NovelToon NovelToon

GADIS KESAYANGAN CEO

MALAM YANG SUNYI

Sebuah rumah yang mewah dan bahagia terlihat dari seberang jalan yang agak sepi saat malam hari.

Banyak lampu taman yang menyinari taman yang luas itu.

Tampak dari depan dua orang satpam sedang berjaga-jaga di depan pintu pagar melihat situasi agar aman dan terkendali.

Dari kamar ada seorang wanita yang sedang merapikan pakaian suaminya masuk ke dalam koper besar.

Wanita cantik itu adalah Yurika.

Wanita berdarah jepang yang menikah dengan seorang pengusaha kaya bernama Raldi.

Mereka menjalani pernikahan sudah hampir 2 tahun, namun mereka belum di karuniai seorang anak.

Raldi keluar dari kamar mandi dan memakai pakaiannya.

"Sayang, apa pakaianku sudah masuk kedalam koper?" Tanya Raldi pada istrinya.

"Sudah, sayang." Sahut Yurika.

Yurika pun membantu suaminnya memakai baju.

Ia membantu suaminya mengancingkan kemejanya.

"Sayang, perginya jangan lama-lama ya." Kata Yurika pada suaminya.

"Iya, cuma 3 hari saja, setelah semuanya selesai aku akan segera pulang." Kata Raldi mencium kening istrinya.

"Hati-hati dirumah ya selama aku pergi ke inggris." Kata Raldi pada Yurika.

Setelah selesai berpakaian, Yurika mengantar Raldi ke depan pintu rumahnya.

Raldi kembali mencium kening istrinya dan kemudian pergi menaiki mobil mewah menuju ke bandara.

Lama Yurika menatap kepergian suaminya itu, lalu ia masuk kembali ke dalam kamarnya.

Yurika duduk di tepi ranjang sambil membaca novel yang ia sukai sebelum tidur.

Tak lama kemudian masuklah seorang pelayan yang sudah lama bekerja dengannya dan sangat setia padanya.

Nama pelayan itu adalah Bibi Inah. Di usianya yang sudah paruh baya namun ia masih kuat bekerja melayani majikannya itu.

"Nyonya, ini teh hijaunya." Kata Bibi Inah pada Yurika.

"Terima kasih ya." Ucap Yurika.

Bibi Inah kembali ke dapur setelah Yurika habis meminum secangkir teh hijau buatannya.

Malam semakin larut, Yurika merasakan kantuknya setelah membaca novel yang di tangannya.

Ia merebahkan tubuhnya dan menarik selimut menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan pakaian tidur tipis.

Yurika pun memejamkan matanya dan terlelap.

Waktu menunjukan pukul 2 pagi.

Salah satu satpam tampak tertidur di pos jaganya dan satunya lagi masih terjaga sambil mendengarkan radio di ponselnya.

Tiba-tiba ada sebuah benda yang di lemparkan ke arah pos satpam itu dan benda itu mengeluarkan asap yang tebal.

Satpam terbatuk-batuk dan merasakan perih pada matanya.

Lalu masuklah beberapa orang pria betubuh tegap dengan memanjat pintu pagar.

Pria-pria bertopeng itu menyergap kedua satpam itu dan menutup mulut mereka dengan sapu tangan yang sudah di berikan obat bius.

Kedua satpam itu langsung pingsan tergeletak di tanah.

Setelah selesai mengatasi kedua satpam itu, pria-pria bertopeng masuk kedalam rumah dengan membobol pintu.

Dengan mudahnya mereka kini sudah berada di dalam rumah yang mewah itu.

Mereka mengambil beberapa barang yang mereka anggap berharga.

Saat itu Bibi Inah sedang di dapur ingin mengambil air minum, dan melihat pria-pria bertopeng masuk untuk merampok rumah.

Bibi Inah menjerit ketakutan saat melihat pria-pria bertopeng itu.

Mereka lantas membekap mulut Bibi Inah dan saat Bibi Inah berontak menggigit tangan salah seorang dari mereka, meletakkan sebuah pisau lipat tepat di leher Bibi Inah untuk membuatnya berhenti berontak.

Yurika terbangun mendengar suara jeritan Bibi Inah yang terdengar samar-samar.

Dirumah itu hanya ada 3 orang pelayan saja.

Kebetulan 2 pelayan lainnya sedang pulang kampung, jadi hanya Bibi Inah saja yang menemani Yurika di dalam rumah.

Yurika keluar dari kamarnya dan menuju kearah dapur untuk melihat apa yang terjadi.

Ia pun melangkah dengan cepat.

Ia terkejut saat melihat pria bertopeng sedang mengikat tubuh Bibi Inah di salah satu kursi yang ada di dapur.

Sangking kagetnya ia mundur dan tanpa sengaja menyenggol benda hingga terjatuh.

Suara benda jatuh itu menarik perhatian para pria yang lainnya.

Mereka melihat Yurika yang sedang berlari menaiki anak tangga untuk masuk kedalam kamarnya.

Mereka mengejar Yurika dan menangkap kakinya.

Yurika pun terjatuh dan pakaian tidur yang tipis itu tersingkap sehingga terlihatlah paha mulusnya oleh pria-pria bertopeng itu.

Mereka mendekati yurika dengan senyuman mesum.

"Jangan, pergi kalian! jangan!" Teriak Yurika.

"Dia sangat cantik! hahahaha." Kata salah seorang dari mereka.

"Apa mau kalian?" Tanya Yurika ketakutan.

"Kami ingin hartamu, cantik!" Sahut seorang lagi.

"Ambil yang kalian mau, tapi jangan ganggu aku." Kata Yurika menepis tangan mereka yang meraba-raba tubuhnya.

"Kami akan mengambilnya setelah puas bermain denganmu! hahahaha." Sahutnya lagi.

Mereka memperkosa Yurika di saat itu juga secara bergantian.

Yurika menjerit ketakutan saat mereka memperkosanya secara bergantian.

Yurika terkulai lemas setelah di perkosa oleh pria-pria itu.

Ia masih tergeletak di lantai dengan air mata yang mengucur dengan deras.

Para pria bertopeng itu pergi setelah mengambil apa yang mereka inginkan.

Yurika masih menangis tergeletak di lantai.

Kedua satpam itu tersadar dan merasakan nyeri pada kepalanya.

Beberapa saat kemudian, mereka bangun dan berlari ke dalam rumah yang pintunya sudah terbuka lebar.

Betapa kagetnya mereka melihat kondisi majikannya yang sudah di perkosa oleh beberapa pria yang merampok rumahnya.

Segera mereka menghubungi Raldi dan mengatakan semuanya melalui telepon.

Bibi Inah sudah terlepas dan membawa Yurika masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya.

Air mata masih mengalir dari sudut mata Yurika.

Bibi Inah juga ikut menangis melihat kondisi Yurika saat itu.

"Sabar nyonya." Kata Bibi Inah.

"Mereka memperkosaku! tubuhku jadi sangat kotor!" Sahut Yurika dalam isak tangisnya.

"Apa suamiku sudah tau semuanya?" Tanya Yurika.

"Iya, nyonya. Tuan Raldi berpesan agar secepatnya menghubungi polisi." Kata Bibi Inah.

"Aku mohon jangan panggil polisi. Aku tak ingin malapetaka ini tersebar luas dan membuat malu suamiku." Pinta Yurika.

"Iya nyonya, baiklah." Sahut Bibi Inah.

Raldi langsung pulang saat mengetahui apa yang menimpa istrinya itu.

Ia meninggalkan pekerjaan pentingnya dan langsung kembali pulang.

Raldi menemui Yurika yang sedang memegang pisau di dalam kamarnya.

Yurika sangat frustasi dan ingin bunuh diri.

Raldi masuk dan langsung menangkap pisau itu lalu melemparnya jauh.

"Apa yang kau pikirkan yurika?" Katta Raldi memeluk istrinya.

"Jangan sentuh aku! tubuhku sangat kotor." Kata Yurika menangis.

"Yurika, aku mohon jangan seperti ini! Aku tetap mencintaimu, sayang." Kata Raldi mencoba menenangkan istrinya.

"Mereka memperkosaku, aku jadi wanita yang tak pantas untukmu lagi." Kata Yurika.

"Tidak! sayang, aku mencintaimu dalam keadaan apapun. Aku tetap mencintaimu." Ucap Raldi bersungguh-sungguh.

Raldi memang sangat mencinyai istrinya itu.

Raldi pun berusaha menenangkan istrinya, dan akhirnya Yurika dapat tenang dan tertidur dalam dekapannya.

Raldi merasakan kesedihan yang di rasakan oleh Yurika.

Raldi merasa bersalah karena tak dapat menjaga istrinya dengan baik sehingga melapteka itu menimpa istrinya.

Beberapa bulan kemudian, Yurika di nyatakan sedang berbadan dua oleh dokter.

Hatinya semakin hancur mengetahui bila ia mengandung anak yang bukan darah daging suaminya.

Ia bahkan tak tau siapa ayah dari anak yang ada dalam rahimnya itu.

Raldi mencoba untuk menerima apa yang terjadi pada istrinya itu.

Ia menerima bayi kini berada dalam kandungan istrinya.

Sepulang dari kantor, Raldi kembali melihat Yurika memegang pisau untuk menyayat nadinya.

Dengan cepat Raldi mengambil pisau itu dan kali ini ia sangat marah pada istrinya.

"Kenapa kau melakukan hal ini lagi, yurika?" Bentak Raldi sangat marah pada Yurika.

"Biarkan aku mati! aku tak menginginkan anak ini! biar dia mati bersamaku." Kata Yurika menangis.

"Dengarkan aku Yurika! Aku menerima apapun keadaanmu. Aku mencintaimu yurika." Kata Raldi.

"Aku tak ingin anak ini." Kata Yurika.

"Jangan berkata seperti itu. Anak di dalam rahimmu tak berdosa." Kata raldi.

Yurika terus menangis dalam dekapan raldi.

"Tenanglah, kita akan melewati semuanya bersama. Aku akan tetap bersamamu selamanya." Ucap Raldi.

Setelah Yurika hamil, Raldi mengumpulkan semua orang yang bekerja dirumahnya.

Ia menyuruh semua pelayan dan juga satpam untuk tutup mulut atas kejadian yang sedang menimpa istrinya itu.

Ia tak tingin orang luar tau tentang malapetaka itu agar Yurika dapat bebas bergaul lagi dengan orang luar setelah ia melahirkan anaknya.

Beberapa bulan kemudian, Yurika pun sedang hamil tua.

Ia duduk di kursi taman sambil menghirup udara segar di pagi hari.

Matahari yang hangat menyinari tubuhnya.

Raldi sang suami yang sangat mencintainya, menghampirinya dengan segelas susu hangat di tanganya.

"Sayang, minumlah susu ini." Kata Raldi.

"Aku tak mau." Sahut yurika.

"Sayang, ini bagus untuk kandunganmu." Kata Raldi.

"Aku bilang aku gak mau!" Teriak Yurika menepis susu itu hingga tumpah.

Raldi hanya menghela nafas saat Yurika berubah sifat menjadi kasar setelah kejadian itu.

Dengan sabar ia membelai rambut istrinya dan mencium keningnya.

"Kalau kau tak mau meminumnya, tak apa! Asalkan kau tetap menjaga kesehatanmu." Kata Raldi.

Yurika hanya diam tak menanggapi suaminya.

Tak lama kemudian, ada sebuah mobil mewah datang kerumahnya.

Mereka melihat sepasang suami istri yang turun dari mobil itu.

Mereka adalah nayun dan suaminya Irsal.

Nayun adalah adik kandung dari Yurika.

Saat itu Nayun juga sedang hamil anak pertamanya.

Nayun dan Irsal tak tau kejadian yang menimpa Yurika.

"Kak, bagaimana dengan kandunganmu? Apa kau sudah ke dokter?" Tanya Nayun pada Yurika.

"Sudah." Sahut Yurika.

"Apa kau sudah USG? Apa jenis kelamin anakmu?" Tanya Nayun.

"Perempuan." Sahut Yurika asal bicara.

Padahal selama kehamilannya, Yurika tak pernah pergi memeriksakan kandunganya.

Raldi sering mencoba untuk membujuknya untuk kedokter, namun Yurika tak pernah mau.

"Anakku juga perempuan!"  Kata Yuna dengan riang.

"Kak Raldi pasti sangat senang mendapatkan seorang putri, sama sepertiku." Kata Irsal.

"Tentu saja! Aku bahkan tak sabar untuk menggendongnya." Sahut Raldi.

Yurika hanya diam menatap wajah suaminya yang tersenyum tanpa beban sedikitpun.

Di masa kehamilannya yang kini sudah 8 bulan, Yurika tak pernah mau keluar rumah.

Bahkan semua keperluan untuk bayinya Raldi yang mempersiapkannya.

Raldi begitu antusias menanti kelahiran bayi yang jelas-jelas bukan darah dagingnya.

Suatu malam Yurika merasakan mulas yang luar biasa pada perutnya.

Ia  berteriak kesakitan membuat Raldi terbangun dalam tidurnya.

"Ada apa sayang?" Tanya Raldi.

"Perutku sakit sekali." Kata Yurika.

"Apa kau akan segera melahirkan?" Tanya raldi.

Yurika pun mengangguk.

Dengan cepat Raldi membawa Yurika kerumah sakit.

Ia pun menemani Yurika yang berjuang untuk melahirkan bayinya.

Dengan peluh keringat Yurika melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik malam itu.

Raldi menatap bayi itu dalam-dalam.

Ia seperti jatuh cinta pada bayi perempuan yang bukan darah dagingnya.

Ia memeluk bayi itu dan menciumnya penuh kasih sayang.

Bayi itu sangat mirip dengan Yurika.

Kulitnya putih kemerah-merahan.

Kemudian perawat membawa bayi  mungil itu keruangan Yurika dirawat setelah melahirkan, agar bayi itu mendapatkan asi dari ibunya.

Namun Yurika menatap bayinya penuh amarah.

Ia menolak untuk menyusui bayinya.

"Yurika, jangan begitu. Dia bayi kita!" Kata Raldi membujuk istrinya agar mau menyusui bayinya.

"Dia bukan bayi kita. Aku benci dia! Bawa dia pergi dari hadapanku." Teriak Yurika marah.

Tak ingin membuat jiwa istirnya terguncang, akhirnya Raldi membawa bayi permpuan yang tak berdosa itu keluar dari kamar Yurika.

Bayi itu menangis dengan kencang seakan tau ia tak di sukai oleh ibu kandungnya.

Raldi mendekap bayi itu dan tak lama perawat membawa botol susu untuk bayi itu.

Raldi kembali menatap bayi perempuan yang belum diberikan nama.

Raldi menggendong bayi itu dan berbisik di telinganya.

"Aku ayahmu, nak! Aku beri nama kau SUHAILA." Bisik raldi sambil menitikkan air matanya.

Bayi yang kini bernama SUHAILA itu tampak tenang dalam dekapan Raldi.

Raldi sangat menyayanginya.

Raldi seakan benar-benar seorang ayah untuk bayi perempuan itu.

Seminggu menjalani perawatan setelah melahirkan, Yurika kembali pulang kerumah.

Raldi membawa bayi mungil itu dengan perasaan yang sangat bahagia.

Bibi Inah dan pelayan lainnya menyambut gembira kedatangan bayi mungil itu.

Setelah melahirkan bayinya Yurika tak pernah mau melihatnya apalagi menyentuhnya.

Ia sangat membenci bayi yang ia lahirkan seminggu lalu.

Malam harinya, Suhaila menangis kelaparan.

Yurika menutup kedua telinganya sambil berdecak kesal.

"Bawa pergi bayi itu dari kamar ini! Aku benci mendengar tangisannya." Teriak yurika sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.

Raldi bangun dan membawa Suhaila keluar dari kamar.

Pelayan membuatkan susu unuk Suhaila yang masih berusia satu minggu.

Sambil duduk Raldi memberikan susu pada suhaila dari botol dot.

"Ternyata Ila lapar."  kata Raldi bicara pada Suhaila.

Raldi suka memanggilnya dengan sebutan Ila.

"Ila, anak ayah." ucap Raldi lagi.

Ila pun minum susu itu hingga habis.

Setelah kembali tidur, Raldi membawa ila masuk kedalam kamar, namun Yurika mengusirnya.

Ia tak mau sekamar dengan Ila.

Lagi-lagi raldi mengalah dan membuatkan kamar untuk Ila.

Raldi memberikan kepercayaan kepada Bibi Inah untuk merawat Ila saat ia sedang tidak berada di rumah.

Saat Ila sudah berusia satu bulan, Nayun adiknya Yurika melahirkan seorang bayi perempun di salah satu rumah sakit.

Yurika dan Raldi datang menjenguk Nayun di rumah sakit dan melihat bayinya.

Yurika sangat senang menggendong bayi Nayun yang di beri nama Zaskia.

Raldi menatap Yurika yang sangat sayang pada bayi yang di panggil Kia itu.

"Sangat disayangkan! Kau lebih menyayangi keponakanmu dari pada bayi yang kau lahirkan." gumam Raldi dalam hatinya menatap Yurika.

Kni usia Ila sudah 7 bulan dan Ila sedang sangat menggemaskan.

Pipinya yang merah menambah kegemasan siapa saja yang melihatnya.

Raldi sangat perhatian dan menyayangi Ila, namun tidak untuk Yurika, ia tetap saja membenci Ila.

Saat menatap Ila,  Yurika selalu teringat dengan kejadian yang mengubah hidupnya itu.

Suatu ketika saat pulang dari kantornya, Raldi singgah ke salah satu mini market untuk membeli susu buat Ila.

Raldi ingat susu Ila tinggal sekotak lagi dirumah, jadi ia berniat untuk membeli banyak agar ada stok di rumah.

Setelah membeli beberapa kotak susu, Raldi tak sabaran untuk pulang dan bermain bersama Ila.

Ia tancap gas dan melaju dengan kencang.

Di tengah jalan yang awalnya sepi tiba-tiba ada pengguna sepeda motor yang menyebrang jalan yang di lalui oleh mobil raldi.

Raldi kaget dan banting stir agar tak menabrak motor tersebut.

Raldi menabrak pembatas jalan dan mobilnya terpental jatuh ke dalam jurang yang dalam.

TANGISAN ILA

Mobil Raldi yang masuk ke dalam jurang pun di evakuasi oleh pihak yang berwenang.

Saat di evakuasi kondisi Raldi memang sudah tak bernyawa.

Mayatnya di bawa ke salah satu rumah sakit yang terdekat.

Pihak kepolisian menghubungi kediaman Raldi, saat itu kebetulan Yurika lah yang mengangkat telepon rumah.

Betapa terkejutnya ia mendengar kabar kematian suaminya yang sangat tragis itu.

Yurika langsung menuju kerumah sakit untuk melihat langsung tubuh suaminya yang sudah terbujur kaku di ruangan mayat.

Air matanya tak dapat terbendung saat melihat sosok pria yang ia cintai telah pergi selamanya dari dunia ini.

"Kenapa kau meninggalkan aku, Raldi? Kau sudah berjanji padaku untuk melewati semuanya bersama." Ucap Yurika dalam isak tangisnya.

Langit tampak mendung di hari pemakaman Raldi. Tampak Nayun serta sang suami Irsal menemani Yurika yang terus menangis di pusara Raldi.

Saat itu para teman dan kerabat sudah pergi dari pemakaman itu.

"Kak, ayo kita pulang, kak Raldi sudah tenang di alam sana, kakak yang sabar ya kak." Ucap Nayun pada Yurika.

"Iya kak, masih ada kita dan juga Ila disisi kakak." Sambung Irsal.

Setelah lama mencoba untuk menenangkannya, akhirnya Yurika mau di ajak kembali pulang dari tempat pemakaman itu.

Malam harinya hujan turun sangat deras, sederas air mata Ila yang terus mengalir saat di gendongan Bibi Ina.

Ila terus menangis malam itu, seakan ia merindukan sosok Raldi yang sangat menyayanginya.

Suara tangisan Ila terdengar hingga ke kamar Yurika.

Saat itu Yurika sedang beristirahat setelah lelahnya proses pemakaman sang suami.

Yurika berdecak kesal saat mendengar tangisan Ila yang tak mau berhenti menangis malam itu.

Bibi Inah sudah mencoba segala cara untuk mendiamkan Ila, namun Ila tetap saja menangis.

Yurika mendatangi Bibi Inah yang berada di kamar Ila.

"Kenapa dia tidak mau berhenti menangis?" Ujar Yurika kesal pada Bibi Inah.

"Mungkin dia merindukan sosok tuan, nyonya." Sahut Bibi Inah.

"Cepat diamkan dia! Kepalaku sangat sakit mendengar tangisannya." Teriak Yurika semakin kesal.

Bibi inah terus mencoba untuk menenangkan Ila saat itu, namun tetap saja Ila tak mau berhenti menangis.

Yurika sangat kesal dan mengambil Ila dari gendongan bibi Inah.

Saat Ila berada dalam genggaman Yurika, Ila berhenti menangis dengan seketika.

Matanya menatap Yurika dengan sendu.

Yurika membalas tatapannya, kemudian terlintas di ingatan Yurika kejadian silam yang menghancurkan hidupnya.

"Aku benci kau!" Ujar Yurika pada anak yang di lahirkannya itu.

Yurika langsung memberikan Ila pada Bibi Inah lagi, lalu ia pergi kembali ke kamarnya.

Ila kembali menangis saat melihat Yurika keluar dari kamarnya.

"Sayang..., sudah jangan nangis lagi ya." Ucap Bibi Inah mencoba menenangkan Ila lagi.

Yurika duduk di tepi ranjangnya dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tanganya.

Hatinya sangat hancur saat menatap mata bayi yang ia lahirkan itu, di tambah lagi ia baru saja kehilangan sosok suami yang sangat ia cintai membuatnya semakin hancur.

"Aku tak bisa menerimanya sebagai anakku, aku tak bisa." Ucap Yurika dalam isak tangisnya.

"Aku benci kehadirannya di rumah ini! Aku akan segera membawanya pergi dari rumah ini." Ucap Yurika lagi.

Dalam pikiran Yurika saat itu ialah ia berniat untuk membawa Ila ke sebuah panti asuhan atau membuangnya ke jalan agar ia tak melihat Ila lagi di rumah itu.

Yurika kembali ke kamar Ila dan menemui Bibi Inah yang sedang menemani Ila yang akhirnya tertidur dengan pulas.

"Siapkan semua pakaian Ila, masukkan kedalam koper." perintah Yurika pada Bibi Inah.

"Kenapa nyonya? Nyonya mau kemana?" Tanya Bibi Inah kebingungan.

"Lakukan saja perintahku!" Ujar Yurika pada Bibi Inah.

Bibi Inah pun melakukan apa yang majikannya itu perintahkan padanya.

Ia memasukkan semua pakaina Ila ke dalam sebuah koper besar, namun saat itu ia terus berpikir tentang apa yang akan di lakukan oleh majikannya itu pada Ila.

Keesokan paginya tanpa sarapan sedikitpun, Yurika mendatangi bibi Inah yang sedang menggendong Ila.

"Bawa koper Ila ke dalam bagasi mobil!" Perintah Yurika pada Bibi Inah.

"Nyonya, mau kemana?" Tanya Bibi Inah.

"Aku akan bawa Ila pergi jauh dari rumah ini." Sahut Yurika.

"Nyonya jangan begitu, Ila ini anak nyonya." Kata Bibi Inah.

"Cukup! jangan campuri urusanku." Kata Yurika.

Tak ada yang dapat di lakukan oleh bibi Inah selain menuruti apa yang di perintahkan oleh majikannya itu.

Dengan air mata yang berlinang, bibi Inah memasukkan koper yang berisi pakaian Ila ke dalam bagasi mobil.

Yurika menyuruh bibi Inah ikut untuk membawa Ila.

Saat Yurika hendak menghidupkan mesin mobilnya, dari kejauhan ia melihat ada sebuah mobil yang ia kenali.

Yurika tau itu adalah mobil dari pengacara Raldi yang menangani semua harta kekayaan milik Raldi.

Yurika keluar dari mobil dan tak lama ia di hampiri oleh seorang pria yang bernama Bagus yang tak lain adalah pengacara dari Raldi.

Yurika dan Bagus duduk dan membicarakan hal yang serius di ruang tamu.

Bagus memberikan beberapa dokumen penting pada Yurika.

Yurika membaca dokumen itu dengan mengernyitkan dahinya karena kebingungan.

"Apa maksudnya ini? Kenapa aku mendapatkan 50% dari seluruh harta suamiku? Hanya aku keluarga yang Raldi tinggalkan, seharusnya aku mendapatkan semuanya bukan separuh." Kata Yurika pada Bagus.

"Maaf nyonya! 50% harta tuan Raldi sudah di alihkan atas nama Suhaila." Kata Bagus yang membuat Yurika sangat terkejut.

"Apa?" Teriak Yurika kaget.

"Iya, nyonya! Sebelum tuan Raldi meninggal, ia sudah membuat surat wasiat untuk memberikan sebagian hartanya kepada Suhaila." Jawab Bagus.

"Bagaimana mungkin ia melakukan hal itu? Ila bukan anak kandungnya!" Ujar Yurika.

"Ya, tuan Raldi telah mengatakan hal itu pada saya dan tuan Raldi membuat ini dalam keadaan sadar! Surat wasiat ini sah di mata hukum." Kata Bagus.

"Aku ingin lihat surat wasiat itu." Kata Yurika.

Bagus pun memberikan surat wasiat itu dan Yurika membacanya dengan mata yang lebar.

Yurika kembali berdecak kesal, karena niatnya ingin menjauhkan Ila dari rumah itu harus musnah.

Ila memiliki separuh hak atas rumah yang mewah itu.

"Surat wasiat ini akan aku serahkan pada Suhaila setelah ia berusia 17 tahun." Kata Bagus pada Yurika.

"Sekarang tolong nyonya tanda tangani surat pengalihan atas nama anda, sebagai serah terima harta yang telah tuan Raldi berikan untuk anda." Kata Bagus lagi.

Yurika pun menandatangani surat yang Bagus berikan padanya.

Setelah urusannya selesai Bagus pergi dari rumah mewah itu.

Yurika memerintahkan bibi Inah untuk membawa Ila kembali ke kamarnya beserta dengan koper yang berisikan pakaian Ila.

Yurika mengurungkan niatnya untuk tidak membawa pergi Ila, karena di dalam surat wasiat itu tertulis jika Suhaila sudah berusia 17 tahun maka pembagian hak atas rumah mewah itu bisa di selesaikan.

Kini usia Ila sudah setahun, ia tumbuh dalam asuhan bibi Inah yang sangat menyayanginya.

semua pelayan yang ada dirumah itu sangat menyayangi Ila yang sangat menggemaskan.

Yurika masih dengan kebencianya saat menatap Ila, seakan semua yang terjadi langsung terlihat jelas dalam pikirannya ketika ia menatap kedua mata anak yang di lahirkannya itu.

Suatu hari Yurika mendengar kabar buruk dari adik kandungnya yaitu Nayun, kalau perusahaan yang Irsal kelola sedang mengalami keterpurukan.

Hutang di mana-mana dan rumah yang sebagai jaminan akan di sita oleh pihak bank.

Yurika membantu adiknya dengan segala upaya yang dapat ia lakukan untuk meringankan kesusahan adiknya itu.

Nayun dan Irsal berniat pergi ke jepang untuk menjual beberapa aset mereka disana agar dapat menutupi hutang-hutangnya.

Nayun membawa Kia kerumah Yurika bersama dengan Irsal.

Mereka berniat untuk meminta bantuan Yurika untuk menjaga Kia selama mereka pergi ke jepang untuk urusannya.

Dengan senang hati Yurika membantu adiknya dengan menjaga Kia yang usianya sebaya dengan Ila.

Malam itu Nayun dan Irsal pun berangkat menaiki pesawat dan terbang ke jepang.

Yurika membawa Kia untuk tidur sekamar dengannya.

Dengan penuh kasih sayang, Yurika menjaga Kia bagaikan anaknya sendiri.

Pukul 5 pagi, saat Yurika sedang membuatkan susu untuk Kia, ia menyalakan televisi di kamarnya.

Saat itu televisi menyiarkan berita tentang jatuhnya pesawat komersial tujuan Indonesia-Jepang.

Jantung Yurika berdebar kencang saat mendengar berita itu, ia teringat akan Nayun dan Irsal yang sedang pergi menuju ke jepang.

Yurika membaca satu persatu nama-nama korban kecelakaan pesawat itu, dan ia pun berteriak histeris saat melihat nama Nayun dan Irsal menjadi korban kecelakaan tersebut.

Yurika memeluk Kia dengan erat dan menangis sejadi-jadinya. Nayun adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia ini setelah orang tuanya meninggal. Kini yang di pikirkan oleh Yurika adalah menjaga dan mengurus Kia seperti anaknya sendiri.

Dalam kesedihannya yang mendalam, Yurika hanya berfokus pada Kia yang sejatinya hanyalah keponakannya.

Yurika terlupa bahwa ia memiliki anak kandung yang seharusnya ia rawat yaitu Ila.

Ila hanya mendapatkan kasih sayang dari para pelayan yang bekerja dirumah mewah itu.

Tahun berganti tahun, kini usia Ila dan Kia sudah 10 tahun. bibi Inah menjadi tua dan tak kuat lagi untuk bekerja dengan Yurika di rumah itu.

Bibi Inah pensiun dan kembali ke kampung halamannya, sedangkan yang mengurus Ila saat ini adalah bibi Asih yang juga sangat menyayangi Ila.

Sepulang dari sekolahnya, Kia terlihat bahagia mengejar dan memeluk Yurika setelah ia keluar dari mobil mewah yang menjemputnya di sekolah.

Sedangkan Ila harus berjalan kaki untuk kembali kerumahnya sepulang dari sekolah.

Ila dan Kia di sekolah kan di tempat yang berbeda, Ila di sekolahkan di sekolah yang biasa, sedangkan Kia di sekolahkan di tempat para anak orang kaya mengecam pendidikan.

Sekolah Ila memang tak jauh dari rumahnya, namun panas terik yang menyengat membuat Ila merasakan lelahnya berjalan pulang dari sekolahnya.

Pulang sekolah, Ila meletakan tasnya dan segera mengganti pakaiannya, lalu ia menemui Yurika yang sedang menyuapi Kia di ruang makan.

"Ma, kata ibu guru besok ada pertemuan orang tua di sekolah. Ini surat undangannya." Kata Ila dengan tangan yang bergetar memberikan secarik kertas pada Yurika.

Yurika menatapnya tajam, ia sangat kesal atas kehadiran Ila yang mengganggu dirinya.

ia mendekatkan wajahnya menatap Ila.

"Jangan panggil aku mama! Aku bukan mamamu. Apa kau mengerti?" Bentak Yurika pada Ila.

"Iya." sahut Ila dengan tetesan air matanya menatap Yurika.

Yurika merampas kertas undangan itu dan merobeknya di hadapan Ila yang terus menangis.

lalu Yurika mengusir Ila untuk pergi dari hadapannya, dan kemudian Yurika menyambung menyuapi Kia makan di meja makan.

tampak di meja itu banyak makanan enak yang terhidang untuk Kia.

Ila hanya bisa menelan air ludahnya saat melirik makanan yang enak itu.

Ila pergi dengan wajah yang basah karena air matanya. tak lama bibi Asih memanggil Ila dengan sepiring nasi yang ada di tanganya.

"Nona Ila, sini! Ayo makan siang dulu. Bibi masak ayam goreng buat nona Ila." Kata Bibi Asih menahan sedihnya menatap Ila yang habis menangis.

Ila menghapus air matanya yang masih tersisa di wajahnya dan mengambil piring yang berisikan nasi putih dan ayam goreng itu.

Dengan lahap Ila makan apa yang di berikan oleh Bibi Asih padanya.

"Nona Ila jangan sedih ya! Masih ada Bibi Asih yang sayang sama nona Ila." Kata Bibi Asih pada Ila.

Ila pun mengangguk, namun wajahnya masih terlihat sedih disana.

"Setelah makan nona Ila bobok siang saja. Pasti nona Ila capek sepulang sekolah." Kata Bibi Asih lagi.

"Aku ada pekerjaan rumah! Setelah mengerjakannya aku akan bobok siang." Kata Ila.

Bibi Asih tersenyum melihat Ila yang begitu rajin belajar.

Ila pernah bercerita kalau ia bercita-cita ingin menjadi dokter anak bisa ia sudah dewasa.

Setelah selesai makan, Ila masuk kedalam kamarnya yang hanya berukuran 3x3 meter itu.

Tidak ada barang yang mewah disana, Ila hanya memiliki kipas angin kecil yang membuatnya terasa tidak kepanasan saat di dalam kamarnya.

Berbanding terbalik oleh Kia yang memiliki kamar cukup luas dan banyak barang-barang mewah di dalam kamarnya.

Ruangannya sejuk dengan AC yang terus menyala saat Kia berada di dalam kamarnya.

Boneka-boneka cantik tersusun rapi di atas tempat tidur dan juga lemari yang berwarna pink.

Kehidupan Ila dan Kia sangat berbanding terbalik di rumah mewah itu.

Di dalam kamarnya yang sejuk tampak Kia sedang di peluk oleh Yurika yang di panggilnya dengan sebutan mama.

Yurika mendekap Kia dengan penuh kasih sayang agar Kia tidur siang setelah selesai makan.

Saat itu mata Kia masih belum terpejam, ia menatap pada Yurika.

"Ma, Ila kan bukan anaknya mama, jadi kenapa dia harus tinggal dirumah ini bersama kita?" Tanya Kia pada Yurika.

Jantung Yurika berdebar kencang saat Kia menanyakan hal itu padanya.

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau tidak menyukai Ila?" Yurika balik bertanya pada Kia.

"Iya! Aku benci padanya. Dia itu anak yang sok baik! Semua orang yang ada dirumah ini sangat menyayanginya." Kata Kia yang memiliki sifat iri dan dengki pada Ila.

"Mama sangat menyayangimu, nak! Jadi kau tak perlu cemburu padanya, dia hanya di sayang oleh para pelayan saja." Kata Yurika.

"Tetap saja aku tidak suka padanya! Cepat usir dia dari sini, ma." Kata Kia.

"Tenang sayang, setelah dia berusia 17 tahun, dia akan pergi jauh-jauh dari kehidupan kita." Kata Yurika.

Kia menghitung dengan jari-jarinya yang lentik.

"Masih lama!" Kata Kia.

"Sudah biarkan saja dia, jangan di hiraukan. Sekarang kau tidur siang dulu, oke!" Kata Yurika pada Kia yang sangat ia sayangi.

Kia pun menutup matanya dalam dekapan hangat Yurika di kamar yang sejuk dengan AC yang menyala.

Setelah Kia tertidur pulas, Yurika keluar dari kamar Kia dan menuju ke kamarnya untuk mengambil tas. Saat itu ia berencana untuk pergi arisan dengan teman-teman sosialitanya.

Sebelum pergi ia menuju ke dapur untuk mencari pelayan dirumahnya, ia menitipkan pesan untuk pelayannya agar menyiapkan makan malam sebelum ia kembali dari luar.

Kamar Ila tak jauh dari dapur, Yurika pun melintas di depan kamar ila yang pintunya terbuka sedikit.

Ila sengaja membuka pintunya agar ia merasa tak kepanasan saat berada di dalam.

Yurika menoleh kepada Ila yang tekun mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ia menghentikan langkahnya dan menatap Ila dari belakang.

Tak lama kemudian, Yurika memalingkan wajahnya dengan sangat kesal.

Malam harinya Ila melihat Yurika sedang makan bersama dengan Kia di ruang makan. Ia ingin sekali makan bersama dengan mereka disana. Setiap harinya Ila hanya duduk di dapur dengan sepiring nasi yang ada ditangannya, sudah lama ia berkhayal menginginkan makan bersama dengan Yurika dan juga Kia.

Ila sangat ingin di perlakukan sama dengan Kia oleh Yurika.

Lamunan Ila buyar saat Bibi Asih menepuk pundaknya.

"Nona Ila,  sini ikut bibi! Makan malam untuk nona Ila sudah siap.." kata Bibi Asih menarik tangan Ila.

Ila hanya menurut pada Bibi Asih yang sudah lama mengurusnya.

Bibi Asih mengajak Ila ke dapur, dan disana senyuman Ila mengambang saat melihat kue berukuran sangat kecil dengan sebuah lilin yang menyala.

Hari itu adalah hari kelahiran Ila atau yang di sebut dengan hari ulang tahun.

"Kue ini untuk Ila?" Tanya Ila dengan senyuman riangnya.

"Iya! Bibi cuma bisa beli kue yang kecil untuk nona Ila." Kata Bibi Asih.

"Terima kasih ya Bibi Asih! Ila sayang banget sama Bibi Asih." Ucap Ila memeluk dan mencium Bibi Asih.

Sebelum meniup lilinnya, Ila berdoa dengan menadahkan kedua tanganya.

"Semoga suatu saat mama akan menyayangi Ila sepenuh hati. Amin." Ucap Ila dalam doanya.

Air mata Bibi Asih tak terbendung saat itu. Cepat-cepat ia menghapus air matanya agar tak terlihat oleh Ila yang sedang berbahagia.

Ila pun menyuapi Bibi Asih dengan sepotong kue yang berukuran kecil itu.

"Semoga nona Ila selalu bahagia." Ucap Bibi Asih.

Tidak ada kado istimewa yang Ila dapatkan di setiap hari ulang tahunnya sampai kini usianya yang sudah 10 tahun.

Tidak ada ucapan selamat yang keluar dari mulut Yurika di setiap tahun-tahunnya.

Di setiap ulang tahunnya, Ila hanya duduk di dalam kamarnya sambil menatap foto Raldi yang sedang menggendong dirinya saat masih bayi.

Bibi Inah sering menceritakan tentang Raldi pada Ila dan hanya foto itu sajalah yang membuat Ila mengenal sosok pria yang menyayanginya.

LAGU ULANG TAHUN

Satu bulan kemudian di pagi hari yang cerah, Ila sudah terlihat rapi dengan seragam sekolahnya.

Ila memakai sepatu dan keluar dari rumah. Dihalaman depan ia melihat Yurika sedang memeluk Kia yang akan berangkat kesekolah dengan mobil mewah dan seorang supir yang mengantarnya.

Ila mendekati Yurika yang tersenyum sambil melambaikan tanganya pada Kia yang sudah masuk kedalam mobil.

"Ma, Ila berangkat sekolah dulu ya." Ucap Ila ingin menyalami tangan halus wanita yang melahirkannya itu.

Yurika menoleh dan menepis tangan mungil Ila.

"Jangan panggil aku mama!" Uja Yurika kemudian berlalu meninggalkan Ila yang masih berdiri menatapnya dengan tatapan sedih.

Ila menundukkan wajahnya yang sedih kemudian berjalan menuju ke sekolahnya yang tak begitu jauh dari rumahnya.

Tiba disekolah, seorang temannya menghampiri dirinya.

Anak laki-laki itu bernama Sandi dan sangat suka bermain dengan Ila di sekolah.

"Ila, kenapa wajahmu terlihat sedih?" Tanya Sandi pada temannya itu.

"Aku sangat ingin di sayangi oleh mamaku, tapi mamaku tidak pernah menyayangi aku." Sahut Ila.

Sandi sedih mendengar temannya itu tak di cintai oleh mamanya.

"Ila, aku berjanji, jika aku sudah dewasa dan mapan, aku akan menikahimu lalu aku akan menyayangimu sepenuh hatiku." Kata Sandi pada Ila.

Ila hanya tersenyum mendengar Sandi yang berbicara padanya seperti orang dewasa.

Ila dan Sandi sama-sama anak yang berprestasi di sekolahnya.

Kebetulan rumah Sandi tak begitu jauh dari rumah Ila.

Terkadang mereka sering bermain bersama jika sedang hari libur sekolah.

Ila dan Sandi sering bermain di sebuah taman dekat rumahnya, dan Kia juga sering melihat mereka bermain bersama. Namun Kia yang memiliki sifat sombong dan angkuh tak pernah ingin bermain dengan orang lain selain dengan teman sekolahnya yang kebanyakan anak-anak konglomerat.

Pulang sekolah hari begitu terasa panas, Ila berjalan di emperan toko agar panas matahari tak mengenyat kulitnya yang putih itu.

Dengan keringat yang mengucur di dahinya, Ila terus berjalan pulang menuju rumahnya.

Disaat yang bersamaan, Yurika sedang berada di dalam mobil bersama Kia yang juga baru pulang dari sekolahnya.

Mobil yang di naiki oleh Yurika dan Kia, berhenti di salah satu toko kue yang menjual berbagai macam kue ulang tahun.

Dengan hati gembira Kia melihat kue ulang tahun yang Yurika pesankan untuknya.

Kue ulang tahun yang bertingkat itu sangat indah di lapisi krim manis berwarna-warni.

Saat sedang menunggu untuk mengambil struk pembayaran, Yurika menoleh kearah dinding toko yang terbuat dari kaca itu.

Ia melihat Ila yang sedang berjalan pulang dari sekolahnya.

Jantung Yurika berdetak kencang melihat anak yang di lahirkannya itu dengan gontai melangkah di panas terik yang menyengat.

Namun pandangan Yurika teralihkan karena pelayan toko memberikan struk pembayaran kue yang ia beli disana.

Saat keluar dari toko ia memperhatikan setiap ruas jalan, matanya mencari keberadaan Ila yang berjalan kaki.

"Mama lihat apa?" Tanya Kia.

"tidak ada! Ayo kita pulang." Sahut Yurika.

Kemudian Yurika dan Kia menaiki mobil mewah itu dan pulang kerumah.

Tak lama Yurika melihat Ila lagi yang berjalan di emperan toko dengan wajah penuh dengan keringat.

Saat bersamaan, Ila melihat mobil yang dinaiki oleh Yurika dan juga Kia.

Ila juga melihat Yurika yang sedang menatapnya.

"Mama!" Panggil Ila.

Suara kebisingan di jalan, membuat suara Ila tak terdengar di telinga Yurika dan juga Kia, namun Yurika tau kalau Ila sedang memanggilnya.

Ila mengejar mobil itu dan sang supir tau kalau anak berpakaian sekolah itu adalah Ila.

"Nyonya, itu nona Ila." kata Supir.

"Jalan saja!" Perintah Yurika pada Supirnya.

"Tega banget sama anak sendiri." Ucap Supir dalam hatinya.

Yurika mengepalkan tanganya dan tak mau memperdulikan Ila yang terus mengejar mobilnya.

Saat Ila mengejar mobil Yurika, sebuah mobil berhenti mendadak karena hampir menabrak dirinya.

Ila kaget dan jatuh terduduk di hadapan mobil yang sangat mewah berhenti di depannya.

Lalu keluarlah seorang pria muda yang masih menempuh pendidikannya sebagai mahasiswa di universitas.

"hei, anak kecil! Apa kau ingin mati?" Teriak Pria muda itu pada Ila.

Ila hanya diam dengan tubuh yang gemetar.

"Menyingkirlah! Jangan menghalangi jalanku." Kata pria muda itu lagi.

Ila segera bangun dan menyingkir dari mobil mewah itu.

Kemudian pria muda itu masuk kedalam mobilnya lagi dan pergi dengan melajukan mobilnya.

Dengan raut wajah yang kembali sedih, Ila melanjutkan langkahnya untuk pulang kerumah.

Ila tiba dirumah dengan melihat ruangan rumah penuh dengan hiasan yang indah. Tokoh-tokoh kartun terpajang di sana dengan banyak bunga-bunga yang menghiasi ruangan.

Ila melihat tulisan yang tertempel di dinding ruangan yang bertuliskan HAPPY BIRHTDAY ZASKIA.

Ila menundukkan wajahnya setelah membaca tulisan yang tertempel di dinding dengan hiasan indah di sana.

Ia tau kalau semua itu hanya untuk Kia seorang.

Ila mengganti pakaiannya dan menuju ke dapur untuk menemui bibi Asih. Ila ingin makan siang disana.

Bibi Asih sudah menyiapkan makan siang untuk Ila yang berupa nasih putih dengan sayur sup dan ikan goreng.

Ila duduk di lantai dapur dan makan dengan lahapnya.

Saat itu Yurika menuju ke dapur untuk melihat persediaan makanan untuk pesta ulang tahun Kia sudah tiba dari catering yang ia pesan.

"Apa makanan dari catering sudah datang?" Tanya Yurika pada Bibi Asih.

"Belum nyonya." Sahut Bibi Asih.

"Ya sudah! Nanti kalau sudah datang beri tahu saya." Kata Yurika.

"Baik, nyonya." Sahut Bibi Asih.

Saat Yurika akan pergi dari dapur itu, ia melihat Ila yang duduk di lantai dengan sebuah piring di tanganya.

Ia menatap Ila yang sangat lahap makan dengan menu yang seadanya di piring tersebut.

Ila membalas tatapannya dengan mata yang ketakutan.

Yurika kemudian pergi dengan perasaan yang campur aduk.

Yurika mempercepat langkahnya untuk masuk kedalam kamarnya dan duduk di tepi ranjang miliknya.

"Tatapan anak itu membuat hatiku sangat sakit." Ucap Yurika dalam isak tangisnya.

Yurika menatap foto mendiang suaminya yang telah lama meninggal akibat kecelakaan beberapa tahun silam.

Rasa cinta yang tak pernah pudar pada mendiang suaminya itu membuat Yurika tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyak pria yang ingin meminangnya, namun ia tolak dengan alasan ingin fokus merawat anaknya.

Pesta ulang tahun Kia di laksanakan pada sore hari hingga malam. Banyak teman-teman Kia dari kalangan orang kaya datang ke pesta dengan di dampingi orang tuanya.

Disana juga tampak berdatangan teman-teman sosialitanya Yurika yang hadir membawa anak-anak mereka ke pesta ulang tahun Kia yang di selenggarakan dengan mewah di rumah itu.

Ila menggunakan gaun pesta yang terlihat indah di tubuhnya, namun ia hanya duduk agar menjauh dari keramaian tamu yang hadir saat itu.

Kia tampak bahagia di hari ulang tahunnya dan bermain dengan teman-temannya.

Lagu ulang tahun terdengar jelas di telinga Ila yang mereka nyanyikan untuk Kia.

Yurika juga tampak sangat bahagia menyanyikan lagu ulang tahun untuk Kia.

Ila yang duduk agak menjauh, sedang bernyanyi lagu ulang tahun.

Selamat ulang tahun...

Selamat ulang tahun...

Selamat ulang tahun, Ila..

Semoga di sayang, mama....

Itulah lagu yang Ila nyanyikan untuk dirinya sendiri saat itu.

Saat sedang menikmati pesta ulang tahun itu, seorang teman sosialita Yurika melihat Ila yang duduk agak menjauh dari sana.

"Yurika, apa itu anak dari adikmu yang telah meninggal dalam kecelakaan pesawat?" Tanya teman Yurika.

"Iya." Jawab Yurika singkat.

"Dia sangat cantik! Mirip sekali denganmu." Kata temannya lagi.

Yurika hanya tersenyum pahit saat teman-temannya menatap Ila.

Selama ini semua orang mengetahui kalau Kia adalah anak kandung dari Yurika dan Raldi, sementara Ila adalah anak dari adik kandung Yurika yang telah meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Posisi antara Ila dan Kia menjadi terbalik, dan Yurika hanya diam saja saat semua orang salah berpikiran tentang Ila dan Kia.

Pesta telah usai, Kia mendapatkan banyak hadiah dari pesta ulang tahunya yang di adakan setiap tahunnya.

Ila melihat semua hadiah yang tersusun rapi dan hampir memenuhi ruangan.

"Sedang apa kau disini?" Tanya Kia sinis kepada Ila.

Ila menatap Kia dengan mata yang sendu.

"Apa kau ingin mencuri hadiah ulang tahunku?" Teriak Kia pada Ila.

"tidak, Kia! Aku hanya ingin melihatnya saja." Sahut Ila.

"pergi! Jangan dekati hadiah-hadiahku." Teriak Kia mendorong Ila hingga terjatuh ke lantai.

Yurika mendengar suara kegaduhan di bawah.

Ia turun dan melihat Kia mendorong Ila hingga terjatuh.

"Ada apa Kia? Kenapa kau mendorongnya?" Tanya Yurika.

"Dia mau mencuri hadiah ulang tahunku, ma." Kata Kia.

"tidak, ma!" Ila langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena keceplosan memanggil Yurika dengan sebutan mama.

"Nyonya, aku tidak berniat untuk mengambil hadiah ulang tahun Kia, aku hanya ingin melihatnya saja." Sambung Ila meneruskan perkataannya.

Hati Yurika semakin terluka saat anak yang ia lahirkan memanggilnya nyonya.

"Kau bohong! Sudah jelas kau disini untuk mencuri hadiahku." Teriak Kia mendorong Ila lagi.

Yurika kaget saat Ila jatuh terlentang di lantai.

"Kia! " Teriak Yurika marah pada anak yang ia rawat dengan penuh kasih sayang selama ini.

"Mama." Ucap Kia terkejut karena Yurika memarahinya untuk pertama kalinya.

Kia berlari masuk kedalam kamarnya, ia ngambek dan membanting pintu kamarnya dengan keras.

Ila bangkit dari lantai dan pergi ketakutan saat Yurika menatapnya penuh amarah.

Bingung dengan apa yang terjadi, Yurika hanya mengejar Kia yang ngambek padanya karena di marahi.

Ila masuk kedalam kamarnya dan duduk di atas ranjangnya. Ila memegang bantal guling dan meletakkannya di atas pangkuannya.

Tak lama Bibi Asih masuk dengan segelas susu di tanganya.

"Kenapa cemberut?" Tanya Bibi Asih pada Ila.

"Kia menuduhku akan mencuri hadiahnya, padahal aku hanya ingin melihatnya saja." Sahut Ila.

"Sudah biarkan saja! Nona Kia memang begitu." Kata Bibi Asih.

"Untung saja nyonya tidak memarahiku tadi." Kata Ila.

"Nyonya? Nyonya siapa?" Tanya Bibi Asih bingung.

"Nyonya yang punya rumah ini! Nyonya Yurika." Jawab Ila.

"Bukan nyonya, tapi mama! Itu mamanya nona Ila." Kata Bibi Asih.

Ila menundukkan wajahnya yang sedih.

"Tapi dia tidak mau aku memanggilnya mama. Dia selalu marah saat aku memanggilnya mama." Kata Ila dengan mata yang berkaca-kaca.

"Nona Ila yang sabar ya! Jangan sedih. Bibi yakin suatu saat nanti nona Ila pasti di sayang sama mama." Kata Bibi Asih.

Ila mengangguk namun masih dengan wajah yang sedih.

Bibi Asih menyodorkan segelas susu hangat untuk Ila sebelum tidur.

Ila meminum susu itu sekali tegukan, lalu ia berbaring dan bibi Asih duduk di tepi ranjang untuk menina bobokan Ila tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!