"Bawa masuk, saya akan menyusul nanti, saya harus menemui paman saya terlebih dulu" ucap seorang perempuan di seberang sana.
"Baik nona" sahut salah satu pria berbadan kekar itu yang tengah mengenakan earphone di telinganya.
.
Tiiit..
Panggilan itu langsung terputus, salah satunya menatap ke arah temannya.
"Bawa masuk ke dalam kamar ini" ucapnya menunjuk ke arah salah satu kamar hotel yang ada di sana.
Temannya mengangguk, tangannya menyentak pergelangan tangan pria yang ada di dalam pegangan kuatnya.
"Lepas!" Pekik pria yang sedang di pegang kedua tangannya itu.
"Diam! Jangan membantah, nona kami segera datang, jadi jangan banyak sekali tingkah, kamu cukup turuti, dan kamu akan dapat enaknya" seru temannya itu.
Pria yang bernama Gus Ikram itu menggelengkan kepalanya kencang, mencoba menepis tangan keduanya, namun lagi dan lagi tenaganya tidak sebanding dengan tenaga kedua pria itu.
"Tolong, lepaskan saya. Saya akan bayar mahal kalian jika kalian mau melepaskan saya." Tidak ada pilihan lain, Gus Ikram bernegosiasi pada keduanya, berharap kedua pria itu mau menolongnya.
Keduanya tertawa mendengar perkataan Gus Ikram. "Kami tidak gila uang. Kami setia dengan bos kami. Lagian uang yang di kasih bos kami banyak," sahut salah satunya.
"Saya mohon, saya sudah punya istri, saya tidak mungkin melakukan nya dengan perempuan lain." Gus Ikram berulangkali beristighfar mencoba menetralisir rasa yang mendera di dalam dirinya sana.
"Halah, jaman sekarang itu banyak ya yang begituan. Jangan munafik kamu, walaupun punya istri tapi pasti kamu mau kan kalau di tawarin dengan perempuan lain? CK, munafik sekali anda ini"
"Iya, mana mungkin ada yang setia sama satu istri doang"
Gus Ikram menggelengkan kepalanya. "Saya benar-benar tidak mau melakukannya dengan orang lain. Bagi saya hanya cukup dengan istri saya. Dan dosa besar melakukan hubungan seperti itu jika tidak dengan yang bukan mahramnya."
Keduanya kembali tertawa terbahak-bahak mendengar ceramah dari Gus Ikram, "Heleh, lagaknya sok alim, tapi kenapa datang juga ke acara ini? Kalau kamu memang orang alim, mana mungkin berada di tempat ini."
"Saya di jebak, saya tidak tau kalau acaranya seperti ini,. Jadi tolong saya."
"Kebanyakan bacot, masukin aja ke dalam kamar itu, jangan sampai nona Dona marah karena tawanan nya kabur."
Deg
Mendengar nama Dona di sebut, Gus Ikram mengepalkan tangannya dengan kencang, sungguh tidak pernah terbayangkan olehnya perempuan itu akan menjebaknya seperti ini. Pantas saja dia sangat gencar mengundang Gus Ikram untuk menghadiri acara ini.
Rupanya ada maksud lain.
Dua orang bodyguard itu membawa masuk tubuh Gus Ikram yang sudah terpengaruh oleh obat per2ngsang, bahkan Gus Ikram berulang kali mendesis karena merasakan sesuatu yang sudah timbul di dalam dirinya sana.
Brugggh
Keduanya langsung melemparkan Gus Ikram ke atas ranjang.
"Kita keluar" setelah itu keduanya keluar dari dalam kamar itu, dan meninggalkan Gus Ikram sendirian di sana.
Keduanya juga tidak lupa mengunci pintu kamar itu, namun mereka melupakan mencabut kunci itu, mereka langsung pergi dari tempat itu saat sudah memastikan tugas mereka selesai...
*
"To--tolong!!" Suara teriakan seseorang membuat seorang gadis cantik yang sedang mengepel lantai itu langsung terkesiap.
Mata bulatnya yang indah itu, langsung menatap sekelilingnya yang sepi tidak ada orang sama sekali, dirinya hanya sendirian di lantai 20 ini.
"Ya ampun... Apa jangan-jangan hantu ya?" Bulu kuduk gadis bertubuh mungil itu sudah merinding, membayangkan wajah-wajah hantu yang pasti nya akan di temui olehnya.
Tangannya bahkan sudah memegang tengkuk lehernya, bibir mungilnya yang berwarna pink alami itu terus menggumamkan istighfar berulangkali.
Ya walaupun dirinya tidak mengenakan hijab, tapi gadis cantik itu tau sedikit tentang agama. Almarhumah ibunya-lah yang selalu mengajarkan agama tentangnya.
"Ya Allah, lindungi hamba mau kerja, mau cari duit buat makan besok, jadi jangan di ganggu ya." Ucap Ramiah menelungkup kan kedua telapak tangannya berdoa.
Gadis cantik bernama lengkap Putri Ramiah itu kembali melanjutkan pekerjaannya lagi, mengambil kain pel yang tadi sempat di letakkan olehnya, kembali menyapukannya pada lantai itu.
Baru beberapa kali gerakan tangannya mengepel lantai, Ramiah kembali mendengar suara seseorang lagi.
Dug dug dug
"Tolong, siapa saja yang di luar, to--tolong buka pintunya!"
Mata Ramiah langsung terbelalak mendengarnya, jantungnya berderu kencang, suara itu terdengar lagi, dan kali ini Ramiah mendengarnya lebih jelas lagi. Tangannya meremas kencang pegangan pada pel itu.
Ada seseorang yang meminta tolong. Tapi benarkan? Bukan hantu?
"Siapa ya?" Tanya Ramiah, sambil berjalan mendekat ke arah sebuah pintu kamar hotel yang ada di lorong itu, setelah meletakkan pelnya di ember yang di bawa olehnya tadi.
"Tolong saya! To--tolong minta bantuan kepada siapa pun, to--tolong keluarkan saya dari sini."
Ramiah langsung yakin, kalau yang di dengarnya itu suara manusia bukan hantu, gadis cantik itu langsung mencoba mencari pertolongan. Namun matanya memerhatikan pintu kamar hotel itu yang memang terkunci, tapi kuncinya mencantel di sana.
Para bodyguard itu melupakan kunci itu.
Langsung saja, tangan mungil itu memegang kunci dan memutarnya.
Ceklek...
Pintu kamar itu terbuka, dan langsung menampilkan sosok pria berbadan tinggi tegap mengenakan kemeja berwarna biru muda dan berdiri di hadapan Ramiah.
Seeet
"To--tolong saya." Lirih pria itu parau.
Ramiah mengerjapkan kedua bola matanya, lalu mengangguk. "Baik, mari saya antar anda ke bawa." Ucap Ramiah yang bingung juga harus menolong bagaimana orang yang ada di hadapannya saat sekarang ini.
Gus Ikram mengangguk, tapi matanya tidak sengaja menatap ke arah kaki milik gadis yang ada di hadapannya saat ini, tiba-tiba sesuatu yang berusaha dirinya redam akhirnya kembali muncul,
Gus Ikram mendesis merasakan pening yang sangat luar biasa hebat mendera padanya.
Bahkan Gus Ikram berusaha beristighfar berulang kali, namun sayang, nafsu mengalahkannya.
Sreeet
Gus Ikram menarik tangan gadis itu hingga masuk ke dalam kamar hotel itu.
Ramiah terkejut, meronta-ronta minta di lepaskan oleh pria yang tidak di kenal olehnya itu, namun sayang tenaganya tidak sebanding dengan pria itu.
"Leepas!!" Teriak Ramiah, saat tubuhnya sudah di kukung oleh tubuh besar itu. Bahkan deru nafas pria itu terasa hangat membelai lehernya.
Jantung Ramiah berpacu cepat, Ramiah memejamkan kedua bola matanya, merasakan sesak di dalam dadanya sana.
"Lepas!!!!" Teriak Ramiah lagi, namun Gus Ikram seakan tak mengindahkan perkataan gadis itu, dia sungguh butuh pelampiasan saat sekarang ini juga.
"Maaf, tapi saya harus melakukannya" bisik Gus Ikram tepat di telinga gadis itu.
Ramiah menggeleng, berusaha mendorongnya tubuh yang menghimpitnya itu. Tapi sayang, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga pria itu.
"Saya mohon lepas" Ramiah sudah menangis,
Gus Ikram. seakan tuli, dan semakin melakukannya.
Hingga...
Sreeet
Gus Ikram melepaskan pakaian milik Ramiah, m3rob3knya dan membuangnya ke sembarangan arah.
Hingga kejadian yang tidak di inginkan pun terjadi...
*
Beberapa saat kemudian
"Hiks hiks, jahat" lirih Ramiah sambil terus menangis, bahkan tubuhnya sudah remuk redam akibat perbuatan pria itu.
"Ya Allah apa yang hamba lakukan" Gus Ikram meremas rambutnya dengan kuat saat mengingat semuanya, kejadian yang menimpa dirinya semalam bersama seorang gadis yang sama sekali tidak di kenal olehnya.
Mata Ikram menyapu sekeliling kamar hotel yang dirinya tempati itu, lalu matanya membulat saat melihat seorang gadis tengah tertidur di bawah tempat tidur itu dengan posisi meringkuk, jangan lupakan selimut yang membalut tubuh gadis itu.
Gus Ikram berulangkali beristighfar di dalam hati nya. Bahkan Gus Ikram meremas rambutnya dengan kuat.
"Ya Allah bagaimana aku menjelaskan nya pada umi, Abi, dan... Silvia... Maafkan mas Via." Lirih Gus Ikram, rasa bersalah langsung mencuat di dalam dirinya sana. Terlebih kepada sang istri.
Beberapa menit larut dalam suasana itu, Gus Ikram langsung bangkit dari atas ranjang sana, tangannya mengambil pakaian miliknya yang berserakan di atas lantai itu, lalu membawanya masuk ke dalam kamar mandi...
Setelah selesai, Gus Ikram langsung menatap gadis yang masih tertidur pulas dengan posisi yang masih sama itu. Perlahan tangan Gus Ikram terulur, menyentuh selimut dan menariknya pelan untuk membangunkan gadis itu.
Ramiah, gadis itu yang tertidur, langsung terusik, mata indah itu bergerak secara perlahan...
"eungh" lenguh Ramiah, gadis cantik bermata bulat itu langsung membuka kedua bola mata indahnya, dan matanya langsung menatap pria jahat yang sudah melakukan tindakan itu tadi malam.
Ramiah langsung mengeratkan selimutnya dengan sangat erat. Tadi malam, Ramiah yang terlalu larut akan kesedihan dan karena rasa lelah yang menderanya, Ramiah tanpa sadar tertidur di bawah ranjang.
Ramiah langsung mencoba bangkit dan berdiri. Namun rasa sakit itu membuat Ramiah memekik.
Refleks kedua tangan Gus Ikram memegang bahu putih itu, namun Ramiah dengan cepat menepisnya.
"Maaf" ucap Gus Ikram sambil tertunduk dalam, sungguh ia hanya bisa berkata seperti itu, tanpa tau harus bagaimana lagi.
Ia memang sudah bersalah, Gus Ikram sudah melakukan dosa besar.
Ramiah gadis itu mendengus, ingin ke kamar mandi, namun rasa sakit yang tiba-tiba menderanya, membuat Ramiah duduk secara perlahan di atas ranjang sana.
"Saya akan bertanggung jawab, tapi dengan satu syarat." Ucap Gus Ikram tanpa basa-basi.
Ramiah mendongak, menatap pria yang ada di sampingnya itu dengan tatapan tajam.
"Memang seharusnya anda bertanggung jawab! Apa yang sudah anda lakukan semua nya sudah di luar batas. Anda sudah mengambil sesuatu yang sangat berharga di dalam hidup saya!" Pekik Ramiah marah, sungguh ia merutuki kebodohannya tadi malam, kenapa Ramiah dengan bodohnya masuk ke dalam kamar ini, meskinya Ramiah mengabaikan suara itu, dan ia fokus saja pada pekerjaannya, andai kan, tapi semua nya sudah terjadi, Ramiah harus menelan pil pahit karena apa yang selama ini ia jaga sudah di rampas oleh orang yang sama sekali tak di kenalnya.
Gus Ikram menghela nafasnya kasar. "Maaf, maaf , tapi saya di jebak, saya tidak mampu mengendalikan diri saya."
"Saya tidak peduli, tapi saya mau anda tetap bertanggung jawab dengan apa yang sudah anda lakukan pada saya."
"Ya, saya akan bertanggung jawab, tapi saya punya syarat,"
"Syarat? Yang benar saja? Anda sudah melakukan sesuatu pada saya, tapi anda juga yang mengajukan syarat pada saya."
"Saya mohon, saya harus mengatakan syarat ini. Karena saya sudah punya istri, saya tidak mau membuat hati nya kecewa kalau sampai tau saya berbuat seperti ini."
Degh
Mata Ramiah membola mendengar perkataan dari pria itu, sungguh ia tak pernah menyangka kalau pria itu sudah memiliki istri.
Tanpa mengatakan apa pun, Ramiah langsung menarik selimut dan membungkus tubuhnya dengan selimut tebal itu. Mengabaikan rasa perih dan sakit yang menderanya, Ramiah masuk ke dalam kamar mandi, setelah memungut baju nya yang berceceran di lantai.
Gus Ikram menatap sendu kepergian gadis itu. Entah bagaimana caranya ia menyingkapi semua hal yang terjadi ini...
*
Andai ia tak memiliki istri, maka aku siap menikah dengannya, tapi saat dia bilang kalau dia sudah mempunyai istri, aku harus bagaimana Tuhan. Aku tak tau harus berbuat apa , di satu sisi, semuanya sudah habis, sudah tak tersisa lagi, aku sudah tak suci lagi, apa yang sudah ku jaga selama ini, semuanya sudah lenyap. Semuanya sia-sia. Harapan almarhumah ibuku, sudah hancur..
Aku sudah hina...
--Putri Ramiah-
Gus Ikram menahan lengan gadis itu saat gadis itu akan keluar dari dalam kamar hotel itu.
Gadis itu sama sekali tak mengatakan apapun, usai keluar dari dalam kamar mandi, dan kini gadis itu tiba-tiba ingin pergi begitu saja. Padahal Gus Ikram ingin mengajak gadis itu untuk berdiskusi kembali tentang bagaimana hubungan mereka kedepannya.
Yang pastinya, Gus Ikram akan tetap bertanggung jawab, tapi ia akan merahasiakan gadis itu. Ya itu keputusan Gus Ikram, ia sudah memikirkan ulang sedari tadi, tidak ada jalan pilihan lain, ia sudah melakukan dosa besar, mau bagaimana pun Gus Ikram akan tetap bertanggung jawab, dan jalan satu-satunya adalah merahasiakan pernikahannya, agar istri dan kedua orang tuanya tak kecewa dengannya.
Ramiah gadis dengan pakaian yang beberapa ada bekas sobekan itu langsung menepis tangan pria yang tak di kenalnya itu dengan kuat. Dirinya terlalu malas bersentuhan dengan pria brengsek di dekatnya itu. Pria jahat yang sudah mengambil apa yang sudah di jaga nya sejak lama. Dan Ramiah benci dengan pria itu.
Gus Ikram menghela nafasnya kasar, tak marah sama sekali dengan tindakan gadis itu, karena dirinya di sini memang salah. "Mari kita bicara, saya akan tetap bertanggung jawab dengan apa yang sudah terjadi." Ucap Gus Ikram.
Ramiah tersenyum sinis mendengarnya. Tak di sangka pria itu enteng sekali berbicara. Di kira Ramiah mau setelah dia tau kalau pria itu sudah memiliki istri? Ramiah tau bagaimana rasa sakit nya saat orang yang di sayang di rebut oleh orang lain, dan Ramiah tidak akan mau menjadi alasan seseorang terluka. "Saya tidak butuh bicara dengan anda. Biarkan saya pergi, dan saya harap kita tidak akan bertemu kembali" ucap Ramiah dengan tegas.
Gus Ikram menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak akan membiarkan kamu pergi, bagaimana pun, kita harus berbicara, kita harus menyelesaikan semua ini. Dan hari ini juga kita harus segera menikah."
"Saya tidak mau! Anggap saja semua yang terjadi sudah menjadi kesialan saya saja. Dan saya minta untuk anda melupakan semuanya!! Jadi biarkan saya pergi dari tempat ini!!" Pekik Ramiah, sungguh ia sudah tidak mau berurusan dengan pria itu lagi, ia sudah bertekad tadi akan melupakan semuanya dan tidak akan menuntut tanggung jawab apapun pada pria itu.
Gus Ikram menggelengkan kepalanya, masih tetap kekeuh ingin menikah dengan gadis itu. "Tolong, kita harus segera menikah. Apa yang sudah kita lakukan itu dosa besar, kita tidak seharusnya menampik hal itu. Saya ingin bertanggung jawab dengan kamu,"
"tanggung jawab kata anda? Lantas bagaimana dengan istri anda? Apa anda tega menyakitinya?"
"Ya karena hal itu lah, mari kita berbicara. Saya akan menikahi kamu, tapi pernikahan kita ini kita rahasiakan, tidak ada satu orang pun tahu, termasuk kedua orang tua saya dan juga istri saya."
"Gila" desis Ramiah, kalau seperti itu berarti dirinya akan menjadi istri kedua dari pria ini, terlebih yang paling menyakitkan lagi, Ramiah akan menjadi istri simpanan pria itu.
"Saya tidak mau, jangan paksa saya. Minggir! Saya harus pergi dari sini." Ramiah mencoba menyingkirkan tubuh pria itu dari depan pintu, berusaha mendorongnya, namun sayang tenaganya tidak sebanding dengan tenaga pria itu.
"Kita harus bicara. Saya tidak mau kalau sampai terjadi sesuatu pada kamu nanti, akibat perbuatan saya tadi malam"
Kening Ramiah berlipat mendengarnya, "maksud anda?"
"Kamu harus tau, saya melakukan hubungan itu dengan kamu, jadi mungkin apa yang saya takutkan ini entah akan terjadi ataupun tidak tapi saya takut, saya takut kamu hamil"
Deg
Jantung Ramiah berdenyut hebat mendengar perkataan dari pria itu. Andai semua itu terjadi, dirinya harus apa? Bagaimana tanggapan orang-orang di sekitarnya saat tau dirinya hamil tanpa seorang suami.
Gus Ikram yang melihat gadis itu diam lantas menarik tangannya, membawanya keluar dari dalam kamar hotel itu, ia akan mengajak Ramiah untuk berbicara di tempat makan karena Gus Ikram tau pasti gadis itu lapar..
Sementara di tempat lain...
"Arggghh brengsek! Ini semua gara-gara paman David. Kalau saja aku tidak terjebak di sini pasti aku yakin, aku sudah mendapatkan Gus Ikram. Arggghh sialan!!" teriak Dona memukul bantal yang ada di sampingnya meluapkan amarah yang membendung dirinya. Sungguh sialan sekali, padahal tadi malam, rencana yang sudah di susun sedemikian rupa harus berakhir dengan sia-sia karena pamannya malah membuat dirinya berakhir di dalam kamar hotel ini bersama dengan pria paruh baya tua itu.
Sial sekali, padahal tidak mudah membuat Gus Ikram untuk datang memenuhi undangannya tadi malam. Tapi, semuanya berakhir sia-sia.
"Aku tidak akan pernah menyerah, dan aku pastikan suatu saat aku pasti akan mendapatkan mu Gus Ikram. Dan istrimu itu, aku pastikan dia bakalan mati sebentar lagi. Hanya aku yang pantas bersanding dan mendapatkan gelar Ning... Bukan Via." ucap Dona dengan tekad yang membara. Ia sudah lama mengharapkan menjadi istri dari seorang Gus Ikram, namun siapa sangka, Gus Ikram malah memilih Via menjadi istrinya.
*
"Silahkan di makan dulu, setelah ini kita akan langsung bicarakan semua nya." Ucap Gus Ikram pada gadis di depannya.
Ramiah hanya mendengus, tanpa minat sama sekali menyentuh makanan yang ada di hadapannya saat ini. Hatinya terlalu sakit, dan tidak mampu di definisikan.
Tapi pria itu malah membawanya ke sebuah restauran yang ada di hotel mewah ini, bahkan pria itu tadi membelikannya sebuah pakaian yang bagus, karena tidak mungkin Ramiah makan di sana dengan penampilan seperti sebelumnya. Dan Ramiah juga tak menolak pemberian dari pria itu, karena bagaimana pun, penampilannya sangat lah kacau, tidak mungkin juga ia berpenampilan seperti itu.
Gus Ikram menghembuskan nafasnya kasar, saat gadis di depannya sama sekali tak mengindahkan ucapannya. "Kamu butuh nutrisi. Kamu sudah kelelahan semalaman." Ucap Gus Ikram , mendadak cerewet, padahal aslinya ia seorang pria yang datar dan dingin.
Ramiah mendengus, "silahkan anda selesaikan acara makan anda, setelahnya cepat katakan apa yang akan anda katakan, saya tidak suka basa-basi."
"Tapi setidaknya kamu makan dulu, nanti--"
"Saya sudah katakan, cepat, jangan membuang waktu saya." Sela Ramiah kesal, dirinya tidak minat sama sekali makan, makanan yang ada di hadapannya saat sekarang ini.
Walaupun makanan itu tampak menggugah selera, karena pastinya harga nya sangat mahal, dan Ramiah sama sekali sudah lama tidak makan, makanan seperti itu, tapi Ramiah sama sekali tidak berselera untuk makan.
Hatinya terlanjur sakit memikirkan kehidupannya sekarang ini.
Gus Ikram meletakkan sendok yang di pegangnya, lalu meraih gelas yang berisi air minum dan menenggaknya, karena gadis itu tampak tidak peduli dengan tawaran makanannya, jadi Gus Ikram akan langsung saja membicarakan apa yang akan mereka rundingkan.
"Jadi begini. Saya akan menikahi kamu secara agama hari ini juga."
Ramiah meremas kedua tangannya dengan erat, rasanya terasa berat, tapi ia juga tidak mampu menyangkalnya, bayang-bayang dirinya hamil, dan hal itu membuatnya ketakutan...
"Saya tadi sudah menghubungi beberapa orang untuk menjadi saksi atas pernikahan kita. Tidak banyak hanya empat orang, dan orang itu saya pastikan akan menutup rapat mulut mereka."
"Terserah." Sahut Ramiah.
Gus Ikram menghela nafasnya kasar. "Masalah biaya hidup kamu, kamu jangan khawatir, saya akan tetap memberikan nafkah untuk kamu sesuai jumlahnya dengan saya memberikan nafkah pada istri saya."
Dan Ramiah acuh mendengarnya, sama sekali tidak minat.
"Dan sekarang, kamu bisa hubungi ayah kamu, karena siang ini juga kita akan ke KUA melangsungkan pernikahan kita."
"Saya enggak punya ayah."
Terkejut, jelas tentu, tapi Gus Ikram menganggap bahwa ayah gadis itu mungkin sudah meninggal. Dan Gus Ikram tidak bertanya lebih lanjut.
"Baiklah, kalau begitu kamu bisa menghubungi wali kamu."
"Dan saya enggak punya saudara! Saya sebatang kara di dunia ini"
Degh
Hati Gus Ikram mencelos mendengarnya.
Tidak ada yang sempurna, takdir begitu kejam hingga membuatku harus terjebak dalam situasi seperti saat sekarang ini...
---Putri Ramiah--
Pernikahan di langsungkan siang hari itu juga. Tidak sulit bagi seorang Gus Ikram untuk mencari beberapa orang menjadi saksi atas pernikahannya dengan gadis yang sama sekali tidak di kenal olehnya itu. Gus Ikram menghubungi temannya yang ada di kota itu, memintanya mencari beberapa orang untuk menjadi kan saksi.
Ya hanya temannya yang mengetahui, dan tidak ada yang lainnya. Bahkan Gus Ikram membayar semua orang, termasuk temannya itu untuk tutup mulut.
Awalnya teman Gus Ikram terkejut, dan ingin bertanya lebih dalam lagi, sebab ia sangat mengenal bagaimana seorang Gus Ikram tapi saat Gus Ikram tidak ingin membahasnya, dan meminta temannya cukup diam dan merahasiakan semua ini, temannya bungkam dan tidak banyak tanya lagi.
Tidak ada gaun pengantin yang melekat di tubuh indah Ramiah, padahal hari ini hari yang selalu di nantikan oleh Ramiah, ini pernikahannya sekali seumur hidup. Tapi terkesan sangat mendramatisir, karena semuanya di lakukan mendadak. Terlebih pernikahan ini di rahasiakan.
Ramiah hanya mengenakan baju tadi, baju gamis yang di belikan oleh pria yang belum di ketahui namanya itu. Hanya mengenakan kerudung yang sama dengan warna bajunya.
Lucu memang, saat orang-orang menikah sudah mengenal sang calon suami, tapi tidak dengan Ramiah. Sifat, bahkan nama saja ia tidak tau dan tidak mau tau.
Ramiah hanya mengikuti alurnya saja, tanpa banyak bantahan. Semenjak tadi malam, hidup nya sudah hancur tak berbentuk, dan ia hanya bisa pasrah pada takdir yang seolah mempermainkannya.
Sedangkan Gus Ikram, terlihat gugup, tapi mencoba menetralkan rasa gugup yang ada di dalam dirinya. Ini bukan untuk yang pertama kali untuknya, tapi entah kenapa, rasa gugup itu hinggap di dalam dirinya.
Setelah Ramiah mencatat namanya di sebuah kertas yang di berikan oleh bapak penghulu tadi, Gus Ikram langsung menghapal nama gadis itu.
Hingga beberapa saat...
"Saya terima nikahnya, Putri Ramiah binti Salim dengan mahar uang sebesar dua puluh juta di bayar tunai."
"Bagaimana para saksi"
"Sah"
"Sah"
"Alhamdulillah"
Semua orang menengadahkan kedua telapak tangannya, berdoa saat bapak penghulu memimpin doa, tapi tidak dengan Ramiah, gadis itu meneteskan air matanya, menahan amarah yang membendung di dalam dirinya.
*
"Ini uang maharnya, sesuai dengan apa yang saya katakan tadi. Uangnya senilai dua puluh juta." Gus Ikram memberikan amplop yang tadi ada di meja akad nikah kepada Ramiah-- istrinya.
Ramiah mengambilnya dengan kasar. Tanpa berminat menatap pria itu. Dan Gus Ikram yang melihatnya menghembuskan nafasnya kasar. Sudah tau, pasti gadis yang beberapa jam lalu di nikahi olehnya akan merespon dirinya seperti ini. Tapi Gus Ikram tidak akan marah, ia akan sabar menghadapi gadis itu. Bagaimana pun, dirinya lah yang bersalah di sini. Walaupun Gus Ikram di jebak, tapi mestinya ia harus menahannya.
"Dan sore ini, saya akan kembali ke Jakarta, kamu bisa ikut saya. Saya akan membawa kamu ke apartemen milik saya."
Ramiah menggelengkan kepalanya. "Saya di sini saja. Saya punya tempat tinggal."
"Tapi, saya tidak mengijinkan kamu tinggal di kota ini sendirian. Di sini kamu bilang kamu hanya sebatang kara kan? Jadi kamu harus ikut saya ke Jakarta. Kamu akan tinggal di apartemen milik saya."
Ramiah terkekeh sinis mendengarnya. "Lantas apa bedanya saya di sana dengan di sini hmm? Saya tetap akan menjadi sebatang kara."
Gus Ikram menghela nafasnya kasar. "Kamu tidak sendirian Ramiah. Saya suami kamu, jadi saya sudah menjadi bagian dari hidup kamu." Bantah Gus Ikram. Dirinya tidak suka dengan perkataan dari gadis itum
Ramiah mendengus mendengarnya. "Saya tidak mau ke Jakarta. Saya tetap mau di sini."
"Ramiah, saya mohon, saya tidak mungkin bolak-balik Jakarta ke Bandung. Pekerjaan saya di Jakarta lumayan banyak. Jadi saya mohon sama kamu, kamu turutin apa kata saya ya?" Dan ingat lah, ini baru pertama kali nya seorang Gus Ikram memohon pada seorang wanita. Gus Ikram yang terkenal dingin dan datar itu sebelumnya tidak pernah bersikap seperti saat sekarang ini.
"Bukan urusan saya! Dan saya tidak peduli mau anda sibuk ataupun tidak. Saya juga tidak minta anda mendatangi saya." Ucap Ramiah ketus.
Gus Ikram menghela nafasnya kasar. Bingung harus bagaimana lagi membujuk gadis itu, agar mau ikut dengannya ke Jakarta. Dirinya tidak akan mungkin meninggalkan Ramiah di Bandung sendirian.
"Eh Lo Ramiah!! Wah mumpung ketemu ini" pekikan seseorang membuat keduanya menoleh ke belakang, saat ini keduanya sedang ada di taman yang letaknya tidak jauh dari kantor KUA tadi. Tadi setelah pernikahan selesai, Ramiah langsung pergi. Gus Ikram yang takut kalau Ramiah akan kabur, langsung mengejarnya dan ternyata istrinya itu pergi ke sebuah taman.
Mata Ramiah terbelalak saat melihat orang yang ada di belakangnya, apa lagi saat orang itu sudah berkacak pinggang menatap Ramiah.
"Wah rupanya Lo punya sumber duit! Sini bagi sama gue." Pria berwajah sangar tapi tampan itu menelisik penampilan Gus Ikram yang menurut nya orang kaya, dan akan menghasilkan banyak yang untuknya.
Ramiah menggeleng, beringsut ke belakang tubuh Gus Ikram, sungguh dirinya takut sekali dengan pria itu.
"Ramiah!! Jangan sembunyi! Lo harus bagi duit ke gue! Lo mau gue rontokin rambut Lo itu" pekik pria itu lagi dengan geraman tertahan.
Tubuh Ramiah gemetar hebat, ia takut sekali mendengar perkataan pria itu. Baru seminggu lalu, pria itu datang padanya dan meminta uang, bahkan pria itu dengan tega menarik rambutnya hingga rambutnya rontok.
"Kamu siapa? Jangan ganggu Ramiah." Ucap Gus Ikram dingin.
Pria itu terkekeh sinis mendengarnya. "Wah rupanya ada pahlawan kesiangan ini. Bagus lah, Lo suka sama Ramiah kan? Lo harus kasih duit ke gue."
"Saya tidak akan memberikan kamu uang. Dan pergilah dari sini, jangan ganggu Ramiah lagi."
Pria di depan itu mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang, tidak terima mendengar perkataan dari Gus Ikram. "Lo ngatur gue hmm?" Dan tanpa di duga, pria itu langsung menggerakkan sebelah tangannya dan memukul wajah Gus Ikram hingga membuat Gus Ikram jatuh tersungkur ke rerumputan di sana.
Ramiah memekik histeris melihatnya. "Om.. Jangan--argh"
Jilbab yang di kenakan oleh Ramiah sudah di lepaskan paksa oleh pria itu. Rambut Ramiah sudah di tarik dengan kuat oleh pria itu. Ramiah meringis kesakitan, meminta di lepaskan karena rasanya sakit sekali.
"Lo enggak usah bantah! Kasih duit sama gue." Matanya lalu menatap amplop berwarna coklat yang ada di dalam genggaman Ramiah. Pria itu menyeringai lalu mengambilnya dengan paksa.
"I--itu punya--"
"Berisik Lo" pria itu semakin menjambak rambut Ramiah, membuat Ramiah semakin menjerit.
Gus Ikram tidak tinggal diam, dirinya bangkit lalu langsung melayang kan bogeman pada pria itu .
Bugh
Bugh
Hingga pria itu jatuh tersungkur, dan melepaskan jambakan nya pada rambut Ramiah, Gus Ikram langsung menarik tangan Ramiah dan membawa nya pergi dari sana.
Ramiah menurut saja, berlari bersama dengan Gus Ikram, matanya sesekali menoleh ke belakang takut pria itu mengejarnya.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Gus Ikram menatap lekat wajah cantik yang memucat itu.
Ramiah mengatur nafasnya. "Ya."
"Kalau begitu, kita berangkat ke Jakarta sekarang. Saya tidak mau kalau sampai hal ini terjadi lagi sama kamu."
Bimbang, Ramiah sungguh bimbang, tapi kalau tidak ikut suaminya, ia akan terus-menerus di siksa oleh pria tadi jika masih ada di kota Bandung ini..
Akhirnya Ramiah menurut, persetan dengan apa yang akan di alaminya di Jakarta nanti. Hidupnya sudah benar-benar hancur, dan Ramiah tidak mengharapkan kebahagiaan sama sekali...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!