakan ketua divisi marketing tempat Agnes bekerja. Beliau orang yang tegas dan disiplin. Banyak orang yang takut dengannya. Namun dengan Agnes, perempuan paruh baya ini bisa bersikap lembut. Mungkin karena kinerja Agnes selalu baik.
"Saya mau mengurus gedung untuk pernikahan bu, kemarin pihak gedung konfirmasi untuk segera melakukan pelunasan. Jika tidak akan diberikan kepada calon pengantin lain yang memang berminat juga digedung tersebut." Agnes menjawab dengan jujur, dia juga sering curhat dengan Bu Sintia karena memang orangnya peduli padanya. Suka memberikan saran atau beberapa opsi yang bisa Agnes jadikan pertimbangan.
Bu Sintia mengerutkan kening, terlihat bingung dengan jawaban Agnes. "Loh bukannya kamu sudah meminta Wira untuk mengurusnya? Kenapa pihak gedung malah menghubungi kamu meminta pelunasan?" tanya Bu Sintia heran.
Agnes menggeleng, terlihat gadis ini juga bingung. "Agnes juga kurang paham bu, atau mungkin disini ada kesalahpahaman jadi harus segera Agnes selesaikan. Takutnya jika tidak diurus secepatnya, semua jadi kacau."
Bu Sintia mengangguk setuju. "Iya betul itu. Mau saya temani?" ujar Bu Sintia menawarkan diri. Dia tahu Agnes hidup sendiri, apa-apa mengurus sendiri. Calon suaminya juga sibuk, hanya punya sedikit waktu membantu Agnes mempersiapkan pernikahan mereka.
"Tidak usah Bu, sementara saya urus sendiri dulu. Mungkin nanti kalo Agnes butuh saran akan menghubungi Bu Sintia. " tolak Agnes dengan sopan. Dia tidak mau merepotkan perempuan ini terus. Karena sudah beberapa kali Bu Agnes turut membantunya mengurus persiapan pernikahan.
"Ya sudah, jika ada apa-apa hubungi saya. Jangn sungkan, Agnes. Kamu sudah seperti putriku sendiri. Atau kalo mau bisa mampir ke rumah ya."
Agnes tersenyum mengangguk, Bu Sintia memang sangat baik. Beberapa orang yang menganggap beliau galak atau cerewet mungkin karena pernah membuat masalah dengannya.
Setelah berpamitan, Agnes segera memesan ojek online untuk ke tempat pengelola gedung. Dia ingin menanyakan kejelasannya seperti apa, kurang berapa untuk pelunasannya.
Hampir 30 menit perjalanan, Agnes tiba di tempat tujuan. Kedatangannya disambut ramah oleh seorang laki-laki dan perempuan muda. Mereka duduk di sofa dan mulai pembicaraan.
"Halo Kak Agnes, maaf telah mengganggu waktunya. Tapi kami kira ini perlu kejelasan dari dua belah pihak yaitu pihak kakak dan suami sebagai calon pengantin serta kami pihak pengelola." kata Dea membuka percakapan.
"Iya kak, maaf sebelumnya untuk pembayaran kurang berapa ya?" tanya Agnes membuat Dea menyodorkan sebuah kertas padanya.
"Bulan lalu dari pihak calon pengantin baru memberikan DP 25 juta ya kak. Jadi masih kurang 70 juta, sesuai kesepakatan untuk harga sewa gedung 95 juta." jelas Dea membuat Agnes membelalak.
"Berarti calon suami saya belum ada membayar apapun ya kak?" tanya Agnes memastikan. Pasalnya dua minggu yang lalu, dia sudah mentransfer sejumlah uang sebesar 30 juta untuk menambahi biaya sewa yang harus Wira lunasi. Wira hanya menyanggupi 40 juta karena sisanya untuk mahar pernikahan dan lain sebagainya.
"Belum kak, jadi kapan kakak bisa melunasinya?" ujar Dea meminta kepastian. "Pihak kami hanya memberi waktu sampai minggu depan ya kak. Mengingat ini saja sudah telah dari waktu yang kita sepakati bulan lalu." tambah Dea.
"Baik saya usahakan sebelum minggu depan sudah lunas. Nanti saya akan hubungi lagi untuk kejelasannya." jawab Agnes mulai merasa ada yang tidak beres dengan Wira.
**
Dilain tempat ternyata Wira tengah bermesraan dengan seorang perempuan yang usianya jelas lebih tua darinya. Mereka beda di satu ranjang yang sama, saling memeluk dan mengecup mesra. Keduanya seakan lupa dengan status masing-masing.
"Jadi kamu akan menikahi kekasihmu yang kolot itu?"
"Tentu saja tidak, aku sudah memiliki mu yang jauh lebih unggul dibandingkan Agnes. Jika aku menikah dengannya, yang nada hidupku akan tersiksa karena terus di atur dan diawasi olehnya." jawab Wira membuat perempuan dalam dekapannya tersenyum senang.
"Jelas saja, aku lebih kaya dan menggoda. Meski telah memiliki dua anak tapi masih bisa memberikan mu kepuasan bukan?" ujar perempuan itu dengan bangga.
Wira langsung mengangguk. "Ya, tentu saja. Goyanganmu sangat nikmat, ditambah kamu bisa memenuhi kebutuhanku dengan baik. Akan sangat rugi jika aku harus kehilanganmu, Nyonya Baskara." Puji Wira membuat keduanya semakin intim.
Ketika keduanya tengah melakukan agenda panas, tiba-tiba ponsel Wita berdering dan membuat mereka kesal.
"Siapa yang menelpon mu?" tanya Nyonya Baskara sinis. "Mengganggu kesenangan kita saja." tambahnya sambil menarik selimut, menutupi tubuhnya yang sudah tanpa busana.
Wira mengambil ponselnya, dia menunjukkan nama si penelepon dengan raut wajah tidak suka.
"Oh calon istrimu. Yang sebentar lagi akan menjadi mantan calon istrimu." kata Nyonya Baskara dengan nada mengejek. Prempuan ini malah memeluk Wira sambil mengecup mesra tubuh pria itu.
Sengaja dia ingin menggoda Wira yang berniat mengangkat telepon dari Agnes.
"Halo Agnes, ada apa?" tanya Wira to the point.
"Kamu dimana? Aku tadi ke tempat kerjamu tapi kata sekuriti kamu sudah tidak bekerja lagi disana sejak seminggu yang lalu." jawab Agnes di seberang telepon. Terdengar jelas Agnes tengah kesal, perempuan itu pasti akan mengomelinya.
"Aku sedang bertemu seseorang untuk menghasilkan uang. Ada keperluan apa mencariku? Telepon darimu sungguh menganggu kesibukan ku, Agnes." balas Wira dengan nada tidak kalah kesal.
"Kamu ini, kita sebentar lagi akan menikah tapi tidak terbuka sekali denganku. Berhenti bekerja tidak memberitahu ku, padahal kondisi kita saat ini tengah membutuhkan uang banyak, Wira." Agnes berseru kesal.
"Sepertinya kita perlu bertemu untuk membicarakan pernikahan kita. Nanti malam temui aku di cafe biasanya, sekitar pukul 7 malam. Sudah ya, jangan ganggu aku dulu. Aku sibuk!"
Klik
Wira memastikan telepon sepihak tanpa menunggu jawaban dari Agnes.
"Perempuan itu berisik sekali." ujar Wira meletakkan kembali ponselnya. "Yang ada dipikirannya kerja dan uang, dia pikir aku tidak lelah apa menjalani hidup penuh tekanan."
Nyonya Baskara segera mengelus wajah Wira. "Sudah benar niatmu membatalkannya pernikahan kalian, juga memutuskan hubungan kalian. Kamu dan dia, itu tidak cocok. Kalian sama-sama keras kepala, lebih cocok kamu denganku. Apa yang kamu mau, bisa aku turuti, Wira."
...****************...
Agnes hampir membanting ponselnya sendiri karena telepon dimatikan sepihak oleh Wira. Dia sangat kesal dan marah, disaat seperti ini bisa-bisanya Wira bersikap seenaknya sendiri. Agnes paham, pasangan yang tengah bersiap untuk menikah pasti akan mendapati ujian sebelum pernikahan. Tapi ini ujian yang sangat menguras energinya.
"Loh Agnes, kenapa kamu disini?" Ilham, salah seorang teman Wira yang bekerja di perusahaan ini menyapanya.
Memang Agnes masih berdiri di depan perusahaan tempat Wira bekerja. Setelah sekuriti mengatakan Wira sudah tidak bekerja disini, ia segera menelpon Wira untuk memastikan. Jadi belum sempat pergi ke tempat lain.
"Eh Ilham, aku tadi berniat mencari Wira tapi kata sekuriti dia sudah tidak bekerja disini lagi." jawab Agnes lirih. Jujur saja dia agak malu menjawabnya karena pasti Ilham berpikir antara dia dan Wira sedang ada masalah sehingga tidak tahu bagaimana keadaan Wira sekarang.
Ilham mengangguk, dia melihat sekitar. "Bagaimana kalo kita ngobrol di warung itu sambil makan bakso?" tawar Ilham menunjuk warung bakso pinggir jalan. Letaknya di sebrang gedung ini.
Agnes langsung mengangguk setuju, dia sepertinya butuh informasi tentang Wira yang kenapa tiba-tiba tidak bekerja lagi disini. Padahal posisi pria itu sudah cukup baik.
Wira telah merintis karier sejak 3 tahun yang lalu, dari mereka baru lulus kuliah. Bahkan saat melamar di perusahaan ini, atas informasi darinya. Seluruh berkas yang diperlukan untuk mengirim lamaran kerja juga Agnes yang menyiapkan. Jadi dia perlu tahu apa alasan Wira memutuskan berhenti bekerja padahal mereka sudah berniat melanjut ke jenjang serius.
Ilham memesan dua bakso dan es jeruk untuknya dan Agnes. keduanya duduk di dalam, sembari menunggu pesanan Ilham membuka suara.
"Agnes, maaf nih sebelumnya. Aku ingin bertanya, jika berkenan tolong dijawab tapi jika tidak ya tidak apa."
"Iya silahkan saja mau tanya apa?" ujar Agnes merasa Ilham sedikit berbeda. Biasanya laki-laki ini jika ingin bertanya tidak pernah meminta izin tapi kenapa kali ini terasa berbeda, sedikit canggung di antara mereka.
"Kamu sama Wira putus sejak kapan?" tanya Ilham membuat Agnes terkejut.
"Kata Wira kalian tidak jadi menikah dan memutuskan untuk berpisah. Memang kalian ada masalah apa? Sejak Wira mengatakan itu, dia jadi jarang masuk kerja. Bahkan dalam seminggu hanya masuk 2 kali, sisanya tanpa keterangan. Karena kinerjanya memburuk, akhirnya dia dipecat oleh bos kami. Wira juga meninggalkan hutang di perusahaan sekitar 32 juta. Keterangan meminjam untuk biaya gedung pernikahan kalian. Beberapa anak kantor juga masih ditinggali utang oleh Wira, jumlahnya sekitar 17 juta. Aku kira dia galau setelah putus dari kamu, lalu hilang arah. Mau menghubungi kamu tapi aku belum ada waktu. Hari ini akhirnya kita bertemu. Oleh sebab itu aku ingin tahu duduk permasalahan kalian itu apa? Mengingat aku saksi bagaimana hubungan kalian sejak jaman kuliah dulu."
Ilham menjelaskan cukup panjang, membuat Agnes menghela napas panjang, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
"Ilham, sejujurnya aku sangat terkejut atas penjelasan mu yang turut menyertakan pertanyaan padaku." ujar Agnes membuat Ilham semakin bingung. Tapi laki-laki ini hanya mengangguk, mempersilahkan Agnes melanjutkan.
"Sepertinya aku perlu menegaskan beberapa hal kepadamu, yang mungkin bisa membuatmu tidak berpikir buruk padaku. Pertama, aku dan Wira tidak putus, bahkan saat ini tengah sibuk mempersiapkan pernikahan kami. Kedatangan ku kesini untuk menemui Wira karena ada beberapa hal yang perlu kami bahas secara langsung. Kedua, aku terkejut mendapati Wira sudah tidak bekerja disini. Terlebih katamu dia di pecat. Aku benar-benar tidak tahu akan hal itu." kata Agnes, dia terpaksa berhenti sejenak karena pesanan mereka sudah datang.
"Mau makan dulu atau bagaimana?" tanya Ilham.
"Makan dulu saja, kebetulan aku belum makan dari pagi." jawab Agnes diangguki Ilham.
Keduanya makan dengan hening, hanya ada hiruk pikuk kendaraan lalu lalang di jalan, mengingat ini sudah waktunya jam pulang kerja. Agnes dan Ilham terjebak dalam pikiran mereka masing-masing, mungkin menimbulkan banyak pertanyaan yang muncul di otak mereka.
Beberapa menit kemudian keduanya telah selesai makan. Agnes menghela napas sejenak sambil mengaduk es jeruknya. Ilham hanya memperhatikan perempuan di depannya dengan penuh tanda tanya.
"Baik kita lanjutkan yang tadi. Ketiga, biaya gedung pernikahan yang dibebankan pada Wira sebesar 40 juta. DP gedung aku yang membayar, minggu lalu aku juga mentransfer uang sebesar 30 juta agar bisa dibayarkan bersama saat dia membayar kewajibannya. Tapi sampai hari ini sepeserpun dia belum membayarkan uang dariku dan uang kewajibannya." sambung Agnes membuat Ilham mulai paham jika yang bermasalah disini adalah Wira.
"Hubungan kami baik-baik saja, Ilham. Hanya saja hampir semingguan ini Wira sibuk, katanya sedang banyak pekerjaan sehingga tidak bisa diganggu. Oleh karena itu aku berinisiatif untuk menemuinya saja meski hanya sebentar. Perihal uang teman-teman kantormu yang dipinjam Wira, aku juga tidak tahu sama sekali. Wira tidak pernah mengatakan dia memiliki hutang kepada siapapun." tambah Agnes terlihat lelah.
"Aku minta maaf padamu, Agnes. Karena sempat mengira Wira berubah karena putus darimu. Di kantor, Wira suka menjual cerita sedih akan hubungan kalian yang semakin renggang. Kami sebagai teman tentu bersimpati, kalian akan menikah tentu pasti ada banyak masalah yang mulai berdatangan. Tidak mengira jika apa yang Wira katakan itu bohong." Ilham merasa tidak enak dengan Agnes.
"Sepertinya memang banyak hal yang disembunyikan Wira dariku. Semakin kesini, dia semakin berubah. Akankah hubungan kami benar berakhir seperti ceritanya?" kata Agnes terdengar putus asa.
Selama ini Agnes kira perubahan Wira karena benar sibuk bekerja, dia harus menyelesaikan banyak hal sebelum hari pernikahan mereka tiba.
Tapi setelah mendengar cerita dari Ilham, dia mulai sadar perubahan Wira bukan hal yang biasa. Laki-laki itu pasti sedang menyembunyikan banyak hal darinya.
"Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan kalian. Kamu dan Wira adalah temanku, tapi jika salah satu diantara kalian memang salah, tenang saja aku tidak akan pernah membelanya. Selama ini aku cukup sabar menunggu Wira memberi kejelasan untuk membayar hutang perusahaan dan rekan kerja lainnya. Memaklumi kondisi Wira sedang terpuruk. Tapi setelah mendengar penjelasan mu, aku rasa perlu menegaskan hal ini pada Wira." ujar Ilham segera mengambil ponselnya dan menelpon Wira.
Sayangnya ponselnya tidak bisa dihubungi. Sudah beberapa kali mencoba tapi tetap sama.
"Bagaimana jika nanti kamu ikut denganku? Wira mengajakku bertemu jam 7 malam di Cafe Sahara. Mungkin pertemuan kami malam ini akan menjawab semuanya."
Ilham segera mengangguk, dia tidak mungkin melewatkan kesempatan untuk bisa bertemu dengan Wira.
"Mau pergi sekarang? Lalu aku bagaimana?" tanya Nyonya Baskara memeluk pinggang Wira.
Wira baru saja mandi setelah tadi menyelesaikan adegan panasnya dengan perempuan ini. Wajahnya di penuhi kepuasan karena bisa membuat perempuan dibelakangnya tadi terkapar tidak berdaya. Ditambah uang saku yang ia dapatkan cukup fantastis jumlahnya.
Sayangnya kebersamaan mereka harus diakhiri karena Wira memiliki janji temu dengan Agnes. Malam ini mungkin akan jadi malam yang sengit karena dia akan mengatakan hal yang pasti membuat hati Agnes terbakar.
"Aku harus menemui Agnes, untuk mengakhiri hubungan kami. Bukankah ini yang kamu mau, menjadikan aku seutuhnya milik sendiri?" ujar Wira yang sudah rapi dengan kemeja hitam miliknya.
Nyonya Baskara turun dari ranjang, dengan sengaja meengecup leher Wira hingga meninggalkan bekas.
"Jangan dihapus, biarkan Agnes tahu jika kamu baru saja bermesraan dengan perempuan lain. Dia pasti akan marah, aku suka itu."
Wira mengangguk setuju. "Baiklah, apapun yang kamu mau akan aku turuti, Nyonya Baskara. Setelah aku pergi, kamu juga harus membersihkan diri. Ingat, sopir mu akan tiba pukul 8 malam. Jika kamu telat sedikit saja, dia pasti akan melapor pada junjungannya. Aku tidak mau hubungan kita tercium oleh suamimu. Karena jika kita ketahuan, mana mungkin aku bisa memanjakan mu lagi."
"Dan tidak bisa menikmati uangku lagi. Bukan begitu brondong manisku?" bisik perempuan itu dengan nada menggoda.
Wira segera mendaratkan ciuman mesra ke bibirnya. Tentu saja benar. Karena jika dia kehilangan sumber uangnya, tidak mungkin bisa hidup enak tanpa perlu lelah bekerja.
Wira Ardian
Berasal dari salah satu kota di Jawa Barat. Dia anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya sudah meninggal dunia sejak dia masih SMA, tersisa ibunya yang sedang sakit-sakitan sejak tahun kemarin.
Sebagai anak bungsu dia berkewajiban menjaga dan memenuhi kebutuhan ibunya. Namun karena harus bekerja di Jakarta, Wira terpaksa menitipkan ibunya pada kakak keduanya, dibantu urus oleh saudara yang lain. Setiap bulan dia mengirimkan sejumlah uang untuk kebutuhan ibunya dan membayar jasa kakaknya.
Beberapa bulan yang lalu, dia mengajak Agnes pulang ke kampungnya. Menemui keluarga terutama ibunya untuk meminta restu menikah. Wira dan Agnes sepakat, setelah menikah akan membawa ibu ke kota, tinggal bersama mereka.
"Nanti setelah kami menikah ibu ikut ke kota, biar Wira sama Agens yang jaga. Nanti Agnes cari perawat untuk jaga ibu pas kami lagi sibuk kerja, jadi kita tenang meninggalkan ibu dirumah." ujar Wira di depan ibu dan para kakaknya.
Ketiga kakaknya tentu setuju, karena hidup mereka di kampus juga sibuk. Meskipun kakak keduanya bisa mengurus ibu dengan baik, tapi sebentar lagi kakak kedua Wira akan melahirkan. Tidak akan bisa lagi mengurus ibu dengan maksimal.
"Seperti janji kamu dulu, Wira. Biaya kuliah kamu kita yang tanggung sampai selesai, sampai dapat kerja. Setelah dapat kerja, giliran kamu yang urus ibu dengan baik. Dulu waktu ayah sakit juga kakak yang urus, jadi sekarang gantian biar enak dan adil." jawab kakak pertama Wira yang bekerja sebagai pedagang sayur di pasar.
"Betul itu, Kang Damar sama kakak iparmu juga sudah tidak bisa lagi banyu rawat ibu karena mau pindah ke Bali. Mungkin cuma bisa bantu kirim uang untuk biaya obat ibu, meskipun ga banyak." kata kakak ketiga Wira yang merupakan seorang juru masak sebuah restoran di Bali. Selama ini dia LDM dengan istrinya, yang membantu kakak dua Wira mengeluh ibu. Setelah tahu Wira akan menikah, dia memutuskan membawa istrinya ikut merantau saja di Bali.
Atas kesepakatan bersama, Wira dan Agnes juga sudah setuju akan hal ini. Terutama Agnes, tidak merasa keberatan jika harus merawat ibu dari Wira yang sebentar lagi jadi mertuanya.
Tapi sepertinya Wira sudah lupa akan janjinya pada ketiga kakaknya.
Hari itu Wira iseng masuk club malam, niatnya bersenang-senang sebelum melepas masa lajang. Tapi sejak malam itu dia mulai berubah. Wira bertemu dan berkenalan dengan perempuan paruh baya yang dipanggil dengan sebutan Nyonya Baskara.
Usia perempuan itu sudah 45 tahun, namun wajahnya masih cantik. Penampilannya juga bisa mengimbangi anak-anak muda.
"Oh kamu mau menikah beberapa bulan lagi." tanya Nyonya Baskara yang tengah duduk bersama. teman-temannya. Mereka memakai pakaian cukup terbuka membuat Wira merasakan hal baru dalam hidupnya.
"Iya, sekitar empat bulan lagi aku akan menikah. Jadi berniat bersenang-senang dulu sebelum hidup diatur istri." jawab Wira dengan asal.
"Wah bagus itu, memang harusnya ada pesta sebelum menikah. Kamu harus menikmati yang namanya surga dunia." Nyonya Baskara dengan berani duduk dipangkuan Wira. Perempuan itu menyodorkan alkohol untuk segera Wira minum.
Wira terdiam sejenak, dia belum pernah minum alkohol.
"Ga usah takut mabuk. Kan ada aku yang jagain kamu." ujar Nyonya Baskara sambil menempelkan tubuhnya pada Wira.
Karena bujuk rayu perempuan ini, Wira akhirnya minum juga. Kejadian seperti ini berlanjut setiap malam dalam kurun waktu hampir dua bulan. Selama bersama Nyonya Baskara, Wira memiliki banyak alasan untuk menghindari Agnes.
Seringnya Wira memilih bertemu Agnes siang atau sore hari agar malamnya bisa bebas bersenang-senang dengan Nyonya Baskara.
Keberlanjutan aksi senang-senangnya ternyata membuat Wira kecanduan. Apalagi setiap mereka bertemu dan berakhir diranjang, Wira mendapatkan uang dalam jumlah besar.
"Anggap saja uang ganti rugi karena telah menyita waktu malammu." ucap Nyonya Baskara sehingga Wira tidak pernah sungkan menerimanya.
Hingga hubungan keduanya semakin intens, Wira sampai dibelikan sebuah apartemen mewah yang letaknya tidak jauh dari tempat kerjanya.
"Kamu jadi tidak perlu tergesa-gesa untuk pergi bekerja karena letak apartemen ini dekat dengan kantormu." ujar perempuan ini memanjakan Wira.
Karena hidupnya semakin enak, bisa mendapatkan uang tanpa bekerja, minggu ini Wira sampai 4 hari bolos kerja. Dia betah menghabiskan banyak waktu untuk menyenangkan Nyonya Baskara yang tengah ditinggal pergi perjalanan bisnis oleh suaminya.
Dan tidak lama dia akhirnya dipecat oleh bosnya.
"Aku tahu kamu sedang bersedih karena gagal menikah dengan kekasihmu. Tapi jika begini terus yang ada perusahaan ku bangkrut memiliki karyawan tidak profesional." ujar Bosnya meradang.
Ya, Wira kerap kali menjual cerita sedih, menjelekkan Agnes yang katanya terlalu banyak menuntut.
"Soal hutang, segera lunasi secepatnya. Karena kamu bukan lagi bagian dari perusahaan ini." tambah bosnya membuat Wira ingat masih memiliki tagihan hutang di perusahaan.
Wira itu boros, meskipun dapat uang dari Nyonya Baskara selalu digunakan untuk hal tidak penting. Seperti bersenang di tempat karoke, menyewa beberapa perempuan untuk memanjakan matanya.
Oleh sebab itu untuk menikah dengan Agnes, dia mulai tidak peduli. Dia merasa Agnes bukan pilihan yang baik.
"Jangan banyak melamun, pergilah. Besok kita akan bertemu kembali."
Wira tersadar dari lamunannya, dia baru memikirkan apa saja yang akan dia sampaikan pada Agnes untuk mengakhiri hubungan mereka.
"Baiklah, aku pergi dulu." Setelah mengecup kening Nyonya Agnes, Wira segera pergi dari hotel ini.
Ya, mereka melakukan di hotel karena semalam Nyonya Baskara baru menghadiri acara sosialita bersama teman-temannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!