PRAAANGGGG!!!!
PRANGGGGG!!!!
Banyaknya pecahan kaca yang ada di lantai ruang keluarga tersebut. Seorang pria paruh baya tampak terlihat marah dengan tangannya yang tengah memegang sebuah gelas kaca. Dengan getaran amarah ia melemparkan gelas tersebut pada seorang remaja yang sedang menunduk di depannya.
PRAANGGGG!!!!
Lagi, terdengar suara benda pecah dengan begitu nyaringnya mengisi ruangan tersebut. Remaja itu tampak sudah bersimbah darah dengan banyaknya pecahan kaca yang menancap pada tubuhnya termasuk kepalanya.
"SIALAN! APAKAH KAU TAK BISA SEKALI SAJA BERBUAT DENGAN BENAR?!!!!" Ucapnya bertanya dengan penuh amarah.
Para anggota keluarga yang lain hanya diam menonton saja tanpa berniat membantu remaja tersebut yang merupakan bagian dari keluarga juga.
Alvaro Ardiwinata, remaja yang tengah kena semprot sanga ayah, Bhram Ardiwinata. Alvaro terus menundukkan kepalanya dan semakin menunduk. Ia tak mampu menatap wajah ayahnya juga keluarganya yang lain. Alvaro diam menahan sakit yang menjalar disekujur tubuhnya. Tubuh yang penuh beling dan luka pukulan. Ia menahan semua itu, bahkan sekarang ia tengah menahan tangisnya.
"Hais... Aku tak habis pikir. Apa kau itu sungguh hanya parasit yang menempel saja?!!!" Tanya Bhram sinis sembari ia menggusar surai rambutnya.
"Sudahlah, biarkan saja. Mau diberi pelajaran beberapa kali pun dia tak akan kapok" ucap Santi Lestari Ardiwinata, ibu dari Alvaro.
"Maaf..." ucap Alvaro lirih dengan suara nya yang kecil, bahkan hampir tak terdengar.
"Mah, Pah. Sudahlah, kasihan kakak. Jangan marahi dia terus!" Ucap Violet Ardiwinata, adik dari Alvaro sekaligus bungsu keluarga Ardiwinata.
"Pergi ke kamarmu dan jangan pernah keluar dari sana!!!" Titah Bhram masih dengan amarahnya. Alvaro tanpa basa-basi dan dengan ketakutan, ia langsung pamit ke kamarnya.
"Anak tak tahu di untung! Bagaimana bisa kita memiliki anak seperti itu?!" Tampak Bhram terus menggerutu kesal terhadap putranya itu.
Kejadian yang bahkan dapat di anggap sepele. Sebelum ini bermula, Alvaro dan keluarga nya tengah menikmati sarapan mereka seperti biasa. Semuanya baik-baik saja pada awalnya, sampai Alvaro di suruh untuk mencuci piring setelah sarapan.
"Cuci semuanya dan bereskan" titah Santi pada Alvaro.
Alvaro diam, ia mengangguk menurut tanpa banyak omong. Ia langsung membereskan sisa makan mereka dan mencuci semua yang harus di cuci. Dengan telaten Alvaro membersihkan semuanya hingga selesai.
Saat Alvaro berbalik, Violet tengah ada di belakangnya. Tanpa sadar mereka bertabrakan, Violet meringis kesakitan karena pantatnya itu terbentur di lantai, begitupula dengan Alvaro.
"Kak, maaf" ucap Violet meminta maaf.
Alvaro tak menjawab, ia hanya mengangguk saja. Saat ia hendak berdiri, karena linglung sampai hampir terjatuh kembali. Ia salah memegang sebuah panci saat berniat menahan dirinya. Alhasil panci yang baru dicuci itu terlempar dan mengenai kepala Violet.
PAK!-
"Aww!!!" Ringis Violet
Prangg!-
Hal itu yang awalnya membuat Alvaro langsung tak enak hati. Ia lalu mengambil panci itu dan berniat untuk meminta maaf, namun Santi malah lewat. Ia melihat Alvaro yang memegang panci dan Violet yang tengah meringis sakit sembari memegang kepalanya yang tampak memunculkan sedikit benjolan. Sebuah kesalahpahaman yang membuat Alvaro berakhir dipukuli dan dilempar gelas kaca oleh ayahnya.
---
Disisi lain, di kamar Alvaro yang tampak sempit juga tak banyak barang yang ada disitu. Alvaro termenung sembari mengobati lukanya. Ia mengobati semua lukanya dengan telaten meski diri nya merasakan sakit dan perih disekujur tubuhnya itu.
"Sshhh" ringis Alvaro setiap ia mengoleskan obat.
"Padahal kan aku tidak melakukan apapun..." gumamnya sembari matanya mulai berkaca-kaca.
Alvaro sungguh tak habis pikir. Tadi itu kecelakaan, ia tak pernah berniat melakukan apapun. Bahkan untuk menyentuh Violet saja ia tak berani karena keluarganya. Alvaro kembali termenung dengan menatap keluar jendela.
Rasa sakit ditubuhnya seolah hanyalah angin lalu. Ia lebih merasa sakit pada hatinya, bagaimana tidak? Ayahnya tega memukulinya bahkan sampai melemparinya dengan gelas dan vas hanya karena sebuah kesalahpahaman saja.
Alvaro menatap kosong kearah luar jendela kamarnya itu. Disana Violet dan keluarganya tengah berkumpul ditaman rumah. Mereka semua tampak tertawa dengan bahagia. Ingin rasanya untuk Alvaro ikut bergabung, tapi bagaimana? Kehadirannya saja hampir tak pernah dipedulikan oleh kedua orangtua nya itu.
"Lebih baik aku tidur..." gumamnya yang lalu ia membaringkan tubuhnya yang terasa sakit di ranjang yang kasar.
Ya, kamar ini lebih terasa seperti gudang. Bahkan mungkin bukan gudang, karena tempat yang begitu kecil dan sempit. Disini juga hanya ada satu jendela saja untuk melihat keluar. Kamar yang hanya diisi oleh satu ranjang keras, satu lemari kecil, dan meja belajar dengan kursinya yang juga tak seberapa.
Alvaro menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Memikirkan banyak hal mengenai dirinya. Apakah dia ini sebenarnya bukan anak dari keluarga Ardiwinata? Apakah dia ini hanyalah anak pungut saja? Jika pun kandung, kenapa mereka memperlakukannya dengan seperti ini? Kenapa dia tak bisa mendapat secuil kasih sayang? Apa yang salah? Begitu banyak pertanyaan didalam pikirannya.
...✧✧✧✧✧...
Alvaro's Diary
Hari ini aku mengalami hari dengan cukup sulit. Tapi tak mengapa, mungkin itu memang sudah ditakdirkan. Tapi... Seringkali aku ingin bertanya... Mengapa... Takdir itu terkadang jahat?... Tapi... Apakah ini memang sesuatu yang jahat? Atau apakah ada sebuah cahaya untukku disela kesuraman ini? Aku tak tahu, tapi aku akan mencoba untuk bertahan. Mungkin saja sesuatu yang baik akan menghampiriku suatu hari nanti.
...✧✧✧✧✧...
...End Of Chapter 1...
...✧✧✧✧✧...
Hari ini, Alvaro sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia lalu turun kebawah dan melihat seluruh anggota keluarganya tengah sarapan dimeja makan. Ia ingin bergabung tapi ini kan sudah hampir lewat, ia sedikit terlambat bangun tadi.
"Selamat pagi" sapa nya pada mereka
Tidak ada jawaban dari mereka. Alvaro lalu berjalan pergi untuk segera berangkat kesekolah tanpa sarapan. Saat ia membuka pintu rumah, ada seorang perempuan yang juga tengah berjalan untuk masuk kedalam rumah.
"Alvaro? Kau sudah mau berangkat? Apa sudah sarapan?" Tanya nya lembut dengan ekspresi yang datar.
"Em... Aku harus segera berangkat..." ucap Alvaro, ia menundukkan kepalanya tak berani menatap perempuan tersebut. Clarionne Ardiwinata, merupakan anak kedua dari keluarga Ardiwinata.
"Sudah sarapan?" Tanya nya lagi
"Itu... Sudah..." Jawab Alvaro berbohong
"Bohong" ucapnya dingin yang semakin membuat Alvaro menunduk.
Clar lalu melihat kedalam rumahnya, terlihat keluarganya tengah sarapan bersama dan itu pun langsung dimengerti olehnya.
"Ayo" ucap Clar mengajak Alvaro untuk kembali masuk.
"Tidak... Aku bisa sarapan disekolah" ucap Alvaro menggelengkan kepalanya ribut. Ia tak mau mendapat tatapan dan pukulan dari ayahnya lagi, sudah cukup dengan yang kemarin.
Tapi Clar tak menghiraukannya, ia menarik pergelangan tangan Alvaro dengan paksa hingga membuat remaja tersebut mau tak mau harus mengikutinya.
"Pah" panggilnya pada sang ayah.
"Kakak!!" Violet, tampak senang dengan kehadiran Clar. Gadis itu lalu beranjak dari duduknya dan berlari kecil menghampiri kakak keduanya itu.
Saat ia hendak memeluk Clar. Clar, ia menghindarinya dan melewatinya. Sontak hal tersebut membuat raut wajah tak suka dari sang ibu.
"Clarionne! Apa-apaan kau ini! Kenapa kau mengabaikan adikmu?!" Tanya Santi marah pada putri nya itu.
Violet, dia terdiam kaku dengan perlakuan kakaknya itu. Ia mulai berkaca-kaca. Langsung saja dia dihampiri ibunya dan dibawa kedalam pelukannya.
"Bukan urusanku" ucap Clar dingin.
"Kau sudah pulang, Clarionne?" Tanya sang ayah. Ia sebenarnya juga ingin mengatakan hal yang sama pada putrinya itu, tapi ia tahu seperti apa Clar. Selalu bersikap dingin dan tak peduli pada sekitar.
"Diam" ucap Clar pada ayahnya itu. Sedangkan sang ayah mengepalkan kedua lengannya kesal.
"Kau tak sopan, Clar!" Ucap Bhram menahan suaranya agar tak menggelegar karena marah.
"Duduklah" ucap Clar pada Alvaro tanpa memedulikan Bhram.
"Pah, aku lelah. Kau ajak Rion saja jika ingin bertengkar" ucap Clar sinis.
"Huft..." Bhram tampak menghela nafasnya kasar.
"Kakak..." Panggil Violet pada Clar dengan suara rendahnya, sedang yang dipanggil malah asik mengambil sarapan untuk Alvaro.
"Clarionne!!" Kini Santi lah yang memanggil Clar dengan nada tegasnya.
"Apa?" Jawab Clar singkat.
Alvaro yang berada ditengah-tengah atmosfer yang begitu mengerikan ini, hanya bisa terdiam tanpa menyentuh sedikit pun makanannya. Bhram lalu menatapnya kesal.
"Jika tak ingin makan, tak usah repot!" Ucap Bhram tiba-tiba yang lalu entah apa membuat Clarionne membanting kursinya hingga membuat kursi tersebut tergelatak.
"Kubilang aku lelah" ucapnya datar pada kedua orangtuanya.
Hening... Tak ada yang bersuara lagi. Alvaro mulai berkeringat dingin, ia tak tahu apa yang akan terjadi tapi dia takut. Clar yang melihatnya hanya bisa menghela nafas ringan. Ia sungguh lelah dengan pekerjaanya, ditambah dirumah malah membuatnya semakin lelah dan kesal.
"Alvaro. Makanlah, aku akan mengantarmu setelah ini" titahnya yang sontak langsung dijawab dengan anggukan oleh Alvaro.
Bhram dan Santi menatapnya tak suka. Di rumah ini, hanya Clar yang melirik Alvaro walau dirinya jarang pulang kerumah. Sedangkan Violet, ia menatap Alvaro dengan rasa iri dan dengki. Ia tak suka. Clar selalu bersikap dingin dan acuh padanya, tapi bersikap berbeda pada Alvaro.
---
"Al. Apa wajahmu, ayah yang melakukan itu?" Tanya Clar sebelum ia membiarkan Alvaro pergi keluar mobil.
Ya, mereka saat ini sudah sampai disekolah Alvaro dan masih anteng di parkiran.
"Itu..." Alvaro terus menunduk dan ragu untuk menjawab pertanyaan dari Clar.
"Al. Jangan terus menundukkan kepalamu! Angkatlah!" Ucap Clar sembari tangan nya memgang dagu Alvaro dan membuat kepala remaja itu terangkat hingga mereka bertatapan.
"Kau laki-laki. Kau pasti bisa. Saat aku tak ada, lawan saja. Jika tak bisa pun, jangan sampai kau menundukkan wajahmu. Alvaro. Ingatlah ini, bukan membela, aku hanya ingin bersikap se-netral mungkin. Tapi memang, mereka keterlaluan. Aku tak bisa terus menjagamu saat diriku saja sesibuk ini. Jadilah lebih berani, Al" ucap Clar panjang lebar walau tanpa ekspresi tapi Clar mengucapkan itu dengan penuh maksud agar membuat Alvaro tak terus merasa rendah.
"Tapi aku tak-"
"Diamlah!"
"Ugh.." ringis Alvaro saat wajahnya dipalingkan secara kasar oleh Clar.
"Aku tak suka laki-laki yang kelewat pengecut!" Ucap Clar menatap Alvaro.
"Baiklah... Akan kucoba" ucap Alvaro.
Alvaro sadar, ia memang lemah dan pengecut. Disini, hanya Clarionne saja yang meliriknya. Tapi, kakaknya itu jarang sekali pulang kerumah, jadi dia tak bisa berbuat banyak. Alvaro mencerna dan memikirkan setiap kata yang diucapkan Clarionne tadi. Apakah mungkin baginya untuk melawan?
"Aku... Aku akan ke kelas" ucap Alvaro, karena mereka sudah cukup lama mengobrol dan sepertinya bel akan segera berbunyi.
"Hm" jawab Clar hanya berdehem saja.
---
...✧✧✧✧✧...
Alvaro's Diary
Hari ini kak Clarionne pulang dan dia memberiku sebuah nasihat. Aku masih tak yakin, tapi aku akan berusaha melakukan hal tersebut. Entahlah, sepertinya aku akan melakukannya secara perlahan
...✧✧✧✧✧...
...End Of Chapter 2...
...✧✧✧✧✧...
Sekolah SMA Bangsa I. Saat ini tengah waktunya istirahat, banyak murid yang ada di kantin dan banyak juga yang menghabiskan waktu di lapangan. Termasuk Alvaro yang kini dia tengah berada di kantin, memesan sebuah makanan dan minuman untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Bi, bakso sama es teh nya" ucap Alvaro memesan kepada bibi kantin.
"Siap, den. Bentar ya" jawab sang bibi kantin yang lalu di angguki oleh Alvaro.
"Eh abang? Lagi pesen makanan, ya?" Tanya Violet bersama kedua temannya, Angela dan Gina.
"Huh? Em..." Alvaro tak bersuara lagi, ia tak ingin berbicara apapun dengan adiknya itu. Bukannya apa, ia hanya tak ingin mendapat masalah apalagi adiknya itu... Yah, seperti itulah.
"Aku sih ya, gak perlu beli di kantin. Soalnya mamah udah bikin bekal buatku" ucapnya sombong sembari menyidekapkan lengannya.
"Ya..." Hanya itu yang diucapkan Alvaro, terkesan dingin tapi bukan begitu maksudnya. Alvaro tak ingin terlibat dengan apapun yang berlabelkan 'Violet'.
"Abang lu napa dah? Kek cewe aja sikapnya. Iewhhh gitu" ucap Angela dengan blak-blakan dengan nada merasa jijiknya didepan Alvaro sendiri.
"Angela jangan gitu, dia abang ku loh" ucap Violet namun dengan senyuman puasnya.
"Abang inces ya? Hahaha!!!" Tawa Gina menggelegar di setiap sudut kantin.
"Dah ah cabut" ucap Gina yang telah puas dengan hal itu. Mereka bertiga pun akhirnya pergi meninggalkan Alvaro sendirian.
"Den... Gak papa, kan?" Tanya bibi kantin yang khawatir.
" Ya" jawab Alvaro singkat sembari menerima pesanannya yang sudah selesai.
"Lu liat kan tadi?" Tanya murid lain pada temannya yang menyaksikan kejadian tersebut.
"Iya gue liat, kok gitu banget ya. Padahal tadi si Alvaro diem bae dah" jawab temannya.
"Lagian Alvaro gitu banget. Apa ya... Gitu deh" ucap murid lainnya
"Iya sih, masa sikapnya gitu banget. Kek penakut gitu"
"Apa dia beneran inces lagi? Hahaha"
"Hahahaha"
Beberapa murid tertawa dan beberapa lagi merasa kasihan pada Alvaro. Sedangkan yang dibicarakan hanya diam tak merespon dengan menyantap makanannya meski suasana hatinya saat ini sedang rumit.
"Semoga saja... Pulang nanti baik-baik saja" batinnya dengan gelisah.
"Alvaro, ya..." gumam seseorang yang tengah duduk dimeja paling sudut di kantin.
"Kenapa bos?" Tanya kawannya
"Tidak" jawabnya singkat.
---
Alvaro berjalan menelusuri koridor sekolah, karena bel sudah berbunyi, dia harus segera kembali masuk ke kelas. Kelasnya yang merupakan kelas unggulan, jadi ia tak boleh telat walau dalam jadwal mata pelajaran. Jika pun telat, akhirnya akan buruk karena beberapa guru tak akan mentoleransi nya dengan baik.
Sesampainya di kelas, ia bernafas lega karena guru belum masuk walau dalam jadwal sudah lewat satu menit yang diharuskan. Disana ada yang memperhatikannya dengan intens. Pria itu, memperhatikan Alvaro. Bukannya tak sadar, Alvaro sudah sadar tentang hal itu sedari tadi hanya saja dia pura-pura tak tahu saja.
"Kenapa, ya?..." Batinnya tampak bertanya-tanya, merasa ada sesuatu yang aneh.
"Hey guys!! Guru rapat, kelas bebas!" Ucap ketua kelas yang baru memasuki kelas sembari berteriak.
"Yang bener?!"
"YEAAAYYY!!!!" Sorak semua anak kelas dengan gembira. Lantas kelas pun kembali sepi karena mereka pergi keluar untuk mencari aktivitas. Meski tak semua, ada beberapa yang dikelas termasuk Alvaro.
"Tidur ah" gumamnya yang lalu ia menempelkan wajahnya di meja.
BAK!!!
Seseorang menepuk keras meja Alvaro hingga membuat sang empu mendongakkan kepalanya dan melihat siapa orang yang melakukan hal tersebut, dan ternyata itu adalah Violet.
"Bang!" Panggil Violet dengan datar.
"Apa?" Tanya Alvaro mulai was-was.
"Apaansih. Gausah was-was kali. Minta duit!" Ucap Violet dengan ketusnya dan tak tahu malunya.
"Apa?! Tapi kan kamu udah dikasih jatah" ucap Alvaro yang terlihat cukup terkejut dengan hal itu. Sebenarnya ini bukanlah kali pertama ia dipalak oleh adiknya, tapi tetap saja...
"Lebay lu! Gue minta ya lo harusnya kasih lah!" Ucapnya sinis, ia tak suka dengan reaksi terkejut Alvaro.
"Tapi, Vi. Abang cuma bawa uang buat makan siang sama ongkos doang" ucap Alvaro karena memang itulah kebenarannya.
"Pelit lu, gue adek lu. Harusnya kasih dong, jangan banyak alesan!" Ucap Violet dengan nada kasarnya.
"Padahal kan dia udah dikasih sama mama" batin Alvaro dengan perasaan tak enak nya.
"Tck! Awas lu, ya!" Ucap Violet tampak mengancam yang lalu ia pergi dengan kesal karena tak mendapatkan apa yang ia mau.
"Huft... Pulang rumah siapin obat..." gumam Alvaro. Ia tahu, jika sudah seperti ini, saat pulang nanti pasti tak akan mudah.
---
Di lapangan, nampak sekelompok remaja itu tengah beradu basket. Banyak para gadis yang bersorak untuk kedua tim. Tim biru yang dipimpin oleh Xavier Gintara, dan tim merah yang dipimpin oleh Riki Pratama. Mereka bersaing dengan saling memperebutkan satu bola. Saling mencetak skor hingga akhirnya dalam menit terakhir, tik Xavier lah yang memenangkan permainan.
"Hosh... Lemah ah!" Ucap Hendra, teman satu tim Xavier, sembari ia beberapa kali mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
"Nih, minum" ucap Reza, teman satu tim Xavier yang lalu ia melemparkan sebuah botol air mineral pada Xavier.
"Lemah kata lu?! Kalian tuh beruntung aja" ucap Riki tak terima.
"Yaelah. Udah beberapa kali kita menang dan apakah itu cuma keberuntungan yang datang secara beruntun doang? Gak terima ya lu?!" Ucap Bagas, teman satu tim Xavier.
"Bukannya gak terima. Tapi gimana ya... Gue curiga, kalian mainnya kotor!" Ucap Dani, teman satu tim Riki.
"Lu nuduh? Mana buktinya?!" Tanya Reza.
"Bukti? Buktinya kan ada sama lo!" Ucap Dani dengan nada menantangnya.
"Cabut!" Ucap Xavier dengan datarnya, jujur, ia merasa jengah dengan hal ini. Setiap memenangkan sesuatu pasti akan berakhir begini, tapi yah tidak semua sih.
---
"Apaan dah tuh orang. Dia yang nantang, dia yang kalah, dia juga yang nuduh gak jelas" ucap Bagas menggerutu.
"Tau tuh. Dasar gatau diri. Gabisa main mah sih diem aja" ucap Reza menyetujui hal yang tersebut.
"Xav. Adek lo tuh" ucap Hendra saat ia bertemu dengan adik kembar Xavier. Angga Gintara.
"Woy, Angga!!" Panggil Bagas dengan lantang.
Yang dipanggil pun langsung membalikkan tubuhnya kebelakang dan melihat siapa yang memanggilnya. Itu adalah Bagas dan Hendra, Reza, juga kakaknya, Xavier ada disana. Angga pun sontak langsung berlari kecil menghampiri mereka.
"Dah selesai tandingnya?" Tanya Angga pada mereka yang lalu dijawab anggukan. Sontak Bagas langsung menceritakan mengenai Riki dan cs nya yang tak terima dengan kekalahan mereka sendiri.
"Hahaha!!! Tuh anak emang kagak berubah, dah" ucap Angga tertawa mendengarnya hal tersebut dari Bagas.
"Emang dasarnya bodoh ya bakal bodoh terus se-umur-umur" ucap Bagas santai.
Saat mereka tengah berjalan terus menelusuri koridor, mereka melihat Alvaro dengan wajahnya yang penuh luka. Tak membuatnya tampak buruk, justru hal itu malah membuat Alvaro terlihat semakin keren. Yah, berbeda dengan sikap Alvaro sendiri tentunya.
"Wih gila. Tuh anak habis tawuran apa begimane?!" Tanya Bagas kala melihat tampilan Al.
"Dia mah emang suka bawa luka pas sekolah" ucap Reza yang lalu ditatap oleh semua temannya.
"Kenapa?" Tanya nya cengo
"Lu kenal ma dia?!" Tanya Angga mulai penasaran.
"Kalo soal wajah sama nama sih kenal. Akrab kagak" jawab Reza.
"Dia tuh dari kelas XI MIPA I" lanjutnya.
"Wih, kelas unggulan. Kek si bos" ucap Bagas yan mana hal itu mengarah pada Xavier. Sedang yang di unjuk hanya diam saja tak bersuara, dah kelewat cuek memang.
"Terus, gimana?" Tanya Hendra.
"Anaknya kalem. Gue gapernah denger suara dia. Entah bisu atau apa, tapi dia gapernah ngomong"
"Terus yah, yang gue liat sih itu aja sama ya ini. Hampir tiap hari dia dateng sambil luka-luka gitu" jelasnya.
"Aneh. Dia gak bareng temennya?" Tanya Angga.
"Gatau. Tiap gue lewat atau ketemu dia, gua gapernah liat dia bareng siapapun" jawab Reza.
"Alvaro..." Batin Xavier memperhatikan Alvaro yang kini sudah berjalan cukup jauh dari mereka
"Bang" panggil Angga yang sontak langsung membuat Xavier beralih pada kembarannya itu.
"Hm" jawab Xavier.
"Kok gue merasa tertarik, ya sama dia?" Tanya Angga yang sontak hal tersebut membuat Xavier tersenyum tipis. Hal itu mendapat tatapan keterkejutan teman-temannya, karena pasalnya Xavier itu tak pernah tersenyum sedikitpun.
Xavier mengusap surai adiknya itu pelan dan lalu ia kembali berjalan untuk sampai ke kelasnya, diikuti oleh adik dan teman-temannya.
"Bang, gue mau dia!" Ucap Angga.
"Buset. Lu homo?!" Tanya Reza shock.
Bugh!-
Sebuah pukulan persahabatan pun mendarat di pucuk kepala Reza dengan suaranya yang renyah.
"Bukan ya! Gue cuma berfikir. Gue mau dia jadi adek gue!" Ucap Angga sehabis ia memukul kepala temannya itu.
"Adek? Kok tiba-tiba?" Tanya Hendra dan Bagas bersamaan.
"Ya entahlah. Gue merasa tertarik sama dia" ucap Angga, yang mana mereka tak tahu saja. Xavier tengah tersenyum senang dengan pemikiran yang dimiliki oleh adik kembarnya itu. Memang ternyata, ikatan batin di anatara si kembar itu tak salah.
...✧✧✧✧✧...
Alvaro's Diary
Aku merasa ada yang aneh hari ini. Ada seseorang yang memperhatikan ku, tapi entah siapa dia aku tak tahu. Juga, Violet tak berbohong. Aku benar-benar menyesalinya, karena ayah marah dan berakhir memberikan memar baru padaku.
...✧✧✧✧✧...
...End Of Chapter 3...
...✧✧✧✧✧...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!