NovelToon NovelToon

Sigma Love Story : The Boy

Opening : My Stupidity

Aku bodoh.

Silakan pembaca hujat aku. Aku saja berkali-kali menghujat diriku sendiri.

Ya, ampun Jackson lu bego benerrrrr, otak lu bukan turun di dengkul lagi udah sampe mata kaki kayaknya. Makian semacam itu lah.

Bisa-bisanya aku merencanakan sebuah aksi pembegalan, yang korbannya masyarakat kelas atas, kendaraannya tak bisa dijual lagi, dan hal ini semua adalah kasus konspirasi internal keluarga si korban. Begonya, aku saat itu tahu imbalannya nggak bakal bisa bikin hidupku kaya. Tapi tetap kulakukan.

Sepertinya, aku butuh validasi.

Maklum lah ya, waktu itu usiaku masih 16 tahun. Eh, ya nggak bisa dimaklumi juga sih, anak 16 tahun yang normal tidak akan bisa merancang sebuah aksi perampokan berbasis konflik keluarga orang random. Kecuali Anda sikopet pasti Anda akan berpikir : wih, ni anak jenius bener.

Kenapa ya waktu itu aku tidak jalani hidup wajar, seperti mempersiapkan ujian matematika besok hari, atau cap cip cup milih cewek mana yang besok akan kupacari, atau merancang strategi gimana caranya dapat sepatu Air Max Dn8 tanpa ngemis-ngemis ke Bokap tanpa nyuri duit di dompet Tante Mira.

Kenapa nggak hal-hal remeh gitu aja yang kulakukan?!

Ini malah ngebegal konglomerat yang nyetir Palisade di tengah malam... Sumpah, bego!

Udah gitu aksiku berhasil pula.

Tapi traumanya seumur hidup. Sampai sekarang.

Seperti yang disebutkan di awal, Namaku Jackson. Nama asliku Axel Rio. Saat ini usiaku 25 tahun, jalan 26 di Bulan Oktober nanti.

Kenapa aku pakai nama samaran?

Ya karena... aku buronan.

Kenapa aku buron?

Bukan, bukan karena kasus begal. Tapi kasus yang lebih besar lagi.

Kujelaskan perjalanan hidupku di sini, dari yang terseok-seok, bangkit, habis itu jatoh ketimpa tangga, pingsan, dan begitu sadar aku dalam keadaan bahagia. Masih di dunia loh ya bukan di surga. Siapa aku pede banget bakalan bangun di surga. Dikabulkan ya jelas nggak nolak sama sekali sih. Makanya kini, aku berusaha menjalani hidup selurus mungkin.

Tapi nggak gampang.

Ah iya, bahasa yang kugunakan di sini bahasa sehari-hari ya, aku beneran nggak bisa pake EYD-EYD-an.

Mohon dimaklumi, aku hidup di jalanan.

Kalau dari kata ‘aku’ keselip jadi ‘gue’ ya terima aja. Khehehehe. Yang penting inti ceritanya tersampaikan.

Tenang aja, pasti ada hikmah dari semua ke-to lol-an yang akan kuceritakan di sini.

**

Mulai deh Bab 1,

Sebelumnya, cikal bakal permasalahan terpelikku ada di novel satunya, Judulnya Alpha Love Story : The Girl. Coba baca deh, dikit kok Cuma 40 Bab. Ambil nafas dikit tahu-tahu tamat.

Ditamatin lebih cepat karena pengarangnya berpikir cerita dari POV ku lebih menarik daripada ‘adek-adek’an ku si Hani. Tokoh wanita di novel sana.

Karena sebenarnya, akulah biang keladi dari semua masalah ini.

Kalau aku tak ada, pasti ceritanya tak akan hidup.

Jangan kuatir, semua tokoh di novel itu juga akan muncul lagi di sini, bertubi-tubi menyerang diriku yang lemah ini.

Ciee, lemah.

Tapi kalau malas baca novel satunya, tak apa sih. Kuusahakan menceritakan dengan lebih detail di sini. Jadi buku ini bisa dibilang paket komplit.

Jadi gini,

Bentar, bikin kopi dulu. Pusing banget kepalaku. Kopi saset aja lah nggak pake gula, ribet kalau bikin ‘kopi beneran’.

Saat ini aku sedang berada di sebuah apartemen milik pacarku.

Bentar, aku nembak dia nggak sih? Seingatku sih nggak ya, aku Cuma bilang ‘suka’. Karena aku nyaman berada di dekatnya.

Kuanggap saja pacar lah ya.

Aku berada di sini karena aku sedang menghindari suatu komplotan Preman kaya raya yang aku yakin banget satu bogeman saja bisa bikin tengkorak retak. Sekuat itu mereka.

Kenapa aku bisa bilang ‘kuat’?

Karena aku merasakan gimana rasa pukulan cinta mereka.

Itu rasanya... nggak sakit di awal, kayaknya nyawaku sempat kepental sebentar dari raga, tapi begitu si nyawa balik lagi badan ini rasanya kelindes excavator. Anjir lah pokoknya.

Pusingnya sebulan nggak ilang, masih kerasa sampai sekarang. Kadang aku bengong sendiri karena otakku sekarang suka buffer, macam hampir ke shutdown sendiri padahal aku sedang melakukan aktivitas krusial di tengah banyak orang.

Intinya, (aku cerita masa lalu sambil nyeruput kopi ya) sejak usiaku 14 tahun aku sadar banget aku bukan anak ibuku, tapi aku anak bapakku. Iyaaa, bapakku nikah lagi. Ibu kandungku kabur ke negara asalnya di amiriki sana karena tingkah bapakku memang rada-rada gelo.

Bapakku itu pejabat di salah satu perusahaan berbasis Building Construction. Karena pekerjaan bapakku, sejak masih sekolah aku tertarik dengan sesuatu yang berbau teknik industri. Impianku bisa berkuliah di jurusan bidang itu. Kuanggap, sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan itu, duitnya banyak.

Dan aku mulai merasakan adanya keanehan saat dia bawa cewek seksi ke rumah yang tampangnya kayak LC ke kehidupanku yang dari lahir memang udah berantakan ini. Berantakan tapi mewah. Dan bapakku mengenalkan cewek itu sambil bilang “Kenalkan Axel, ini Mira, dia akan jadi istri bapak. Kami akan menikah se-ming-gu lagi.”

Seminggu katanya.

Faklah.

Aku langsung benci sama cewek itu.

Walaupun ibu kandungku tingkahnya nggak kalah gila sama nih cewek, setidaknya ibuku masih menganggap aku anaknya. Tapi sayang sekali dia kehilangan hak asuh atas diriku karena pada dasarnya di negara sana dia itu Homeless. Gelandangan nggak punya rumah. Ketemu bapakku di aplikasi Meong-Chat (nama aplikasi disamarkan ya, bahaya), dibawa ke Indonesia karena dia memang cantik banget. Dinikahi secara legal di sini dengan statusnya sudah sebagai WNI berkat kekuatan uang bapakku.

Bapakku ini, sudah menikah tapi ternyata istri sirinya bejibun. Bisa jadi di setiap kota dia punya istri siri. Setiap dia dinas keluar kota, nikah.

Karena, gini loh, siapa yang nggak bengong, pas di tengah pelajaran, ditelpon ibuku, dia terisak-isak sambil bilang “Axel, please go back, there’s a crazy people shouting at our gate and said i’m gonna kill you, Where is Jack?!”

Ya aku waktu itu cuma bisa bilang ‘Ha?’ sementara guruku lagi menjelaskan mengenai berapa lama proyek akan diselesaikan apabila target pembangunan di Desa A adalah 1,5 bulan dengan pekerja 12 orang, lalu terdapat 2 orang pekerja yang mengundurkan diri dari proyek tersebut.

Masalahnya aku kan ingin bertanya, Bu, kuli-nya dibayar perjam atau borongan. Masalahnya kalau borongan, walau pun hanya ada 10 kuli ya harus selesai 1,5 bulan pas lah. Rugi mereka kalau melebihi dateline kan kontraktor bakalan bayar denda. Kalau dibayar perjam, ya mereka bodo amat mau target 1,5 bulan kek, 3 bulan kek, kalau perlu molor ya molor aja waktunya kan dibayar perjam. Ngopi dulu, makan gorengan dulu. Gitu-gitu deh. Logikanya aja ya.

Nah boro-boro mau ngomong, My Mom histerically call me in the middle of class math. Baru mau jawab, hape udah disita duluan. Mana masih bingung tampangku masih blo’on waktu itu.

Dalam otakku langsung berseliweran pikiran buruk sementara guru matematikaku marah-marah karena berani-beraninya aku angkat telepon di jam pelajaran. Aku pun langsung bilang “ Bu Guru, maaf nih kayaknya saya harus pulang lebih cepat soalnya ibu saya barusan telepon ada orang teriak-teriak di depan pager ngancam mau bunuh dia. Kalau nggak percaya, itu silakan ngomong sendiri. Kan ibu yang pegang hape saya.”

Aku masih bisa dengar ibuku teriak-teriak pakai bahasa inggris tanpa Grammar khas orang jalanan di amiriki.

Bu Guru langsung mendengarkan teriakan ibuku lewat hapeku. Dan berikutnya beliau bertanya,

“Bapakmu mana?”

Aku langsung diizinkan pulang.

Unusual Things

Masalahnya hal ini nggak berhenti di sana.

Selalu saja, kalau bapak dinas keluar kota, dia berantem dulu sama ibuku.

Terus besoknya dan besoknya lagi daaan besoknya lagi sampai bapak pulang dinas, banyak wanita-wanita tak kami kenal datang ke rumah mencari bapakku.

Rata-rata semua udah punya anak, anak dari bapakku. Dan masing-masing menunjukkan bukti pernikahan siri mereka.

Aku tuh makin bingung ya, setahuku kami ini sekeluarga beragama Kristen, tapi pernikahan siri kan memakai hukum Islam. Mana ada nikah siri di Kristen, kami ini penganut monogami. Bapakku ini gimana sih.

Bodo amat lah.

Ibuku nggak tahan, dia gugat cerai, ninggalin aku ke negara asalnya sambil nangis-nangis. Dia bilang dia mau bawa aku, tapi uang bapakku lebih banyak, hak asuh dimenangkan bapakku walopun bapakku yang mencurangi janji setia. Apalagi ibuku tak punya pekerjaan dan tak punya rumah di amiriki, tabungannya gendut karena bapakku dan kini jelas semua tunjangan langsung di stop bapak. Ibuku bilang dia akan cari uang yang banyak di amrik, lalu menjemputku. Aku hanya bisa sabar dan berdoa.

Lain ibu kandungku, lain juga ibu tiriku.

Sejak dia datang ke rumah, aku tahu dan aku tahu bapakku juga tahu, dan aku yakin bapakku tahu kalau aku tahu, kalau ibu tiriku ini nikah sama bapakku cuma karena bapakku gadun. Liat aja bapakku kena stroke dikit paling ditinggalin. Aku nggak mau loh ya ngurusin bapakku, aku masih dendam gara-gara ibuku pergi. Kalau dia kena penyakit, kuserahkan saja ke panti jompo.

Dan berikutnya, duh... aku malas ingat-ingat ini. Aku pasti sedih terus kalau ingat masa lalu. Ibuku katanya meninggal. Bunuh diri terjun dari jembatan Golden Gate.

Aku kayaknya serasa disambar petir waktu dapat email dari kantor polisi di San Fransisco. Pantas bapakku langsung buru-buru ke Amerika. Walau pun sudah mantan ternyata bapakku masih peduli dengan ibuku.

Begitu pikirku waktu itu.

Saat aku dikabari kalau bapakku mengurus pemakaman ibuku, yang tanpa jasad karena Jembatan itu dibangun di atas Samudera Pasifik, jadi ombak bisa segera menyapu tubuh para pelaku sesaat setelah tercebur di bawahnya.

Yah ternyata, selain mengurus pemakaman ibuku, semacam tiang memorial untuk mengenang ibuku, yang penting ada batu yang berisi nama ibuku untuk menunjuk kalau Carlita Preston Rio pernah eksis di dunia ini, ternyata bapakku juga cari-cari rumah di USA untuk dia tinggali bersama Tante Mira kalau lagi liburan. Sekalian dia urus Greencard buat jaga-jaga.

Buat jaga-jaga dia bilang? Jaga-jaga dalam hal apa? Apa istimewanya menjadi resident di Amiriki?!

(Green Card AS atau Kartu Penduduk Tetap AS berfungsi untuk memberikan izin tinggal permanen bagi warga negara asing di Amerika Serikat. Kartu ini juga memungkinkan pemegangnya untuk bekerja, bepergian, dan mendapatkan akses ke fasilitas federal dan negara bagian tertentu).

Yang bikin aku kesal... aku nggak dibikinin.

Padahal Tante Mira dibikinin.

Aku nggak sudi menyebut dia ‘ibuku’ ya, selamanya akan ada embel-embel ‘Tante’ di depan namanya. Nggak tahu dah Mira itu nama asli atau nama LC.

Jangan-jangan nama aslinya malah Tejo. Kan bisa aja.

Aku saat itu berusaha tenang sambil menunggu kepulangan Bapakku dan Tante Mira. Aku lebih banyak di rumah, buka sosmed, main game, belajar.

Iya dong aku belajar, aku juga ingin sukses melebihi bapakku.

Karena kata ibuku, ‘berusahalah tidak tergantung pada kekayaan bapakmu karena ibu yakin sekali uang itu didapatkan dengan cara tidak legal’. Cara biar kaya? Ya belajar dong. Aku memang memiliki minat di segala yang berhubungan dengan konstruksi, arsitektur, dan Mekanikal Elektrikal, (ME merupakan bidang yang berkaitan dengan desain dan konstruksi bangunan, termasuk instalasi listrik dan mekanikal.) tapi tak ada salahnya belajar hal lain siapa tahu minatku berubah.

Seperti suatu saat, aku sedang mempelajari mengenai persalinan.

Aneh ya?

Tidak juga.

Bukan hal jorok loh ya, tapi aku heran saja, ibuku kan juga sama seperti Tante Mira. LC, atau wanita panggilan, atau semacamnya lah, tapi ibuku bilang dia sangat sayang aku sejak aku masih berbentuk janin. Aku diperjuangkannya untuk lahir ke dunia padahal ibuku tahu perjuangan untuk mengeluarkanku dari dalam perut itu bisa membuatnya mati.

Ya aku penasaran dong, sesakit apa mengeluarkan bayi dari dalam perut?

Kan memang tubuh wanita dirancang untuk itu?  Masih bisa sakit gitu? Atau lebay?

Jadi kunyalakan VPN, kucari video wanita melahirkan. Kutonton, dan aku melongo.

Kutonton yang lain, kali ini masalah preklamsia dan harus sesio (Operasi sesar), aku malah hampir pingsan.

Kubayangkan wanita di video itu ibuku, dan yang dikeluarkannya itu adalah aku.

Bayangkan kalau keduanya selamat... wah pantas saja jadi soulmate sehidup semati. Perjuangannya nggak main-main.

Sementara aku pernah dengar dari Tante Mira, kalau dia nggak mau punya anak karena ingin menjaga tubuhnya.

Ya pantas saja kalau prosesnya seperti ini, siapa yang tak takut?

Ibuku hebat juga. Pantas dia begitu menyayangiku dan sangat sedih saat kami harus berpisah. Mendapatku tidak semudah asal brojol. Entahlah apa yang dipikirkan para wanita yang ‘jahat’ sama anaknya sendiri.

Setelah itu aku malah galau mau jadi dokter atau insinyur.

Dan saat aku lebih sering di rumah itulah, aku jadi tahu banyak hal.

Kalau, ternyata rumah ini sering didatangi pejabat-pejabat yang mencari bapakku.

Atau mantan pejabat...

Atau orang-orang yang seharusnya statusnya masih tipikor tapi bisa-bisanya dia bertamu ke rumah bapakku bawa-bawa ajudannya.

Kata pembantu-pembantu di rumahku, selama ini yang menemui mereka adalah ibuku.

Kini ibuku tak ada, jadi aku yang menemui mereka walau pun aku tak tahu apa-apa.

Rata-rata mereka datang menyerahkan bingkisan.

Macam-macam.

Ada hampers, ada patung kayu yang bentuknya random, ada guci tanah liat yang berlumut, ada buah-buahan, ada lukisan, ada keris segala. Ada juga map berisi salinan sertifikat tanah dan bangunan atas nama bapakku di Singapura.

Salah satu kendi tanah liat yang gosong menghitam dengan ukiran ala Majapahit tak sengaja kupecahkan.

Isinya... bubuk terlarang.

Aku tahulah itu bubuk haram, dulu aku juga sering nya-... sensor lah. Waktu itu ikut-ikutan aja, sekarang aku malah kena sinus.

Karena penasaran kubongkar hampers buah.

Buahnya dari bongkahan emas, dibalut kulit jeruk asli.

Kulepas lukisan dari piguranya. Isinya dokumen mengenai pembunuhan seseorang. Hasil otopsi dan Laporan dari aparat.

Kondisiku saat tahu itu semua menyamai shocknya saat aku mengetahui proses bagaimana aku dilahirkan ke dunia.

Lalu pikiran buruk mulai menghantuiku.

Benarkah ibuku meninggal Bunuh Diri? Padahal dia bilang akan menjemputku.

Lalu, barang-barang itu aku sembunyikan di sebuah tempat.

Tidak di rumah itu.

Di tempat yang hanya aku yang tahu.

Dan aku pun mulai menelusuri rumah bapakku.

Mad Mistress

Pengganjal pintu ruang makan itu pernah jadi masalah, waktu itu salah satu ARTku diomeli habis-habisan sama bapakku karena memindahkannya ke samping kolam. Pengganjal itu dari batu bata biasa, dan ARTku inisiatif membelikan pengganjal pintu yang lebih modern, yang pintu bisa terganjal otomatis dari belakang. Karena mungkin dipikirnya masa rumah mewah begini ganjelan pintu pakai bata?

Dia kira akan dipuji oleh bapakku, nyatanya malah diomeli dan dipecat.

Kata bapakku jangan memindahkan barang-barang di rumah ini seenaknya, semua sudah diatur olehnya sedemikian rupa.

Kata-kata yang aneh bukan?

Hanya karena ganjelan pintu, pembantu ku dipecat.

Ku hampiri ganjelan pintu bermasalah itu, kubolak balik. Terlalu berat untuk sebuah bata biasa. Seakan batu ini diisi logam

Tebak isinya.

Enam batangan emas 1 Kg. Dibalut semen yang dicat seperti batu bata.

Enam batang!

Yang kalau digrebek polisi, benda-benda seperti batu bata ini tidak akan disita karena dianggap batu biasa. Rumah dikosongkan bertahun-tahun pun hal semacam ini akan tetap tertinggal di dalam karena dianggap ‘hanya’ batu.

Kuingat-ingat lagi benda apa yang tak boleh dipindahkan, atau hal-hal aneh yang bapakku instruksikan.

Kata Bapakku, ‘kalau moles bathtub jangan kelamaan, saya risih kalau ada orang berlama-lama di kamar mandi saya’.

Di lain pihak, dia kalau mandi pakai shower terus.

Sementara ibuku memiliki kamar mandi sendiri, karena selama ini mereka memutuskan tidur di kamar terpisah, tidak dimulai saat bapakku berselingkuh, tapi memang sejak dulu karena barang-barang ibuku terlalu banyak.

Jadi kubuka pintu kamarnya, kuhampiri kamar mandinya, kuketuk-ketuk bathtubnya yang mewah itu.

Dalamnya kopong.

Terdengar semacam rongga.

Kurasa aku tahu isinya apa. Bisa jadi uang tunai. Makanya ia tak ingin bathtub kena air. Bak mandi kok nggak boleh kena air, apalagi kalau bukan karena ada barang penting yang berbahan dasar kertas di dalamnya?

Ternyata,

Aku selama ini tinggal di gudang harta.

Kupikir-pikir kemudian, apakah aku akan mengkonfirmasi hal ini ke bapakku?

Ah, tak usahlah.

Buat apa?

Dalihnya akan macam-macam.

Lebih baik diam-diam kusembunyikan saja.

Kalau bapakku berpikir aku tidak akan menghafalkan wajah dan nama-nama tamu yang datang ke rumah saat dia tak ada, dia salah.

Semua kurekam di ingatanku.

Aku ingat, dulu itu setelah Bapak dan tante Mira kembali dari Amiriki mereka membawakanku oleh-oleh bejibun.

Karena mereka baru dapat konfirmasi dari sekolahku kalau aku berhasil lolos SBMPTN di 2 universitas Negeri, di usiaku yang menginjak 15 tahun. Mereka lumayan lama di Amiriki, ada kali sekitar setahun aku ditinggal sendirian di rumah.

Pulang dari sana kondisi Tante Mira semakin cantik saja.

Pantas, baru aja dibayarin operasi plastik rupanya sama bapakku, wajar saja kalau tinggal lama di sana sampai cari rumah segala.

Tapi sepertinya aku mencium adanya konspirasi di sini.

Semacam ada kekhawatiran kalau bapakku sudah tahu akan terkena OTT sebentar lagi.

Bukan khawatir ke bapakku, aku khawatir aku tak akan bisa melanjutkan perkuliahan. Karena jurusan teknik ini adalah impianku.

Juga,

Aku semakin merasa tertekan.

Karena Tante Mira... mulai sering menggodaku.

**

Ya iya lah dia tergoda, tampangku ganteng gini.

Ada Chindo-Chindonya, ada bule-bulenya, masih muda pula.

Dia pikir aku anak polos kali ya, yang usia segini mudah tergoda karena masih perjaka. Nggak mungkin kali aku nggak nyerempet bahaya. Asal nggak bikin hamil anak orang ya kulakukan.  Dia nggak tahu aku pernah main sama yang lebih seksi dan jauh lebih cantik dibandingkan dirinya.

Lagian, aku masih dendam, gara-gara keberadaan Tante Mira di keluargaku, ibuku dijauhkan dariku.

Mungkin satu-satunya yang membuatku kalah dari bapakku adalah, aku belum mapan. Masih ngemis sama bapakku. Jadi jelas Tante Mira ingin jadi Ratu, mendapatkan kepuasan ranjang melaluiku, sekaligus menikmati kemewahan lewat tabungan bapakku.

Enak saja, tidak akan kukabulkan lah. Kalau perlu dia yang mohon-mohon padaku.

Dan hari yang kutunggu-tunggu pun datang, Tante Mira mulai tidak tahan terhadap penolakanku.

Saat teman-teman motor gedeku datang ke rumah, rencananya kami akan memperbaiki beberapa sparepart yang aus di garasi rumahku. Mumpung bapakku lagi dinas. Yah entahlah dinas beneran atau menemui istri keberapanya sekaligus kerja.

Dia datang ke garasi kami, menyuguhkan minum, mengenakan pakaian dinas malamnya yang menerawang. Dengan ukuran dada yang sudah dimodifikasi dokter bedah estetika.

Teman-temanku bengong, aku hanya melihat sekilas, lalu kembali fokus me-las rangka motor.

Dia terlihat bergerak mendekatiku, aku mengenakan googleku dan ku las besi di depanku. Otomatis percikan kembang apinya kemana-mana, hampir mengenainya. Dia hanya cemberut, lalu mendekatiku. Aku kembali membakar besi panas.

Terus saja begitu sampai dia pergi sendiri.

Aksi berikutnya saat aku akhirnya keluar kamar karena bosan main game. Lagian lapar juga, rencananya mau melihat ada makanan apa di konter dapur. Biasanya hari Rabu ART-ku memasak sop buntut.

Tapi saat itu sudah pukul 1 malam, jadi sepertinya makanan sudah masuk kulkas. ARTku biasa begitu karena bahan makanan di rumahku berlimpah ruah dengan menu spesifik yang terdiri dari beberapa macam variasi, masakan sering tak termakan karena yang tinggal disana hanya aku, Tante Mira lebih suka makan di restoran, Bapakku jarang sekali di rumah, akhirnya masuk kulkas untuk dipanaskan besok hari dan dibagi-bagikan ke keluarga mereka.

Beruntung, masih ada sop buntut di kulkas, jadi kupanaskan sebentar di kompor sambil kucoba-coba menyeduh kopi secara proper berdasarkan tips dari medsos. Walaupun alat memproses perkopian di rumahku lengkap, tetap saja aku kesulitan mendapatkan bubuk kopi yang enak.

Ku coba-coba memadukan beberapa jenis rempah, rasanya tetap saja kurang pas di lidahku.

Saat aku sedang fokus dengan bubuk kopi dan beberapa rempah, kurasakan sebuah tangan melingkar di pinggangku.

Aku diam.

Merinding.

Dan baru ingat, busanaku saat itu hanya sehelai boxer tanpa kain apa pun lagi karena baru saja selesai main game. Lagian ini kan rumahku, masa aku keluar kamar pakai batik sutra dan celana bahan di tengah malam?

Aku hanya bisa diam karena dari wangi parfumnya, aku sangat tahu ini Tante Mira, yang memeluk pinggangku dan menekan dadanya ke punggungku.

Kurasakan bibirnya yang tebal itu menciumi tulang belakangku, sambil tangannya mulai turun ke area bawah perutku.

Beruntungnya aku, ponselku ada di depan tanganku, di atas konter dapur.

Kutegakkan, kutekan tombol recording, kusembunyikan di balik mesin penggiling biji kopi,

Rencananya akan kusimpan di cloud karena aku sangat yakin pasti suatu saat akan berguna, kugabungkan di satu file bersama dengan tangkapan kamera ‘kolega-kolega’ bapak yang bertamu ke rumah. Walau pun hapeku raib, dokumen itu akan tetap bisa terbuka lewat aplikasi lain, di negara mana pun, yang penting tahu passwordnya.

Masih sabar-sabar, mengingat dia istri bapakku, kuraih tangannya dan kubuang ke samping. Lalu aku menggeser tubuhku menjauhinya. Aku meliriknya dan bersikap tak acuh, sambil mematikan kompor elektrik di bawah panci berisi sop buntut.

“Kamu tahu kan kalau bapak kamu tidak benar-benar sayang sama kamu?” begitu kata Tante Mira.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!