{versi anime}
Di alam semesta yang tak terhingga luasnya, hidup berjuta makhluk dalam berbagai bentuk dan wujud. Salah satunya adalah manusia—makhluk yang diberkahi dengan akal, rasa, dan kehendak bebas.
Di dunia manusia, mereka hidup berdampingan, meski berbeda latar dan keyakinan. Pada mulanya, mereka saling membantu, saling menguatkan. Dunia terasa damai.
Namun, seiring berjalannya waktu, manusia mulai melupakan ajaran-ajaran suci. Mereka menjauh dari nilai-nilai keilahian. Ketidaktaatan menjelma menjadi kesombongan, dan kesombongan menumbuhkan kehancuran. Para dewa, yang selama ini mengamati dari dimensi mereka, murka.
Sebagai bentuk ujian—atau mungkin peringatan—para dewa melepaskan energi suci ke seluruh penjuru dunia. Energi itu memberi manusia kemampuan untuk memanipulasi realitas. Mereka menyebutnya: Energi Ki, Keselarasan Inti.
Awalnya, sihir menjadi alat untuk kebaikan. Tapi, godaan kekuatan terlalu besar. Dalam waktu singkat, Energi Ki disalahgunakan. Kejahatan melonjak. Dunia manusia pun terjerumus dalam kekacauan.
Namun malapetaka tak hanya berhenti di dunia manusia. Di dimensi para dewa, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi.
---
Langit retak. Tanah menghilang. Kehampaan mulai menelan istana para dewa.
“Para dewa! Cepat panggil Dewa Tertinggi! Cepat sebelum semuanya terlambat!” teriak Dewa Kebijaksanaan, berjubah hitam bersulam emas, matanya penuh kegelisahan.
Dewa Kekuatan, berotot raksasa, menatap langit yang merekah seperti kaca pecah. “Langit ini… seperti akan menyerap segalanya ke dalam kehampaan! Apa yang sedang terjadi?!”
“Aku pun tak tahu... tapi ini bukan fenomena biasa.” Dewa Kebijaksanaan menggeleng, suaranya bergetar.
“Di mana para Dewa Tertinggi?! Kenapa mereka belum juga datang?!” Dewa Kekuatan menghentak tanah, membuat gempa kecil.
Saat itulah sinar perak melesat dari kejauhan.
“Kami di sini! Kami datang secepat mungkin!” seru Dewa Cahaya, mengenakan zirah putih keperakan, langkahnya terburu-buru.
Dewa Kegelapan, sosok misterius berzirah hitam, melangkah maju dengan tenang. “Aku tahu penyebabnya. Ini adalah ramalan… dari Buku Pengetahuan Dimensi.”
“Ramalan... itu?” Dewa Kebijaksanaan terhenyak. “Jadi, semuanya benar-benar telah dimulai...”
“Ya. Ini awal dari kehancuran besar.” sahut Dewa Roh, tubuhnya transparan seperti cahaya, memegang tongkat bermata tiga.
“Lalu, bagaimana cara kita menghentikannya?” tanya Dewa Kebijaksanaan.
Dewa Cahaya tampak gugup. “E-eee… mungkin... ada satu cara.”
“Kenapa nada bicaramu aneh begitu?!” seru Dewa Kekuatan curiga.
“Ti… tidak! Aku tidak gugup!” sanggah Dewa Cahaya, wajahnya memerah.
Para dewa saling pandang. Jelas, ada yang disembunyikan.
“Ayo kita bicara di taman Dewi Bunga. Di sana lebih tenang.” usul Dewa Cahaya.
Setelah mereka duduk di kursi-kursi batu di taman yang dipenuhi kelopak tak berujung, diskusi serius dimulai.
“Kita pindah dimensi saja.” usul Dewa Kekuatan.
“Itu akan memakan waktu terlalu lama. Dan belum tentu ada dimensi lain yang aman.” jawab Dewa Kebijaksanaan.
“Bagaimana jika kita memperbaiki inti dimensi?”
“Bisa memakan ratusan tahun. Dan mungkin itu bukan akar masalahnya.” tukas Dewa Roh.
Saling silang pendapat menambah tekanan.
“Hei, ‘Dewa Bijak’ tapi kok malah bingung sekarang!” cibir Dewa Kekuatan.
“Apa kau sudah bosan hidup?!” balas Dewa Kebijaksanaan, matanya menyala.
“Eehh... maaf! Cuma bercanda! Panik, panik!”
“Aku kehilangan fokus karena sebagian kekuatanku sudah kuberikan ke manusia pilihanku.” lirih Dewa Kebijaksanaan.
“Sudah, cukup! Kita butuh solusi. Dewa Cahaya, katakan usulanmu.” desak Dewa Roh.
Dewa Cahaya menarik napas panjang.
“Satu-satunya cara... kita harus menggabungkan kekuatan kita, para Dewa Tertinggi.”
“Hanya itu?”
“Tidak.” wajah Dewa Cahaya menjadi serius. “Gabungan kekuatan itu... akan menjelma menjadi seorang bayi.”
“APA?!” empat suara menggema serempak.
“Kenapa bayi?!” tanya Dewa Roh tak percaya.
“Aku tak tahu pasti. Tapi itu tertulis dalam Buku Terlarang Dimensi. Dan itu... satu-satunya cara.”
Hening.
Lalu Dewa Kegelapan angkat bicara. “Baik. Mari kita coba. Tak ada waktu untuk ragu.”
Dewa Cahaya mengangguk. “Bentuk formasi segitiga. Kita berdiri di ujung-ujungnya.”
Mereka pun membentuk segitiga sempurna di tengah taman Dewi Bunga. Sementara itu, para dewa lainnya diperintahkan mengirim setengah kekuatan mereka dari kediaman masing-masing.
Saat ketiga Dewa Tertinggi mulai memusatkan energi mereka, guncangan hebat kembali terjadi. Dimensi bergetar. Langit memekik.
“Tetap fokus! Jika gagal, kita semua akan mati!” seru Dewa Cahaya.
“APA?! Kenapa baru bilang sekarang?!” protes Dewa Kegelapan.
“Hehehe… Lupa.”
“KAU ITU—!!!”
“Cukup! Fokus!” bentak Dewa Roh.
Energi murni mengalir di udara. Mereka hampir kehilangan kendali… sampai akhirnya—secercah cahaya menyala di pusat formasi.
Seorang bayi.
Mengambang.
Dikelilingi aura emas dan hitam yang menyatu sempurna.
“Itu dia! Bayi itu! Kita berhasil!” seru Dewa Cahaya.
Namun euforia itu tak berlangsung lama. Guncangan semakin menggila. Seolah kekuatan bayi itu menarik seluruh struktur dimensi.
“Guncangan ini... berasal dari kekuatannya sendiri!” ujar Dewa Kegelapan.
“Kalau kita tidak mempercepatnya, kekuatannya akan menghancurkan semuanya sebelum sempat menstabilkan dunia!” teriak Dewa Roh.
“Ayo! Seluruh tenaga kita—SEKARANG!”
Ketiganya menjerit, mencurahkan sisa kekuatan terakhir mereka.
“AAAAAAAAAAAAAARRRRRRRHHHHH!!!”
Ledakan cahaya menerangi seluruh dimensi. Retakan di langit sembuh. Tanah yang hilang kembali padat. Dimensi para dewa kembali lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan dunia manusia pun merasakan getarannya.
Dan bayi itu… bayi itu memancarkan kekuatan yang tak terukur. Dalam satu kedipan, 0,001% dari kekuatannya bisa menghancurkan Local Interstellar Cloud.
Para dewa berlutut, menangis.
Bencana telah berakhir.
Tapi mereka tahu, ini... baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Setelah para dewa dan dewi berhasil melewati masa-masa kelam yang penuh dengan keputusasaan dan penderitaan, mereka pun memutuskan untuk menggelar sebuah perayaan megah. Perayaan ini bukan sekadar pesta biasa—melainkan bentuk penghormatan dan pengingat akan perjuangan yang telah mereka lalui bersama. Cahaya surgawi menerangi langit istana para dewa, alunan musik suci menggema, dan tawa mereka menyatu dalam harmoni.
Di tengah kegembiraan itu, Dewa Cahaya tiba-tiba termenung. Wajahnya yang biasanya bersinar kini tampak serius, seakan ada sesuatu yang membebani pikirannya. Ia lalu berdiri tegap, mengenakan zirah emas yang memantulkan cahaya dari sekelilingnya, dan bertepuk tangan dengan keras.
Dewa Cahaya: “SEMUA!!! Bisakah kalian memberikan perhatian sejenak!?”
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Seluruh dewa dan dewi menghentikan aktivitas mereka dan menoleh ke arah suara yang penuh wibawa itu.
Dewa Kebijaksanaan, dengan tenang mengangkat tangannya dan bertanya, “Ada apa gerangan, wahai Dewa Cahaya?”
Dewa Cahaya mengangkat seorang bayi mungil yang bersinar lembut di pelukannya, lalu berkata, “Aku hanya ingin bertanya... Apa yang sebaiknya kita lakukan terhadap bayi yang terlahir dari kekuatan gabungan kita semua ini? Anak ini bukan sembarang bayi—ia adalah simbol persatuan kita.”
Dewa Darah, dengan tubuh yang tampak seperti cairan kental berwarna merah namun tetap berbentuk fisik, tertawa keras dan berkata, “Berikan saja padaku! Aku akan menjaganya seperti... tumbalku sendiri! HAHAHA!!!”
Dewa Cahaya mengernyit. “Sebaiknya tidak, terima kasih. Ada usulan lain?”
Dewa Kebijaksanaan menyela, “Bagaimana jika anak ini diasuh oleh kalian para dewa tertinggi sampai ia tumbuh dewasa? Mungkin kelak dia akan memiliki peran besar di masa depan.”
Dewa Roh mengangguk, “Ada benarnya juga. Apa pendapat kalian semua?”
Dewi Kecantikan yang duduk anggun dengan wajah sebagian tertutup kain transparan, hanya memperlihatkan matanya yang memikat, menimpali dengan nada menggoda, “Bagaimana kalau kami, para Dewi, saja yang merawatnya?”
Dewa Roh tampak berpikir keras. “Hmm... menarik juga. Tapi rasanya ada sesuatu yang kurang... Tapi apa, ya?”
Dewa Pengetahuan yang berdiri sambil memegang sebuah kitab besar bersampul emas berkata lantang, “Aku tahu apa yang kurang itu!”
Dewa Roh langsung menoleh. “Cepat, katakan!”
Dewa Pengetahuan dengan mantap menjawab, “Yang kurang adalah... seorang AYAH!”
“HAAAAH??!” Para dewa dan dewi berseru kaget serempak, menatapnya dengan ekspresi bingung.
Dewa Cahaya bertanya, “Kenapa kau berpikir seperti itu?”
“Karena,” ujar Dewa Pengetahuan, “dari apa yang kupelajari tentang kehidupan manusia, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Jika para Dewi menjadi ibu bagi bayi ini, bukankah seharusnya ada juga seorang ayah?”
Dewa Cahaya mengangguk perlahan. “Itu masuk akal... Tapi, siapa yang akan menjadi ayahnya?”
Dewa Kebijaksanaan menjawab sambil tersenyum, “Sudah jelas—kalian para dewa tertinggi lah yang menjadi ayahnya. Itu tanggung jawab kalian.”
Dewa Cahaya terkejut. “Ta... tapi kan...!”
Dewa Kekuatan, yang bertubuh raksasa dan berotot, memotong, “Tak perlu banyak alasan! Langsung saja rawat anak itu!”
“Ba... baiklah kalau begitu...” Dewa Cahaya akhirnya mengangguk pasrah.
Dewa Kebijaksanaan lalu menyimpulkan, “Dengan ini, diputuskan bahwa para Dewa Tertinggilah yang akan menjadi orang tua dari anak ini.”
“YAAAAAAAAAA!!!” Sorak para dewa dan dewi memenuhi langit, tanda persetujuan penuh.
Dewa Emosi yang tubuhnya berubah-ubah warna sesuai perasaannya, berdiri dan berkata, “Karena sudah diputuskan siapa orang tuanya, sekarang saatnya kita memberi nama kepada anak ini!”
Suasana kembali hening. Semua saling pandang, berpikir keras.
Dewa Cahaya mengangguk, “Benar juga! Anak ini harus memiliki nama. Hmm...”
Dewi Kecantikan tiba-tiba berdiri, “Bagaimana kalau... FLAVIO BHASKAR?”
Dewa Cahaya menoleh penasaran, “Kenapa nama itu?”
Dewi Kecantikan hendak menjawab, namun Dewa Kebijaksanaan menyela lebih dulu, “Ah! Aku mengerti maksudnya. ‘Flavio’ untuk rambut pirangnya yang bersinar seperti cahaya mentari, dan ‘Bhaskar’ karena ketika kita menciptakannya, wujud energinya bulat dan bersinar seperti matahari.”
Dewi Kecantikan mengangguk penuh semangat, “Benar sekali!”
Dewa Cahaya tersenyum. “Flavio Bhaskar... Nama yang cocok untuk anak cahaya.”
Setelah nama diberikan, perayaan pun berlanjut dengan sukacita hingga fajar menyingsing.
---
Sementara itu, di dunia manusia...
Kekacauan melanda wilayah perbatasan antara dunia manusia dan wilayah iblis. Pertikaian demi pertikaian pecah tanpa henti. Manusia memburu kekuasaan dan kekuatan, membunuh satu sama lain tanpa ampun.
Di tengah kekacauan itu, dua gadis muda berlari menyusuri hutan demi menyelamatkan diri.
“Hei, Arinka! Cepat ke sini! Aku menemukan tempat persembunyian!” seru seorang gadis berambut putih panjang bernama Arelia, matanya tajam dengan iris abu-abu keperakan, tubuh ramping namun berisi, dan wajah secantik dewi.
Arinka yang lebih pendek, dengan rambut coklat sebahu dan pipi imut sedikit tembam, tampak ragu. “Tapi Arelia, bukankah itu sarang hewan buas?”
“Kau mau selamat atau tidak?” Arelia menyeringai.
“Mau sih, tapi—”
“DIAM!!! Mereka datang!!” Arelia buru-buru menarik Arinka masuk ke dalam sarang rerumputan dan menutup mulut temannya.
Tak lama kemudian, pasukan kesatria berbaju zirah perak menyusuri area itu.
“Hei! Sudah ketemu mereka?” tanya pemimpin mereka.
“Belum, Pak. Kami terus mencari,” jawab salah satu prajurit.
“Cari terus! Mereka tidak boleh lolos!”
Beberapa saat kemudian, seorang prajurit menemukan anting emas kecil di tanah.
“Pak! Saya menemukan ini di jalur sebelah sana!”
“Itu milik salah satu dari mereka. Ayo kejar!”
Pasukan itu pun pergi menyusuri jejak yang salah arah.
Setelah yakin suasana aman, Arelia dan Arinka keluar dari persembunyian.
“Kenapa mereka mengejar kita? Apa kesalahan kita?” tanya Arinka dengan suara gemetar.
“Mungkin... karena kekuatan sejati kita,” jawab Arelia dengan wajah serius.
“Memangnya kekuatanmu apa?”
“Telekinesis.”
“Tele... apa?”
“Telekinesis. Kekuatan batin untuk menggerakkan benda tanpa menyentuhnya.”
“Wah, hebat!”
“Kau sendiri, kekuatanmu apa?”
“Sepertinya aku bisa berbicara dalam segala bahasa. Aneh, ya?”
“Menarik juga. Bisa sangat berguna.”
Mereka terus berjalan tanpa tahu bahwa mereka mendekati jurang yang curam.
“Ups... Sepertinya kita tidak bisa lewat sini,” kata Arinka cemas.
Arelia berpikir keras. “Tunggu... Aku punya ide, tapi agak berbahaya.”
“Coba saja jelaskan.”
“Aku akan gunakan telekinesis untuk membengkokkan pohon ke arah jurang. Kita naik pohonnya, lalu kita akan ‘terlempar’ ke seberang!”
“Berbahaya sih... tapi kita nggak punya pilihan lain.”
Mereka melompat ke pohon yang miring, dan Arelia melepaskan kekuatannya. Pohon itu memantul ke arah jurang—mereka pun terlempar... dan jatuh menimpa seseorang!
“Aduhhh!!! Apa-apaan ini?! Sakit sekali!!”
Mereka terguling dan mendarat tepat di atas seorang pria muda.
“Maaf! Kami nggak lihat kau di bawah!” Arelia buru-buru bangkit dan membungkuk.
“Ya, nggak apa-apa. Tapi kalian bikin tulangku retak rasanya...” ucap pria itu sambil berdiri dan membersihkan pakaiannya.
“Namaku AUVA. Krisanto Auva. Kalian siapa?”
“Aku Arelia. Dan ini temanku, Arinka.”
“Salam kenal. Kalian datang dari mana?”
“Dari wilayah yang jauh... Kami tersesat,” jawab Arelia.
“Kalau begitu, ikut saja ke tempatku. Bukan rumah sih, lebih tepatnya... sebuah akademi.”
*****
Di pagi hari yang cerah, terdengar suara teriakan yang sangat keras di kediaman para Dewi dan itu pun langsung membuat para dewa tertinggi yaitu Dewa cahaya, kegelapan dan roh datang dengan tergesa-gesa, mereka pun melihat.........
Dewa cahaya:"Ada apa? mengapa ada yang teriak?" Dengan langkah panik langsung menghancurkan pintu ruang tidur Dewi.
Dewi kecantikan:"Lihat........ lihatlah apa yang ada di balik selimut itu". Menunjuk selimut yang ada di sampingnya.
Setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Dewi kecantikan, Dewa cahaya bergegas membuka selimutnya. Lalu melihat....!
Dewa cahaya:"HAH!!!!!! Siapa orang ini?". Tanya dewa cahaya karena ada seseorang umur 17-an berada di tempat tidur Dewi kecantikan.
"Bagaimana dia bisa ada di sini? Sepertinya aku harus membunuhnya."
Dewa cahaya memunculkan sebuah pedang yang ditutupi oleh sarung pedang berwarna putih mengkilat. Dia menarik pedangnya dan langsung menyerang orang itu sampai tubuh orang itu terpotong beberapa bagian.
Dewi kecantikan:"HEI!!!!!!!!! Apa kau sudah gila? Mengapa kau membunuhnya?" Teriak Dewi kecantikan.
Dewa cahaya:"Apa salah ku? Aku hanya ingin melindungimu!!!"
Dewi kecantikan:"Mengapa kau tidak bertanya dulu sebelum kau menghunuskan pedang, apa kau tahu siapa orang yang kau bunuh itu?" Menekan nekan dada dewa cahaya dengan telunjuknya.
Dewa cahaya:"Me...... memangnya si.....siapa?"
Dewi kecantikan:"Aku jelaskan dulu apa yang terjadi disini. Saat kita selesai merayakan perayaannya aku langsung pergi ke ruang ini, Lalu menidurkan bayinya dan karena aku mengantuk sekali akupun tidur di kasur yang sama dengan bayinya. Dan dipagi hari saat aku bangun,aku terkejut dan teriak karena kaget melihat ada seorang laki-laki berambut pirang di kasur tempat aku tidur bersama bayinya. Lalu kalian pun datang kesini cepat sekali dan siapa sangka kau langsung membunuhnya."
Dewa Roh:"Jadi apa kau mau bilang bahwa anak remaja itu adalah bayi yang kau tidurkan semalam?" Tanya dewa roh dengan mendekati Dewi kecantikan.
Dewi kecantikan:"Yah!!!! Itu yang coba ku jelaskan."
Dewa cahaya:"Apa mungkin bayi bisa tumbuh secepat itu dalam semalam, mungkin itu adalah penyusup"
Dewi kecantikan:"Mana mungkin penyusup!!, Di area ini memiliki sihir pelindung tingkat 15, jadi mana mungkin ada yang bisa masuk kedalam sini, kecuali kalian".
Dewa Roh:"Jadi apa mungkin orang itu adalah bayi kita? HEI!!! Mengapa kau dari tadi diam terus wahai dewa kegelapan?"
Dewa Roh melihat kalau dewa kegelapan, tubuh dan zirahnya bergetar.
Dewa Roh:"Apa kau baik-baik saja wahai dewa kegelapan?" Dewa roh pun memegangi badan dewa kegelapan.
Dewa kegelapan menggerakkan tangannya kedepan dan telunjuk nya mengarah pada anak remaja itu. Dewa Roh pun melihat kearah yang ditunjuk oleh Dewa kegelapan, Dan betapa terkejutnya dia melihat seorang anak laki-laki yang bergerak-gerak.
Dewa Roh:"Hei kalian, apa bisa tenang dan lihat apa itu."
Dewa cahaya dan Dewi kecantikan menuruti apa yang dikatakan oleh Dewa Roh dan mereka pun sama dengan Dewa Roh, mereka juga terkejut.
Dewa cahaya:"Apa maksudnya ini."
Dewi kecantikan:"Apakah ini sebuah ilusi."
"Hei apa kalian tidak bisa tenang sedikit? Aku mencoba untuk tidur disini! Jika ingin berisik, dikamar mandi saja supaya bisa bergema suaranya." Kata-kata yang diucapkan oleh anak remaja itu membuat para dewa dan Dewi bingung dibuatnya.
Dewa Roh:"Hei nak! Siapa namamu? Apa kau bisa beri tahu kami siapa namamu?".
"Kalau tidak salah kalian menamaiku dengan nama FLAVIO BHASKAR." Mereka terkejut mendengarnya.
Dewa cahaya:"Kenapa kau bisa tumbuh secepat ini dalam semalam? Dan mengapa kau bisa hidup lagi setelah menerima seranganku tadi? Dan juga bagaimana bisa tubuhmu menyatu kembali setelah terpotong menjadi beberapa bagian?"
Flavio:"Banyak sekali pertanyaannya!, mana yang harus ku jawab dulu?"
Dewa cahaya:"Terserah kau saja mau yang mana dulu."
Flavio:"Mungkin yang pertama dulu, aku bisa tumbuh secepat ini karena menggunakan sihir terlarang, yaitu sihir manipulasi tubuh."
Mendengar hal itu para dewa dan Dewi hanya bisa menyimak tanpa mengucap sepatah katapun.
Flavio:"Terus yang kedua, aku juga tidak tahu. saat aku sadar, tubuhku sudah terpotong beberapa bagian dan selang beberapa detik aku merasa tubuhku menyatu kembali. Ohh!! Sepertinya ini sudah menjawab pertanyaanmu yang ke-2 dan ke-3".
Dewa Roh:"Kapan kau ingat bahwa kau bisa berbahasa dewa dengan lancar?"
Flavio:"Mungkin saat aku sudah membentuk sebuah tubuh dari kekuatan gabungan semua dewa dan Dewi, dan yang lain."
Dewa Roh:"Begitu ya!!"
Dewa cahaya:"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya."
Flavio:"Mungkin kalian bisa mengirim ku ke DEMENSI para manusia berada!"
Kata-kata Flavio membuat terkejut para dewa dan Dewi yang suntak di jawab oleh Dewa kegelapan.
Dewa kegelapan:"Kenapa kau berpikir seperti itu." Tanya dewa kegelapan yang mendekati Flavio.
Flavio:"Mungkin akan seru jika aku kesana."
Dewi kecantikan:" Tunggu-tunggu-tunggu!!!!!! Kenapa terburu-buru? Kau masih baru disini mengapa langsung pergi meninggalkan kami, nanti ibu akan kesepian tidak ada kamu menemani."
"Sepertinya dia tidak ingin melepaskannya dengan mudah." Dalam benak Dewa cahaya, Roh,dan kegelapan.
Flavio:"Baiklah jika ibu berkata demikian".
"Dia juga langsung percaya bahwa Dewi kecantikan adalah ibunya." Dalam benak para Dewa lagi,dan dengan terkejutnya.
Mereka pun bersiap-siap keluar dan menyapa para dewa lainnya.
Mereka mengumumkan hal penting yang membuat para dewa dan Dewi berdatangan.
Dewi kecantikan:"Hai semuanya!! lihat, ini adalah anak kuu! Nak! ayo sapa para dewa dan Dewi." Dewi kecantikan yang menyuruh Flavio keluar dari istana Dewi kecantikan.
Flavio:"Halo semuanya namaku FLAVIO BHASKAR!!" Sapanya sambil tersenyum.
"HEEEEEEE!!!!!!!!!!!!!!!!". Teriak para Dewa dan Dewi yang terkejut.
Dewi cinta:"Apakah itu bayi yang semalam? Aaaaa!!!! Dia jadi tampan sekarang!!!!". Ucap Dewi yang memakai gaun berwarna pink dengan mata love yang sudah menjadi bagian dari cinta.
Mereka terus berbicara dengan dewa disamping mereka masing-masing, yang dimana para Dewa dan Dewi membicarakan Flavio terus-menerus, dan kebisingan itu dihentikan oleh Dewa Roh.
Dewa Roh:"SEMUANYA HARAP TENANG." dengan suara yang sedang tapi bergema ke telinga para dewa dan Dewi karena suara roh.
Dewa cahaya:"Karena kalian sudah tahu tentang anak ini, aku harap kalian bisa membantu Flavio belajar beberapa ilmu yang dapat ia gunakan untuk di bumi nantinya." Dewa cahaya menepuk-nepuk pundak Flavio.
*******
Setelah itu para dewa dan Dewi mengajarkan ilmu yang bisa Flavio ambil ilmunya untuk bisa bertahan dibumi.
Setelah beberapa jam Flavio akhirnya mengetahui apa saja yang harus dia lakukan untuk bisa bertahan hidup di dunia manusia nantinya dan mempelajari semua sihir para dewa dan Dewi, walaupun dia sudah bisa menggunakan sihir para dewa dan Dewi, karena Flavio terlahir dari kekuatan para dewa, Dewi, dan kekuatan yang lebih besar dan misterius (akan dijelaskan di bab berikutnya².
Di saat Flavio sedang berjalan menuju istana Dewi kecantikan, dia bertemu dengan Dewa Roh.
"Bisa kita bicara sebentar, berdua saja". Tanya Dewa Roh sambil membawa Flavio ketempat yang sepi, saat sudah sampai di tempat yang sepi Dewa Roh pun mulai bertanya.
"Kenapa kau membawa ku kesini?"
"Aku hanya ingin bertanya sedikit tentangmu, apakah bisa?" Tanya Dewa Roh.
"yah tanyakan saja!" Jawab Flavio dengan santainya.
"Apakah kau sudah mendapatkan pengetahuan setelah tubuhmu terbentuk?"
"Bisa dibilang tebakanmu itu benar!". Jawab Flavio dengan santai.
"Apa yang kau tahu dari pengetahuan itu?"
"Yang pasti adalah pengetahuan bahasa dan sihir."
"Apakah ada selain itu yang di jelaskan oleh pengetahuan itu?" Tanya Dewa Roh yang penasaran.
"Banyak sih yang dijelaskan oleh dia tapiiiii penjelasannya terlalu rumit jadi aku tak begitu paham maksudnya."
"Mengapa kau bilang Dia?apa dia memiliki bentuk fisik?". Tanya Dewa Roh lagi.
"Tidak!!! Dia tidak berbentuk!! Dia hanya suara dan gambar kotak transparan yang tipis dan tulisan digambar kotaknya."
"Apa isi tulisan itu?"
"Tulisannya seperti mengenai tentang nama dari dia, dari yang aku ingat sepertinya namanya adalah............ SISTEM PENGETAHUAN DIMENSI." Jawab Flavio.
"Sekarang rasa penasaranku telah hilang dan aku merasa lega, ayo kita pergi kekediaman ibumu."
"AYO!"
Mereka berdua pun menuju kediaman Dewi kecantikan. Saat sampai Flavio langsung dipeluk Dewi kecantikan.
Dewi kecantikan:"Selamat datang kembali putraku yang tampan!"
Flavio:"Aku kembali............. Ibu!"
Dewa Roh:"Masih terdengar lucu kata-katanya itu yang memanggil Dewi kecantikan sebagai seorang ibu." Kata Dewa Roh dalam pikirannya, Lalu dia sedikit mengeluarkan tawa kecil, dan Dewi kecantikan pun menyadari bahwa Dewa Roh sedang menertawainya.
Dewi kecantikan:"Apanya yang lucu?" Dengan wajah datar bertanya kepada dewa roh.
Dewa Roh:"Tidak!!!, bukan apa-apa, aku hanya tertawa sendiri." Dewa roh yang menutup mulutnya dengan tangan.
Dewi kecantikan:"Sudah larut, sebaiknya kamu bersiap untuk tidur sana, nanti besok ibu siapkan makanannya ya."
Flavio:"baik Bu."
Flavio pergi meninggalkan mereka berdua dan segera ke kamarnya lalu tidur.
******
Keesokan harinya dia bangun dengan wajah yang bahagia, karena hari ini dia akan pergi menuju dunia manusia. Dia bangun dan keluar kediaman untuk menyapa semua Dewa dan Dewi sambil mengucapkan selamat jalan.
Beberapa jam berlalu begitu cepat, Sekarang dia menuju portal untuk sampai di dunia manusia, yang dimana disitu banyak para Dewa dan Dewi yang akan mengantarkan dia ke dunia manusia (hanya formalitas saja).
Ketika sampai di portalnya dia dihadang oleh Dewa cahaya, "Kau masih ingatkan tentang misi mu saat berada di sana nanti?"
"Ya aku masih ingat!"
"Bagus kalau ingat, sekarang kau boleh pergi." Kata Dewa cahaya. Flavio pun menuju memasuki portal dan dia pun masuk ke dunia manusia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!