Di sebuah ruangan kerja yang luas dan mewah nampak seorang bocah lelaki berusia 5 tahun sedang berdiri di atas meja dengan wajah kesal setelah berhasil membuat ruangan sang ayah seperti kapal pecah, dua sekretaris ayahnya itu pun nampak sibuk merapikan kertas-kertas yang berceceran di atas lantai dengan kewalahan.
"Tuan muda tolong jangan lakukan lagi," mohon mereka ketika bocah itu kembali mengambil tumpukan dokumen di atas meja sang ayah lalu melemparnya satu persatu padahal barang-barang yang sebelumnya di lemparnya pun masih nampak berceceran.
Sebelumnya bocah tersebut yang baru pulang dari sekolah di bawa oleh asisten ayahnya datang ke kantor, namun karena bosan menunggu sang ayah yang tak kunjung selesai meeting bocah itu pun langsung tantrum.
"Tuan muda kami mohon tolong hentikan !!" Ucap mereka lagi ketika anak bosnya itu tetap melempar satu persatu dokumen milik sang ayah tanpa peduli dengan permohonan mereka.
"Aku tidak akan berhenti jika papa tak segera datang," ucap bocah tersebut.
Salah satu dari mereka itu pun segera keluar untuk melaporkannya pada sang bos meskipun pada akhirnya ia yang akan terkena teguran karena telah mengganggu meetingnya.
Di tempat lain nampak seorang pria yang baru saja memimpin sebuah rapat kini kembali duduk di kursinya, pria itu adalah Gerard Adrian pengusaha ternama ibu kota. Pria tampan berusia 37 tahun itu terlihat tegas dengan pandangan dingin dan tak pernah terlihat senyumnya beberapa tahun terakhir ini.
Tak berapa lama tiba-tiba sang asisten membisikkan sesuatu padanya hingga membuat pria itu kembali berdiri dan mengakhiri meeting dengan lebih cepat.
"Di mana dia sekarang?" Ucapnya seraya meninggalkan ruangan tersebut dan melangkah dengan cepat di ikuti oleh sang asisten serta sekretarisnya yang sebelumnya telah mengadukan perbuatan putranya itu.
"Di ruangan anda tuan," ucap sang sekretaris dengan wajah ketakutan.
Pria yang masih mengenakan setelah jas itu segera berlalu menuju ruangannya yang berada di lantai teratas kantornya itu dan sesampainya di sana matanya pun langsung melotot ketika melihat tempatnya bekerja itu sudah layaknya gudang akibat perbuatan sang putra.
"Jiro, segera hentikan kekonyolan mu ini !!" Ucapnya dengan tegas hingga membuat sang putra yang melihatnya langsung membuang muka seraya melipat kedua tangannya di depan dada, bibirnya pun nampak mengerucut menandakan jika suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Apa kamu sedang marah dengan papa, hm?" Ucap Gerard sang ayah yang nampak melangkah mendekatinya.
Bocah itu pun langsung memunggunginya dengan posisi tangan masih terlipat di depan dada.
"Papa juga sedang marah padamu setelah apa yang kamu perbuat hari ini, apa seperti ini sifat seorang pria?" Imbuh pria itu lagi.
"Pria sejati takkan mengingkari janji," ucap bocah bernama Jiro Adrian tersebut dengan masih memunggungi sang ayah.
Gerard nampak menghela napasnya, sebelumnya ia memang telah berjanji akan menjemput putranya tersebut di sekolah dan setelah itu mengajaknya pergi ke taman bermain mengingat hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-5 tahun. Namun karena ada masalah di kantornya ia terpaksa mengadakan meeting mendadak.
Akhirnya pria itu pun menurunkan egonya lantas memutar tubuh putra kecilnya itu agar menghadap kepadanya.
"Baiklah papa minta maaf ya, tapi papa ingin bilang jika apa yang kamu lakukan hari ini sangat tidak baik dan jangan di ulangi lagi, Mengerti?" Ucapnya menatap lekat bocah tersebut dengan suara sedikit rendah.
"Hm," Jiro pun langsung mengangguk dan perasaannya mulai kembali membaik. Bocah yang selalu di manja oleh kakek neneknya itu memang suka berbuat sesuka hati saat suasana hatinya sedang buruk.
Tiba-tiba asisten pria itu datang setelah mendapatkan sebuah telepon. "Tuan saya mendapatkan kabar sedikit kurang baik dari sekolah Tuan muda," ucap Henry sang asisten.
"Katakan!!"
"Kepala sekolah mengatakan jika hari ini adalah hari terakhir tuan muda Jiro datang ke sekolah," terang pria tersebut.
"Apa?" Gerard pun nampak terkejut mendengarnya.
"Apa mereka lupa jika aku adalah donatur terbesar di sekolah itu," imbuhnya dengan geram. Berani sekali mereka mengeluarkan putranya dari sekolahnya.
"Mereka mengatakan lebih baik kehilangan satu donatur daripada harus kehilangan para siswanya tuan karena kali ini perbuatan tuan muda tidak bisa lagi di maafkan," terang sang asisten lagi.
"Memang apa yang di lakukan anak sekecil Jiro?" Gerard nampak tertawa sinis, benar-benar tidak masuk akal pikirnya.
"Tuan muda Jiro telah meninju beberapa temannya dan sebagian mengalami pendarahan di hidungnya," terang Henry menjelaskan.
"A-apa?" Gerard pun tercengang mendengarnya.
Jiro yang sebelumnya telah turun dari atas meja dan bermain di sofa kini nampak menelan ludahnya ketika mendengar pembicaraan ayahnya dan sang asisten.
"Jadi benar apa yang di katakan oleh paman Henry jika kamu telah memukuli teman-teman mu ?" Gerard pun kembali mendekati putranya tersebut.
"Mereka memang pantas mendapatkan pukulan," sahut Jiro membela diri dan bukannya meminta maaf atas perbuatannya. Tentu saja itu membuat Gerard nampak menahan emosinya.
"Apa kamu ingin menjadi preman seperti...." Gerard tiba-tiba menjeda ucapannya, kali ini ia benar-benar hilang kesabaran terhadap anaknya tersebut mengingat bukan pertama kalinya putranya itu berantem di sekolah bahkan hingga hari ini telah 10 kali di keluarkan dari sekolah yang berbeda dengan kasus yang sama yaitu memukuli teman-temannya.
"Aku hanya tidak suka mereka mengatakan jika ibuku telah mati," tukas Jiro dengan mimik sedihnya bahkan sudut matanya mulai basah.
Gerard nampak menghela napasnya. "Apapun alasannya memukul adalah perbuatan tercela dan sekarang kamu papa hukum berdiri menghadap tembok !!" Tegasnya kemudian.
Bocah kecil itu pun terpaksa menurut lantas berlalu menghadap tembok, ia akui memang bersalah tapi membela ibunya adalah hal yang benar baginya. Meskipun ia tak pernah melihat ibunya bahkan fotonya sekalipun tapi ia yakin suatu saat ibunya pasti akan datang menemuinya. Ibunya bukan orang jahat seperti yang di ceritakan oleh ayahnya tapi ibunya adalah wanita pemberani seperti dirinya.
Sementara itu di tempat lain seorang wanita dengan jas putih khas petugas medis nampak meniup lilin dengan angka 5 di atas sebuah kue setelah menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
"Selamat ulang tahun nak, doa ibu semoga kamu selalu menjadi anak yang baik di mana pun berada." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Andrea Hinata setelah 5 tahun mengasingkan diri kini wanita itu telah menjadi seorang dokter, wanita itu mengabdikan dirinya di sebuah yayasan khusus anak-anak berkebutuhan khusus yang berhubungan dengan mental dan juga saraf di pinggiran kota kecil.
"Sayang, kamu baik-baik saja?"
Tiba-tiba seorang pria yang baru masuk nampak khawatir ketika melihat wanita itu terlihat mengusap air matanya.
Dokter Steve adalah pemilik yayasan di mana Andrea bekerja saat ini, pria itu banyak membantu wanita itu hingga pada akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan.
"Sampai kapan kamu akan terjebak pada masa lalu Ndre, kamu juga harus memikirkan masa depanmu sendiri di saat kamu telah memutuskan untuk meninggalkan mereka." Ucap pria tersebut kala itu, dokter Steve adalah seniornya di universitas tempatnya menimba ilmu kedokteran sebelumnya.
Setelah berteman selama bertahun-tahun akhirnya Andrea memutuskan untuk menerima perasaan pria itu. "Aku akan mencobanya tolong berikan aku waktu," ucap Andrea menerima ajakan pria berusia 32 tahun itu untuk menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih.
Dokter Steve selalu siap menunggu wanita itu untuk lebih membuka hatinya yang begitu dingin meskipun terkadang rasa bosan itu ada, karena sebagai pasangan kekasih normalnya mereka akan bermesraan namun hubungan mereka tak lebih hanya seperti seorang teman.
Dokter Steve memahami bagaimana wanita itu bangkit dari rasa traumanya tentang sebuah hubungan dan pria itu terus meyakinkan jika hubungan tak selalu menyakitkan. Banyak pria setia di dunia ini termasuk dirinya yang tak mungkin menduakannya.
Dokter Steve sangat mengagumi sosok Andrea sejak pertama kali bertemu saat penerimaan mahasiswa baru di fakultasnya, gadis ketus namun baik hati itu sukses mencuri perhatiannya karena keberaniannya menentang pembulian di lingkungan kampus.
Gadis pemberani itulah julukan yang ia sematkan pada wanita itu, namun siapa sangka di balik keberanian dan keceriaannya tersebut rupanya memiliki masa lalu yang begitu buruk. Sebagai dokter psikologi tentu saja ia sangat memahaminya hingga sampai saat ini ia masih menunggu wanita itu untuk membuka hati sepenuhnya untuknya.
Tak peduli dengan masa lalu wanita itu yang pernah menikah dan memiliki anak di usia dini karena masa depannya kini hanya bersamanya.
"Putraku berulang tahun hari ini," ucap Andrea kepada dokter Steve yang baru masuk ke dalam ruangannya tersebut.
Pria yang kini duduk di hadapannya itu nampak mengulurkan tangan lalu di genggamnya sebelah tangan wanita itu. "Apa kamu ingin menemuinya?" Ucapnya, seringkali ia menawarkan wanita itu untuk datang menemui putranya namun selalu di tolaknya.
Andrea pun kembali menggeleng, sebenarnya ingin sekali ia berlari dan memeluk putranya yang mungkin saat ini telah tumbuh menjadi anak yang manis. Tapi ia takut jika kedatangannya hanya akan mengganggu kebahagiaan mereka.
Selama 5 tahun ini Andrea sama sekali tak mencari tahu kehidupan Gerard maupun putranya, bagaimana pria itu dan putranya melanjutkan hidupnya. Ia berharap pria itu kembali rujuk dengan Lucy karena ia yakin kakak tirinya itu bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk anaknya.
Meskipun itu terkesan bodoh tapi waktu itu ia terlalu labil untuk menjadi seorang ibu tunggal, ia takut bayinya akan menderita jika hidup bersamanya sedangkan jika bersama ayahnya maka kehidupannya pasti terjamin mengingat putranya adalah penerus dua keluarga kaya raya.
"Baiklah, apa mau merayakan ulang tahun putramu dengan makan malam bersama?" Tawar dokter Steve kemudian berharap kesedihan wanita itu bisa sedikit terobati.
Andrea pun mengangguk kecil, biasanya wanita itu selalu merayakannya dengan mentraktir beberapa orang dan memohon kepada mereka untuk mendoakan kebaikan sang putra.
Sementara itu di tempat lain Gerard yang kini sedang bersama sang putra dan kedua orang tuanya di sebuah mall nampak masuk ke dalam toko mainan. Putranya itu pun langsung memilih mainan kesukaannya yaitu beberapa miniatur motor balap.
"Kamu yakin hanya itu sayang?" Ucap Gerard ketika sang putra menunjukkan beberapa mainan yang di pilihnya.
"Hm, ini sudah cukup papa." Sahut bocah tersebut.
"Apa kamu tidak mau membeli mobil-mobilan yang lainnya?" Tawar ayahnya lagi, ada banyak mainan yang di jual di sana tapi entah kenapa putranya hanya mengambil beberapa miniatur motor.
Jiro pun langsung menggeleng dan segera berlalu ke kasir, meskipun hanya sebuah miniatur tetap saja harganya lumayan mahal.
"Apa ini ada bahan bakarnya?" Tanya bocah itu kepada petugas kasir yang sedang menghitung belanjaannya.
"Tidak ada kan hanya mainan," sahut seorang wanita yang terlihat gemas menatap bocah tersebut.
"Kenapa tidak ada berarti tidak bisa jalan dong?" Jiro nampak kecewa.
"Tadi kan sudah papa bilang beli mobil-mobilan remot saja sayang," potong Gerard menimpali namun putranya itu langsung menggeleng.
"Aku lebih suka ini papa," sahutnya dan sang ayah pun menyerah membujuknya. Putranya itu memang memiliki prinsip yang teguh dan sulit untuk di pengaruhi, apapun yang di inginkan selalu konsisten tanpa peduli dengan yang lainnya.
Itu yang membuat kedua orang tuanya selalu membanggakannya dan menganggap cucunya adalah calon generasi penerus yang hebat, namun karena itu justru membuat mereka terlalu memanjakannya dengan dalih masih kanak-kanak.
Setelah lelah berkeliling mall kini mereka pun nampak mampir ke sebuah restoran, sebenarnya menghabiskan waktu bersama anaknya jarang sekali Gerard lakukan. Pria itu selalu pergi pagi dan pulang saat malam tiba, untuk itu momen seperti ini adalah hal yang paling langka. Sejak kepergian Andrea, Gerard memang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja hingga membuatnya perlahan bisa melupakan wanita tersebut.
"Papa, aku mau ke toilet."
Jiro yang sudah selesai makan terlebih dahulu nampak beranjak dari duduknya. "Segera kembali sayang," sahut sang ayah.
Kemudian bocah kecil itu pun segera pergi di ikuti oleh pengasuhnya, seorang pria yang baru bekerja satu bulan dengannya. Gerard memiliki alasan kenapa mempekerjakan seorang pria sebagai pengasuh putranya karena sebelumnya beberapa pengasuh wanita selalu tidak betah dan berakhir mengundurkan diri atau terpaksa di pecat sebab bocah kecil itu terlalu aktif.
"Paman tunggu di luar saja," Jiro langsung menghentikan langkah pengasuhnya saat berada di depan toilet wanita.
"Tapi ini toilet wanita," tentu saja pengasuhnya langsung menghentikannya saat bocah itu hendak masuk. Di usianya yang baru menginjak 5 tahun Jiro memang sangat mandiri dan tak membutuhkan waktu lama untuk belajar melakukan apapun termasuk pergi ke toilet atau berganti pakaian sendiri.
"Aku masih anak-anak paman," Jiro nampak tak peduli kemudian bocah kecil itu pun segera masuk seorang diri.
Terlihat beberapa wanita berada di dalam, sebagian mengantri di depan bilik dan sebagian sedang merapikan penampilannya di depan cermin.
"Adik, kamu lucu sekali. Kesini sama ibumu ya?" Tanya seorang wanita ketika melihat Jiro nampak menatap mereka.
"Hm," bocah kecil itu pun langsung mengangguk.
"Itu," imbuhnya seraya menunjuk seorang wanita berbadan besar yang baru keluar dari toilet.
Setelah itu bocah itu pun langsung mengikuti wanita itu di belakangnya dan berlalu keluar dari toilet tersebut, karena beberapa orang yang keluar Jiro pun nampak tak terlihat oleh sang pengasuh.
"Yes," ucapnya setelah berhasil meninggalkan pengasuhnya di depan toilet lalu bocah itu pun segera pergi ke pameran motor custom yang sempat di lihatnya tadi. Ayahnya pasti melarangnya dan untuk itu ia ingin melihatnya seorang diri.
"Maaf aku sedikit telat,"
Sore itu Lucy yang baru datang langsung bergabung dengan Gerard dan orang tuanya di restoran, sebelumnya ia yang sibuk bekerja di kantor ayahnya harus bisa membagi waktunya.
"Hallo sayang, lelah ya?" Ucap nyonya Merry ketika wanita itu memeluknya.
"Sedikit Ma, ngomong-ngomong di mana Jiro aku membawakan kado untuknya." Lucy yang hendak duduk di kursinya nampak tak melihat keberadaan bocah tersebut padahal ia sudah sangat merindukannya setelah beberapa hari ia tinggal keluar kota.
"Masih di toilet," sahut Gerard di sela makannya dan wanita itu pun langsung menatapnya dengan senyuman mengembang di bibirnya.
Sementara itu pengasuh Jiro yang sedang menunggu anak asuhnya itu kini mulai sedikit gelisah, sudah hampir 20 menit bocah itu berada di dalam toilet dan belum keluar juga. Mungkinkah keadaan toilet sedang antri atau mengalami kesulitan di dalam hingga membuat anak tersebut tak kunjung selesai?
Akhirnya setelah menunggu 30 menit pria itu pun terpaksa masuk ke dalam toilet setelah di lihatnya beberapa pengunjung mulai berkurang.
"Astaga apa yang sedang kamu lakukan di dalam toilet wanita?" Seorang wanita pun langsung menegur pria itu dengan geram, apa pria tersebut ingin berbuat asusila?
"Benar, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Timpal yang lainnya.
"A-aku sedang mencari anak kecil, iya anak laki-laki tadi masuk kedalam sini." Terang pria itu.
"Dasar laki-laki modus, kamu pasti sengaja ya menyuruh anakmu masuk kesini biar kamu bisa cari kesempatan. Asal kamu tahu di sini tidak ada anak laki-laki," beberapa perempuan itu pun langsung memukuli pengasuh Jiro dengan tasnya masing-masing hingga membuat pria itu langsung lari dari toilet tersebut dan terpaksa melaporkannya kepada tuannya meskipun ada risiko yang harus ia tanggung.
Gerard yang melihat pengasuh putranya datang seorang diri pun langsung memicing menatapnya, berani sekali pria itu meninggalkan putranya yang sedang aktif-aktifnya.
"Tuan, tolong saya. Tuan muda Jiro menghilang di toilet," terang pengasuh itu mengadu dengan ketakutan.
"Apa?" Gerard, Lucy dan kedua orang tuanya pun nampak terkejut mendengarnya lantas mereka segera beranjak dari duduknya.
Meskipun ini bukan pertama kali bagi mereka menghadapi bocah itu yang sering menghilang dari pantauan tapi tetap saja mereka sangat mengkhawatirkan keadaannya.
"Kamu bagaimana sih menjaga anak kecil saja tidak becus?" Gerard benar-benar murka kepada pengasuh tersebut.
Kemudian pria itu pun segera berlari ke arah toilet di mana putranya itu tadi masuk ke dalam sana, melihat Gerard yang baru datang beberapa wanita yang sedang berada di depan cermin untuk merapikan penampilannya pun langsung tercengang melihat pria matang nan tampan yang tiba-tiba saja masuk.
"Maaf aku sedang mencari putraku," ucap pria itu dingin dan mereka pun nampak saling berpandangan satu sama lainnya dan tak berani menegur saat pria itu membuka bilik satu persatu.
Gerard tak melihat putranya di mana pun lalu pergi kemana bocah itu? "Aku akan lapor ke bagian informasi dan kamu segera cari putraku sampai dapat !!" Perintah pria itu kepada pengasuh putranya tersebut.
Lalu pria itu pun berlalu ke bagian informasi yang melayani keamanan pengunjung mall, ia pasti bisa menemukan sang putra melalui CCTV dan benar saja putranya itu benar-benar cerdik untuk bisa melarikan diri dari pengasuhnya dengan menggunakan wanita bertubuh besar sebagai penghalang tubuhnya yang kecil.
Pria itu terus memantau layar CCTV di mana putranya nampak menuruni beberapa eskalator menuju basemant mall tersebut di mana nampak diadakan pameran motor di sana.
Gerard pun langsung berlari mengejar putranya setelah mengetahui keberadaan bocah itu, semoga saja tak mengganggu lalu lalang kendaraan di mana para pengunjung sedang mencoba beberapa motor yang di pamerkan. Sesampainya di sana pria itu tak melihat lagi keberadaan putranya yang sebelumnya sempat terpantau CCTV sedang berdiri di samping sebuah motor.
Entah kemana perginya bocah tersebut karena cepat sekali menghilang. "Maaf, apa kamu melihat anak lelaki berumur 5 tahun di sekitar sini?" Tanyanya pada salah satu petugas yang berjaga di sana.
"Maaf tuan saya tidak melihat anak-anak berkeliaran di sekitar sini," terang seorang SPG dengan ramah.
"Ngomong-ngomong apa anda tertarik untuk mencoba motor costum kami tuan, kebetulan kami sedang mengadakan promo besar-besaran. Saya yakin anda pasti terlihat lebih gagah lagi saat memakainya," imbuh wanita itu lagi dengan sedikit rayuannya menawarkan produknya kepada Gerard.
Gerard yang tak memiliki waktu untuk berbasa-basi pun hanya menatap dingin wanita tersebut, kemudian segera berlalu dari hadapannya.
"Penampilannya saja ganteng tapi miskin," gerutu wanita tersebut menatap kepergiannya
Gerard benar-benar kesal ketika tak kunjung menemukan sang putra malah justru beberapa SPG kembali menggodanya untuk menawarkan produk mereka, sejak dahulu ia sama sekali tak tertarik dengan hal apapun yang berhubungan dengan kendaraan roda dua tersebut. Baginya itu hanya pekerjaan atau hobby sia-sia belaka yang membahayakan nyawa.
Sayangnya istrinya dahulu sangat menyukainya dan kini sifatnya itu benar-benar menurun pada putranya, tapi sepertinya ia harus segera mendoktrin anaknya itu untuk tidak menyukai kendaraan tersebut. Karena bocah kecil itu adalah penerus keluarganya dan harus mulai hidup disiplin bukan justru bermain-main di jalanan seperti ibunya dulu.
Setelah mencari di setiap sudut pameran Gerard belum juga menemukan putranya, mungkin kah bocah itu sedang menonton balapan di sirkuit mini yang berada tak jauh dari tempat itu?
"Tuan silakan membeli tiket dahulu sebelum masuk," seorang petugas nampak menghadangnya ketika ia hendak masuk ke dalam area balapan. Akhirnya pria itu pun terpaksa membelinya padahal dalam hidupnya ia sangat tidak menyukai balapan dan tak pernah terpikirkan akan menontonnya.
Saat baru masuk ia melihat sirkuit yang begitu ramai dengan teriakan kagum serta histeris dari beberapa penonton di pinggir lapangan, karena penasaran dengan apa yang terjadi Gerard pun berlalu mendekat sebab pandangannya tertutup oleh para penonton yang terlebih dahulu datang.
"Maaf, apa balapan sedang berlangsung?" Tanya Gerard kepada para pengunjung yang ia temui, mungkin saja putranya sedang menonton di salah satu barisan para penonton di sana.
"Belum tuan, tapi ada anak ajaib yang sedang menjajal motor khusus anak di dalam sirkuit." Terang salah satu dari mereka.
"Anak ajaib?" Gerard pun nampak tak percaya, dasar orang tua tak bertanggung jawab sampai membiarkan anaknya yang masih kecil ikut balapan.
Kemudian pria itu pun segera bergabung ke barisan para penonton dan pandangannya pun tiba-tiba memicing ketika melihat seorang anak kecil sedang mengemudikan motor kecil mengelilingi sirkuit dengan lincah.
"Jiro?" Ucapnya ketika menyadari anak tersebut adalah putranya, meskipun mengenakan helm tapi pakaiannya masih sangat ia kenali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!