NovelToon NovelToon

Kesempatan Kedua: Sang Putri

Kematian dan Kelahiran Kembali

Hujan turun deras, membasahi tanah yang dipenuhi lumpur dan aroma busuk. Seorang wanita dengan pakaian lusuh dan tubuh penuh luka diseret paksa oleh dua prajurit kekaisaran.

Rakyat yang berkerumun di sekitar panggung eksekusi melemparinya dengan batu, sayuran busuk, dan telur busuk, seraya meneriakkan sumpah serapah.

"Pelacur pengkhianat!"

"Kau pantas mati!"

"Beraninya kau mencoba membunuh Selir Li Zhu yang mulia!"

Li Mei tidak bergerak. Rasa sakit dari siksaan yang ia alami selama berminggu-minggu sudah membuat tubuhnya mati rasa. Tatapan matanya kosong, wajahnya yang dulu cantik kini dipenuhi luka dan lebam.

Saat prajurit menariknya ke atas panggung eksekusi, suara kasim kekaisaran menggema, membacakan tuduhan yang telah disusun dengan rapi.

"Li Mei, mantan Permaisuri Kekaisaran Qianlong, terbukti bersalah atas percobaan pembunuhan terhadap Selir Li Zhu dan berkhianat terhadap kekaisaran. Hukuman mati akan segera dilaksanakan."

Di sudut panggung, Kaisar Qianlong berdiri tegap, menatapnya dengan dingin seolah dirinya adalah sampah yang tidak layak hidup. Di sisinya, Selir Li Zhu mengenakan jubah ungu, wajahnya dipenuhi kepalsuan, bibirnya melengkung dalam senyum manis yang penuh tipu daya.

Li Mei menatap keluarganya di antara kerumunan—Jenderal Li Zhen, ayahnya yang dulu begitu ia hormati, serta kedua kakak laki-lakinya yang pernah ia kagumi. Tidak ada belas kasihan di mata mereka. Hanya kehampaan dan keengganan. Di sisi lain, ibu tiri dan saudara tirinya, Li Zhu, tampak menikmati pertunjukan ini.

Jadi, ini akhirnya? Aku mati dalam kehinaan seperti ini?

Sebelum eksekusi mati dimulai, terlihat Kaisar Qian Feng berdiri tegak dengan jubah emasnya, tatapannya dingin tanpa sedikit pun emosi. Di sisinya, Selir Li Zhu—saudara tiri yang telah menghancurkan hidup Li Mei—menundukkan kepala, seolah-olah sedang berduka.

"Li Mei," suara Kaisar Qian Feng terdengar tegas. "Sebelum hukumanmu dilaksanakan, apakah kau memiliki kata-kata terakhir?"

Li Mei mengangkat wajahnya dengan sisa tenaga yang ada. Tubuhnya gemetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena kebencian yang membara di dadanya.

"Saya tidak bersalah," suaranya lirih namun tegas. "Saya tidak pernah mencoba membunuh Selir Li Zhu, apalagi berkhianat pada kekaisaran. Saya difitnah."

Kerumunan mulai berbisik. Beberapa orang tampak ragu, tetapi sebagian besar tetap melontarkan cercaan.

Tiba-tiba, Selir Li Zhu mengangkat wajahnya, air mata mengalir deras di pipinya. Dengan suara yang terdengar penuh kesedihan, ia memohon, "Yang Mulia ... tolong bebaskan Permaisuri. Selir ini yakin dia hanya khilaf ... Saya tidak ingin melihatnya mati dengan cara seperti ini, Yang Mulia Kaisar ...."

Tangisan penuh kepalsuan itu membuat rakyat yang menonton semakin terharu. Mereka memandang Li Zhu dengan iba, sementara tatapan mereka terhadap Li Mei semakin dipenuhi kebencian.

"Betapa mulianya Selir Li Zhu!"

"Dia masih peduli pada perempuan jahat seperti Li Mei!”

“Benar!

"Permaisuri memang tidak tahu diri!"

Li Mei mengepalkan tangan yang terikat. Licik! Bahkan di saat terakhirnya, Li Zhu masih berusaha mempermainkannya, berpura-pura menjadi korban yang murah hati.

Tiba-tiba, suara berat dan tajam terdengar dari bawah panggung.

"Kaisar, jangan terpengaruh dengan kebohongan Li Mei!"

Li Mei menoleh dan melihat ayahnya, Jenderal Li Zhen, berdiri dengan wajah dingin.

"Sejak dulu, Li Zhu selalu baik dan berbudi luhur. Sebaliknya, Li Mei selalu keras kepala dan iri hati," kata Jenderal Li Zhen dengan nada penuh kekecewaan. "Dia pantas menerima hukuman ini!"

“Benar, Yang Mulia! Dari kecil adikku Li Zhu selalu disakiti oleh wanita jahat itu,” sambung jenderal muda yang tak lain adalah kakak Li Mei, yaitu Li Yuan.

“Apa yang dikatakan oleh ayah dan Gege Li Yuan benar, Yang Mulia! Dari dulu, Li Mei adalah seorang pembunuh! Dia telah membunuh ibu kami!” suara seorang pemuda juga terdengar, dia adalah kakak kedua Li Mei yang bernama Li Shimin.

Li Mei merasa dadanya sesak. Ayah dan kedua kakak kandungnya sendiri … memilih mempercayai kebohongan orang lain dibanding dirinya. Sedangkan selir ayahnya hanya diam menikmati pemandangan ini.

Li Mei tertawa pelan, getir. Semua orang telah membuangnya. Suaminya, keluarganya, rakyatnya. Ia terlalu bodoh dan buta karena selalu mempercayai perkataan Li Zhu yang membuatnya dibenci oleh seluruh kekaisaran.

Dalam hati, Li Mei berkata jika ada kesempatan kedua untuknya. Ia tidak akan pernah mengemis kasih sayang pada keluarga dan suaminya.

Hanya karena Li Mei dilahirkan dan ibu kandungnya meninggal, ayah dan kedua kakaknya membenci dirinya dan mengatakan jika Li Mei lah yang membunuh sang ibu.

"Baik," katanya dengan suara serak. "Jika kalian ingin aku mati … Aku akan mati dengan kepala tegak.”

Algojo berdiri di belakangnya, mengangkat pedang raksasa yang telah diasah tajam.

Li Mei menarik napas panjang, menerima nasibnya.

Swoosh!

Namun tepat saat pedang hampir menyentuh lehernya, dunia tiba-tiba berhenti.

Ding!

[Sistem Reinkarnasi Aktif.]

Suara mekanis bergema di dalam kepalanya.

[Apakah Anda ingin hidup kembali dan membalas dendam?]

Mata Li Mei membelalak. Apa ini?

Sistem? Apakah ia berhalusinasi di saat-saat terakhirnya?

[Pilih Ya untuk kesempatan kedua. Pilih Tidak dan kematian akan segera menyambut Anda.]

Jantungnya berdegup kencang. Amarah, kebencian, dan rasa sakit memenuhi hatinya. Semua pengkhianatan yang ia alami, ketidakadilan yang ia terima—ia tidak bisa mati begitu saja!

Giginya terkatup rapat, tangannya yang gemetar mengepal.

"Ya!"

Waktu kembali berjalan dan saat itu pula sebuah pisau besar menghantam lehernya. Kini kepala Li Mei terlepas dari tubuhnya.

Para rakyat bersorak gembira, tak ada yang menangisi kepergian wanita malang itu sama sekali.

Saat mata Li Mei telah tertutup sepenuhnya. Sekelebat cahaya menyelimuti tubuhnya.

Li Mei membuka matanya dengan terengah-engah. Napasnya memburu, keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Li Mei mendongak dan melihat langit-langit kayu yang familiar—atap kamar tidurnya di kediaman Keluarga Jenderal Li. Tangannya meraba kasur lapuk di bawahnya, jauh berbeda dari tanah keras dan dingin di panggung eksekusi.

Aku … hidup?

Seketika, suara mekanis kembali menggema di kepalanya.

Ding!

[Reinkarnasi berhasil.]

Mata Li Mei melebar. Ia benar-benar kembali ke masa lalu.

Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan keras. Seorang pelayan muda berlari masuk dengan wajah panik.

"Nona! Anda sadar!"

Li Mei menoleh dan mengenali pelayan setianya, Xiao Lan. Gadis itu tampak terkejut sekaligus lega, matanya sedikit merah seakan habis menangis.

"Saya pikir Anda tidak akan bangun, Nona! Anda sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari setelah jatuh ke danau!"

Jatuh ke danau? Ingatan Li Mei berputar cepat.

Tiga tahun yang lalu … tepat sebelum pertunangannya dengan Putra Mahkota … saat itu ia jatuh ke dalam danau. Semua orang mengira itu kecelakaan, tetapi sebenarnya…

Itu perbuatan Li Zhu!

Li Mei mengepalkan tangannya di bawah selimut. Saat itu, ia terlalu naif, berpikir bahwa itu hanyalah kecelakaan biasa. Ia bahkan berterima kasih pada Li Zhu yang berpura-pura menangis dan mengatakan ia merasa bersalah.

Tapi sekarang, ia tahu lebih baik.

Ini adalah awal dari semua tragedinya.

Jika ia tidak bertunangan dengan Putra Mahkota … jika ia tidak terjebak dalam intrik istana … mungkin ia tidak akan berakhir di panggung eksekusi.

Tatapan Li Mei berubah dingin. Tidak lagi ada kepolosan dalam matanya.

Kali ini, semuanya akan berbeda.

Misi Pertama

Xiao Lan menggigit bibirnya, menatap Li Mei yang duduk diam dengan wajah tanpa ekspresi.

Biasanya, saat nona mudanya terbangun dari sakit, ia akan langsung bertanya tentang ayah dan kakak-kakaknya—bertanya apakah mereka datang menjenguk, apakah mereka mengkhawatirkannya.

Namun kali ini, Li Mei hanya duduk di tempat tidur dengan tatapan dingin yang tidak biasa.

"Nona … Anda baik-baik saja?" Xiao Lan bertanya hati-hati. "Jangan terlalu bersedih … Saya yakin Jenderal Li dan kedua Tuan Muda pasti—"

"Aku tidak peduli," potong Li Mei dengan suara datar.

Xiao Lan tertegun. "Nona?"

"Ayah dan kakak-kakakku .…" Li Mei menatap keluar jendela, matanya dipenuhi ketenangan yang menakutkan. "Selama ini, aku mencoba mencari perhatian mereka, berharap mereka akan menerimaku. Tapi apa yang kudapat?"

Xiao Lan terdiam.

"Ayahku tidak pernah menganggapku anaknya. Kakak-kakakku mengabaikanku. Aku hanya membuang waktuku selama ini," lanjut Li Mei, suaranya tanpa emosi.

Xiao Lan menunduk, hatinya terasa perih mendengar kata-kata itu.

Sebagai pelayan pribadi, Xiao Lan tahu lebih dari siapa pun bagaimana nona mudanya selalu berusaha mendapatkan perhatian dari Jenderal Li Zhen dan kedua kakaknya.

Dulu, Li Mei akan belajar seni bela diri hanya untuk menunjukkan bahwa ia pantas menjadi putri seorang jenderal—tetapi yang ia dapatkan hanyalah ejekan. Ia akan membuat teh dan menghidangkannya untuk mereka—tetapi mereka menolak dan mengatakan ia hanya mengganggu. Ia pernah menjahitkan jubah untuk ayah dan kakaknya—tetapi mereka bahkan tidak menyentuhnya, malah membuangnya begitu saja.

Dan yang paling menyakitkan … saat Li Mei kecil menangis setelah terluka karena latihan, Jenderal Li Zhen hanya berkata dengan dingin, "Seorang putri jenderal seharusnya tidak menangis. Jika kau ingin diperlakukan seperti anakku, jadilah kuat atau jangan menjadi beban."

Tetapi perlakuan mereka sangat berbeda dengan Li Zhu, saudara berbeda ibu dari Li Mei itu sangat disayang dan dimanja oleh jenderal Li Zhen dan kedua kakak Li Mei.

Bahkan sedikit saja Li Zhu kulitnya tergores mereka akan sangat khawatir bahkan memanggil tabib.

"Nona .…" Xiao Lan menatap Li Mei dengan perasaan campur aduk.

Tetapi alih-alih kesedihan, kali ini yang ia lihat dalam mata Li Mei adalah keteguhan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Aku tidak butuh mereka lagi," kata Li Mei pelan, tetapi penuh ketegasan.

Xiao Lan menelan ludah.

Sepertinya … nona mudanya telah berubah setelah hampir mati saat tenggelam.

Li Mei terus memandangi jendela, pikirannya dipenuhi banyak hal. Namun, ketenangannya tiba-tiba terusik oleh suara mekanis yang tiba-tiba muncul di kepalanya.

Ding!

[Sistem Aktif.]

Tepat di hadapannya, sebuah layar transparan berwarna biru muncul, dipenuhi dengan tulisan dan angka yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

[Selamat datang, Li Mei. Anda telah mendapatkan kesempatan kedua. Untuk memulai perjalanan baru Anda, selesaikan misi pertama.]

[Misi 1: Aktifkan meridian yang tertutup.]

Deskripsi: Akibat racun yang diberikan oleh keluarga Anda selama bertahun-tahun, meridian Anda telah tertutup. Bukalah kembali aliran energi dalam tubuh Anda dan bangkitlah.

Hadiah: Kecantikan + Kecerdasan

Li Mei menatap layar itu dengan mata terbelalak. Ini … nyata?

"Xiao Lan," panggilnya, masih belum sepenuhnya percaya.

Xiao Lan yang termenung langsung tersentak kecil. "Ya, Nona?"

"Apa kau melihat sesuatu di depanku?" tanya Li Mei.

Xiao Lan mengerutkan kening. "Melihat apa, Nona?"

Li Mei terdiam. Jadi, hanya dirinya yang bisa melihat ini?

Li Mei menatap kembali layar sistem yang melayang di depannya. Meridian yang tertutup … itu masuk akal. Sejak kecil, ia selalu merasa tubuhnya lebih lemah dibandingkan orang lain, mudah sakit, dan meskipun ia berusaha berlatih, kekuatannya tidak pernah berkembang bahkan tidak memiliki elemen sama sekali.

Dulu, ia mengira dirinya memang terlahir lemah. Tapi sekarang … sistem mengatakan bahwa ini bukan kelemahan alami, melainkan sesuatu yang disengaja.

Mereka meracuniku selama ini?

Tatapan Li Mei menjadi dingin.

Li Mei mengepalkan tangannya. Jika ini adalah misi pertamanya, maka ia akan menyelesaikannya. Karena kali ini … Ia tidak akan lagi menjadi korban.

Li Mei menatap Xiao Lan dengan ekspresi datar, meskipun dalam hatinya ia sudah menebak jawaban pelayannya.

"Apa kita memiliki koin emas?" tanyanya.

Xiao Lan menundukkan kepala dengan wajah penuh rasa bersalah. "Nona … bahkan koin perunggu pun kita tidak punya."

Li Mei tersenyum sinis. Sudah bisa ditebak. Sejak dulu, ia dan Xiao Lan hidup dalam kemiskinan di dalam rumahnya sendiri. Paviliun kecil mereka tersembunyi di belakang, lebih buruk dari tempat tinggal para pelayan, tanpa hiasan mewah atau kenyamanan layaknya putri seorang jenderal.

Sementara itu, Li Zhu dan ibu tirinya hidup dalam kemewahan, berpesta dengan emas dan sutra, menikmati semua yang seharusnya juga menjadi haknya.

Li Mei mengepalkan tangannya. Jika ia ingin memulihkan tubuhnya dan membuka meridiannya, ia membutuhkan ramuan herbal. Dan untuk itu, ia butuh uang.

Tapi bagaimana cara mendapatkannya?

Tiba-tiba, sebuah ingatan melintas di benaknya.

Li Mei buru-buru membuka laci kecil di samping tempat tidurnya, mengacak-acak isinya hingga tangannya menyentuh sesuatu yang dingin. Ia menarik benda itu keluar—sebuah giwang giok merah muda yang dihiasi ukiran burung phoenix kecil.

Xiao Lan terkejut. "Nona, itu ...."

Li Mei tersenyum dingin. "Satu-satunya perhiasan yang kumiliki."

Perhiasan ini sebenarnya milik Li Zhu, hadiah dari kakak pertamanya, Li Yuan, yang seorang jenderal berbakat. Tapi Li Zhu tidak menyukainya karena menurutnya giwang ini terlalu sederhana untuk selera tingginya. Ia membuangnya begitu saja, dan saat itu, Li Mei—yang bahkan tidak punya satu pun perhiasan—akhirnya diberikan oleh Li Yuan.

Saat itu Li Mei sangat bahagia karena mendapatkan hadiah pertamanya dari sang kakak. Bahkan Li Mei rela menahan laparnya, karena tidak ingin menjual giok tersebut untuk membeli makanan.

Sekarang, giwang ini akan menjadi tiketnya untuk bangkit.

"Aku akan menjualnya," kata Li Mei tanpa ragu.

Xiao Lan tampak terkejut. "Tapi, Nona … jika ada yang tahu—"

"Tidak ada yang akan tahu," potong Li Mei tajam. "Bahkan Li Zhu sendiri tidak peduli dengan giwang ini."

"Tapi Nona ... bukankah itu hadiah yang sangat berharga untuk Nona?" tanya Xiao Lan.

Mata Li Mei berkilat dingin. "Dulu iya! Tapi sekarang, benda ini sudah tidak berharga lagi."

Xiao Lan menggigit bibirnya, tetapi ia tidak bisa membantah. Dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari nona mudanya. Dulu, Li Mei selalu merasa rendah diri dan takut bertindak terlalu jauh. Tapi sekarang … matanya penuh tekad dan ketegasan.

"Baiklah, Nona," Xiao Lan akhirnya mengangguk. "Saya akan mencari cara untuk menjualnya secara diam-diam."

Li Mei tersenyum. "Tidak perlu, aku akan menjualnya sendiri. Mulai sekarang, kita akan bertahan dengan cara kita sendiri."

Ke Pasar

Di bawah sinar matahari pagi, Li Mei berjalan dengan tenang melewati gerbang belakang kediaman Jenderal Li. Tubuhnya tertutupi hanfu sederhana berwarna hijau pucat, dan wajahnya tersamarkan oleh cadar tipis.

Di sampingnya, Xiao Lan mengikuti dengan gugup, sesekali menoleh ke belakang seakan takut seseorang akan mengenali mereka.

"Nona! Apa Anda yakin untuk keluar?" tanya Xiao Lan merasa cemas.

"Tenang lah Xiao Lan. Aku sangat yakin," jawab Li Mei datar.

Keduanya kembali berjalan, meski jaraknya cukup jauh dari kediaman jenderal Li jika tidak menggunakan kereta kuda.

Pasar ibu kota kekaisaran Qianlong selalu ramai, dipenuhi pedagang yang berteriak menawarkan dagangan mereka, rakyat jelata yang tawar-menawar, serta para bangsawan yang berjalan dengan angkuh di antara mereka. Aroma rempah-rempah, roti panggang, dan bunga-bunga segar bercampur menjadi satu.

Li Mei tetap berjalan lurus, matanya fokus pada tujuannya.

Tak lama, mereka tiba di sebuah toko perhiasan yang cukup terkenal.

"Ayo masuk!"

Pemilik toko, seorang pria tua berjanggut putih, melirik Li Mei dan Xiao Lan dengan penuh perhitungan ketika ia mengeluarkan giwang giok dari lengan bajunya.

“Hmm .…” Pria tua itu mengambil giwang itu, memeriksanya dengan mata ahli. "Giok merah muda kualitas tinggi dengan ukiran halus … Barang ini dibuat oleh pengrajin terkenal dari ibu kota. Dari mana Anda mendapatkannya?"

Li Mei tidak terpengaruh. "Apakah itu penting?" tanyanya dengan nada tenang.

Si pemilik toko menatapnya sesaat sebelum tertawa kecil. "Ha! Ha! Ha! Tentu saja tidak. Saya hanya perlu memastikan keasliannya."

Pria tua itu kemudian mengangguk dan berkata, "Saya akan membelinya seharga satu koin emas. Bagaimana?"

Xiao Lan hampir tersedak mendengar jumlah itu. Satu koin emas! Dengan uang sebanyak itu, mereka bisa hidup nyaman selama satu bulan.

Bahkan Xiao Lan tersenyum senang, karena mendapatkan koin sebanyak itu. Mungkin bagi bangsawan lain, satu koin emas hanyalah seujung kuku. Namun, bagi keduanya hal itu sangat berharga.

Li Mei tetap tenang. Satu koin emas adalah harga yang wajar, mengingat ini adalah hadiah dari Jenderal Li Yuan. Jika pria ini berani menawar lebih rendah, ia tidak akan ragu mencari pembeli lain.

"Baik," jawabnya singkat.

Tak butuh waktu lama, transaksi selesai, dan Li Mei menerima kantong kecil berisi satu koin emas. Saat keluar dari toko, ia menggenggam erat kantong itu di balik lengan bajunya.

"Langkah pertama selesai," gumamnya dalam hati.

Sekarang, ia harus membeli ramuan herbal untuk mengeluarkan racun dari tubuhnya. Ini adalah awal dari kebangkitannya.

*****

Di tengah hiruk-pikuk pasar, Li Mei berjalan dengan langkah tenang setelah dari toko perhiasan. Xiao Lan masih mengikuti di sampingnya, memegang erat lengan bajunya seakan takut mereka akan tertangkap.

Sambil terus berjalan, Li Mei berbicara dalam hati.

Sistem, ramuan apa yang harus kubeli untuk mengeluarkan racun dalam tubuhku?

Ding!

[Sistem telah menganalisis tubuh Anda. Racun yang mengendap dalam tubuh Anda adalah kombinasi racun dingin dan lemah otot, diberikan dalam dosis kecil selama bertahun-tahun. Untuk menetralisirnya, Anda membutuhkan ‘Pil Pemurnian Meridian’.]

Li Mei mengerutkan kening. Pil Pemurnian Meridian?

Sistem segera menampilkan informasi di hadapannya.

[Pil Pemurnian Meridian]

Fungsi: Membersihkan racun dalam tubuh, membuka meridian yang tertutup, dan meningkatkan sirkulasi energi dalam tubuh.

Bahan-bahan yang dibutuhkan:

Akar Ginseng Seratus Tahun

Daun Teratai Es

Serbuk Bunga Anggrek Merah

Inti Buah Qilin (alternatif lain. Buah Api Ungu)

Sistem menjelaskan juga dengan detail menjelaskan tentang pembuatan pil pemurnian meridian tersebut.

Li Mei menyimak setiap detail yang diberikan oleh sistem. Beberapa bahan seperti ginseng dan bunga anggrek merah cukup umum dan bisa ditemukan di toko obat. Namun, Daun Teratai Es dan Inti Buah Qilin adalah bahan langka yang sulit didapatkan.

Mungkin aku bisa menggunakan alternatif Buah Api Ungu, pikirnya. Itu memang lebih mudah ditemukan dibandingkan Inti Buah Qilin.

Li Mei menghela napas dan mempercepat langkahnya.

"Xiao Lan, kita ke toko obat terbaik di pasar ini," katanya tegas.

Xiao Lan menatapnya dengan bingung. "Nona ingin membeli ramuan?"

Li Mei mengangguk. "Aku akan mulai memulihkan tubuhku."

Xiao Lan masih tidak sepenuhnya mengerti, tetapi melihat tatapan teguh nona mudanya, ia tidak banyak bertanya dan hanya mengikuti.

Karena satu hal yang pasti—Li Mei yang sekarang sudah bukan Li Mei yang dulu.

Li Mei dan Xiao Lan melangkah masuk ke toko obat terbesar di pasar. Bau khas jamu dan ramuan herbal segera menyambut mereka, bercampur dengan aroma kayu kering dan rempah-rempah.

Seorang pria tua dengan jubah cokelat panjang menyambut mereka dengan senyum ramah. "Selamat datang, apa yang bisa saya bantu?"

Li Mei tetap tenang dan langsung menyebutkan daftar bahan yang ia butuhkan. "Aku ingin membeli akar ginseng seratus tahun, serbuk bunga anggrek merah, dan daun teratai es jika Anda memilikinya."

Mata pria tua itu sedikit melebar. "Nona muda, bahan yang Anda sebutkan cukup mahal dan langka, terutama daun teratai es."

Li Mei mengeluarkan kantong kecil berisi satu koin emas dan meletakkannya di atas meja. "Aku tidak akan menawar. Jika Anda memilikinya, berikan padaku."

Pria tua itu terkejut sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Silakan tunggu sebentar."

Tak lama kemudian, pria tua itu kembali dengan kotak-kotak kayu kecil berisi bahan-bahan yang diminta. Li Mei memeriksa semuanya dengan teliti sebelum mengangguk puas. Setelah membayar, ia dan Xiao Lan segera keluar dari toko.

Setelah ini, mereka tidak akan lagi bergantung pada siapa pun.

Li Mei dan Xiao Lan kini berada di pasar bagian kedai makanan. Li Mei melihat sekeliling, memperhatikan berbagai bahan segar yang dijual oleh pedagang.

"Dulu, aku selalu berharap mendapatkan makanan dari kediaman Jenderal Li," gumamnya pelan. "Tapi itu hanya membuatku kecewa."

Xiao Lan menatapnya dengan ragu. "Nona .…"

Li Mei tersenyum sinis. Dulu, ia begitu bodoh.

Ia selalu percaya saat Li Zhu berkata bahwa makanan yang diberikan kepadanya adalah dari kakaknya, Li Yuan dan Li Shimin. Ia selalu berpikir bahwa meskipun ayah dan ibunya sudah tidak peduli padanya, setidaknya kedua kakaknya masih memedulikannya.

Namun, kenyataannya?

Itu hanya makanan sisa yang mereka tidak mau makan.

Saat menyadari hal itu, Li Mei merasa hatinya hancur. Tetapi kini, ia tidak akan membiarkan dirinya terus terhina.

"Xiao Lan, mulai sekarang, kita akan membeli makanan sendiri. Aku tidak ingin lagi makan sesuatu yang berasal dari kediaman Jenderal Li."

Xiao Lan tersenyum lega. "Baik, Nona. Saya akan memilih bahan yang terbaik!"

Mereka pun membeli beberapa bahan makanan sederhana—beras, sayuran segar, dan sedikit daging kering.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!