Malam telah larut, jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Soraya mendengar deru mobil Ardan memasuki garasi.
"Belum tidur?" Tanya Ardan saat masuk dan melihat istrinya duduk di depan televisi.
"Hmm... ", Soraya mengangguk, " Mas mau makan? Atau teh hangat?" Tawar Soraya sambil mengikuti langkah Ardan ke kamar tidur.
"Tak usah. Aku mau mandi, kamu tidur aja, nanti abis mandi aku nyusul".
Ardan langsung masuk ke kamar mandi setelah melepaskan baju dan celananya, menyisakan boxer di tubuhnya yang hampir *****.
Soraya menghela napas masygul. Tanpa bertanya pun dia sudah tahu kenapa suaminya pulang selarut ini. Pasti karena habis bersenang-senang. Entah seperti apa wanita yang suka melayani suami orang itu.
Apakah orang yang sama atau berbeda setiap saat?
Soraya sadar jika sakit yang dirasakannya tak sepenuhnya kesalahan suaminya. Dari awal menikah dia sudah tahu sifat suaminya yang buaya darat. Tak cukup satu wanita, petualangannya berpindah dari satu wanita ke wanita yang lain. Entah apa yang dicarinya.
Saat memutuskan menerima Ardan sebagai suaminya Soraya mengira jika petualangan suaminya sudah berakhir. Sang player sudah menemukan rumah tempatnya kembali.
Tapi ternyata Soraya salah. Tak ada kata insaf dalam kamus suaminya.
Apakah dia akan mampu bertahan seumur hidup?
Sedangkan dalam 5 tahun perkawinan mereka saja dia sudah merasa begitu sesak. Akankah suaminya bisa berubah jika mereka memiliki anak?
Soraya sangsi. Pernah dia menyinggung masalah anak, suaminya hanya mengatakan bahwa dia belum siap untuk memiliki anak.
Soraya tak berani mengambil keputusan seberani itu. Seandainya dia hamil dan Ardan menyuruh untuk menggugurkan, bagaimana?
Lagipula Soraya merasa jika tanpa kehadiran anak lebih baik karena jika sewaktu-waktu Ardan meninggalkannya, tak banyak hati yang tersakiti. Cukup hatinya yang memang sudah sering terluka.
Akhirnya Soraya memejamkan matanya saat mendengar Ardan membuka pintu kamar mandi. Biarlah suaminya berpikir kalau dia sudah tidur, pikirnya.
_____ Helna ________
"Pagi!" Ardan mengecup kening Soraya yang telah menunggunya di meja makan.
Soraya sigap mengambilkan nasi goreng untuk suaminya.
"Mas... Dua hari lagi aniversary pernikahan orang tuamu kan? Kamu bisa temani aku ke butik ga hari ini?"
"Aku ada meting hari ini. Kamu bisa sendiri kan? Nanti aku transfer", sahut Ardan tanpa mengalihkan tatapannya dari layar iPad di depannya.
" Aku belikan baju buat kamu juga ya, Mas! Biar couple gitu".
"Terserah kamu deh". Ardan menyeruput tehnya.
"Aku berangkat".
Soraya mengangguk dan mengantarkan suaminya ke depan rumah.
Ardan memasuki mobilnya dan melambaikan tangan sebelum melajukan mobilnya ke kantor.
Beep...
Notifikasi masuknya sebuah pesan berlogo w mengalihkan pandangan Soraya yang masih menatap jalan setelah suaminya pergi.
Ada acara apa hari ini? Kita kumpul, yuk! Dah lama ga ketemu.
Chat dari Lusi, sahabatnya yang beberapa waktu lalu pergi ke luar negeri untuk meneruskan bisnis orang tuanya.
Beruntung Soraya memiliki sahabat seperti Lusi, anak orang kaya yang tidak sombong. Padahal Soraya hanya sebatang kara dan tak memiliki harta.
*Aku mau ke butik. Nanti ketemu di cafe For Love az, gimana?
Oke! 🥰*
Soraya meletakkan ponsel di atas meja dan segera membereskan meja makan.
Setelah semua beres dari mencuci pakaian, menjemur dan membersihkan rumah, Soraya bersiap pergi. Soraya memang tidak memerlukan jasa asisten rumah tangga karena menganggap masih bisa mengerjakan semuanya sendiri.
________Helna_________
Urusan di butik tidak memerlukan waktu lama. Selain sudah merupakan butik langganan, pelayan di sana sudah mengetahui ukuran untuk dirinya dan suaminya sehingga cukup cepat untuk menemukan gaun yang sesuai untuknya maupun baju untuk suaminya.
Soraya memarkir fortuner merahnya di dekat pintu masuk cafe. Tepat di depan pintu, Lusi sudah berdiri menunggunya. Terlihat dia antusias melambaikan tangan.
Setelah turun dari mobil, Soraya menghampiri Lusi dan memeluk erat sahabatnya yang sudah lama tak bertemu.
"Mmm... Sendirian? Mana Ardan?"
"Biasa kerja... Katanya hari ini ada meting".
Mereka berdua melangkah bersama memasuki cafe.
Soraya mengedarkan pandangan mencari tempat yang cukup nyaman untuk melepaskan rindu pada sahabatnya. Tentunya bertukar cerita selama mereka terpisah.
Pandangannya terhenti saat matanya melihat sepasang manusia sedang bercanda dengan mesra.
Deg...
Sakit! Seperti dihantam palu godam.
Lusi yang merasa perubahan raut wajah Soraya mengikuti arah pandangannya.
Dahinya berkerut. Ada apa dengan rumah tangga sahabatnya?
Apanya sedang meting? Sejak kapan meting bisa dilakukan dengan mesra? Itu meting atau kencan?
Hatinya kembali tersayat. Entah sayatan yang keberapa, karena Soraya tak mampu menghitungnya.
Dengan langkah tegar Soraya mendekati suaminya. Senyum tipis namun masih terlihat memikat menghiasi wajahnya.
"Masih meting, Mas?"
Ardan dan wanita di sampingnya terkejut.
"So... Soraya... ", Ardan kehilangan kata.
" Siapa dia?" Tanya wanita itu dengan raut tak suka.
"Perkenalkan... Dia Soraya, nyonya Ardan Hadisaputra", dengan nada angkuh Lusi menjawab sambil melipat kedua tangan di dada.
" Apa?"
Sontak raut wanita itu berubah pasi.
Makan malam telah siap dihidangkan. Soraya mengambilkan nasi untuk suaminya beserta lauknya.
Sejak sore Ardan sudah pulang ke rumah. Tidak seperti biasanya, yang selalu pulang larut malam.
Apakah karena kejadian tadi siang?
Entahlah!
Soraya tak lagi peduli. Rasa sakit yang bertubi membuat perasaannya perlahan mati. Dia merasa kebas. Tak ada lagi rasa.
Ardan merasakan jika malam ini istrinya lebih pendiam. Mungkin masih marah karena memergokinya siang tadi.
Tapi Ardan tak peduli. Itu salah satu yang disukai Ardan dari Soraya. Dia tidak seperti wanita lain yang akan mencecar suaminya dengan pertanyaan maupun permintaan.
Soraya adalah wanita penurut, dan jika marah dia hanya akan mendiamkan dirinya seperti sekarang. Meski masih mau melayaninya, baik di luar maupun di dalam kamar.
Dan itu sudah cukup, karena Ardan tak suka wanita cerewet, dan kebanyakan wanita itu cerewet. Sebab itu Ardan tak pernah bertahan dengan satu wanita.
Tapi Ardan tak tahu kalau kecerewetan wanita adalah tanda kepeduliannya. Dan jika kecerewetan itu hilang berarti dia sudah tidak peduli.
Selain cerewet wanita juga serakah. Dia tak mau berbagi. Untuk apa punya suami tampan, kaya, dan gagah seperti dirinya jika hanya terbatas pada satu wanita?
Bukankah itu suatu kemubaziran?
_______ Helna _______
"Mau ke mana, Mas?" Tanya Soraya saat dilihatnya Ardan sudah rapi.
"Ada janji dengan teman. Tak usah menungguku. Aku bawa kunci".
Ardan melangkah keluar dan menutup pintu tanpa memperhatikan ekspresi wajah Soraya.
Jika saja ada sedikit kepedulian, Ardan akan dapat melihat raut sedih dan terluka pada Soraya.
Sayangnya, manusia seegois Ardan mana mau peduli.
Mobil Ardan tiba di depan klub malam tepat ketika Antoni keluar dari mobilnya.
Siapapun tahu kalau mereka berdua bagaikan dua kutub yang saling tolak menolak. Entah karena memang persaingan dalam kerajaan bisnis mereka maupun dalam masalah lain.
"Masih hidup, Dan?" Antoni menyapa dengan seringai sinisnya.
Ardan mengangkat sebelah alisnya.
"Memangnya kamu siapa? Malaikat maut?" Jawabnya tak kalah sinis.
Anita, wanita seksi yang bergelayut di tubuh Antoni mengusap dada bidangnya, memberi kode agar tidak melanjutkan 'percakapan' itu. Karena dapat dipastikan akan berubah menjadi perkelahian seperti tiga bulan yang lalu saat Antoni nekat menggoda Soraya, istri Ardan.
Antoni sengaja menggoda Soraya karena dia penasaran, wanita seperti apa yang membuat player seperti Ardan mengambil keputusan menikah.
Dan harus dia akui, Ardan beruntung memiliki Soraya. Wanita seperti Soraya sangat langka sekarang. Kepribadiannya mengagumkan! Terlebih wanita itu sangat cantik meski tanpa make up.
Dan jika dia punya kesempatan, dia akan merebut Soraya dari Ardan. Lihat saja nanti!
Dentum musik menyambut kedatangan Ardan begitu dia melangkahkan kaki masuk. Dia langsung menuju ke ruang VVIP.
Lucky terlihat sedang asik mojok dengan seorang wanita. Pakaian wanita itu sudah tak berada pada tempatnya. Erangan dan lenguhan terdengar.
Sedangkan Daniel, dikerubungi dua orang wanita yang bergelayut di kanan kirinya. Di depan mereka beberapa botol minuman bergelimpangan. Dapat dipastikan mereka sudah mabuk berat.
Baru saja Ardan menghempaskan pantatnya di sofa, seorang wanita duduk di pahanya dan mengalungkan tangan ke lehernya.
"Sayang... Baru tiba?"
Angel, TTM Ardan beberapa hari ini.
"Hmm... ", sahut Ardan sambil menyalakan rokok.
Angel semakin berani. Dia menyurukkan wajahnya ke leher Ardan. Mengendus dan menjilat. Tangannya meraba ke balik celana Ardan.
Ardan mendorong tubuh Angel dan mengangkatnya ke sofa.
" Cukup", katanya dengan serak, menahan libido yang sudah di ubun-ubun. Meski player, Ardan cukup tahu batasan. Dia hanya sebatas make out, tak lebih dari itu.
Mata Angel memerah, antara malu dan menahan hasrat. Hasrat untuk memiliki dan dipuaskan.
Malam ini kau harus kumiliki, batin Angel.
"Temani aku minum ya?" Katanya sambil mengangsurkan minuman yang sudah dia campur dengan obat perangsang tanpa sepengetahuan Ardan, saat pria itu menerima panggilan telepon.
Tanpa curiga, Ardan menerima gelas dari Angel dan meminumnya. Minum segelas dua gelas tak akan membuatnya mabuk.
Sudut bibir Angel terangkat, mengukir senyum tipis penuh kemenangan.
Sedikit lagi, batinnya. Malam ini kau tak akan selamat dari perangkapku.
Angel mengisi lagi gelas Ardan yang kosong. Ardan kembali meminumnya.
Pengaruh obat dan minuman itu sudah mulai terlihat. Ardan menggeram, wajahnya memerah, napasnya tak teratur, jakunnya turun naik, matanya terpejam menahan hasrat.
Angel yang mengetahui hal itu segera bertindak dengan cepat.
Dipapahnya Ardan ke kamar khusus yang memang disediakan oleh klub itu, dan telah di bookingnya tadi.
Setelah mengunci pintu, Angel merebahkan tubuh Ardan di kasur. Perlahan dibukanya kancing kemeja Ardan satu persatu.
"Apa yang kamu lakukan?" Ardan masih berusaha sadar, tangannya mencengkeram tangan Angel, menghentikan kegiatannya.
Napasnya mulai memburu. Angel mengusap lembut bulu halus di rahang Ardan, menimbulkan gelenyar dalam dada, meningkatkan libidonya. Matanya tersaput gairah.
Angel semakin berani menggoda lewat sentuhannya
Ardan menggeram. Pertahanannya runtuh.
Kucing mana menolak ikan yang terhidang di depan mata?
Desahan dan erangan bersahutan, berlomba mencapai puncak surgawi berselimut dosa.
Bersambung...
Azan subuh menggema, membangunkan manusia dari lelap untuk menyembah Rabb alam semesta, Sang Maha Penguasa.
Soraya menggeliat, tanpa sadar tangannya mendarat di bantal sebelah nya.
Kosong!
Membuat matanya terbuka sempurna, memperhatikan dengan seksama bahwa tak ada sosok suami yang biasa tidur di sampingnya.
Aneh!
Tak biasanya Ardan tak pulang ke rumah.
Firasat Soraya mengatakan sesuatu telah terjadi!
Dan firasat seorang istri pada suaminya tak pernah salah. Begitu peka nya seorang istri bahkan lebih peka dari anjing pelacak yang sudah dilatih bertahun-tahun.
Dia bisa mencium adanya ketidakberesan.
Beep...
Sebuah pesan masuk.
Aku langsung ke kantor
Pesan dari Ardan.
Soraya mengernyit merasakan ada sesuatu yang disembunyikan suaminya.
Dia kemudian membalas jangan lupa acara nanti malam
Mengenyahkan segala prasangka, segera diambilnya air wudhu dan bersujud memohon segala kebaikan untuknya, suaminya, dan rumah tangganya.
________ Helna _________
Kantor masih sepi saat Ardan memasuki lobi. Jelas saja, masih pukul 06.00 pagi!
Pagi tadi Ardan terbangun dalam keadaan shock karena wanita di sampingnya bukan Soraya tapi Angel. Ditambah lagi mereka sama-sama dalam keadaan tanpa busana. Hanya selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka.
What the H*ll!
Secepatnya dia bangun dan membersihkan diri di kamar mandi. Tanpa membangunkan Angel yang masih terlelap, Ardan meninggalkan tempat itu setelah memakai pakaiannya.
Ardan memijit keningnya. Sakit di kepalanya masih terasa meski tidak parah.
Samar-samar dia dapat mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam. Dan dia mengutuk perbuatannya.
Sialan! J*lang itu menjebakku! Makinya dalam hati.
Ardan masuk dalam kamar khusus yang berada di ruangannya. Beberapa kemeja, jas, dan celana tersedia di sana.
Dia mengambil kemeja putih, jas biru dan celana dengan warna senada. Dia tak suka memakai dasi, terasa mencekik di leher.
Ardan memakai kemeja dan mengancingnya di depan cermin. Sontak dia terkejut dengan pantulan yang ada di sana. Jejak percintaan panasnya dengan Angel terlihat jelas, merah kebiruan. Shit!
Tanda itu tak akan hilang dalam waktu sehari!
Dan Ardan tak mau kalau sampai Soraya melihat ini.
Entah kenapa saat ini dia tak mau Soraya tahu perbuatannya semalam. Dia hanya tak mau Soraya berpikir yang tidak-tidak. Hell... Memangnya semalam dia tidak melakukannya?
Ironis sekali mengingkari apa yang sudah terjadi!
Dia hanya tak ingin bertengkar dengan Soraya setelah wanita itu selama ini selalu bersabar padanya.
Entahlah!
Ardan merasa sangat bingung!
Beep...
Pesan masuk mengalihkan perhatiannya.
Kenapa pergi begitu saja?
Pesan dari Angel.
Sialan! Berani-beraninya j*lang itu menghubunginya setelah apa yang dilakukannya semalam!
Oke! Mungkin tak sepenuhnya salah Angel. Tapi Ardan bersumpah tak mau lagi berurusan dengan ular betina itu.
Setelah membaca pesan itu, Ardan segera memblokir nomor Angel.
Ardan duduk di kursinya dan mulai mempelajari berkas yang ada di mejanya. Kemudian dia teringat Soraya.
Diambilnya ponsel dan mengirim pesan.
Aku langsung ke kantor
Centang dua langsung berubah biru tanda Soraya sudah membacanya. Terlihat Soraya sedang mengetik balasan.
Jangan lupa acara nanti malam!
________ Helna________
Soraya dan Ardan terlihat serasi, memakai pakaian dengan warna senada.
Soraya mengenakan gaun malam berwarna abu tua perpaduan sutra dan brokat dihiasi mutiara putih yang menambah kesan elegan. Meskipun serba tertutup dengan panjang gaun hampir menyentuh lantai, dilengkapi high heels perak. Membuatnya terlihat seperti seorang ratu. Ditambah dengan tatanan rambutnya yang disanggul ke atas dan anak-anak rambut yang menjuntai, memberi kesan anggun.
Sedangkan Ardan memakai kemeja abu muda dengan jas abu tua dan celana senada. Rahangnya yang kokoh ditumbuhi bakal jambang, serta sorot matanya yang setajam elang. Membuat aura ketampanannya seakan terselubung misteri.
Kedatangan mereka langsung disambut ramah Alena, ibunya Ardan. Wanita itu masih terlihat awet muda di usianya yang sudah kepala lima.
"Ah... Kalian sudah datang! Wah, Soraya anakku makin cantik aja!" Katanya sambil memeluk dan mencium pipi Soraya, kanan dan kiri.
Membuat Soraya tersenyum malu sekaligus senang.
Tak jauh dari mereka, Permana, ayahnya Ardan sedang berbincang dengan relasi kerjanya. Tampak menoleh ke arah mereka dan tersenyum hangat.
Soraya bersyukur karena memiliki mertua sebaik mereka. Meskipun kaya, tapi tidak angkuh dan memandang rendah padanya yang sebatang kara.
"Hai... Mengapa melamun? Ayo, temani mama menyapa tamu lain!"
Alena menggandeng tangan menantunya. Sedangkan Ardan sudah sedari tadi bergabung dengan para pengusaha muda.
Acara berlangsung dengan lancar sampai...
"Selamat malam!"
Sebuah suara mengagetkan Soraya yang sedang berada di taman.
Dia keluar untuk mencari udara segar.
Kebetulan malam ini cerah. Langit penuh bintang bertaburan. Terlihat indah seperti permata berkilauan.
Soraya merasa terpukau dengan indahnya lukisan Tuhan.
"Ya... ", kata Soraya sambil membalik badan melihat siapa yang berbicara padanya.
" Nona Soraya... Masih ingat dengan saya?"
Seorang pria berstelan mahal berwarna coklat tua terlihat pas di tubuhnya yang tegap. Selain itu ketampanannya mengingatkan Soraya dengan aktor Holywood Nick Bateman.
"Ekhm... ".
Pria itu berdehem, menyadarkan Soraya dari keterpanaannya pada karya Tuhan yang indah di depan matanya.
" Eh, maaf... Saya sedang mengingat di mana kita pernah bertemu. Dan saya minta maaf, sepertinya saya lupa". Katanya dengan nada menyesal.
"Duh, sakitnya hati saya karena tidak mendapat tempat di ingatan wanita cantik seperti Nona. Padahal setelah pertemuan pertama kita, saya selalu teringat Nona".
" Ah, Tuan bisa saja menyanjung saya". Soraya tertawa kecil.
"Saya tidak menyanjung. Kenyataannya Nona memang sangat cantik. Jujur saya langsung terpesona pada pandangan pertama".
" Maaf, saya benar-benar tidak ingat dengan Anda, Tuan... "
"Antoni Baldwin".
" Oh, Tuan Antoni Baldwin".
Angin yang bertiup sepoi-sepoi memainkan anak rambut Soraya.
"Mmm... Sepertinya saya harus masuk". Kata Soraya sopan sambil berjalan menuju ke pintu.
" Silakan. Kapan-kapan boleh saya traktir makan siang?" Tawar Antoni dengan penuh harap.
Soraya berbalik menghadap Antoni, menatap kedua matanya.
"Mmm... Entahlah, sepertinya bukan ide bagus karena suami saya tidak akan suka".
" Wah, anda sudah menikah? Kalau boleh tahu siapa suami Nona? Kalau saya suami Nona, saya tidak akan membiarkan Nona sendirian di sini. Saya juga akan selalu berada di samping Nona".
"Suami saya adalah Ardan Hadisaputra".
" Oh, benarkah? Mengapa aku merasa tak pernah menghadiri pernikahan kalian?"
Soraya tak terkejut dengan tanggapan Antoni karena memang pernikahannya dengan Ardan hanya dihadiri keluarga besar Hadisaputra tanpa acara mewah.
Sehingga sebagian besar tamu malam ini memang belum mengenalnya sebagai menantu dalam keluarga besar Hadisaputra.
"Karena Anda memang tidak diundang!"
Sebuah suara yang sangat dikenalnya mengagetkan Soraya.
Cepat dia berbalik dan...
Boom!
Seorang pria dengan angkuhnya berdiri di sana. Terlihat dari tatapannya seperti akan membunuh seseorang.
Soraya meremang...
Senyuman geli tersungging di bibir Antoni. Sepertinya umpannya menangkap mangsa.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!