“Bisa gak sih lo satu hari aja nggak usah buat masalah? Eneg gue ngadepin lo” Omel seseorang yang berpakaian rapi, berwajah tampan, tubuh atletis, tatapan mata tajam, serta suara tegas. Ia adalah Alvaro Xaviero Danendra, ketua OSIS SMA Xanendra, serta anak pemilik yayasan tersebut.
Ia tengah mengomeli seorang siswi yang memakai baju ketat serta rok yang pendek. Caranya berpakaian membuat lekuk tubuh siswi itu terlihat jelas. “Ck, lo lagi lo lagi. Kapan pensiunnya sih jadi ketos? Gue bosan ngeliat muka lo”
“Jaga ucapan lo kalau sama gue”
“Kenapa?”
“Gue ketua OSIS disini, jaga prilaku lo” Bentak Alvaro geram.
“Ketua OSIS kok suka membentak” Sindir Bianca, bad girl Sma Xanendra. Tukang onar, pembuat masalah, pembangkang, dan tak bisa mengikuti peraturan sekolah.
“Jangan-jangan lo lupa kalau gue adalah anak pemilik sekolah ini. Jadi gue bisa ngeluarin lo kapan aja” Ucap Alvaro penuh ancaman.
“Cuma anak ‘kan? Yayasannya punya bokap lo, dan situ cuma numpang nama” Bianca memberi penekanan di ucapannya.
Alvaro mencekal tangan Bianca hingga gadis itu meringis kesakitan. “Jaga ucapan lo”
“Kalau gitu jaga prilaku lo.” Bianca menghentakkan tangannya keras hingga terlepas dari cekalan Alvaro.
“Keliling lapangan dua puluh kali” Ucap Alvaro tegas.
“Nggak mau” Tolak Bianca dengan enteng.
“Lakuin”
“Nggak akan”
“Jangan jadi pengecut Bi, lo berani berulah tapi gak mau terima konsekuensi dari masalah yang lo buat. Lo itu pengecut"
Bianca mengepalkan tangannya kuat. “Gue cuma terlambat lima menit dan lo ngasih hukuman yang empat kali lipat dari waktu terlambat gue.”
“Seharusnya lo bersyukur Bi. Gue itu ngurangin dari waktu yang lo sia-siain itu”
“Ngurangin? Lo itu---”
“Lo nyia-nyiain waktu sebanyak tiga ratus detik dan gue cuma ngasih lo hukuman untuk keliling lapangan sebanyak 20.”
“Nggak usah bullshit deh lo”
“Gue tanya sama lo, antara tiga ratus dengan dua ratus banyakan yang mana?”
“Ya tiga ratus lah” Jawab Bianca ngegas.
“Nah tu tahu”
“Heh lo bikin gue darah tinggi tahu gak?” Ucap Bianca yang berusaha menahan emosinya pada laki-laki ‘sok kegantengan’ di hadapannya tersebut.
“Gak” Ketus Alvaro.
“Alvaro!”
“Cepetan lari atau lo dapet surat panggilan orang tua” Alvaro berkata dengan tegas pada kalimat ancamannya tersebut.
“Tukang ngancam”
“Suka hati gue dong. Makanya, lain kali jangan buat masalah” Jawab Alvaro dengan santainya.
“Suka hati guelah, emang ada urusannya sama lo? Nggak kan?”
“Satu lagi. Perbaiki cara berpakaian lo. Bukannya udah gue bilang dari dulu” Kata Alvaro dengan tegas.
“Ada masalah?”
“Masalahnya, lo terlihat kayak cewek nakal. Situ udah dewasa kan? Jadi ngertilah kata ‘nakal’ yang gue maksud” Alvaro memperhatikan lekuk tubuh Bianca dari atas sampai bawah.
“Maksud lo gue cabe-cabean gitu”
“Lo yang bilang bukan gue”
“Whatever” Bianca memilih untuk menjalankan hukumannya daripada memperkeruh suasana bersama dengan ketos gila seperti Alvaro.
Cuacanya lagi panas. Putaran ketiga nanti gue pingsan aja deh. Bianca mulai menyusun rencana untuk menghindari hukumannya. Ia mulai melakukan aktingnya saat di putaran kedua, berpura-pura pusing dan memperlambat langkah kakinya.
“Ck, cepeten. Lo manusia atau siput sih?!” Ucap Alvaro dengan tegas.
Ketos br*ngsek, ketos br*ngsek. Umpat Bianca di hatinya.
Hingga sampai di putaran ketiga. Bianca masih melanjutkan langkahnya hingga pada akhirnya ia menjatuhkan diri di rerumputan hijau. Gadis itu tak peduli dengan bajunya yang akan kotor atau apalah itu.
“Bianca!” Laki-laki itu langsung berlari menghampiri tubuh Bianca yang tergeletak. Ia meletakkan kepala gadis itu di pahanya.
PLAK.
“Woy bangun” Tanpa banyak pikir laki-laki itu menampar pipi Bianca, tidak keras namun tetap saja itu menyakitkan.
Kepala Bianca bergerak sedikit dengan gerakan kecil dari kelopak matanya. Ini cewek pasti lagi bohongin gue, batin Alvaro ketika melihat respon Bianca atas tamparannya itu. Alvaro bukanlah laki-laki bodoh yang mau dibohongi setelah dua akting yang Bianca lakukan untuk menghindari masalah atau hukuman atas prilakunya.
Ia tersenyum jahil. Ia menyelipkan tangannya di paha dan juga leher Bianca dan mengangkat gadis berpakaian ketat itu menuju uks.
“KELUAR!” Ia berseru pada siswa-siswi kelas sepuluh yang bertugas sebagai petugas uks.
“K-kak Alvaro?!” Cicit mereka melihat ketos yang memiliki sifat tegas dan bad boy tersebut.
“KELUAR GUE BILANG!”
“Tapi kak..”
“Keluar atau lo semua punya catatan merah di buku kesiswaan” Sepertinya Alvaro tak ingin mendengar satu kata pun yang berarti membantah ucapannya.
Ck, tukang ngancam, gerutu Bianca kesal di dalam hatinya.
Para siswa yang ada di uks itu memilih aman dengan keluar dari dalam ruang kesehatan itu dan meninggalkan Alvaro yang tengah membaringkan Bianca di brankar uks.
Alvaro menatap Bianca--yang masih menggeluti akting amatirnya—dengan tatapan membunuh. Lo nggak bisa nipu gue Bianca Alexa Sendrawan, batin Alvaro sengit pada gadis pembuat masalah yang tengah berbaring di atas brankar.
Alvaro menutup pintu ruangan itu dan mendekati brankar Bianca. Ia menatap sinis pada gadis yang masih enggan mengakhiri dramanya. “Bangun woy” Ucap Alvaro tegas pada gadis troblemaker itu.
Tak ada respon dari Bianca.
“Gak usah nunjukin drama lo itu, udah basi” Alvaro masih menahan diri agar tidak menyakiti gadis bertubuh modis itu. “Bianca bangun sebelum lo gue habisin di situ!”
“Emang berani?” Ucap Bianca dengan santai pada laki-laki di hadapannya yang tengah mengepalkan tangan dengan keras. Ia membuka mata dan berkata tanpa rasa takut sedikit pun pada Alvaro.
“Lo nantangin gue?” Ucap Alvaro dengan geram.
Bianca menggeleng, “Gue cuma nanya” Bianca bangun dari posisi baringnya dan duduk diatas brankar itu dengan kaki yang terjuntai ke bawah. Rok pendeknya itu memperlihatkan betapa mulus dan putihnya paha gadis berrambut panjang terurai itu.
“Lagi pun, gue nggak bakal nangis kalau lo berani main fisik sama gue” Ucap Bianca lagi. Ia menatap Alvaro santai, ia melirik pada kepalan tangan yang dibuat Alvaro.
“Apa? Mau ninju? Lakuin aja kalau lo udah merasa suci dan kalau lo udah merasa paling benar sampai-sampai lo berani ninju cewek kayak gue”
Alvaro mendekati Bianca hingga jarak tak tertepiskan. Ia mencekal lengan gadis itu, “Bersyukurlah karena gue nggak nyakitin cewek kayak lo”
Bianca menghempaskan tangan Alvaro yang bertengger di lengannya. “Cewek kayak mana maksud lo?” Ucapnya dengan penuh emosi.
“Persis kayak cewek receh”
PLAK.
Pipi kiri Alvaro memerah dengan kepala yang tertolehkan akibat tamparan keras dari Bianca.
“Heh, lo berani banget sama gue” Ucap Alvaro geram, ia menatap tajam pada Bianca yang hanya menatapnya datar.
“Oh kena tampar ya? Sori tadi ada nyamuk terus gue berniat buat ngebunuh dia tapi gagal.” Alibi Bianca asal. Padahal ia dengan sengaja melakukan hal itu pada Alvaro. Jelas ia tak terima jika dikatai sebagai cewek murahan pada laki-laki yang hanya tahu bagaimana berkata pedas dan memberi hukuman pada yang salah.
“Kalau aja lo bukan cewek udah habis lo gara-gara gue” Ucap Alvaro dengan rasa tak suka pada Bianca.
“Emang kenapa kalau gue cewek? Lo takut?” Ucap Bianca dengan emosi yang meletup-letup.
“Gak ada kata takut di kamus kehidupan gue” Alvaro tersenyum remeh pada Bianca, “Gue gak suka sama cewek sok berani kayak lo, yang kalau diluar sekolah cuma bisa manja”
“Alvaro Xaviero Denandra” Ucap Bianca dengan penuh penekanan, “Lo cuma tahu nama gue tapi gak tahu tentang cerita hidup gue, so lo diam sebelum kesabaran gue habis buat ngeladenin lo” Bianca menggeser tubuh Alvaro dengan telepak tangannya lalu turun dari atas brankar uks.
“Lo jadi ketos di sini cuma karena tampang dan ketenaran yang selalu lo tunjukin di sekolah. Itu kulit luar lo Al, tanpa orang tahu bagaimana sikap berandal lo di luar sana. Jadi jangan terlalu membanggakan diri.” Ucap Bianca dengan nada dewasa. Lalu ia keluar meninggalkan Alvaro yang menahan diri agar tak menghabisi gadis bertubuh modis tersebut.
“Shit” Alvaro memukul dinding ruang Osis, ia geram karena perkataan Bianca yang menyinggungnya. “Kalau aja dia bukan bukan cewek udah gue habisin” Katanya dengan emosi yang meletup-letup.
“Udahlah Al, gak ada gunanya lo ngeladenin Bianca” Ucap Elvano yang ada bersama dengan Alvaro.
“Emang gak ada gunanya, tapi gue mau buat cewek itu kapok masa setiap hari gue harus bertatap muka dengan cewek sialan itu” Gerutu Alvaro.
“Jodoh kali” Timpal Gavin yang langsung dihadiahi jitakan dari Samuel.
“Bercanda lo garing” Ucap Samuel yang dibalas dengan tatapan tak peduli deri Gavin. “Swataru ngundang kita ke markas mereka untuk membicarai soal penggabungan” Ucapnya lagi pada Alvaro.
“Oke, ajak semuanya untuk ngedengerin keputusan mereka” Alvaro melonggarkan dasi yang menggantung di lehernya. Selama ia menjadi ketos, sangat penting untuk menjaga sikap dan penampilan. Untuk menutupi sikap ‘preman’nya di luar sekolah.
“Hm” Samuel berdehem. Lalu ia fokus untuk memainkan ponselnya.
Kantin.....
“Malam nanti kita disuruh kumpul Bi” Seorang gadis dengan rambut keriting gantung berkata pada Bianca yang tengah menikmati cemilannya.
“Oke deh, gue juga lagi gabut di rumah. Kak Arkana bakal kerja nanti malam di perusahaan, jadi gue gak ada kerjaan di rumah yang segede itu” Bianca menyetujui ucapan gadis yang memiliki nama Brylea itu.
“Oh ya, katanya ketua genk mereka juga bakal datang. Gue penasaran kayak mana muka ketua genk itu, semoga aja ganteng” Ucap Hyacintha dengan mata berbinar.
“Genit lo” Cibir Bianca.
“Makasih, gue tahu kok kalau gue cantik” Narsis Hyacintha.
Bianca dan Brylea hanya memutar bola mata malas melihat kepedean Hyacintha yang mungkin sudah setingkat dengan dewa-dewi Yunani.
“Haycinta lo apa kabar?” Suara itu membuat tiga bad girl itu memasang wajah malas. Mereka tahu siapa pemilik suara menggoda itu. Gavin.
“Heh elang putih nama gue Hyacintha ya bukan Haycinta, berapa kali sih gue harus bilang itu kelo?” Hyacintha berkata dengan kesal karena Gavin tak pernah menyebut namanya dengan benar.
“Heh Haycinta, lo jangan sembarangan ya sama arti nama gue. Kena karma baru tahu rasa” Ucap Gavin. Ya, arti nama Gavin ialah Elang Putih.
“Emangnya karma apa yang gue dapet kalau nyebut arti nama lo?"
“Lo bakal nikah sama gue”
“Ueeek, mual gue dengerin omongan lo” Ucap Hyacintha seolah benar-benar mual mendengar ucapan Gavin padanya.
“Lo hamil? Bapaknya siapa? Jangan bilang kalau lo hamil online” Elvano ikut nimbrung untuk menggoda gadis anggun itu. Sedangkan Samuel dan Alvaro berlalu tanpa memperdulikan dua laki-laki humoris yang suka mengganggu Hyacintha.
“Iya, bapaknya Hercules, terus gue hamil offline” Jawab gadis itu dengan kesal dengan ucapan Elvano.
“Kalau ngayal jangan ketinggian deh. Hercules mana mau punya istri kayak lo, nggak level” Ucap Gavin mengejek Hyacintha.
“Udah diem! Gue nggak suka denger ocehan lo berdua. Mending lo gabung sama yang lain.” Ucap Bianca dingin.
“Hei-hei-hei Bianca, ada apa dengan lo hari ini? Lo kelihatannya sedang kesal”
Ucapan Elvano itu membuat ingatannya kembali mengenang seorang Alvaro yang selalu membuatnya kesal setiap hari dan setiap waktu ia bersekolah di Sma Xanendra. “Berisik” Ucapnya ketus.
“Elvano, arti nama lo ‘kan anugrah Tuhan yang paling indah. terus kenapa sikap lo nggak mencerminkan arti nama lo itu?” Brylea mengalihkan pembicaraan saat melihat tanda-tanda jika gadis di hadapannya itu akan melakukan baku hantam jika Elvano terus mengganggunya.
“Oh ya? Bagus banget arti nama gue.” Elvano tersanjung mendengar arti nama yang Brylea katakan padanya.
“Iya artinya emang bagus tapi orang yang punya nama itu gak ada bagus-bagusnya” Ketus Hyacintha.
“Lo bisa aja muji gue Cin, gue tahu kok kalau gue ganteng” Elvano berkata dengan sikap yang sangat percaya dirinya.
“Ish narsis” Ucap Hyacintha dan Brylea bersamaan.
“Harap diwajarkan, setelah keluar dari RSJ kadang otaknya bisa miring sendiri” Ucapan Gavin mendapat hadiah jitakkan dari Elvano.
“Lo kalau gak bisa diem mending gak usah disini, berisik tahu gak” Kalimat itu dilontarkan Bianca dengan nada ketusnya. Seluruh perhatian pengunjung kantin menatap ke arah meja Bianca dan yang lain.
Adalah tontonan terbaik ketika bad girl SMA Xanendra berhadapan langsung dengan komplotan Gavin dan Elvano yang juga terdapat Alvaro dan Samuel, seorang bad boy di luar sikap tegas sebagai ketosnya.
Alvaro yang mendengar hal itu langsung berdiri dan menghampiri Bianca, Samuel menyusul. “Lo bisa gak sih jaga ucapan lo sama kakak kelas?"
Bianca bangun dari duduknya dan menatap sinis pada laki-laki yang ikut berkata ketus padanya. “Nggak, emang lo bisa jaga sikap lo untuk sesama manusia?” Ucapan itu terdengar menantang.
Plak.
Pipi kanan Bianca memerah dengan kepala yang tertoleh ke arah kiri, tanpa sengaja gadis itu menggigit bibir bawahnya hingga menyebabkan darah keluar dari situ.
Nyeri? Sudah pasti. Ia menyeka darah di bibirnya dengan ibu jari lalu melihatnya. Senyumnya tersungging. Ia menatap pada Alvaro yang terlihat menahan marah, “Wow, ketos kayak lo sudah berani menampar cewek.”
Ia menepuk tangannya tiga kali tepat di depan wajah Alvaro, “Selamat, keberanian lo sekarang sudah sebanding dengan malaikat pencabut nyawa” Darah di sisi bibir Bianca sidah mengalir hingga permukaan dagunya.
“Makanya jangan kurang ajar sama gue!” Seru Alvaro menatap tajam pada Bianca.
“Kurang ajar? Lo kesinggung sama omongan gue sampe-sampe berani main tangan? Lagi PMS?” Ucap Bianca dengan tenangnya.
“Jangan sampe gue nampar pipi kiri lo juga” Geram Alvaro.
“Silakan kalau lo mau nampar, gue udah biasa. Tapi jangan pikir kesabaran gue gak bisa habis” Ucap Bianca sebelum meninggalkan Alvaro yang mengepalkan tangannya dengan kuat.
Malam hari, rumah Bianca.....
“Sampe kapan sih Bi, kamu bergabung sama komplotan yang selalu keluyuran malam. Kakak gak suka kamu selalu pulang tangah malam” Arkana, Kakak sulung Bianca mulai menceramahi adiknya yang tengah memakai sepatu sneakers.
“Kalau bisa sih selalu gabung Kak, lagipula aku senang kok ada disana”
“Tapi apa gak ada kerjaan lain selain balapan dan tawuran? Kakak khawatir sama kamu”
“Udah ya Kak, aku nggak bakal ngelakuin hal yang aneh-aneh kok di sana. Jadi kakak nggak perlu khawatir” Ucap Bianca yang masih mengikat tali sepatunya. “Coba lihat positifnya Kak, dengan aku gabung dengan mereka. Aku lebih bisa jaga diri dari cowok-cowok gak jelas, karena aku bisa berkelahi”
Arkana menggeleng mendengar penuturan adiknya, disaat gadis lain memilih untuk memperhatikan penampilan. Adiknya malah memilih untuk menjadi seorang bad girl.
“Tapi Bi--”
“Aku udah terlambat Kak, aku pergi dulu. Kakak hati-hati ke kantor, jangan ngebut-ngebutan pake mobilnya.” Bianca bangkit berdiri dan menyalami kakaknya yang sudah siap pergi bekerja di kantor.
“Iya Bi, hati-hati pakai motor itu” Arkana menunjuk pada motor sport merah yang selalu Bianca gunakan.
“Siap Kak, aku pergi dulu. Dahh”
. . .
“Masih lama nih?” Seseorang yang mengenakan baju kaos hitam dibalut dengan jaket jeans dan celana pendek jauh di atas lutut serta mengenakan masker hitam bertanya pada orang-orang yang tengah menghisap rokok disekitarnya.
“Bentar lagi sampe kok” Ucap seorang yang berambut merah karena diwarnai.
“Rose, Brylea, Hyacintha, Valeri. Sini” Orang bermasker hitam itu memanggil empat gadis yang baru saja masuk.
Merasa dipanggil oleh seseorang keempat remaja itu celingak-celinguk mencari sumber suara. Orang bermasker hitam itu melambaikan tangannya. Seakan mengerti akan ‘signal’ itu mereka pun menghampirinya.
“Udah lama?” Tanya Rose, perempuan dengan rambut lurus itu.
“Nggak kok” Jawab orang bermasker hitam.
Tak lama kemudian gerombolan yang di tunggu pun akhirnya datang. Mereka membawa hampir seluruh anggotanya.
“Ketuanya yang mana sih?” Tanya Valerie memperhatikan banyaknya umat genk Rasutra. Begitu pula dengan Hyacintha, Bryea, Rose, dan Bianca yang mencari sosok pemimpin di genk Swataru.
“Sori telat Do, gue nunggu lengkap baru berangkat” Suara itu mengajak ngobrol pada Aldo, pemimpin genk Rasutra.
“Sori telat Do, gue nunggu lengkap baru berangkat” Suara itu mengajak ngobrol pada Aldo, pemimpin genk Swataru.
“Gak apa-apa, yang penting lo udah disini” Ucap Aldo dengan senyum sumringah.
“Mata gue yang salah atau itu Alvaro?” Brylea berkata dengan memfokuskan pemandangannya agar lebih jelas menatap laki-laki yang terngah bersama Aldo, ketua genk Swataru.
“Mana sih?” Nada suara Hyacintha terdengar tak yakin dengan ucapan Brylea, karena menurut sudut pandangnya. Alvaro adalah ketus Osis, jadi tidak mungkin ia menjadi ketua juga di genk Rasutra.
“Itu lho yang lagi ngomong sama Bang Aldo” Tunjuk Brylea pada laki-laki yang kini berbicara dengan serius pada Aldo.
“Kok mirip sih sama Alvaro?” Gumam Hyacintha.
“Dia Alvaro Xaviero Danendra, ketua genk Rasutra generasi ke lima belas” Ucap Rose yang memang lebih dulu bergabung daripada yang lain.
“Dan Bang Aldo adalah ketua Swataru generasi ke delapan belas” Balas Valerie.
Siapa yang tidak mengenal dua genk yang selalu membuat onar di malam hari dengan melakukan balap liar, hingga tawuran pada pihak berwenang. Dua genk itu sangat terkenal dengan suasana kriminal kota Jakarta.
Genk itu memutuskan untuk bergabung karena saat generasi ke tiga naik ‘tahta’ terjadilah perpecahan hinggak membuat sebagian dari mereka melepaskan diri dan memilih untuk membuat genk yang baru dengan nama Rasutra.
Dan kini, di bawah kuasa Alvaro, ia ingin menjadikan dua genk itu untuk menjadi satu lagi, memang tidak mudah, tapi ia memiliki seribu satu cara untuk membuat misinya itu terwujud.
Orang yang mengenakan masker hitam itu hanya menatap datar tanpa berniat mengubah posisinya.
“Semua anggota kami sudah setuju kalau genk Rasutra akan bergabung dengan Swataru” Ucap Alvaro.
Semua sorak-sorai terdengar jelas di dalam markas Swataru yang luasnya menyerupai villa, hanya saja tempat yang mereka kunjungi ini tidak bertingkat.
. . .
“Haycinta! Jadi lo anak genk Swataru?”
“Si elang putih ngapain ada disini sih? Gak cukup di sekolah, gue ketemu lo disini juga. Dosa apa sih yang gue buat?” Ucap Hyacintha dramatis pada Gavin.
Seluruh anggota mereka merayakan hari penggabungan dengan beberapa cemilan dan minuman dari yang ringan hingga minuman beralkohol.
Gavin merangkul Hyacintha, “Gue juga jadi anak Swataru, jadi gue bisa ketemu sama lo tiap hari” Ucapnya riang karena bisa mengganggu Hyacintha secara full.
“Ya dengan terpaksa” Balas Hyacintha dengan penuh penekanan.
“Nih minuman lo” Rose yang baru datang langsung memberikan segelas anggur merah pada orang bermasker hitam itu.
“Makasih” Ucap orang itu.
“Hey, nama lo siapa? Gue Elvano”
“Kyaaa, om-om mesum!”
Semua pandangan mengarah pada Elvano yang kini diteriaki oleh Valerie, gadis dengan suara cempreng nan keras. Salahkan Elvano yang secara tiba-tiba saja merangkul dirinya yang tengah menuangkan minuman penambah ion di gelas plastiknya yang sebenarnya adalah gelas aqua yang tak berisi lagi.
“Aissh lo makan apa sih? Suara yang kayak toa aja” Gerutu Elvano.
Valerie memukul bahu laki-laki itu dengan keras, jantungnya baru saja melakukan olahraga dadakan karena laki-laki itu, “Lo siapa sih? Enak aja main rangkul-rangkul” Omel Valerie pada Elvano.
“Elvano, dan lo?” Elvano menyodongkan telapak tangannya agar bisa berjabat tangan.
Tanpa berniat menyambut uluran tangan itu Valerie membuang pandangannya, “Valerie”
Elvano menurunkan ulurannya ia menatap pada Valerie, “Kita satu genk”
“Udah tahu” Valerie mengambil gelasnya dan pergi meninggalkan Elvano yang melongo melihat tingkahnya.
Sedangkan itu, Samuel tampak menghampiri Rose yang tengah mengobrol dengan orang bermasker hitam tersebut. “Boleh gabung?”
“Sila--” Ucapan menyetujui dari Rose terpotong karena ucapan orang bermasker hitam itu.
“Nggak ada tempat lain ya?” Ucapnya dingin. Tatapannya begitu horor seakan hendak memakan Samuel.
Samuel menyilangkan tangannya di depan dada bidangnya, “Makanya gue mau gabung disini” Samuel menyahut dengan sama dinginnya.
“Oh gitu, gue kira lo mau modus kayak dua teman lo itu” Orang itu menunjuk pada Gavin yang masih mengerjai Hyacintha dan Elvano yang terus mengikuti Valerie.
“Gak ada waktu” Samuel duduk di samping Rose. Ia menatap gelas Rose pegang dan sudah tak berisi lagi. Sedangkan orang yang memakai masker hitam itu masih memegang sebuah gelas yang masih berisi dan belum tersentuh.
“Lo gak mau minum?” Ucapnya pada orang yang bermasker hitam itu.
Orang itu menatap pada Samuel dan memberikan gelasnya, “Habisin, gue lagi nggak nafsu minum” Katanya dengan nada datar.
Samuel mengangkat bahunya sekilas lalu menerima minuman itu dan meneguknya. “Akhirnya Alvaro bisa ngewujudin kemauan pemimpin sebelumnya.” Gumam Samuel dengan tatapan tertuju pada Alvaro yang kini sedang mengobrol dengan anak-anak dari Swataru.
“Kemauan apa?” Kepo Brylea yang baru datang dan duduk di samping Samuel.
Samuel menatapnya datar, “Kemauan untuk ngembaliin genk seperti sedia kala”
Tiga orang yang ada bersama dengan Samuel mengangguk, mereka tahu betul bagaimana bisa terbentuknya genk ‘Rasutra’.
“Aneh ya, bad boy kok bisa jadi ketos di SMA Xanendra?” Tanya Rose yang tahu tentang Alvaro yang menjadi ketos di salah satu Sma unggulan tersebut.
“Paling-paling ngandelin tampang sama statusnya di Sma” Jawab orang yang bermasker hitam itu.
“Tapi Alvaro pintar” Ucap Brylea lagi.
“Nggak sepintar gue”
“Dia ganteng” Rose ikut nimbrung.
“Karena dia cowok”
“Dia tegas” Ucap Rose dan Brylea bersamaan.
“Tapi bisa main tangan sama cewek”
“Lo sakit hati sama yang tadi?” Ya, orang tersebut adalah Bianca. Gadis yang di tampar oleh Alvaro di kantin.
Bianca menatap pada orang yang baru saja melontarkan pertanyaan itu, “Sakit hati? Peduli aja nggak” Ucap Bianca datar, tak ada yang harus di sombongkan dari seorang Alvaro. Dia adalah serigala berbulu domba.
Beralih dari tatapan Bianca, seorang laki-laki datang menghampiri mereka, gaya jalannya terkesan cool, “Sam, lo liat rokok gue gak?” Perkataan itu mengalihkan semuanya pada seseorang yang berdiri dengan tegab. Dia adalah Alvaro.
“Nih” Samuel memberikan rokoknya pada Alvaro. Sedangkan laki-laki itu kini menatap tajam pada Bianca yang masih menutupi sebagian wajahnya dengan masker hitam.
“Ini markas anak brandal, bukan club. Kayaknya lo salah tempat” Ucapnya pada gadis yang kini menatapnya tajam. Alvaro sungguh tak menyukai penampilan dari gadis di hadapannya, celana pendek itu terlalu terbuka.
Bianca berdiri, “Urusan lo apa?” Ucapnya berusaha santai.
Alvaro menatap tajam pada gadis itu, selama ia menjabat sebagai pemimpin, tak ada satu orang pun yang berani membantahnya, apalagi jika itu adalah seorang perempuan yang selalu ia pandang lemah.
Alvaro membuka masker itu secara paksa ia terkejut ketika melihat wajah seorang troublemaker di sekolahnya kini kembali dipertemukan. “Bianca?!”
Bianca cukup terkejut saat maskernya dilepaskan, namun ia masih berusaha untuk tidak mengganti topik perdebatan, “Jangan mentang-mentang lo jadi bagian dari Swataru, dengan begitu lo bisa ngomentari penampilan gue. Lo itu cuma---”
“Gue ketua disini” Potong Alvaro yang tahu jalan pemikiran Bianca.
Rahang Bianca mengeras, ia sudah muak dengan semua ucapan yang laki-laki itu katakan. “Heh nggak usah mimpi lo. Di sini itu ketuanya---”
“Gue!” Ucap Alvaro lagi dengan tegas.
Brylea yang sedari tadi memperhatikan perdebatan itu menghampiri Bianca dan mencoba membuat gadis itu mengerti, ia memegang bahu Bianca, “Dia memang ketua Swataru yang baru Bi, Bang Aldo jadi wakil”
Mata Bianca membulat, “BANG!!” Bianca berseru hingga semua pandangan mengarah padanya dan pada Aldo yang sedari tadi sibuk dengan minumannya. Sakit kagetnya hingga gelas yang Aldo hampir terlepas dari pegangannya.
“Apa sih Bi?” Tanya Aldo yang tak memperhatikan keadaan yang tengah dialami di dalam markas tersebut.
“Abang seriusan ngasih jabatan abang ke cowok kayak dia” Ucapnya dengan nada tak terima.
Aldo mengangguk tanpa adanya rasa penasaran kenapa Bianca menanyakan hal itu, “Itu sudah menjadi perjanjiannya Bi”
“Ck”
Kini Alvaro memasukkan tangannya ke dalam saku celana, tersenyum remeh pada Bianca, “Lo nggak pantes ada di sini. Mulai hari ini lo buka lagi anggota Swataru, gak ada yang bisa ngebantah ucapan gue” Ucapan lantang dari Alvaro membuat keadaan di ruang tersebut senyap.
“Heh Lo--”
“Sebutan bad girl ngga cocok buat ***** kayak lo”
Plak.
Dengan wajah yang memerah menahan marah ia kembali melayangkan tamparannya di wajah Alvaro, “Gue keluar” Ucapnya ketus.
Alvaro terkekeh pelan dengan tawa iblis yang membuat Bianca ingin meninju perut Alvaro sekarang juga. Laki-laki itu mengambil dompetnya dan mengeuarkan dua lembar uang berwarnah merah muda. “Buat ongkos pulang” Ucapnya sambil maruh uang itu di dalam genggaman Bianca.
Alvaro benar-benar menginjak harga diri gadis di hadapannya tersebut.
Bugh.
Bianca menghentakkan uang itu di dada bidang Alvaro dengan keras, “Gue nggak butuh uang lo” Ia mengambil maskernya yang terlepas karena ulah Alvaro lalu keluar. Memakai helm fulface-nya dan segera pergi dengan emosi yang memuncak, ia bersumpah akan membalas Alvaro di sekolah pada besok hari.
“Motor siapa yang dia pakai?” Tanyanya saat melihat kendaraan yang Bianca pakai.
“Tentu saja miliknya” Jawab Brylea lalu ia pergi menjauh dari tempat itu. tentu ia marah saat salah satu temannya dikeluarkan tanpa alasan. Namun ia bisa apa? Ia hanyalah seorang anggota.
Alvaro mengerinyitkan dahinya. Gadis itu bisa mengendarai motor sport?
“Gue nggak nyangka kalau lo ngeluarin orang yang berpengaruh besar untuk genk Al” Ucap Aldo yang dari tadi diam melihat perdebatan antara Bianca dan Alvaro.
Berpengaruh besar?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!