Ruang keluarga rumahku terlihat begitu ramai. Banyak orang berbondong-bondong datang dengan membawa sebuah hantaran di tangan mereka. Semua orang berpakaian rapi begitu pula Ayah dan Ibuku.
Perasaan gembira terpampang jelas di wajah mereka semua.
Tiba-tiba seorang pria tampan memakai jas hitam berperawakan tegap, tinggi, dan bertubuh atletis masuk. Semua orang menyambut kedatangan pria itu layaknya menyambut seorang artis. Namun pria itu, hanya melangkah masuk dengan wajah datar bak papan tripleks.
"Wah-wah ini calon suami Feby sudah datang! Ayo silahkan dimulai akadnya..."
Ucap Ibuku seraya tersenyum lebar.
Kedua mataku membelalakkan sempurna mendengar itu.
"Apa?! Calon s-suamiku?! Ibu ayah tolong katakan sebenarnya ini ada apa? Kenapa mereka semua berkumpul di rumah kita? Dan apa maksud omongan ibu? Siapa yang akan menikah?"
Aku langsung memberondong Ibuku dengan banyak pertanyaan.
Tiba-tiba Ibu menarik tubuhku agar mendekat dan duduk di samping pria berjas hitam itu. Namun aku berusaha untuk memberontak.
"Hari ini kamu akan menikah dengan dia Feb. Cepat kemari! Kita mulai akad nikahnya sekarang juga!" Ucap Ibu semakin membuat wajahku pucat.
"Tidak! Aku tidak mau! Aku ini masih sekolah SMA Bu! Aku masih ingin meraih cita-citaku! Bagaimana bisa ibu menghancurkan masa depanku begitu saja!" Tolaku dengan histeris.
"Justru ini yang terbaik untuk kamu Feb! Kamu harus menikah dengan dia sekarang juga!" Ibu membentakku.
"Tidak! Aku tidak mau!"
Ucapku kemudian langsung melangkah pergi meninggalkan rumah. Namun baru satu langkah, pria yang akan dinikahkan denganku itu tiba-tiba saja meraih tanganku kemudian ia langsung mendudukan tubuhku di sampingnya dengan paksa.
Aku berusaha mati-matian untuk bisa lepas dari cengkraman pria itu. Namun semakin aku berusaha, ia justru semakin mencengkram tanganku dengan kuat.
"Silahkan dimulai ijab kabulnya pak penghulu!" Ujar Ayahku dengan begitu tega.
"Tidak....! Jangan....! Tolong lepaskan aku! Aku tidak ingin menikah muda! Lepaskan aku ayah ibu....!"
Aku berteriak, menangis, dan memohon agar pernikahan itu tidak terjadi. Namun semua orang yang ada di ruangan justru bersikap acuh.
Tidak ada satupun dari mereka yang perduli denganku. Bahkan kedua orang tuaku, mereka sama sekali tidak merasa iba sedikitpun kepadaku.
"Lepaskan aku! Aku tidak ingin menikah! Lepaskan!" Aku berusaha tetap berteriak melawan dengan sisa tenaga yang kupunya.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
"TIDAK! TOLONG LEPASKAN AKU!"
"Feb bangun! Feby Ayodyha Larasati bangun!" Feby terbangun dari tidurnya dengan keringat mengucur deras dari dahinya. Gadis itu mengehelakan napasnya dengan lega. Apa yang ia lihat barusan ternyata hanyalah sebuah mimpi.
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu berteriak-teriak seperti itu Feb?" Tanya Saras-Ibu Feby.
"Aku bermimpi buruk Bu.. mimpi yang sangat-sangat buruk.. " Jawab Feby.
"Sebelum tidur kamu pasti lupa baca doa ya? Makannya kamu mimpi buruk! Atau mungkin gara-gara kemarin kamu nonton film horor di bioskop?" Celetuk Saras.
"Enggak Bu. Bukan itu. Mimpinya lebih serem dari film horor!" Saut Feby lalu hendak membaringkan tubuhnya lagi di atas kasur.
Pletak!
Ibu tiba-tiba saja menyentil jidat Feby sebelum gadis itu benar-benar kembali membaringkan tubuhnya. Hal itu membuat Feby langsung mengurungkan niatnya.
"Jangan tidur lagi Feb! Nanti kamu malah mimpi buruk lagi! Lebih baik kamu cepat mandi dan siap-siap. Ayah mau ke rumah Om Tama buat jenguk istri Om Tama yang lagi sakit. Kamu mau ikut atau enggak?"
"Loh, bukannya hari ini aku sekolah Bu?"
Pletak!
Ibu kembali menyentil jidat Feby kedua kalinya, hal itu membuat Feby langsung merengut seraya mengelus jidatnya yang sedikit berdenyut.
"Ibuuuuuu... Sakit tauuuuuu!" Sungut gadis itu membuat Saras hanya terkekeh kecil.
"Lagian, kamu ini masih muda kok udah pelupa! Inikan hari Minggu Feb. Emang ada sekolah yang berangkat di hari Minggu?"
"Oh iya ya! Ini hari Minggu... Aku kira ini hari Senin Bu hehe..."
"Ya sudah cepat bangun dan mandi setelah itu sarapan. Kamu mau ikut Ayah atau nggak ke rumah Om Tama?" Tanya Ibu sekali lagi.
"Om Tama sahabatnya Ayah yang baik banget itu ya Bu?" Feby berbalik tanya.
"Iya... Sahabatnya Ayah yang namanya Tama kan cuma satu. Kamu mau ikut atau nggak?" Tawar Saras sekali. Feby langsung mengangguk dengan semangat mendengar itu. Lebih baik ia pergi bersama ayahnya untuk melupakan mimpi buruk itu.
Toh lagi pula, ia tidak ada kegiatan apapun hari ini. Tanpa membuang waktu lama Feby langsung bangkit berdiri dan bergegas mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Feby Ayodyha Larasati atau yang sering dipanggil Feby adalah gadis berparas cantik yang saat ini duduk di bangku SMA kelas 3. Ia adalah anak tunggal di keluarga yang bisa dibilang sederhana. Usianya sekarang memang sudah menginjak 19 tahun. Akan tetapi, perilakunya masih seperti anak kecil.
Ia adalah gadis yang berprestasi di sekolah. Tak hanya prestasi akademik, ia juga aktif mengikuti organisasi paskibra. Hal inilah yang membuatnya terkenal di sekolah mulai dari guru, adik kelas, bahkan kakak kelas. Tak sedikit laki-laki yang berusaha merebut hati gadis itu karena parasnya yang sangat cantik.
Salah satunya adalah kapten basket sekolah yang bernama Evandra Bagaskara. Ia sudah jatuh hati pada gadis itu sejak pertama kali ia masuk SMA. Tiga tahun sudah Evandra beaha meluluhkan hati Feby
Namun sayangnya untuk urusan asmara, gadis itu tidak sedikitpun tertarik. Ambisi di hatinya untuk sukses dan meraih pendidikan setinggi-tingginya adalah hal yang membuatnya
menjauh dari dunia percintaan.
Bagi Feby, hanya ada satu pria yang terbaik di dunia ini yaitu, Satya Raharja-Ayahnya. Jika pun suatu hari nanti ia menikah, ia hanya akan menikah dengan pria yang memiliki sifat dan karakter seperti Ayahnya.
"Hari Minggu kamu nggak ada acara buat pergi jalan-jalan Feb?" Ayah Feby memulai pembicaraan.
"Jalan-jalan? Ini aku lagi jalan-jalan sama Ayah hehe..." Saut Feby seraya terkekeh di balik helm.
"Bukan. maksudnya, jalan-jalan sama cowok kamu. Zaman sekarang anak-anak remaja kan gitu, kalo hari Minggu jalan-jalan sama pacarnya" Goda Ayah Feby.
"Ngapain? Buang-buang waktu Yah. Lagian aku juga nggak punya pacar" Jawab Feby seadanya.
"Kalo misalnya sekarang kamu ikut Ayah, terus pulangnya dapet pacar gimana?"
Feby menghelakan napasnya mendengar Ayahnya mengatakan itu. Ini adalah topik pembicaraan yang selalu diulang-ulang oleh Ayahnya setiap hari. Sungguh Feby merasa begitu bosan kesal setiap kali Ayahnya meminta ia untuk mencari pacar.
"Ishhhh... Ayah... Apaan sih!"
"Ayah serius Feb" Ucap Satya.
"Nggak, aku nggak mau" Tolak Feby.
"Jangan gitu dong... Kalo gantengnya kaya Cha Eun Wo, atau kaya Syakhrukhan gimana? Nanti kamu nyesel nolaknya" Satya semakin menggoda putrinya itu.
Feby hanya diam mendengarkan tawa Ayahnya yang terdengar begitu renyah. Satu hal yang membuatnya heran, sejak kapan Ayahnya mengenal Cha Eun Wo? Apakah Ayahnya itu diam-diam mengikuti Instagram Cha Eun Wo?
Feby menepuk pelan pundak Ayahnya karena tak terasa mereka sudah sampai di rumah Om Tama.
"Stop-stop! Bukannya ini rumahnya Om Tama? Ayah dari tadi ngobrol terus sih makannya lupa, kan?"
Ucap Feby membuat Ayahnya itu pun mengerem motor secara mendadak.
"Oh iya bener Feb ini rumahnya Om Tama. Kamu udah lama banget nggak ke sini tapi masih aja inget ya?"
Satya langsung masuk dan memarkirkan motornya di halaman rumah milik sahabatnya itu. Feby turun dari motor Ayahnya seraya melepas helm.
Ini mungkin sudah kesekian kalinya ia datang ke rumah Om Tama. Akan tetapi, ia selalu saja berdecak kagum melihat rumah sahabat Ayahnya itu yang sangat besar dan mewah bak istana. Meskipun terakhir kali Ayahnya mengajaknya ke sini saat ia berusia delapan tahun, namun ia selalu bisa mengenali rumah Om Tama karena rumah mewah ini terlihat begitu mencolok bak sebuah istana.
Di halaman yang begitu luas terparkir 3 mobil mewah Lamborghini berwarna hitam serta sebuah motor ninja. Mereka pun langsung masuk ke dalam rumah itu.
Tiba-tiba saja Seorang pembantu keluar menyambut kedatangan mereka seraya bertanya dengan sopan.
"Maaf pak, apakah bapak temannya tuan Tama?" Tanya pembantu wanita itu yang seperti seumuran dengan ayah Feby.
"Ya, saya Satya Raharja temannya Tama. Dimana dia? Apakah dia ada di rumah?" Saut Ayah Feby.
"Ada pak di dalam. Kebetulan dari tadi tuan Tama sudah menunggu Bapak. Silahkan masuk Pak..."
Mendengar itu, Satya pun langsung masuk ke dalam. Feby hanya diam seraya berjalan mengekor di belakang Ayahnya.
Begitu mereka masuk, Feby dan Ayahnya langsung disambut oleh pria setengah baya yang seumuran dengan Ayahnya. Tak lain itu adalah Om Tama, sahabat Ayahnya.
Om Tama dan Ayahnya langsung berpelukan satu sama lain. Feby tersenyum kecil melihat keakraban mereka yang tidak pernah memudar.
"Sudah lama sekali ya! Satya Raharja bagaimana kabarmu?" Sambut Tama terdengar begitu hangat.
"Alhamdulillah saya baik saja Tam. Oh ya, perkenalkan ini Feby anakku yang dulu sering kuajak main ke sini"
Feby tersenyum canggung saat ayahnya memperkenalkannya pada Om Tama. Sejujurnya ia merasa sedikit malu karena sudah lama sekali ia tidak datang ke sini. Namun Feby berusaha bersikap normal, ia mengulurkan tangannya lalu menyalami tangan Om Tama.
Tama langsung membalas dengan sebuah senyuman hangat. Senyuman di wajah Pria itu masih sama saja sejak dulu. Terlihat teduh dan berkarisma.
"Ini Feby yang waktu kecil sering kamu ajak ke sini kan? Yang kalo ke sini suka berantem sama Arka kan?" Tanya Tama.
"Iya bener. Dia dulu kalau ke sini suka gangguin Arka sampai Arka marah" Jawab Satya.
"Sekarang sudah besar ya! Cantik lagi! Kamu ini nggak pernah gagal ya Satya dalam hal apapun" goda Tama Satya terkekeh mendengar itu.
Feby hanya mengerutkan keningnya mendengar obrolan mereka yang sama sekali tidak ia mengerti.
Arka? Siapa Arka? Batin Feby.
"Oh ya, bagaimana keadaan istri kamu Tam?" Tanya Satya.
"Ya begitulah... dia masih harus rutin cuci darah setiap minggunya" Jawab Tama.
Om Tama mengajak Ayah Feby untuk bertemu dengan istrinya hal itu membuat Feby ikut melangkah mengekor di belakang Ayahnya dan ikut menemui istri Om Tama.
Begitu masuk ke dalam sebuah kamar bernuansa putih bersih, netra Feby langsung tertuju pada seorang wanita seumuran ibunya yang tengah berbaring lemas di atas ranjang.
Sebuah senyuman langsung terbit di wajah pucat wanita itu begitu ia dan Ayahnya masuk.
"Satya? Sudah lama sekali ya kamu baru ke sini" Wanita itu berucap dengan nada lemas.
Ayah Feby tersenyum mendengar itu.
"Ya sebenarnya saya ingin sekali mengunjungi Tama dan kamu Karin. Tapi saya tau, Tama ini orangnya sibuk sekali. Apalagi urusan bisnis itu nomor satu bagi dia jadi saya takut mengganggu"
"Sekarang tidak lagi Sat. Urusan bisnis sekarang sudah ku alihkan tanggung jawabnya kepada Arka. Kau tau sendiri kan, dia anak yang selalu bisa diandalkan" Jawab Tama seraya terkekeh.
"Iya benar, dia pria yang cerdas dan bertanggung jawab. Persis seperti kamu Tam" Saut Ayah Feby membuat Tama dan istrinya tertawa kecil.
Arka lagi! Arka lagi! Siapa sih dia? Kenapa Ayah dan Om Tama selalu membicarakan dia? Tunggu-tunggu, kenapa rasanya aku kesal ya kalau mendengar nama dia? Batin Feby.
"Bagaimana keadaanmu Karin?" Tanya Ayah Feby.
"Aku baik-baik saja. Hanya saja, aku sedang menunggu waktu dimana aku bisa melihat Arka menikah. Aku hanya berdoa agar aku bisa bertahan sedikit lagi sampai Arka menikah baru aku akan pergi dengan damai"
Suasana yang tadinya penuh tawa, kini tiba-tiba langsung berubah saat istri Tama mengatakan hal itu.
Feby menatap istri Om Tama dengan tatapan iba. Namun detik berikutnya, Ayahnya langsung menarik tangan Feby agar gadis itu maju.
"Ini anakku Feby. Kamu masih ingat kan? dulu waktu kecil dia sering datang ke sini" Ucap Satya memperkenalkan Feby pada Karin.
Karin mengembangkan senyum hangat pada Feby. Hal itu membuat Feby ikut tersenyum meskipun sejujurnya ia merasa sedikit canggung.
"Ya aku masih ingat. Arka dulu selalu memanggil Feby dengan sebutan gendut. Sekarang dia sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik ya..."
Mereka semua langsung tertawa mendengar itu. Berbeda dengan Feby yang hanya diam dan berusaha untuk mengingat siapa sebenarnya Arka ini? Apa hubungannya dengan Feby?
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Waktu terus berjalan, namun Ayahnya masih asyik bercerita banyak hal dengan Om Tama. Hingga tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Suara adzan ashar sudah berkumandang.
"Yah, aku mau izin sholat ashar ya?" Tanya Feby meminta izin kepada Ayahnya dengan setengah berbisik.
"Ya tentu saja boleh Feb... Nanti kamu tinggal naik ke lantai 2, terus belok kanan nah ruangan nomor 3 itu tempat sholat" Bukan Ayahnya yang menjawab, namun justru Om Tama lah yang menjawab pertanyaannya.
"Kamu berani sendirian kan? Atau mau Ayah antar?" Tanya Ayah Feby padanya.
"Ya pasti berani lah Sat. Dia kan sudah besar lagi pula, nanti juga Feby akan tinggal di sini kan? Anggap saja ini rumahmu sendiri ya Feb..." celetuk Om Tama.
Entah mengapa Feby merasa sedikit ambigu dengan ucapan Om Tama barusan. Aku bakalan tinggal di sini? Maksudnya apa? Batin Feby.
Feby pun membuang jauh-jauh perasaan ambigu di hatinya itu. Ia langsung melenggangkan kakinya naik ke atas lantai 2 seperti yang dikatakan Om Tama barusan.
Ia masuk ke dalam ruangan nomor 3 seperti yang dikatakan oleh Om Tama. Awalnya ia sedikit ragu, akan tetapi ia akhirnya memilih untuk masuk karena ini sudah waktunya sholat.
Begitu masuk, pandangannya langsung disambut dengan sebuah ruangan yang rapih dan cenderung bernuansa hitam putih. Sebuah rak berjejeran piala membuat langkahnya terhenti.
"Kenapa ruangan sholat kok mirip kaya kamar tidur ya?" Gumam Feby seraya terus melihat ke setiap sudut ruangan tersebut untuk mencari di mana tempat untuk wudhu. Begitu ia menemukan kamar mandi, tanpa pikir panjang ia langsung masuk.
Namun baru beberapa langkah, Feby dikejutkan oleh pemandangan yang membuatnya langsung berteriak begitu keras.
"AAAAAAAAAAAA!!!!!!"
Hap!
Gadis itu langsung bungkam begitu mulutnya dibekap oleh tangan seorang pria. Jantung Feby hampir melompat dari tempatnya karena saat ini, ia melihat seorang pria berdiri tepat di hadapannya tanpa memakai busana.
Tubuh kekar dan atletis pria itu terekspos begitu saja di depannya. Wajah tampan, hidung mancung, sepasang alis tebal membingkai mata tajam milik pria itu.
Jantung Feby berdegup kencang saat matanya bertemu dengan mata tajam milik pria itu.
"Siapa kau?! Apa yang kau lakukan di sini?!" Tanya pria itu membuat bulu kuduk Feby merinding karena suara bass dari pria itu yang mengalun merdu di telinganya.
"A-a-k-aku..." Feby terbata-bata.
"Katakan! Apa yang kau lakukan di kamar ini!" Pria itu menaikkan suaranya.
"A-a-k-aku... Aku... Ingin sholat ashar..." Jawab Feby tanpa berani menatap wajah pria tampan di hadapannya ini.
"Apa kau bercanda?!"
"Aku tidak bercanda tuan! Aku masuk ke sini karena ingin sholat ashar. Tadi Om Tama bilang kalau ruangan ketiga ini adalah tempat sholat jadi aku masuk" jelas Feby.
"Gadis konyol! Cepat keluar dari kamar ini sekarang!" Bentak pria itu lalu menarik tangan Feby agar keluar dari kamarnya.
Karena lantai kamar mandi yang begitu licin, Feby tiba-tiba saja kehilangan keseimbangannya dan detik berikutnya...
BRUK!
Gadis itu langsung meraih sesuatu agar ia tidak jatuh namun nyatanya, ia tetap jatuh ke lantai tangan Feby meraba-raba sesuatu yang terasa keras dan basah. Begitu ia membuka mata, ternyata ia jatuh tepat di atas tubuh pria itu yang hanya memakai handuk saja untuk menutupi bagian bawah.
Begitu ia hendak bangun, ia langsung mendengar suara teriakan Om Tama dan Ayahnya yang terdengar begitu keras bak suara petir.
"ASTAGHFIRULLAH! ARKA! FEBY! APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN?
______________________________________________
Setelah melihat kejadian yang tak diinginkan, Feby, Arka, Satya dan Tama langsung berkumpul di ruang keluarga. Ayahnya dan Om Tama menatap Feby dan Arka dengan tatapan mengintimidasi.
Seolah-olah ia telah melakukan hal yang tidak-tidak dengan pria yang ia kenal saja tidak. Feby hanya mampu menundukkan kepalanya tanpa berani menatap wajah Ayahnya dan Om Tama sedikitpun. Karena saat ini, wajah mereka berdua terlihat begitu menakutkan.
"Feby katakan pada Ayah yang sejujurnya! apa yang terjadi barusan!" Tanya Satya dengan nada berbeda.
Feby menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa takut. Ia tau bahwa ia tidak bersalah. Tidak terjadi apa-apa diantara ia dan pria yang duduk disampingnya ini. Namun entah mengapa, ia tetap saja merasa takut dan khawatir.
"T-ti-tidak terjadi apa-apa Yah..." Jawab Feby dengan terbata-bata.
"Lalu bagaimana bisa kalian berpelukkan di kamar mandi?"
"Itu tidak seperti yang Ayah dan Om Tama lihat. Aku bisa jelasin semuanya Yah... Tolong Ayah jangan berpikir yang tidak-tidak. Apa yang dilihat Ayah sama Om Tama tadi, tidak benar..." Ucap Feby.
Dengan wajah pucat, ia berusaha mati-matian untuk meyakinkan Ayahnya dan Om Tama.
Berbeda dengan pria di sampingnya yang sedari tadi hanya diam dengan wajah datar tanpa eskpresi. Sungguh rasanya ia ingin sekali mencakar wajah tampan tersebut!
"Arka! Kamu tau, siapa gadis ini kan?" Tanya Om Tama menunjuk Feby pada Arka.
"Tidak" Jawab Arka tanpa sedikitpun menatap Feby.
"Dia adalah Feby, anaknya Om Satya sahabat Papah!" Jawab Tama dengan nada tinggi.
Mendengar itu entah mengapa Feby merasakan ada sedikit perubahan ekspresi di wajah Arka yang tadinya datar.
"Feby Ayah tanya sekali lagi! Apa yang kamu lakukan dengan Arka barusan?!" Satya kembali mengulang pertanyaannya pada Feby.
"Kami tidak melakukan apa-apa Yah. Tadi aku hanya ingin mengambil air wudhu untuk sholat ashar, tiba-tiba aku bertemu dengan dia di kamar mandi, lalu aku hampir terjatuh karena terpeleset, dan dia menolongku.
Hanya itu saja Yah... Tolong percaya sama aku... Tidak terjadi apa-apa diantara aku dan dia. Ayah sama Om Tama percaya kan sama aku?" Jelas Feby panjang lebar.
"Apakah benar yang dikatakan oleh Feby Arka?" Tanya Ayah Feby pada Arka.
"Tidak" Jawab Arka. Feby sontak langsung mendelik mendengar jawaban yang keluar dari mulut pria itu.
"Katakan Arka! Apa yang terjadi diantara kalian! Jawab pertanyaan Papah dengan jujur Arka!" Bentak Tama hingga suaranya sampai bergema dimana-mana.
Tolong Ya Allah jangan mempersulit hidup hamba... Hamba mohon Ya Allah... Batin Feby.
"Ya, kami telah melakukannya, Pah" Jawab Arka dengan begitu tenang tanpa beban sedikit pun.
DWARRR!
Tubuh Feby terasa tersambar petir di siang bolong mendengar jawaban yang keluar dari mulut Arka. Ayahnya dan Om Tama pun tak kalah terkejut mendengar itu.
"Tidak Yah! Tidak Om Tama! Dia bohong! Tidak terjadi apa-apa diantara kami berdua!" Elak Feby dengan bibir bergetar dan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Tapi Arka baru saja mengakuinya Feb kalau telah terjadi sesuatu diantara kalian berdua. Sejujurnya Ayah kecewa sama kamu Feb. Kenapa kamu melakukan itu? Kenapa kamu mempermalukan Ayah dan Om Tama?"
Feby benar-benar tidak habis pikir dengan pria di sampingnya ini.
Ia rasanya benar-benar marah! Ia ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwa pria ini berbohong! Namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Ayahnya dan Om Tama justru lebih mempercayai ucapan Arka ketimbang dirinya.
"Tidak Yah... Tidak terjadi apa-apa! Ayah harus percaya sama aku. Aku nggak mungkin ngelakuin hal yang seperti itu!"
"Kami telah melakukannya. Dan saya akan bertanggung jawab atas perbuatan yang saya lakukan. Hari ini juga, saya akan menikahi Feby" Ucap Arka dengan begitu tegas tanpa ada sedikitpun keraguan.
"Tidak! Apa yang kamu katakan?! Aku tidak ingin menikah karena tidak terjadi apa-apa diantara kita!" Tolak Feby dengan wajah yang memerah menahan amarah.
"Kita panggil penghulu sekarang juga. Siapkan pernikahan untuk Feby dan Arka hari ini" Titah Tama.
"Ya kamu benar Tam. Kita harus menikahkan Feby dan Arka hari ini juga. Saya akan meminta Saras untuk datang ke sini" Saut Satya Ayah Feby.
Tubuh Feby bergetar hebat. Air mata gadis itu tak lagi bisa dibendung. Feby menangis seraya terus berusaha untuk meyakinkan Ayahnya dan Om Tama bahwa yang dikatakan Arka bohong. Akan tetapi, sekeras apapun ia berusaha, mereka tidak sedikitpun percaya.
Apa yang telah putuskan oleh Ayahnya dan Om Tama, tidak bisa ia ganggu gugat. Mereka berdua langsung mempersiapkan pernikahannya dan Arka.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Feby tertunduk lemas di hadapan cermin menatap dirinya yang saat ini tengah dirias. Semua energi di dalam tubuhnya seakan terkuras habis tanpa sisa sedikitpun. Ia hanya mampu menangisi takdir yang telah terjadi.
Masa depannya benar-benar akan hancur berantakan hanya karena sebuah kesalahpahaman. Mimpi buruknya kini menjadi kenyataan. Entah dosa apa yang telah ia perbuat hingga ia harus menghadapi masalah sebesar ini sekarang.
Setelah hampir satu jam berlalu, Feby akhirnya selesai dirias. Ia sekarang terlihat begitu cantik dan mempesona memakai baju pengantin. Tiba-tiba saja, pintu ruangan terbuka. Ternyata itu adalah Ibu Feby dan Tante Karin. Mereka berdua masuk menghampiri Feby. Saras berjalan perlahan menuntun Karin.
Feby masih belum menyadari kedatangan Ibunya dan Tante Karin karena menundukkan kepalanya dan terus menangis. Ia baru menyadari saat sebuah tangan terasa membelai halus kepalanya. Hal itu membuat Feby langsung mendongak. Begitu ia mendongak, ia melihat Ibunya dan Tante Karin sudah berdiri di sampingnya.
"Feb..." Ujar Ibunya dengan lembut. Feby langsung memeluk Ibunya dan menangis tersedu-sedu.
"Udah sayang... jangan nangis nanti make up kamu luntur gimana?" Goda Ibu Feby namun justru tangisan gadis itu semakin menjadi-jadi.
"Tidak terjadi apa-apa antara aku dan tuan Arka Bu..." Lirih Feby.
"Iya Ibu percaya sama kamu" Jawab Saras.
"Ibu percaya kan sama aku? Ya sudah tolong bujuk Ayah untuk batalin pernikahan ini Bu..." Rengek Feby.
"Nggak bisa Feb. Kamu tau sendiri kan, gimana watak Ayah kamu? Sekali dia udah ambil keputusan, dia nggak bakalan mau ngerubahnya"
"Tapi Bu... Gimana masa depanku? Gimana cita-citaku? Gimana sekolahku? Guru-guru bakalan ngeluarin aku dari sekolah kalau tau aku sudah menikah"
"Untuk sementara, kita rahasiakan dulu pernikahan kamu dan Arka Feb" Tutur Tante Karin.
"Tante tau ini berat buat kamu. Tapi Tante yakin kalau ini sudah takdir dari Allah. Mungkin ini juga yang terbaik untuk kamu dan Arka. Kamu nggak perlu khawatir untuk biaya sekolah kamu. Apapun yang kamu butuhkan, kami akan siap nanggung semuanya"
Sambung Karin membuat Feby hanya mampu menghelakan napasnya. Seperti sudah tidak ada lagi jalan untuk keluar dari masalah ini.
"Saya terima nikah dan kawinnya Feby Ayodyha Larasati binti bapak Satya Raharja dengan mas kawin 24 karat berlian dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Suara Tegas Arka saat mengucapkan ijab qobul terdengar dari ruangan Feby. Pria itu mengucapkan ijab qobul dengan begitu jelas, lantang, dan tegas tanpa ada kesalahan sedikitpun.
"Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya penghulu.
"Sah..."
"Sah..."
Air mata gadis itu kembali tumpah membasahi pipi cabinya. Ini bukan air mata bahagia, namun ini adalah air mata kesedihan.
Mimpi buruk yang ia alami kemarin, benar-benar menjadi kenyataan. Rasanya ia ingin sekali memberontak, ia ingin sekali kabur. Akan tetapi, ia tidak memiliki keberanian sebesar itu untuk melawan Ayahnya.
"Ayo Feb kita keluar" Ucap Ibu Feby seraya menuntun Feby keluar.
Dengan langkah berat hati, ia pun akhirnya keluar menemui Arka yang telah selesai mengucapkan ijab kabul.
Feby duduk di samping Arka dengan wajah yang terus tertunduk untuk menyembunyikan air mata yang terus menetes. Tatapan tajam dari Arka membuat bulu kuduk terasa merinding.
"Silahkan, mempelai pria bisa mencium kening istrinya..." Kata penghulu.
Dalam hati ia berdoa agar pria di sampingnya ini menolak hal tersebut. Akan tetapi tanpa mengatakan apapun tiba-tiba, Arka langsung mendekatkan wajahnya pada pada wajah Feby dan...
Cup...
Arka mendaratkan bibirnya di atas kening Feby. Jantung Feby terasa melompat-lompat. Gadis itu menggigit bibir bawahnya untuk menghalau perasaan tak karuan di hatinya.
Hembusan napas Arka seakan membelai lembut wajah Feby. Membuat wajah gadis itu seketika merona dibuatnya.
"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati" Bisik Arka tepat di balik telinga Feby.
Ya Allah tolong bangunkan hamba dari mimpi buruk ini! Batin Feby.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Arka William Megantara adalah seorang anak tunggal dari pasangan Tama Megantara dan Karina Megantara. Selain memiliki paras tampan yang mampu membuat setiap kaum hawa bertekuk lutut, ia juga memiliki karisma yang luar biasa.
Pria berusia 26 tahun ini telah mengemban tugas yang amat berat. Ia menjadi seorang CEO muda sekaligus pewaris tunggal di perusahaan Megantara Group milik Ayahnya yang memiliki cabang hingga luar negeri.
Pria bertubuh atletis dengan tinggi 175 cm ini memang definisi ciptaan Tuhan yang sangat sempurna.
Memiliki paras yang sangat tampan, tubuh yang kekar, karier yang gemilang, terlebih lagi ia pewaris tunggal keluarga Megantara yang memiliki harta dan aset tak terhitung.
Setiap wanita yang melihat Arka pasti akan langsung jatuh hati pada Arka.
Akan tetapi, tidak ada satupun yang berani untuk mengutarakan perasaan mereka karena sifat kejam dan angkuh Arka yang sudah mendarah daging. Ia tidak pernah sekalipun melirik para wanita. Bahkan secantik atau seseksi apapun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan dinginnya hati pria tampan itu.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Acara pernikahan pun telah usai. Jam telah menunjukkan pukul 21:30 malam. Feby beberapa kali menguap karena rasa kantuk yang terus saja menghantuinya. Namun ia masih enggan masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan khusus untuknya dan Arka karena ia takut.
Bayangan tentang malam pertama pengantin baru membuat bulu kuduk selalu berdiri. Ia lebih baik tidur di sofa daripada harus masuk ke dalam kamar dan tidur satu ranjang dengan Arka.
Ibu dan Ayahnya juga menginap di sini. Ia sudah merengek untuk tidur bersama Ibunya akan tetapi, Ayahnya melarang. Terpaksalah ia harus berpura-pura tidur bersama Arka.
Entah dimana pria itu, Feby pun tidak tau. Sedari tadi setelah acara pernikahan selesai, pria itu menghilang begitu saja seperti ditelan bumi.
Rasa kantuk semakin menjadi. Hingga tak terasa, gadis itu pada akhirnya terlelap di atas sofa. Tak selang berapa lama, tiba-tiba saja tubuh Feby terasa diangkat oleh seseorang.
Ia tau seseorang yang menggendongnya ini pasti adalah Ayahnya. Karena sejak kecil, saat ia tertidur di sofa, Ayahnya akan menggendong Feby menuju kamarnya.
"Ayah... Aku sayang sama Ayah..." Gumam Feby dengan mata yang setengah terpejam.
Tangan gadis itu meraba wajah Ayahnya. Namun ia merasa sedikit janggal. Sejak kapan Ayahnya memiliki hidup yang sangat mancung? Begitu ia membuka mata, wajah tampan milik Arka lah yang ia lihat bukan wajah Ayahnya.
"AAAAAAAAAAAAA--"
"Diam! Suara teriakan kamu bisa membangunkan seisi rumah!" Titah Arka.
Arka langsung menatap gadis itu dengan tatapan tajam hingga membuat nyali gadis itu menciut seketika.
____________________________________________
Helooo jangan lupa vote dan kasih dukungan kalian yaaa biar Author semangat updatenya.
Arka membawa tubuh mungil Feby masuk ke dalam kamar dengan hati-hati, ia membaringkan tubuh Feby di atas kasur yang telah ditaburi bunga mawar. Kamar milik Arka kini disulap menjadi kamar pengantin baru yang sangat mewah. Bahkan lebih mewah dari hotel bintang lima.
Aroma maskulin dari Arka bercampur dengan wangi bunga mawar membuat jantung Feby berdegup kencang. Ia dengan leluasa bisa menatap wajah tampan yang terpahat begitu sempurna di depannya tanpa ada kurang sedikitpun.
Namun begitu ia mengingat masa depannya yang harus hancur oleh pria kejam ini, ia langsung membuang jauh-jauh perasaan kagum di hatinya.
"Aku nggak mau tidur satu ranjang dengan seorang pembohong!"
Sindir Feby lalu segera turun dari kasur.
Seperti biasa, Arka hanya menatapnya dengan tatapan tajam yang mampu membuat nyalinya langsung menciut seketika.
Pria tampan itu tidak sedikitpun menghiraukan ucapan Feby. Dengan seenaknya, ia langsung melenggang meninggalkan Feby dan masuk ke dalam kamar mandi.
Feby bisa mendengar dengan jelas suara shower yang dinyalakan bercampur dengan aroma sabun dan sampo yang keluar dari kamar mandi membuat kepalanya tiba-tiba merasa pening.
Feby akhirnya mengambil sebuah bantal dan selimut lalu bangkit berdiri meninggalkan ranjang menuju sofa. Ia meletakkan bantal dan selimut tersebut di atas sofa. Gadis itu memutuskan untuk tidur di sofa daripada ia harus satu ranjang dengan Arka.
"Aku nggak bakalan biarin pembohong itu berbuat yang tidak-tidak! Dia sudah merusak masa depanku! Mengapa ia harus berbohong kepada Ayah dan Om Tama tentang kejadian yang sebenarnya?! Lalu dia mengatakan hal itu dengan wajah datar tanpa rasa bersalah sedikitpun! Dasar pembohong! Dasar cowok es batu!"
Dengan sepuas hati, ia melontarkan semua kekesalannya kepada Arka.
Namun tak selang beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi pun terbuka. Menampakkan Arka yang keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya. Sontak Feby pun berteriak melihat itu.
"AAAAAAAAAAA!!--"
Hap!
Dan seperti biasa, Arka langsung membekap mulut Feby dengan tangannya hingga membuat gadis itu diam.
"Tidak bisakah kamu menghilangkan kebiasaan berteriakmu itu?!" Tanya Arka yang masih membekap mulutnya Feby.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Ucap Feby seraya mendorong tubuh Arka.
Begitu Arka melepaskannya, Feby segera menjauh dari Arka dan membalikan tubuhnya agar ia tidak melihat tubuh pria itu yang saat ini setengah telanjang.
"Kenapa keluar dari kamar mandi tidak memakai baju sih?!" Sungut Feby dengan kesal.
"Bukan urusan kamu"
Amarah Feby semakin meningkat mendengar jawaban super menyebalkan dari Arka.
"Tuan Arka yang terhormat, tolong saat anda keluar dari kamar mandi, pakai baju anda! Jangan menodai mata saya yang suci ini!" Dumel Feby pada Arka yang tengah memakai baju.
"Dan jika ada orang bicara, tolong dihargai! Jangan diabaikan seperti radio rusak!" Sambung Feby karena Arka tidak kunjung menjawabnya.
Detik berikutnya setelah Feby selesai bicara, Arka langsung membalikan tubuh Feby membuat gadis itu langsung menutup matanya.
"Apa yang anda lakukan?!" Tanya Feby yang masih menutup matanya.
"Buka mata kamu" Titah Arka.
"Tidak!" Tolak Feby.
"Buka atau saya akan melepas kembali baju yang sudah saya pakai di hadapan kamu sekarang juga?" Ancaman Arka sontak Feby pun langsung membuka matanya.
Begitu ia membuka matanya, ternyata pria tampan di hadapannya ini telah memakai baju. Ia pun menghelakan napasnya dengan lega.
"Apapun yang terjadi hari ini, anggap saja adalah kesalahan kecil. Jalani hidup kamu seperti biasa, dan saya akan menjalani hidup saya sendiri. Anggap saja, tidak ada hubungan apa-apa di antara kita berdua" Ucap Arka.
Deg.
"Kesalahan kecil?" Tanya Feby dengan mata berkaca-kaca.
"Ya" Jawab Arka dengan singkat.
"Anda bilang ini hanya kesalahan kecil?! Apakah anda tidak berpikir bagaimana masa depan saya?! Bagaimana cita-cita saya?! Bagaimana impian saya?! Semuanya hancur hanya karena anda berbohong kepada Ayah saya dan Om Tama!"
"Itu semua bukan urusan saya"
Jawab Arka dengan dingin mendengar itu sontak Feby langsung menangis.
"Kenapa Anda harus berbohong kepada Ayah saya? Apa untungnya? Apakah Anda ingin menyiksa hidup saya? Bahkan saya tidak mengenal Anda tuan... Kenapa anda tega menghancurkan hidup saya tuan Arka..." Tangisan Feby semakin menjadi-jadi.
Bukannya menenangkan ataupun meminta maaf, Arka justru memberikan sebuah dokumen kepada Feby. Gadis itu pun menerima dokumen itu dan membacanya.
"Dokumen kontrak pernikahan?"
Feby tertawa getir setelah selesai membaca seluruh isi dokumen yang diberikan oleh Arka.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Malam yang panjang pun akhirnya berlalu. Arka dan Feby tidak tidur satu ranjang. Arka tidur di sofa, sedangkan Feby tidur di atas kasur.
Cahaya mentari masuk menyinari kamar pengantin baru lewat celah jendela. Pukul 05:10, Arka sudah bangun bahkan ia sudah mandi.
Pria itu baru saja melaksanakan sholat subuh.
Setelah selesai, ia langsung mengganti pakaiannya dengan jas hitam rapih yang selalu ia pakai sehari-hari untuk bekerja di kantor. Sebelum keluar, ia sekilas menatap Feby yang masih tidur terlelap. Gadis itu nampaknya terlihat begitu letih. Mata Feby terlihat bengkak akibat menangis. Feby bahkan tidur dengan memeluk erat dokumen yang semalam Arka berikan pada Feby. Hal itu membuat Arka tersenyum tipis.
Arka perlahan menyingkirkan tangan Feby untuk mengambil dokumen itu. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati agar gadis itu tidak sampai terbangun. Namun begitu Arka berhasil mengambil dokumen dari tangan Feby, tiba-tiba saja gadis itu memegang tangan Arka dan langsung menariknya hingga Arka kehilangan keseimbangan dan...
Bruk!
Tubuh pria tampan itu jatuh tepat di atas tubuh Feby. Dengan sigap, Arka langsung menyangga tubuhnya dengan dengan salah satu tangannya agar tidak membuat gadis itu terbangun.
Perlahan Arka mencoba untuk bangun. Namun Feby tiba-tiba saja memeluk erat tubuhnya hingga membuat ia kembali jatuh.
Dengan jarak sedekat ini, Arka bisa menatap wajah cantik Feby yang masih terlelap. Dengkuran halus dari gadis itu membuat sedut bibirnya kembali terangkat. Ia sungguh tidak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Ia menatap wajah seorang gadis yang tertidur lelap di atas kasurnya. Terlebih lagi, gadis itu kini telah resmi menjadi istrinya.
Arka masih saja menatap wajah Feby, hingga gadis itu perlahan membuka matanya. Feby mengerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk dari celah jendela. Begitu ia sadar, kedua mata Feby membulat sempurna saat melihat seorang pria tampan yang tengah menatapnya dengan jarak yang begitu dekat.
"A-a-apa yang sedang Tuan lakukan?!" Tanya Feby dengan terbata-bata.
"Saya hanya--"
"Jangan berani-berani menyentuhku! Jauhi aku atau aku akan berteriak sekarang juga!" Feby langsung memotong ucapan Arka.
Hal itu membuat Arka langsung melayangkan tatapan tajam kepada Feby. "Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu! Saya hanya ingin mengambil dokumen ini" Jawab Arka seraya menunjukkan dokumen yang ada di tangannya pada Feby.
Pria tampan itu pun langsung bangkit berdiri seraya merapihkan jasnya yang sedikit berantakan.
"Lalu kenapa harus menindihi tubuhku, hah? Dasar pria mesum!" Tanya Feby.
"Bukan saya yang menindihi tubuh kamu tapi kamu yang menarik tangan saya hingga saya jatuh. Bahkan kamu memeluk erat tangan saya sampai saya tidak bisa bergerak sedikitpun" Tandas Arka.
"Bohong! Aku nggak percaya!"
"Terserah. Saya tidak perduli" Saut Arka kemudian langsung melenggang pergi keluar dari kamar meninggalkan Feby yang masih menatapnya dengan tatapan kesal.
"Ya Allah... Dosa besar apa yang telah hamba lakukan sampai hamba harus bertemu dengan pria menyebalkan seperti dia... Hari ini kan aku berangkat sekolah! Ishhhh! Gara-gara tuan es batu itu aku sampai lupa!" Dumel Feby kemudian langsung beranjak dari kasurnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
30 menit kemudian, Feby keluar dari kamarnya dengan kondisi yang sudah rapih memakai seragam SMA. Gadis itu berlari kecil keluar dari kamarnya lalu turun dari tangga.
"Sini Feb, sarapan dulu"
Ia menghentikan langkahnya begitu mendengar suara Ibunya memanggil saat ia melewati meja makan. Semua orang sudah duduk di meja makan. Ayahnya, Ibunya, Om Tama, Tante Karin, dan juga... Arka.
Mereka semuanya menyambut Feby dengan sebuah senyuman hangat. Kecuali Arka. Pria tampan itu hanya menatap Feby dengan tatapan dingin seperti biasanya.
"Ayo Feb... Sarapan dulu" Panggil Tante Karin.
Dengan terpaksa akhirnya ia melangkah menuju meja makan. Sebenarnya ia sedang tidak mood melihat wajah Arka. Apalagi duduk di samping pria itu, dan sarapan bersamanya. Pria itu selalu saja menunjukkan tatapan dingin dan tajam kepadanya.
Feby menarik kursi di samping Arka dengan wajah tertekuk karena hanya kursi itulah yang tersedia.
"Aduh pagi-pagi di samping es batu bisa-bisa jadi beku nih..." Sindir gadis itu dengan suara lirih dan hanya bisa didengar oleh Arka saja. Namun Arka tidak menghiraukannya sedikitpun.
"Feby? Ada apa? Kok muka kamu ditekuk kaya gitu?" Tanya Tante Karin.
Feby langsung memaksakan senyumnya mendengar itu. "Nggak apa-apa Tante" Jawab Feby seraya menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Iya Feb, kamu beneran nggak apa-apa? Mata kamu juga keliatan bengkak semalem kamu nangis?" Kini giliran Ibunya yang ikut bertanya.
Ibu-ibu memang punya rasa penasaran yang tinggi ya.. Kalo nggak di jawab, nanti nanya terus. Kayanya pagi ini aku harus ngarang cerita deh batin Feby.
"Kok diem aja?" Tanya Ibu Feby.
"Aku nggak apa-apa kok. Mataku bengkak soalnya semalem aku nggak bisa tidur gara-gara Tuan Arka" Jawab Feby berusaha untuk mencari alasan. Namun entah mengapa, tiba-tiba saja raut wajah Ibunya, Ayahnya, Tante Karin, dan Om Tama berubah mendengar jawaban Feby.
"Ini kenapa eskpresi wajah mereka berubah kaya gitu?" Batin Feby.
"K-ka-kalian nggak ngelakuin apa-apa semalam kan?" Tanya Saras Ibu Feby dengan terbata-bata.
Feby mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Ibunya "Ngelakuin itu apa Bu?"
"Arka! Papah sudah peringatkan kamu sebelumnya! Jangan melakukannya selama Feby masih sekolah! Kamu tau kan akibatnya nanti apa?!" Tama tiba-tiba saja berbicara dengan nada berbeda kepada Arka yang sedari tadi hanya diam.
"Saya tidak melakukan apapun, Pah" Jawab Arka dengan datar.
"Tapi Feby bilang..." Tama menunjuk Feby.
"Kalian semua salah paham. Dia mengatakan semalam dia tidak bisa tidur, bukan berarti kami telah melakukannya" Jelas Arka.
Feby mengunyah makanan di mulutnya dengan tatapan bingung. Sebenarnya apa yang tengah mereka bicarakan? Itulah tanda tanya besar di otaknya.
"Aku bingung Bu... Aku hanya mengatakan kalau mataku bengkak karena semalam aku tidak bisa tidur, tapi mengapa respon kalian semua berlebihan seperti itu? Memang apa yang kami lakukan? Aku tidak mengerti Bu..." Ucap Feby dengan begitu polos.
Saras sontak menjawab pertanyaan putrinya itu dengan begitu jujur. "Maksudnya malam pertama suami istri. Kalian semalam belum melakukannya kan?"
______________________________________________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!