HAYYYYY OTOR HADIR LAGIII....
Setelah overdosis karena kemanisan Hesa dan Naya juga Gisel Raymond, otot ganti haluan ke karya baru yang mengharu biru, di jamin nangis bombay pokoknya!!
Tapi kalau memang nggak suka yang ngabisin tisu, skip aja yaaa...
Bijaklah dalam memilih bacaan tanpa menghujat, love youu🥰🥰🥰
"Dari mana saja kamu?!!"
Risa terperanjat ketika mendengar suara bariton itu. Seorang pria tampan menatapnya dengan tajam dari ujung tangga.
"Apa sih Mas! Ini juga baru jam sepuluh, lebay banget sih!" Risa mencibir suaminya.
"Lebay kata kamu?" Pria tadi mendekat pada Risa.
"Kamu setiap malam pergi keluyuran nggak jelas sama teman-teman kamu itu. Kamu sering ke club malam sama teman-teman cowok kamu padahal kamu sudah bersuami. Sudah dua tahun kita menikah Risa, dan kamu masih belum berubah juga!!"
"Ayolah Mas. Aku ini masih muda, masih dua puluh tahun. Main sama teman-teman ku itu masih wajar. Lagian aku juga nggak mabuk-mabukan, aku juga nggak main belakang sama mereka. Nggak usah kolot deh Mas!"
Bukannya merasa bersalah karena selalu pulang malam untuk bersenang-senang di luar, Risa justru semakin menentang suaminya.
Menurut Risa, di umurnya sekarang seharusnya masih wajar kalau dia bersenang-senang bersama teman-temannya. Bukannya sibuk di rumah mengurus suami.
Risa memang menyesal karena menuruti permintaan Ayahnya untuk menikah dengan Arga sebelum Ayahnya meninggal.
Dua tahun lalu, Ayahnya menyelamatkan Arga yang hampir saja tertabrak mobil. Hingga Ayahnya yang malah menjadi korban.
Karena Risa hanya punya Sang Ayah di dunia ini. Ayahnya meminta Arga untuk menikahi Risa yang baru saja lulus SMA sebagai bentuk terima kasih karena sudah menyelamatkan Arga.
Tapi Risa yang belum siap menikah, serta sifat dan pikirannya yang kekanakan membuatnya susah di atur.
Risa tidak pernah melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Risa pembangkang dan susah di atur. Kemudian yang paling membuat Arga geram adalah, Risa sering pergi ke klub malam bersama teman-temannya.
"Kolot kamu bilang?!!" Arga semakin tersulut amarah.
Kemarahan yang terpendam selama dua tahun ini tampaknya tidak bisa di tahan lagi.
"Aku ini cuma mau mengingatkan kamu tentang martabat seorang wanita, apalagi wanita sudah bersuami!" Kilat arahan terlihat jelas di mata Arga.
Risa agak menciut melihat kemarahan suaminya itu. Jujur ini pertama kalinya Arga semarah itu pada Risa.
"Selama ini aku diam kalau kamu tidak mau mengurus rumah, tidak bisa memasak, dan juga tidak mau mengurusku. Aku bebaskan kamu menghambur-hamburkan uang yang aku berikan. Aku tidak menuntut apapun dari kamu, karena aku pikir kamu akan sadar suatu saat nanti. Tapi kali ini aku sudah tidak tahan lagi Risa. Kamu benar-bener tidak pernah bisa menghargai ku!"
Deg....
Tiba-tiba jantung Risa berdetak dengan keras. Baru kali ini Arga mengungkit semua itu. Arga yang Risa kenal selama ini adalah pria yang lembut dan selalu mengalah. Dia juga tidak pernah menuntut apapun walau Risa hanya bermalas-malasan di rumah.
Tapi saat Arga mengatakan sudah tidak tahan dengan sikap Risa, dia menjadi ketakutan.
"A-apa maksud kamu Mas?" Rasa ketakutan yang Risa alami saat ini membuat matanya tiba-tiba kabur karena air matanya yang menyeruak.
"Risa, kamu tau aku menikahi mu karena memenuhi permintaan Ayah yang telah menyelamatkan ku. Tapi aku tidak pernah menganggap pernikahan kita itu main-main! Aku menerima pernikahan kita dengan ikhlas. Aku juga belajar mencintai kamu dengan tulus. Tapi kamu..." Arga tersenyum kecut.
"Kamu sama sekali tidak pernah menghargai itu semua Risa!" Sorot kekecewaan terlihat jelas di mata Arga.
Pria itu benar-benar sudah berada di titik menyerah. Dia tidak tahan lagi menghadapi sifat Risa.
"Mas aku.. "
"Sudah Risa, aku rasa cukup untuk semua ini" Arga tampak menarik nafas dengan panjang. Seolah kata yang akan ia keluarkan setelah ini begitu berat.
"Clarisa Putri binti Abdul Husni, malam ini aku menjatuhkan talak untukmu!"
Jederrr.....
Bagaikan tersambar petir. Jantung Risa seperti berhenti berdetak saat mendengar kalimat yang sangat dihindari oleh siapapun dalam rumah tangga.
Risa tidak pernah menyangka jika Arga akan melepaskan talak kepadanya, padahal Arga bilang jika dia mencintai Risa.
"A-apa Mas?!! Kamu bercanda man?!" Air mata Risa mulai berjatuhan satu per satu.
"Aku tidak pernah bercanda dengan kalimat itu Risa. Tapi itu keputusan yang sudah aku pikirkan matang-matang!"
"Enggak Mas! Kamu nggak boleh menceraikan aku! Kamu nggak ingat janji kamu sama Ayah?!!" Risa mulai mengungkit tentang kejadian dua tahun yang lalu.
Di mana Arga yang tak hati-hati menyeberang jalan hampir saja tertabrak oleh sebuah mobil yang melaju begitu kencang. Tapi Arga berhasil selamat saat Ayah Risa tiba-tiba datang bak sosok malaikat yang menyelamatkan nyawanya. Namun sayang, nyawa Ayahnya Risa justru tidak tertolong.
Di masa-masa kritisnya, Ayahnya Risa meminta Arga menikahi Risa karena Risa tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Ayahnya menitipkan Risa pada Arga untuk menggantikan tugasnya menjaga Risa.
Karena rasa bersalah sekaligus rasa Terima kasihnya, akhirnya Arga menikahi Risa saat itu juga di depan Ayahnya.
"Aku sudah menepati janjiku pada Ayah, tapi kamu yang tidak pernah bisa menerimanya. Aku juga sudah menebus semua itu dengan membahagiakan kamu, menuruti apapun yang kamu mau termasuk uang bulanan yang begitu besar. Jadi jangan ungkit itu lagi karena kamu sendiri yang sudah tidak menginginkannya!" Geram Arga karena semua usahanya selama ini tidak di hargai namun justru di ungkit oleh Risa.
Risa tercenung. Kali ini dia tidak bisa lagi membalas apa yang Arga ucapkan karena pada dasarnya semua itu benar adanya.
Dia memang tidak pernah bisa menerima semua usaha Arga untuk rumah tangga mereka, atau bisa di sebut Risa yang tidak tau diri.
Risa yang dari dulu hidup susah bersama Ayahnya, tiba-tiba menikah dengan Arga yang berasal dari kalangan atas membuat Risa kalap. Dia setiap hari hanya menghamburkan yang yang Arga berikan. Mentraktir teman-temannya, membeli barang mewah dan ikut arisan orang-orang kalangan atas.
"Maafkan aku Mas!" Isak Risa.
Dia sadar atas semua yang ia lakukan selama ini. Dia paham kenapa Arga begitu murka kepadanya.
"Tolong beri aku kesempatan untuk berubah Mas. Jangan ceraikan aku!"
"Kesempatan sudah aku berikan selama ini Risa. Aku rasa dua tahun bukan waktu yang singkat. Tapi kamu sudah menyia-nyiakannya!"
"Mas..."
"Keputusan ku sudah bulat. Aku akan segera mengurus perceraian kita. Tetaplah tinggal di rumah ini dan aku yang akan pergi malam ini juga!"
"Enggak Mas, aku mohon jangan pergi! Jangan ceraikan aku!"
Risa bersimpuh memegang kaki Arga yang ingin beranjak pergi.
"Tolong maafkan aku Mas. Aku menyesal!" Risa menangis dengan pilu menyesali semuanya.
"Maaf Risa, kita susah berakhir!"
"Mass!! Tunggu Mas!! Jangan pergi Mas!!" Risa mengejar Arga sampai keluar.
Tapi pria itu benar-benar pergi tanpa melihat ke belakang lagi.
"Aarrrkkhhh!!" Teriak Risa dengan penuh penyesalan setelah mobil Arga benar-benar pergi dari rumah yang mereka tempati selama dua tahun ini.
Sudah satu minggu Arga meninggalkan rumah. Selama itu juga, Risa terus berusaha menghubungi Arga. Tapi sayangnya, ponsel Arga sama sekali tidak bisa dihubungi.
Kalian mau tau, seberapa besar Risa tidak peduli pada Arga salama ini? Risa bahkan tidak tau Arga kerja di mana.
Yang Risa tau, Arga berasal dari keluarga yang cukup kaya. Arga hanya mempunyai seorang Ibu yang tinggal di luar kota untuk pengobatan namun tidak pernah datang ke Jakarta selama dua tahun ini karena kesehatannya yang menurun.
Bukan karena Arga yang tidak mengenalkan Risa pada Ibu mertuanya itu, tapi Risa yang tidak pernah mau dan tidak mau tau pada saat itu.
Sekarang Risa menyesal, karena kalau dulu dia mau berkunjung ke rumah keluarga Arga, pastinya Risa bisa mencari keberadaan Arga saat ini.
"Kamu kemana Mas? Apa kamu benar-benar tidak bisa memaafkan ku lagi?"
Entah sudah berapa kali Risa menangisi Arga selama satu minggu ini. Risa benar-benar terlihat kacau. Dia tampak kehilangan berat badan dalam waktu satu minggu. Tubuhnya sedikit lebih kurus, bibirnya kering dan pucat, matanya juga cekung dan sekitar matanya berwarna kehitaman.
Ternyata sekarang Risa baru menyadari betapa berartinya Arga untuknya. Tanpa Risa sadari, selama ini dia juga mencintai Arga, suami yang selama ini dia kecewakan.
Ting..tong...
"Mas Arga?" Risa langsung berlari keluar. Senyum tipis disertai nata yang berkaca-kaca menemaninya menyambut seseorang yang menekan bel rumahnya.
"Mas kamu pu....?" Risa kecewa karena tak menemukan Arga di depan rumahnya.
"Cari siapa ya Mas?"
"Apa benar ini dengan Bu Clarisa?"
"Benar, ada apa ya?"
"Saya hanya mengantarkan paket ini Bu, tolong tanda tangan di sebelah sini sebagai tanda terima!"
Risa menerima satu buah amplop berwarna coklat dengan bertanya-tanya. Tapi dia tetap membubuhkan tanda tangannya pada kertas yang di tunjuk kurir tadi.
"Terima kasih Bu, saya permisi!"
"Iya sama-sama"
Risa membawa masuk amplop yang hanya tertera namanya sebagai penerima itu.
Dia begitu penasaran dengan siapa pengirimnya dan juga apa isinya.
Deg....
Brug...
Risa jatuh bersimpuh dengan air mata yang berderai karena isi dari amplop yang ia terima.
"Kamu benar-benar menceraikan ku Mas?!"
Risa menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Dia kira Arga hanya ingin memberikan pelajaran kepadanya. Tapi surat yang baru datang dari pengadilan agama itu telah menjawab semuanya.
Tapi yang membuat Risa kecewa, kenapa Arga harus mengirimnya melalui kurir. Kenapa bukan Arga sendiri yang memberikan surat perceraian itu kepadanya.
"Aku memang bodoh, aku bukan istri yang baik. Tapi apa aku tidak pantas di beri kesempatan Mas?!" Risa terus menangis di atas lantai yang dingin.
Sekarang sepertinya sudah tidak ada kesempatan lagi baginya untuk bisa bersama dengan Arga. Untuk bertemu orangnya pun begitu sulit. Satu-satunya cara agar bisa melihat Arga adalah dengan menghadiri persidangan itu.
"Tapi apa aku sanggup?"
🌷🌷🌷🌷
Sidang pertama perceraian mereka dilaksanakan dua minggu kemudian. Hari ini Risa berusaha terlihat cantik dan rapi karena dia sangat berharap bisa bertemu dengan pria yang ia cintai itu.
Risa berangkat mengendarai mobilnya yang di belikan oleh Arga sebagai hadiah ulang tahunnya beberapa bulan yang lalu.
Melihat mobilnya itu, Risa kembali teringat akan perbuatannya kepada Arga. Betapa tidak bersyukurnya Risa karena memiliki suami sebaik Arga.
Tak butuh waktu lama, Risa telah tiba di pengadilan agama. Matanya terus melihat ke sekitarnya untuk mencari keberadaan pria yang sudah tiga minggu tidak ia lihat keberadaanya.
"Selamat siang Bu Risa. Saya pengacara Pak Arga, untuk semua urusan perceraian dan lain-lainnya Pak Arga telah menyerahkan semuanya kepada saya!"
"M-maksud Bapak, Mas Arga tidak datang ke sini?"
"Benar Bu"
Risa langsung lemas seketika. Ternyata Arga tidak mau melihatnya sama sekali walau hanya untuk terakhir kalinya.
"Mari Bu, kita harus segera masuk karena persaingan akan segera di mulai!"
"Apa tidak ada mediasi lebih dulu Pak?"
"Maaf Bu, Pak Arga ingin perceraian ini secepatnya selesai. Tapi Bu Risa tidak perlu khawatir karena Pak Arga juga memberikan harta gono-gini berupa rumah yang Bu Risa tempati juga sejumlah uang"
Risa hanya terdiam. Sungguh, saat ini bukan itu yang dia inginkan. Bahkan Risa rela tidak dapat apapun asalkan Arga kembali.
"Tapi kenapa Mas Arga tidak datang Pak? Kenapa harus di wakilkan?"
"Pak Arga sedang menjemput Ibunya ke luar kota Bu"
"Tapi apa saya tidak bisa bicara sebentar saja dengan Mas Arga Pak? Tolong saya sekali ini saja Pak? Saya ingin mendengar suara suami saya untuk terkahir kalinya!"
Pengacara itu tampak tidak tega melihat keadaan Risa saat ini. Wajahnya pucat meski tertutup make up. Matanya berair dengan kedua tangan yang memohon pada pengacara itu.
"Baik Bu, tapi saya tanyakan dulu!"
"Iya Pak, tolong saya ya Pak?"
Pengacara itu tampak sedikit menjauh dari Risa untuk menghubungi Arga dan menyampaikan maksud Risa.
Melihat pengacara itu mulai berbicara meski dia tidak dengar apa yang mereka bicarakan, tapi Risa senang karena itu tandanya Arga mau mengangkat telepon dari pengacaranya itu.
"Silahkan Bu Risa, tapi Pak Arga tidak punya banyak waktu!"
"Tidak papa Pak. Terima kasih banyak!"
Risa langsung menerima ponsel itu, dia sempat menarik nafas panjang sebelum menempelkan benda pipi itu ke telinganya.
"Mas Arga?"
"Ada apa?" Risa benar-benar merindukan suara berat itu meski saat ini terdengar begitu dingin.
"Mas aku..."
"Semua urusan tentang kita telah ku serahkan semuanya pada pengacara ku. Harusnya tidak ada yang harus kita bicarakan lagi!"
Sungguh menyakitkan mendengar Arga mengatakan penolakannya itu. Risa hanya bisa membekap mulutnya agar Arga tidak mendengar tangisannya yang mulai pecah.
"Apa aku benar-benar tidak akan kesempatan lagi Mas?"
"Hmm"
"Apa ini benar-benar yang kamu inginkan?"
"Sudah sejauh ini tentu aku sangat yakin!"
Punggung Risa benar-benar bergetar dengan hebat. Dadanya terasa begitu sesak karena menahan sudara tangisannya.
"Baiklah kalau lepas dari ku bisa membuat kamu bahagia Mas. Aku menerima semuanya, aku menerima keputusan mu untuk menceraikan ku. Aku minta maaf karena tidak bisa menjadi istri yang baik dan selalu mengecewakan mu" Ucap Risa dengan suara yang bergetar. Mustahil jika Arga tidak tau jika Risa menangis saat ini.
"Terima kasih karena sudah menjadi suami terbaik buat Risa. Mas Arga memang suami terbaik, jadi pantas kalau mendapatkan istri yang bisa mengimbangi Mas Arga. Bukan istri tak tau diri seperti ku"
"Hmm, terima kasih"
"Aku janji tidak akan mempersulit mu dalam persidangan nanti. Selamat tinggal Mas!"
Hari itu juga Risa dan Arga resmi bercerai. Entah bagaimana cara Agam dan pengacaranya itu mengurus semuanya, tapi mereka benar-benar selesai secepat itu.
Satu bulan berlalu, hidup Risa benar-benar hancur. Masalahnya bukan hanya dia yang menjadi janda di usia muda. Tapi berbagai macam masalah seakan menyimpannya dalam waktu yang bersamaan.
Risa tak tau harus meminta tolong pada siapa. Dia seakan tak kuat untuk mengahadapi semua itu seorang diri.
Karena kebiasaannya yang hidup foya-foya, kini Risa terbelit hutang. Tidak hanya itu, arisan yang selama ini dia ikuti, uangnya di bawa kabur oleh salah satu teman Risa.
Tak sampai di sana, Risa yang beberapa bulan ini ikut melakoni bisnis jual beli tas brand terkenal, ternyata Risa mendapatkan barang palsu dari suppliernya.
Kini semua orang yang membeli darinya meminta ganti rugi. Mereka mengancam jika Risa tidak mengganti uang mereka, maka Risa akan dijebloskan ke dalam tahanan.
"Aku harus bagaimana?" Risa menangis seorang diri di kamarnya.
Sekarang Risa tau kenapa waktu itu Arga melarangnya untuk menghamburkan uang demi hal-hal yang tidak penting. Arga selalu mengajarkannya untuk berhemat dan membeli barang sesuai kebutuhan.
Tapi memang dasarnya Risa yang sudah diatur, dia tidak pernah mendengarkan Arga. Apalagi karena dia yang dulunya miskin tiba-tiba menjadi kaya, tentu dia layaknya orang kaya baru yang kalap akan kemewahan.
Risa ingat dulu saat Arga selalu menasehati agar menjadi manusia yang lebih baik. Arga selalu mencoba mendidik Risa menjadi istri yang benar. Tapi sayang, semua usaha Arga itu sia-sia hingga perpisahan mereka satu bulan yang lalu.
"Maafkan aku Mas!"
Risa menangis sesenggukan karena penyesalan yang datang terlambat. Dia tidak menyangka jika hal seperti ini akan terjadi.
"Apa aku jual rumah ini saja? Tapi..." Risa menatap ke seluruh penjuru kamar.
Rumah itu adalah satu-satunya tempat yang penuh akan kenangannya bersama Arga. Rasanya begitu berat kalau sampai harus melepaskan rumah itu. Tapi tidak ada cara lagi agar dia tidak di penjara.
Risa akhirnya mencari surat rumah itu juga surat-surat dari mobil yang ia pakai saat ini. Sepertinya keputusannya memang sudah bulat untuk menjual rumah dan mobil itu.
Tak ada jalan lain lagi karena uang yang diberikan Arga juga sudah habis untuk mengganti rugi.
Risa segera pergi ke sebuah kantor penjualan properti. Dia ingin menjual rumah itu dengan cepat sebelum ada yang melaporkannya ke kantor polisi atas tuduhan penipuan.
"Maaf Bu, kami hanya bisa menawarkan harga sebesar itu!"
"Apa tidak bisa naik lagi Pak?"
"Maaf Bu"
Risa tampak menimbang-bimbang. Rumah dua lantai yang elegan namun tidak terlalu besar itu di tawar dengan harga yang jauh dari permintaan Risa.
"Baiklah Pak, saya jual dengan harga yang Bapak tawarkan!"
"Apa Bu Risa yakin?"
"Saya yakin Pak!"
Waktu yang diberikan oleh orang-orang pada Risa untuk mengganti uang mereka adalah tiga hari dan ini sudah hari ke dua. Jadi tak ada waktu lagi bagi Risa untuk mencari pembeli dengan harga tinggi.
Setelah menjual rumah dan juga mobil satu-satunya. Risa langsung kembali ke rumah untuk membereskan barang-barangnya.
Risa menganggap, semua yang terjadi padanya adalah karma atas perbuatannya pada Arga selama ini. Semua adalah hukuman seorang istri yang pembangkang dan tidak tau diri.
Kini Risa benar-benar sadar. Tak ada manfaatnya juga berteman dengan orang-orang seperti teman-temannya selama ini. Kemarin saat Risa banyak uang, mereka mendekat. Tapi saat Risa jatuh, mereka menjauh. Tak ada satu pun dari mereka yang mau membantu Risa sama sekali.
"Kalau di hitung-hitung, uang ku hanya tinggal segini!" Risa menatap uang ada di atas meja. Uang yang cukup banyak dari penjualan rumah dan mobil, namun uang itu sudah ada pemiliknya masing-masing, dan hanya tersisa beberapa juta saja.
"Tapi nggak papa, yang penting aku tidak di penjara. Uang ini bisa untuk cari kontrakan dan memulai hidup yang baru!"
Rencananya dari hasil penjualan itu, Risa ingin membeli sebuah rumah sederhana saja sebagai gantinya. Tapi ternyata uangnya tidak cukup sama sekali. Mungkin hanya seperempat dari harga jual rumah sederhana saat ini.
Janda muda itu segera mengambil koper untuk membereskan semua barang-barang miliknya. Dia akan membawa sebagian bajunya dan juga barang-barang yang bisa ia gunakan di kontrakannya nanti.
Tapi, mata Risa kembali berembun saat melihat baju Arga yang masih berada di dalam lemari. Malam itu Arga pergi tanpa membawa bajunya sama sekali. Arga meninggalkan semuanya di rumah itu.
Risa meraih salah satu kemeja yang sering Arga kenakan. Risa ingat betul dengan kemeja berwarna navy itu.
Saat itu, Arga sedang buru-buru karena bangun kesiangan. Arga meminta bantuan Risa untuk menyetrika bajunya itu karena sedikit kusut.
"Risa, boleh Mas minta tolong seterika baju Mas ini? Mas udah kesiangan!"
"Ngapain harus di seterika lagi sih, kan gitu aja udah rapi. Aku masih ngantuk, mau tidur lagi!" Risa kembali menutup wajahnya dengan selimut tanpa mempedulikan Arga yang sedang terburu-buru.
Risa memeluk kemeja itu dengan erat. Dadanya kembali terasa sakit saat mengingat Arga yang telah pergi dari hidupnya.
Memang seseorang itu baru menyesal setelah kehilangan. Tapi sesal itu sudah tiada gunanya lagi.
Lama menangis karena rindu, kepala Risa terasa begitu berat. Rasanya pening dan tak tertahankan. Mungkin karena akhir-akhir ini dia jarang memperhatikan waktu makan dan sering begadang, makanya tubuhnya mulai merasakan memberontak.
"Huek...huek..."
Risa membekap mulutnya karena tiba-tiba terasa mual. Dia segera berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya yang mendesak ingin keluar.
"Huek...huek..."
Risa terus menunduk di kloset karena merasa sesuatu akan keluar dari mulutnya namun nyatanya hanya cairan bening yang keluar dari sana.
Cukup lama dia bertahan di sana sampai rasa mualnya sedikit berkurang. Risa kemudian membasuh bibirnya di wastafel sambil berpikir ada apa dengan perutnya.
Saat Risa ingin mengambil tisu dari laci yang berada di bawah wastafel, Risa melihat stok untuk tamu bulanannya masih utuh.
Deg...
Risa buru-buru keluar mencari ponselnya. Dia jelas mencatat tanggal merahnya setiap bulan. Tapi dia baru ingat kalau bulan lalu dia belum datang bulan.
Tangan Risa bergetar menatap pengingat di ponselnya yang sudah lewat dari tiga minggu yang lalu.
Di saat itu, dia baru saja resmi bercerai dengan Arga hingga tak mengingat apapun selain masalah perceraiannya.
"Nggak mungkin!" Gumam Risa sambil menggeleng. Dia masih mencoba menolak kemungkinan yang bisa saja terjadi karena selama menjadi istri Arga, dia memang tidak pernah mengurus Arga, tapi untuk urusan Ranjang, dia telah menyerahkan diri seutuhnya untuk Arga.
"Aku nggak mungkin hamil!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!