Tales In Pieces
𖧷°•°Kim Doyoung°•°𖧷
Lisa bangun kesiangan hari ini. Semalam dia begadang nonton Titan Season 3 sampai subuh, dan sekarang dia kena omelan Bundanya.
Masalahnya, Lisa itu kalau sudah tidur susah banget dibangunin—kecuali kalau yang bangunin adalah Doyoung.
Makanya, pagi ini Bundanya sampai harus menelepon Doyoung.
Bunda Yoona
📞 : Nak Doyoung, bisa ke sini sebentar?
doyoung
📞 : Hmm? emangnya kenapa, Bun?
Bunda Yoona
📞 : Ini, Lisa susah banget dibangunin. Biasanya kalau ada kamu, dia baru mau bangun.
doyoung
📞 : Oh, gitu… Oke deh, Bun. Aku otw.
Bunda Yoona
📞 : Makasih ya, Nak Doy.
doyoung
📞 : Sama-sama, Bun.
Doyoung sampai di rumah Lisa. Bunda nya langsung menyuruh Doyoung ke kamar Lisa.
Lalisa
// menggeliat sebentar ; lalu menarik selimutnya lebih erat.
Lalisa
Nghhh… apa sih, Bun?
Lalisa
Lisa masih ngantuk.
doyoung
Gue bukan Bunda lo!
doyoung
Ini gue, Doyoung! Cepet bangun!
// menepuk-nepuk pantat Lisa yang masih terbungkus selimut.
Lisa, yang masih setengah sadar, refleks menendang… tepat ke perut Doyoung.
doyoung
Njirr! Sakit, Lis!
doyoung
// mengelus-elus perutnya yang kena tendangan.
Lalisa
// membuka matanya.
Lo ngapain dikamar gue?!
doyoung
Ya bangunin lo, lah!
doyoung
Biasanya juga gue yang bangunin lo kalau lo susah bangun!
Lisa terdiam sejenak. Kemudian dia menarik napas dalam, menatap Doyoung dengan ekspresi datar.
Lalisa
Sadar diri, Kak Doy.
Lalisa
Kita ini udah mantan.
Doyoung terdiam. Baru ingat, dua hari yang lalu mereka resmi putus—dan alasannya? Doyoung lebih memilih Sejeong, kakak sepupunya sendiri.
Lalisa
// menjatuhkan kepalanya ke bantal.
Lo mending pergi sebelum gue tendang lagi.
Lalisa
Tampilan gue ketika tidur.
doyoung
Gue pas baru inget kalo udah jadi mantanan sama Lisa.
𖧷°•°Jung Jaehyun°•°𖧷
𖧷°•° Dua Cangkir Kopi dan Satu Keputusan °•°𖧷
Cangkir kopi di meja sudah hampir kosong. Uapnya masih mengepul samar, tapi panasnya mulai menghilang. Di seberang meja, seorang pria dengan kemeja putih menggulung lengan baju sampai ke siku. Wajahnya tenang, tapi matanya jelas menyimpan sesuatu yang tidak terucap.
Elara mengaduk kopinya dengan sendok kecil, meskipun tidak ada gula yang ia tambahkan. Kebiasaan lama yang selalu ia lakukan ketika gugup.
Elara Ahn
Jadi, lo cuma mau diem aja?
// membuka pembicaraan.
Jaden Jung
// menghela nafas.
Gue nggak tau harus ngomong apa.
Elara Ahn
// tertawa kecil.
Lucu.
Elara Ahn
Lo bisa pergi tanpa ngomong apa-apa, tapi sekarang malah nggak tau harus ngomong apa?
Jaden Jung
// menatapnya ; rahangnya sedikit mengeras
El, gue—
Elara Ahn
Jangan kasih gue alasan klasik.
// potongnya cepat.
Elara Ahn
Gue udah denger itu dari banyak orang, dan jujur aja, gue capek.
Jaden Jung
// terdiam ; Ia meremas tangannya di atas meja.
Elara Ahn
Gue nggak minta lo balik.
Elara Ahn
Gue cuma mau ngerti. Kenapa, Jaden?
Pria itu menatap lurus ke dalam matanya. Seolah mencari sesuatu di sana.
Jaden Jung
Karena gue takut.
Elara Ahn
// tersenyum miring.
Takut? Takut apa?
Jaden Jung
Takut nggak bisa jadi orang yang lo harapkan.
Jaden Jung
Takut kalau suatu hari lo bakal sadar bahwa lo bisa dapetin seseorang yang lebih baik dari gue.
Elara Ahn
Jadi daripada kemungkinan itu kejadian, lo milih buat pergi?
Jaden Jung
// menunduk.
Gue tau itu pengecut.
Elara Ahn
// menghela napas panjang ; menyandarkan punggungnya ke kursi.
Lo tau nggak? Waktu lo pergi, gue nggak langsung marah. Gue nunggu.
Jaden Jung
// mengangkat wajahnya.
Elara Ahn
Setiap pagi, gue nunggu lo ngechat.
Elara Ahn
Setiap malam, gue mikir, ‘Mungkin besok dia balik.’
Elara Ahn
Tapi besok itu nggak pernah datang.
Elara Ahn
// suaranya tenang, tapi ada luka di sana.
Jaden Jung
// menatapnya dengan tatapan bersalah.
El, gue... nyesel.
Elara tersenyum kecil, bukan karena senang, tapi karena ia sudah mendengar kata itu terlalu sering dalam hidupnya.
Elara Ahn
Gue nggak butuh penyesalan, lo.
Elara Ahn
Gue cuma butuh kepastian, dan sayangnya, lo datang pas gue udah nggak nyari itu lagi.
Elara Ahn
// meraih tasnya ; berdiri dengan gerakan santai.
Kopinya enak. Thanks buat traktirannya.
Jaden Jung
// buru-buru berdiri.
El, tunggu!
Elara Ahn
// menoleh.
Apa?
Jaden Jung
// terlihat ragu ; lalu berkata dengan suara rendah.
Apa masih ada kesempatan?
Elara tersenyum kecil. Kali ini lebih tulus, tapi juga mengandung jawaban yang jelas.
Elara Ahn
Kita udah selesai, Jung.
Lalu ia melangkah pergi, meninggalkan Adrian dengan dua cangkir kopi di meja dan satu keputusan yang sudah ia buat sejak lama.
Elara Ahn
Lo baru nyari gue saat gue udah nemuin diri gue sendiri tanpa lo.
Jaden Jung
Gue pikir pergi itu jawaban, tapi ternyata itu kesalahan terbesar gue.
𖧷°•°Oh Sehun°•°𖧷
📍Universitas Cahaya Nusantara (UCN)
Lilian baru saja keluar dari kelas ketika ponselnya bergetar.
Lilian Seraphine Winata
// mendengus pelan ; membuka chatnya; mengetik cepat.
Lilian Seraphine Winata
💬 Aku mau makan dulu sama Nadine.
Tidak sampai satu menit, ponselnya kembali bergetar. Telepon.
Lilian Seraphine Winata
// menatap nama di layar itu dengan napas berat.
Nadine
// melirik sekilas.
Lagi-lagi dia?
Lilian Seraphine Winata
// mengangguk kecil ; mengangkat telepon dengan enggan.
Lilian Seraphine Winata
Halloo.
Sean Evander Mahendra
Kenapa harus makan sama Nadine?
Sean Evander Mahendra
Kamu bisa makan di rumah, kan?
Lilian Seraphine Winata
Aku laper, Sean.
Lilian Seraphine Winata
Aku mau makan di luar sebentar.
Sean Evander Mahendra
Kenapa harus sama dia? Aku nggak suka kamu dekat-dekat Nadine.
Lilian Seraphine Winata
Kenapa? Dia sahabat aku.
Sean Evander Mahendra
Karena dia ngajarin kamu hal-hal bodoh!
Sean Evander Mahendra
Kamu jadi suka melawan aku gara-gara dia.
Lilian Seraphine Winata
// menutup matanya, mencoba mengendalikan emosi.
Sean, aku bukan anak kecil.
Lilian Seraphine Winata
Aku bisa atur hidupku sendiri.
Sean Evander Mahendra
Hidup kamu itu aku yang atur, Lilian ❄️❄️
// menekan kalimat nya.
Lilian Seraphine Winata
// Deg.
Nadine
// menatap Lilian sedaritadi.
Nadine
Dia bilang apa?
// berbisik.
Lilian Seraphine Winata
...
Sean Evander Mahendra
Aku jemput sekarang.
Lilian Seraphine Winata
Jangan!
Sean Evander Mahendra
Kenapa?
Sean Evander Mahendra
Ada cowok lain di sana?
Lilian Seraphine Winata
// terdiam sebentar.
Sean, tolong…
Sean Evander Mahendra
Kamu harus pulang sekarang.
Lilian Seraphine Winata
Aku bahkan belum makan!
Sean Evander Mahendra
Kalau kamu nggak pulang sekarang, aku bakal dateng ke sana dan bikin masalah ❄️❄️
Lilian Seraphine Winata
// meremas ponselnya.
Nadine
// meraih lengan Lilian ; menggenggam nya.
Nadine
Lilian, cukup. Jangan biarin dia ngontrol kamu terus.
Sean Evander Mahendra
// mendengarnya.
Sean Evander Mahendra
Kamu mau aku datang atau kamu pulang sendiri?
// suaranya menekan dari seberang sana.
Lilian Seraphine Winata
// menelan ludahnya susah payah.
Nadine
// menatap Lilian tajam.
Nadine
Li, matiin teleponnya.
// berbisik.
Lilian Seraphine Winata
// menggeleng pelan sembari menjauhkan sedikit ponselnya.
Kalau aku matiin, dia bakal makin marah.
Sean Evander Mahendra
Jawab, Lilian. Kamu pulang sekarang atau aku datang?
// suara semakin menekan nya.
Lilian Seraphine Winata
// mengepalkan tangannya.
Sean, kenapa sih kamu selalu kayak gini?
Sean Evander Mahendra
Kayak gimana? Aku cuma nggak mau kamu ngelakuin hal yang nggak perlu.
Sean Evander Mahendra
Kamu nggak perlu makan di luar.
Lilian Seraphine Winata
Makan itu hal perlu, Sean.
Sean Evander Mahendra
Di rumah juga bisa.
Lilian Seraphine Winata
Aku pengen makan sama Nadine!!
Lilian akhirnya menaikkan suaranya. Beberapa mahasiswa yang lewat di koridor mulai melirik.
Sean Evander Mahendra
// terdiam mendengarnya.
Sean Evander Mahendra
Jadi, Nadine lebih penting dari aku? ❄️❄️
Lilian Seraphine Winata
// memejamkan matanya.
Bukan itu maksudku…
Sean Evander Mahendra
Jangan bohong.
Sean Evander Mahendra
Kalau aku lebih penting, kamu bakal nurut sama aku.
Lilian Seraphine Winata
// menghela nafas.
Sean, ini bukan soal siapa yang lebih penting. Ini soal aku butuh ruang buat hidup. Aku butuh temen. Aku butuh–
Sean Evander Mahendra
Aku kan udah cukup buat kamu.
Lilian Seraphine Winata
Kamu denger nggak sih, apa yang aku bilang?
Sean Evander Mahendra
Aku denger. Dan aku juga tahu kamu keras kepala.
Nadine
// mendengus kesal ; lalu mendekat ke ponsel Lilian.
Sean, lo tuh bukan Tuhan yang bisa ngatur hidup orang sesuka hati.
Lilian terkejut, tapi tidak berusaha menghentikan Nadine.
Sean Evander Mahendra
// menyahut dgn nada tajam.
Nadine, ini urusan gue sama pacar gue. Lo jangan ikut campur.
Nadine
// tertawa sinis.
Pacar lo? Lo yakin dia masih pacar lo setelah semua yang lo lakuin?
Lilian Seraphine Winata
// mencengkeram ponselnya lebih erat.
Nadine…
Nadine
Lilian, dengerin gue.
// menatap Lilian ; berbicara dengan serius.
Nadine
Lo mau terus gini? Mau terus hidup di bawah perintah dia? Ini bukan hubungan, ini penjara.
Lilian merasakan hatinya bergetar.
Sean Evander Mahendra
Tchh.
Nadine
Li, matiin teleponnya sekarang.
Tangan Lilian gemetar. Ia menatap layar ponselnya lama, lalu…
Nadine
// tersenyum tipis.
Akhirnya.
Tapi belum semenit, ponsel Lilian kembali bergetar. Nama Sean muncul lagi di layar.
Lilian memandangi layar itu. Lalu dengan tangan yang masih gemetar, ia menekan tombol blokir.
Lilian Seraphine Winata
Cinta seharusnya nggak bikin aku takut setiap saat. Kalau aku harus selalu tunduk, itu bukan cinta… itu hukuman.
Sean Evander Mahendra
Kamu pikir dengan ngeblokir aku, semuanya selesai? Nggak semudah itu, Dara. Kamu tetap milik aku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!