NovelToon NovelToon

My Brother Love You

Bab 1. Kelahiran Dua Anak Perempuan

"Agkhh"

Di tengah derasnya hujan itu, seorang wanita yang tengah berjalan dengan payung yang bahkan tak bulat lagi bentuknya terjatuh karena terpeleset saat sandal yang dia pakai putus.

Sandal jepit usang yang sudah menemani langkahnya selama lebih dari tiga tahun itu mengkhianatinya di saat dia tengah merasakan kesakitan yang luar biasa.

Murni, wanita berusia 25 tahun itu berusaha untuk berdiri meski sambil memegang perutnya yang bulat besar yang bahkan sudah kotor dan basah akibat dia terjatuh di genangan lumpur yang cukup dalam.

Derai air mata di wajahnya tampak membaur dengan air hujan. Hingga tak terlihat dengan jelas. Wajahnya pucat, kedinginan dan kesakitan.

"Ya Tuhan, Murni" teriak seorang bidan desa yang kebetulan juga sedang bergegas ke klinik kecilnya itu karena ada panggilan darurat tadi, bawahannya yang berjaga di klinik mengatakan ada yang ingin melahirkan.

Dewi, nama bidan itu segera menghampiri Murni yang masih berusaha untuk bisa bangkit berdiri meski rasanya dia sudah tak memiliki tenaga lagi.

"Bu bidan, tolong saya. Saya rasa saya mau melahirkan" kata Murni dengan sisa tenaga yang dia miliki.

Wajah Dewi panik, lebih ke arah iba.

"Iya Murni, mari saya bantu ke klinik" kata bidan Dewi yang berusaha memapah dengan sekuat tenaganya.

Di desa itu hanya ada seorang dokter dan seorang bidan. Yang akan melahirkan tadi, adalah istri dari dokter yang sudah enam bulan bertugas di desa ini. Dokter Jacky namanya, dan istrinya Retno saat tiba di desa ini memang sudah hamil trimester kedua. Dewi juga yang memeriksanya ketika sampai di desa.

Sedangkan Murni, dia hanya seorang anak yatim piatu yang tinggal seorang diri di rumah peninggalan orang tuanya. Sebenarnya dari pada disebut rumah, tempat tinggal Murni itu lebih layak di sebut gubuk. Tidak ada kamar layaknya sebuah rumah. Hanya satu ruangan yang disekat dengan bilah bambu yang di buat sedemikian rupa tanpa pintu. Dulu itu menjadi batas antara ruangan tidur orang tuanya dan dirinya.

Dua tahun lalu, orang tuanya meninggal. Dia tinggal sebatang kara sebagai buruh pemetik teh di desa itu. Dan bagaimana dia bisa hamil? Itu karena seorang mandor tempatnya bekerja menodainya ketika dia perkebunan, meski seorang buruh tua menjadi saksi, tapi kasus itu berlalu begitu saja. Bahkan mandor itu melarikan diri entah kemana saat kepala desa memintanya bertanggung jawab untuk menikahi Murni.

Nasib Murni memang sangat malang, tapi dia sangat mencintai calon anaknya. Dia berjuang keras sendirian selama 9 bulan lebih untuk bertahan melahirkan anaknya ke dunia ini.

"Bu Dewi, tolong istri saya" kata seorang pria berkacamata.

Dia adalah Dokter Jacky.

"Iya Dokter, sebentar. Saya akan minta Yuni untuk membantu Murni dulu, sebentar ya pak dokter, hanya sebentar" kata Dewi.

Dokter Jacky mengangguk dan segera pergi ke ruangan dimana istrinya berada.

Namun sebelum masuk ke ruangan, langkahnya terhenti karena suara seorang anak.

"Ayah" panggil anak laki-laki berusia 5 tahun di gendongan seorang wanita tua yang merupakan pengasuhnya.

Dokter Jacky menghampiri anak itu dan mengusap kepalanya perlahan.

"Raja, Raja sama bibi Tari dulu ya. Ayah harus menemani ibu melahirkan adiknya Raja"

"Iya ayah" jawabnya patuh.

Dokter Jacky pun segera masuk ke ruangan istrinya.

"Mas, sakit mas..."

Dokter Jacky langsung meraih tangan Retno dan mengusap kening istrinya perlahan.

"Sabar ya sayang, Bu bidan sudah datang. Sebentar lagi dia akan kemari. Sabar ya, kamu harus kuat ya sayang. Aku ada di sini, Raja juga ada di luar" kata dokter Jacky berusaha menenangkan istrinya meski dirinya sendiri sangat panik saat ini.

Sementara itu di ruangan lain, yang letaknya bersebelahan namun pintu masuknya berbeda, hanya ada satu pintu yang terhubung agar bidan Dewi bisa memastikan baik itu Retno ataupun Murni dapat dia tangani dengan baik. Bidan Dewi sedang memeriksa Murni.

"Sudah lengkap ini bukaannya Murni" katanya dengan mata berkaca-kaca.

Bidan Dewi sangat kasihan pada Murni. Bahkan dengan pembukaan yang sudah lengkap, Murni harus berjalan sendirian di tengah derasnya hujan menuju ke klinik bersalin satu-satunya di desa ini.

'Ya Tuhan, dia sudah berusaha dengan sangat baik. Tolong mudahkan aku membantu persalinannya ya Tuhan, dia benar-benar tidak memiliki siapapun selain anaknya yang akan lahir ini, dan anaknya ini juga tidak memiliki siapapun selain Murni. Tolong aku Ya Tuhan!'

Bidan Dewi berdoa dengan tulus dari dalam hatinya. Dia berusaha dengan baik untuk membantu Murni.

Hingga lima belas menit kemudian, terdengar suara tangis di ruangan itu.

"Murni, anak kamu perempuan. Cantik sekali, lengkap dan sehat. Kamu hebat Murni, kamu sudah bekerja keras" kata bidan Dewi.

Bidan Dewi menggendong anak itu setelah di bersihkan.

"Nak, lihat ibumu. Dia berusaha keras untuk melahirkan kamu ke dunia ini. Jadilah anak yang baik, bahagiakan ibumu kelak ya nak!"

Air mata bidan Dewi mengalir, dia terlihat menyimpan banyak harapan untuk anak Murni itu. Tapi dari tempatnya berada, Murni menatap anak itu dari kejauhan.

'Aku tidak mungkin bisa memberinya kebahagiaan, haruskah anakku itu menjadi sepertiku. Yang akan selalu menderita' lirihnya dalam hati.

"Bu bidan, bu Retno tampak sangat kesakitan" kata Yuni.

Dewi segera menyerahkan bayi itu pada Yuni.

"Tolong urus anak ini dulu ya, minta Asih membantu bersihkan Murni. Aku akan ke Bu Retno dulu"

"Baik, Bu bidan"

Dewi ke ruangan Retno dan membantu Retno menjalani proses persalinannya.

"Oek... Oek..."

"Anakku" kata Jacky yang menggenggam tangan istrinya dan menemaninya terus saat Retno melahirkan.

"Selamat pak dokter, Bu Retno. Anak kalian perempuan, cantik sekali. Sehat dan lengkap! Asih, tolong bersihkan bayi ini dan serahkan pada Bu Retno setelah itu!" kata bidan Dewi.

"Baik, Bu bidan"

Jacky terlihat sangat bahagia.

"Saya akan bersihkan dulu ya Bu Retno, Bu Retno bisa batuk sedikit, sedikit saja untuk membantu plasentanya keluar" kata bidan Dewi.

Hal yang sama tadi juga sudah di lakukan pada Murni.

Namun itu di lakukan oleh Asih, asisten bidan Dewi. Karena bidan Dewi harus segera menangani Bu Retno.

"Uhukk"

"Bagus Bu, plasentanya sudah keluar. Tolong di bersihkan dengan bersih sebelum di tanam..."

Dewi menjelaskan banyak hal pada Jacky. Karena mereka tinggal di desa, dan masih banyak hal tabu yang kerap dilakukan dan dipercaya di sini.

Kebahagiaan terpancar di wajah Jacky dan Retno. Setelah putri kecil mereka di bersihkan. Tanpa mereka ketahui, saat Asih sedang mengambil botol susu untuk kedua bayi. Murni berjalan perlahan mendekati keranjang bayi dimana anaknya dan anak dari Bu Retno dan pak Jacky berada.

***

Bersambung...

Bab 2. Dua Kehidupan Berbeda

Dengan mata berkaca-kaca, tangan Murni yang masih gemetaran mengarah ke arah bayi yang baru beberapa waktu lalu dia lahirkan.

"Maafkan ibu ya nak, ibu melakukan semua ini untukmu. Ibu tidak bisa memberimu kebahagiaan, tidak akan bisa nak! Setidaknya meski hanya sebentar, kamu harusnya bisa merasakan kebahagiaan yang selama ini ibu tidak pernah bisa rasakan dan berikan"

Entah bagaimana dia bisa berpikir seperti itu. Tapi yang saat ini dia lakukan, dia memindahkan bayi yang ada di keranjang bayi dengan tulisan namanya, ke sebelahnya.

Dan bayi yang ada di keranjang bayi dengan nama Retno dan Jacky, dia pindahkan ke keranjang bayi yang tadinya milik putrinya.

Sambil menatap bayi yang merupakan anak dari Retno dan Jacky itu. Air mata Murni mengalir.

"Maafkan aku nak! aku janji, aku akan mengembalikan apa yang menjadi hakmu. Bagaimanapun, kamu adalah anak mereka. Kamu pasti kembali pada mereka. Tapi, biarkan anakku bahagia sebentar ya nak. Aku juga akan merawatmu dengan baik. Aku janji" kata Murni lalu perlahan meninggalkan keduanya dan kembali ke ruangannya.

Tak lama setelah itu Asih kembali. Dia tertegun sejenak.

"Eh, tadi kain bedong anak Bu Retno warna pink atau kuning ya? tadi kayaknya pink, eh... tapi pink apa kuning ya. Halah, aku mikir apa sih? pasti karena dari semalam gak tidur. Ini kan jelas ada namanya" kata Asih bergumam.

Asih pun membawa bayi yang merupakan anak kandung Murni, ke ruangan Bu Retno. Karena memang Murni sudah menukar bayi itu.

"Adik!" teriak Raja yang terlihat sangat bahagia. Anak manis dan tampan itu melompat-lompat senang sekali.

"Ayah, mau lihat adik. Mau cium boleh?" tanya Raja yang sangat excited.

Jacky meraih bayi itu dari Asih.

"Halo sayang, anak ayah!"

"Ayah" panggil Raja lagi.

Jacky tersenyum bahagia sekali.

"Sayang, lihat itu! kakakmu sangat ingin melihatmu. Baiklah, lihat dengan baik ya nak. Ini adalah adikmu" kata Jacky yang berjongkok, supaya Raja bisa melihat adiknya.

Raja menyentuh lembut pipi adik kecilnya.

"Oek...Oek..."

Raja segera menepuk-nepuk bagian paha bayi mungil itu perlahan.

"Maaf adik, kakak tidak sengaja. Kakak tidak akan membuat adik menangis lagi"

Retno yang melihat dan mendengar apa yang dikatakan dan dilakukan putra sulungnya tersenyum senang. Rasanya, mereka pasti akan menjadi sangat akur dan saling menyayangi ke depannya.

"Adik, Adik Rani"

Jacky tertegun, Retno juga sempat terkejut.

"Kamu panggil apa adiknya, nak?" tanya Retno pada Raja.

Raja tersenyum dan melihat ke arah ibunya.

"Adik Rani, Bu" katanya polos.

Raja lalu menepuk dadanya sendiri dan berkata.

"Aku Raja, dan ini Rani" katanya sambil menyentuh bagian dada bayi mungil di pelukan ayahnya itu.

Jacky tampak terharu, begitu pula dengan Retno.

"Rani, nama yang bagus nak. Mulai sekarang kamu bisa panggil dia Rani, adik Rani. Rani Zulkarnain. Seperti Raja Zulkarnain juga" kata Jacky yang pada akhirnya menyetujui nama yang di berikan Raja pada adiknya itu.

Dari jauh, dari celah pintu. Air mata Murni mengalir.

'Rani, maafkan ibu nak' lirihnya.

 

5 tahun berlalu....

Hari ini adalah tepat 5 tahun kelahiran Rani. Dokter Jacky dan istrinya mengundang semua warga desa untuk menghadiri pesta ulang tahun Rani yang ke-5.

Tak terkecuali, mereka mengundang semua orang karena memang setiap tahunnya juga begitu.

Di gubuk kecil Murni, wanita yang saat ini berusia 30 tahun itu juga telah menguncir dua rambut anaknya. Lebih tepatnya anak yang dia tukar di klinik desa lima tahun lalu. Anak yang harusnya hari ini ulang tahunnya dirayakan oleh Jacky dan Retno.

"Sakit Bu!" kata Hani.

Ya, anak itu diberi nama oleh Murni, dengan nama Hani.

"Maaf nak, ibu akan pelan-pelan" katanya yang lebih mengendurkan ikatan di rambut anaknya itu.

Ikatan yang hanya diikat dengan karet gelang bekas yang dia dapatkan dari bungkus cabai di warung.

"Baju ini kekecilan Bu!" kata Hani yang merasa tidak nyaman dengan dress anak, pemberian ibu kepala desa beberapa tahun yang lalu.

Murni menghela nafasnya berat.

"Maaf ya nak, tapi hanya baju itu yang paling bagus. Nanti kalau hasil panen tehnya bagus, ibu pasti dapat upah lumayan. Nanti ibu belikan baju baru untuk Hani ya" kata Murni.

Hani mengangguk senang.

"Janji ya Bu"

"Iya nak"

Dari luar, tampak tetangga Murni memanggilnya.

"Murni, Hani, ayo. Ini sudah siang, nanti kita kehabisan kuenya" kata tetangga Murni yang sudah menggandeng anak laki-lakinya.

"Iya Bu Tejo"

Mereka berangkat menuju rumah dokter Jacky dan Retno.

Murni tersenyum bahagia, melihat anaknya tumbuh dengan sangat baik di tangan Bu Retno dan pak Jacky. Anak sulung mereka juga tampak sangat sayang pada Rani.

Sementara Hani, anak itu terlihat sedih sekali. Dia terus memandang ke arah baju yang di pakai Rani.

'Bajunya bagus sekali. Kalau saja aku punya orang tua kaya seperti pak dokter dan bu dokter. Aku pasti bisa pakai baju bagus kayak gitu'

Rani yang melihat kehadiran Murni segera berlari ke arah wanita itu.

"Bibi Uni, Hani. Ayo makan kue" ajak Rani dengan sangat bersemangat.

Murni hampir menangis. Setiap kali dia bertemu dengan Rani, anak itu selalu berlari kearahnya. Selalu menghampirinya duluan.

"Selamat ulang tahun Rani" kata Murni yang sudah hampir tak bisa menahan air matanya.

"Eh, Murni, Hani. Hari ini juga ulang tahun Hani kan? Sini, kita tiup lilin bersama" ajak Retno yang memang tahu, kalau kedua anak itu lahir di hari yang sama.

Hani sangat senang, dia bahkan meniup lilin itu terlebih dahulu di bandingkan dengan Rani. Tapi Rani tidak marah, dia malah tertawa senang.

Setiap tahunnya selalu seperti itu.

"Hani, pakaian ini..." Jacky menjeda ucapannya, entah kenapa dia merasa sangat kasihan melihat Hani mengenakan pakaian yang kekecilan.

"Hani tak punya baju lain pak dokter"

Hati Jacky terasa terenyuh, rasanya sangat sakit mendengar itu.

Jacky lalu bicara dengan Retno. Dan akhirnya Retno membawakan banyak sekali pakaian baik itu bekas pakai Rani atau yang masih baru untuk Hani.

"Bu dokter, tidak usah!" kata Murni yang segan.

"Jangan di tolak ya Murni. Lemari pakaian Rani sangat penuh. Sudah tidak muat. Tolong di terima ya" kata Retno.

"Terimakasih banyak Bu dokter"

Sementara itu, melihat Rani dan Raja bermain. Hani menghampiri mereka.

"Kak Raja, boleh aku ikut main?" tanya Hani.

"Tanya pada Rani" kata Raja.

Hani menoleh ke arah Rani. Dan sebelum Hani bertanya. Rani sudah menggandeng tangan Hani.

"Tentu saja, ayo!" ajaknya dengan senang hati.

Murni melihat itu, ketiganya bermain dengan sangat senang.

Tadinya, dia berniat mengatakan kebenarannya. Tapi.... melihat anaknya begitu bahagia, dia berkata dalam hati.

'Biarkan saja dulu, satu atau dua tahun lagi saja, hanya satu dua tahun lagi'

Hatinya sebagai seorang ibu mulai sangat egois. Tanpa dia sadari, dia bahkan telah menjauhkan dirinya dari anak kandungnya.

***

Bersambung...

Bab 3. Benci itu Entah Bagaimana Datangnya

Waktu berlalu semakin cepat, kini Rani dan Hani sudah berusia 10 tahun.

Rani semakin menjadi anak dengan pribadi yang sangat baik. Dia punya hati yang begitu baik, tulus dan jujur. Sementara Hani, karena kehidupannya yang keras. Hani menjadi seseorang yang bahkan tak segan melakukan hal buruk hanya demi mengisi perutnya yang terasa lapar. Jika sang ibu tiba-tiba sakit dan tidak bisa memetik daun teh.

Murni sudah sering sakit-sakitan sekarang. Cuaca yang kurang baik, dan pekerjaan yang makin tak menghasilkan. Membuatnya harus sering menahan lapar dan menahan dingin. Supaya dia tetap bisa memberikan Hani makan dan pakaian yang layak.

Sekarang Hani juga sudah sekolah, Murni harus bekerja semakin keras. Membuatnya terkadang melupakan waktu makan dan waktu istirahat. Seseorang yang hanya mengandalkan upah kurang dari Rp 3.000 setiap harinya. Memang sungguh mengalami kesulitan yang besar dalam kehidupannya (ini terjadi di tahun 1995)

"Bu, sepatu Hani sudah rusak" adu gadis kecil berkuncir satu dengan pakaian sekolah yang meski bersih tapi karena tidak di setrika, jadi terlihat kurang rapi.

"Uhukk, uhukk. Kalau begitu pakai sepatu yang di beri oleh dokter Jacky itu saja..."

Hani terlihat kesal mendengar ucapan ibunya.

"Huuh, ibu. Itu kan bekas pakai si Rani. Semua orang di sekolah tahu itu bekas Rani. Mereka akan mengata-ngatai aku Bu!" keluh Hani.

"Kan yang penting sepatunya masih bagus nak, masih bisa dipakai. Pakai saja yang itu itu ya nak, jangan dengarkan omongan orang..."

"Ibu memang tidak mengerti!" pekik gadis kecil berusia 10 tahun itu yang tetap memakai sepatunya yang rusak pergi ke sekolah.

Hani berangkat ke sekolah dengan kesal. Singkong rebus yang di masak ibunya untuk sarapan pun belum sempat dia sentuh, karena dia merasa kesal sekali pada ibunya tadi.

Di tengah perjalanan menuju ke sekolah. Sebuah mobil sedan Toyota Corolla KE70 melintas di samping Hani.

Dan setelah berjalan beberapa jauh, mobil itu terlihat mundur. Jendela kacanya terbuka, dan seorang gadis berkuncir dua dengan pita berwarna ungu tampak tersenyum dan menyapa Hani.

"Hani, kamu baru berangkat? ayo ikut denganku. Kita ke sekolah bersama!" ajak Rani dengan tulus.

Di samping Rani, Raja tampak memegang lengan adiknya.

"Hati-hati Rani, jangan mengeluarkan kepala dari mobil seperti itu. Berbahaya!" kata Raja yang memang sangat sayang pada Rani.

Rani menoleh ke arah Raja. Kakaknya yang sekarang sudah SMP itu memang selalu sangat memperdulikannya.

"Aku tidak khawatir, kan kak Raja memegang ku. Aku tidak akan jatuh!" ujarnya dengan senyuman manja yang seketika langsung menukar pada Raja.

Sementara Hani yang melihat kedekatan antara kakak dan adik di depannya itu menjadi kesal.

"Hani, ayo" ajak Rani lagi.

Hani yang memang lelah berjalan segera masuk ke dalam mobil Raja itu. Dia duduk di bagian depan dekat di sebelah supir mereka.

"Sepatu kamu rusak ya?" tanya Rani.

"Bukannya ayah sudah berikan sepatu dan tas baru untukmu? Hani?" tanya Raja santai.

Hani hanya diam.

Tapi Rani berpikir, "apa dia tidak suka sepatunya ya? Em, aku akan katakan pada ibu. Untuk membelikan Hani sepatu yang lain!' batin Rani.

Sampai di sekolah Rani, Raja membuka pintu mobil untuk adiknya. Dia bahkan mengantarkan Rani sampai ke kelasnya.

"Ini botol minumnya. Ingat untuk tidak minum satu botol dengan orang lain ya. Bukan tidak mau berbagi, tapi ini demi kesehatan kamu. Paham!" kata Raja mengusap lembut kepala Rani.

Rani mengangguk dengan cepat. Dia sudah kelas 4 SD. Tapi kakaknya selalu memperlakukan dan menasehatinya seperti anak TK saja.

Melihat Raja sangat sayang pada Rani. Entah kenapa Hani menjadi sangat kesal.

"Kak Raja, terimakasih tumpangannya" kata Hani yang memang sejak tadi berjalan di belakang Raja dan Rani.

Raja hanya menoleh sekilas ke arah Hani. Lalu mengangguk perlahan.

"Sama-sama. Sebenarnya kita kan selalu searah saat pergi dan pulang. Kamu bisa tunggu di depan jalan, supaya kamu tidak perlu berjalan lebih jauh saat ke sekolah" kata Raja.

Hani yang mendengar itu sangat senang.

"Baiklah" katanya cepat.

Rani juga tersenyum senang. Dia sebenarnya sangat ingin berteman dengan Hani. Hanya saja Hani yang entah kenapa selalu menghindar dan menjauh darinya.

Rani meraih tangan Hani.

"Jika pulang kita juga bisa pulang bersama Hani" kata Rani bersemangat.

Tapi Hani menepis tangan Rani.

"Kalau pulang aku harus ke perkebunan" kata Hani.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Saat berangkat sekolah saja" kata Raja tak mau ambil pusing juga, "Rani!" panggil Raja.

Rani menoleh ke arah kakaknya.

"Kakak pergi dulu, baik-baik di sekolah ya!" kata Raja yang lagi-lagi mengusap kepala Rani dengan lembut.

Setelah Raja pergi, Rani mendekat ke arah Hani, tapi Hani malah menghindar dan pergi begitu saja.

"Hai Rani"

"Selamat pagi Rani"

"Kamu sudah mengerjakan PR..."

Teman-teman Rani segera menghampiri Rani. Melihat itu Hani menjadi kesal. Setiap hari selalu seperti itu. Hani merasa Rani hanya pamer kekayaan dan pamer tentang temannya yang banyak pada Hani.

Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Rani juga tidak tahu, kenapa Hani seolah sangat membencinya.

Jam istirahat berlalu, seorang anak di kelas itu mengaku kehilangan kotak pensil dan semua isi yang ada di dalamnya.

Guru sudah bertanya apa ada yang melihatnya. Tapi semua tidak ada yang menjawab.

Hingga di periksa satu persatu pun kotak pensil itu tidak di temukan.

Hingga saat pulang tiba. Rani yang kebetulan ingin mengajak Hani pulang bersama. Meminta supirnya menepikan mobil, karena dia akan memanggil Hani yang ada di dekat parit besar yang ada di samping semak-semak di jalan.

"Hani" panggil Rani.

Tapi Rani langsung terkejut, dia melihat kotak pensil teman sekelasnya itu yang hilang ada di tangan Hani, dan sepertinya Hani akan membuangnya ke parit besar itu.

"Hani, itu milik Sari kan? kenapa ada padamu?" tanya Rani.

Namun bukanya menjawab, Hani malah melemparkan kotak pensil itu ke parit besar di depannya.

Byurr

"Hani, kenapa di buang? kamu tahu kan tadi, Sari sampai menangis karena mencarinya. Itu hadiah dari ayahnya" kata Rani.

"Dia pantas menangis. Aku hanya pinjam pensilnya, pensilku habis. Dia tidak mau pinjamkan. Dia pantas mendapatkan itu!" kata Hani yang terlihat sangat kesal dan dendam pada Sari.

"Kenapa kamu tidak pinjam padaku..."

"Diam Rani! jangan sok baik padaku. Padahal kamu juga sama seperti mereka yang menertawakan aku saat kalian mendapati karet di kaos kakiku, sama seperti mereka kamu juga tertawa saat perutku bunyi karena kelaparan. Munafik!"

Rani mendekati Hani.

"Hani, kamu salah. Aku tidak pernah..."

"Halah, munafik!" sela Hani yang makin kesal pada Rani, dan...

Byurr

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!