NovelToon NovelToon

Tawanan Dua Mafia

Bab. 1 Awal Mula

Seorang wanita berlari kencang saat segerombolan pria bersenjata mengejarnya di belakang sana. Rok hitam pendek yang dikenakan wanita itu seakan menari mengikuti kaki jenjang yang terus melangkah cepat. Tapak sepatu high heels berwarna hitam memecah kesunyian malam. Di tangan wanita itu ada sebuah belati yang telah berlumur darah. Dengan nafas terputus-putus wanita itu terus berlari kencang.

"Berhenti Helena!"

Wanita itu menahan langkah kakinya saat tidak lagi menemukan jalan untuk kabur. Tembok yang ada di hadapannya seakan memberi pertanda kalau sampai di sinilah akhir perjuangannya. Segerombolan pria bersenjata itu segera mengepung. Sekumpulan pria itu tersenyum ketika berhasil mengepung wanita berjaket hitam tersebut.

"Kau tidak akan bisa kemana-mana Helena. Menyerahlah." Pria yang menjadi pemimpin kelompok itu terlihat geram. Dia ingin segera menghabisi wanita yang sudah berani membunuh atasannya.

Helena justru mengulum senyum. Meskipun sudah jelas-jelas kematian ada di depan mata dia masih sanggup memasang wajah angkuh. Setidaknya dia tidak akan mati dengan ekspresi wajah yang menyedihkan. Helena melempar belati yang sempat dia genggam di bawah kaki pria itu. Ada tatapan menantang di sana. Dia menarik tangannya dan meletakkannya di pinggang.

"Kau tidak akan berani membunuhku!"

Pria itu tertawa dengan lantang. Apa yang harus dia takutkan hanya seorang pembunuh kecil bahkan Helena tidak memiliki klan apapun untuk menolongnya Helena selalu sendiri dan bahkan memang akan selalu sendiri.

"Tikus sialan sepertimu sangat mudah untuk disingkirkan. Bahkan setelah kau mati nanti tidak ada seorangpun yang akan mencarimu dan menangisimu Helena."

"Suamiku akan membunuhmu jika tubuhku sampai terluka. Lalu dia akan menghabisimu dan seluruh ekor-ekormu ini sampai tidak tersisa satupun jika aku sampai mati," sahut Helena penuh percaya diri.

"Oh ya. Siapa suamimu?"

Helena menata tajam pria itu. Dia seperti benar-benar serius dengan perkataannya. "Aberzio Guineno!"

***

Suara dentingan gelas yang beradu dengan meja kaca membuat Aberzio tersadar dari lamunannya. Pria itu memandang ke gelas whisky yang ada di meja. Tanpa banyak bicara Aberzio meneguk whiskey jenis Isabella's Islay tersebut hingga habis.

"Anda memikirkan Nona Helena lagi, Bos?"

Strike yang merupakan tangan kanan Aberzio terlihat khawatir melihat kondisi Aberzio yang sekarang. Pria berusia 33 tahun itu lebih sering melamun. Bahkan tidak jarang marah-marah tidak jelas hingga menghancurkan semua barang yang ada di hadapannya.

"Bagaimana caranya agar aku bisa melupakannya? Semakin lama aku semakin gila karena terlalu merindukannya." Aberzio beranjak dari kursi bar yang sejak tadi ia duduki. Pria itu berjalan ke sisi samping ruangannya. Ia menghirup udara segar yang masuk melalui jendela. Ada seulas senyum pahit di bibirnya.

"Malam itu aku menghabisi mereka semua karena dia. Tatapan matanya saat kami kembali bertemu terlihat sangat aneh. Dia seperti tidak senang bertemu denganku. Padahal sudah jelas-jelas dia baru saja mengaku-ngaku sebagai istriku."

Aberzio kembali melanjutkan ceritanya. Pria itu tidak pernah bisa melupakan pertemuan demi pertemuan yang pernah terjadi di antara dirinya dan juga Helena. Pertemuan di antara mereka memang selalu saja menyisakan kenangan yang tidak mungkin untuk dilupakan. Sebuah kebahagiaan yang Aberzio sendiri belum pernah merasakan kebahagiaan itu sebelumnya.

"Tapi Nona Helena sudah tiada Bos." Strike mengulang kalimat pahit itu lagi. Meskipun bisa dibilang sudah ratusan kali dia mengatakan kalimat itu untuk membuat Aberzio tersadar.

"Dia masih hidup. Dia ada di sini. Di hatiku." Aberzio memegang dadanya dan meremasnya. Rasanya sakit dan begitu menyesakkan. "Helena akan selalu hidup di hatiku."

***

DORRR

Suara tembakan membuat seorang wanita bersama Celine kaget. Dia baru saja pulang dari supermarket untuk belanja bulanan. Namun di tengah jalan dia dikejutkan dengan pemandangan yang tidak biasa. Dari balik mobil yang terparkir. Wanita itu berusaha untuk mengintip. Dia ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi di sana. Sekelompok orang bersenjata sedang menembak. Beberapa pengawal dari mobil itu terlihat kewalahan. Bahkan beberapa dari mereka tewas karena tertembak.

Perhatian Celine tertuju pada wanita paruh baya yang kini bersembunyi tidak jauh dari posisi Celine berada. Wanita paruh baya itu terlihat ketakutan bahkan seluruh tubuhnya sampai gemetar. Dia juga tidak berani mengintip ke arah pertempuran itu. Tangannya saling terkatup seperti orang berdoa. Celine tahu kalau wanita paruh baya itu membutuhkan bantuannya.

"Nyonya, apa mereka ingin menangkap Anda?" tanya Celine berbisik.

"Nak, tolong Tante. Supir dan pengawal Tante sudah habis terbunuh." Wanita paruh baya itu memohon bantuan Celine. Celine sendiri juga tidak tega meninggalkan wanita paruh baya itu sendirian di sana.

"Ayo, Tante. Ikut denganku. Berjalanlah menunduk seperti ini."

Dia segera memegang tangan wanita asing itu dan membawanya pergi dari sana. Meskipun sedikit kesulitan, tapi wanita paruh baya itu berusaha mengikuti instruksi yang diberikan Celine sampai akhirnya mereka berdua berhasil kabur meninggalkan arena pertarungan tersebut.

Celine segera mengunci pintu apartemennya saat sudah berada di tempat yang aman. "Tante, sekarang Tante sudah aman." Celine menarik tangan wanita paruh baya itu untuk duduk di sofa. "Tante duduklah di sini. Saya akan ambilkan air minum di belakang."

"Terima kasih, Nak."

Dengan cepat Celine bergegas ke dapur. Belanjaan yang sempat ia beli digeletakkan begitu saja di lantai. Celine melirik ke arah sofa sesekali sebelum menuang gelas kosong yang baru saja ia ambil.

Sebenarnya wanita itu tidak tidak tahu harus bagaimana saat ini. Hidupnya saja serba kekurangan. Celine tidak akan sanggup menampung orang baru di apartemennya yang kecil itu. Tapi membiarkannya mati, juga tidak mungkin.

"Tante, minumlah." Celine memberikan segelas air untuk wanita di depannya. Lalu satu gelas lagi dia teguk sendiri. Sesekali wanita itu memperhatikan penampilan sosok yang baru saja dia tolong tersebut. Bisa dipastikan kalau wanita paruh baya itu adalah orang berada. Dari tas yang digenggam wanita itu terlihat bermerek.

"Nak, siapa namamu? Di mana orang tuamu?"

"Nama saya Celine, Tante," jawab Celine dengan senyuman ramah. "Saya tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Saya sendiri."

"Celine? Nama yang bagus. Jadi kamu tinggal sendiri di apartemen ini?"

Celine mengangguk pelan. Wanita itu kembali meneguk minumannya sampai habis. "Apa Tante kenal dengan orang yang ingin mencelakai Tante tadi?"

"Tante tidak mengenal mereka," jawabnya sedih. "Kamu bisa memanggil saya Tante Lyn."

"Tante Lyn?" celetuk Celine pelan.

"Ya, benar."

Celine memandang belanjaannya yang tergeletak di lantai. Wanita itu segera beranjak dari sofa. "Tante, Celine mau ke dapur dulu. Celine akan memasak sesuatu untuk kita berdua."

"Jangan, Celine. Tante juga tidak akan lama di sini. Anak tante akan segera datang untuk menjemput Tante."

"Anak tante?" Lagi-lagi Celine membeo.

"Ya. Tante baru saja mengirim lokasi apartemen ini. Terima kasih Celine, karena kamu sudah menolong tante. Kamu anak yang sangat baik dan sopan. Kalau Tante boleh tahu kamu kerja di mana?"

Celine menggeleng pelan. "Saya baru saja dipecat, Tante."

"Nak, kamu jangan sedih lagi. Bagaimana kalau kamu kerja aja sama Tante?" tawar Nyonya Lyn. Dengan cara ini dia bisa merasa puas karena bisa membalas kebaikan Celine.

"Kerja tante? Kerja apa? Bahkan saya tidak memiliki pengalaman apapun," jawab Celine dengan serius.

"Tidak butuh persyaratan apapun. Kamu hanya perlu menemani Tante saja. Selain itu kamu tidak perlu tinggal di tempat ini lagi. Kamu tinggal di rumah Tante saja ya." Nyonya Lyn tersenyum ramah. Dia berharap Celine mau menerima tawarannya.

"Tapi, Tante ...."

"Apa gaji 50 juta selama sebulan cukup?"

"50 juta?" Celine terbelalak kaget mendengar penawaran tersebut.

"Sepertinya kamu kurang setuju. Bagaimana kalau 100 juta?"

"100 juta, Tante?" teriak Celine kaget. "Sebulan?"

Bab. 2 Nyonya Lyn

Selama ini penghasilan Celine tidak pernah lebih dari 10 juta. Uang itu juga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Itu kenapa Celine sering mencari pekerjaan tambahan di malam hari. Tapi kini justru wanita didepannya itu ditawarkan dengan penghasilan yang berkali-kali lipat dari penghasilannya selama ini.

"Bagaimana Celine? Apa masih kurang? Tante bisa menambahkannya lagi."

"Tidak, Tante. Bahkan itu terlalu banyak untuk Celine. Biar Celine perjelas lagi. Pekerjaan seperti apa yang akan Celine lakukan. Tante, Celine tidak akan menerima pekerjaan yang aneh-aneh. Meskipun Celine kekurangan, tapi Celine masih memiliki harga diri." Celine berusaha memperjelas keadaannya saat ini.

Nyonya Lin tersenyum mendengar perkataan Celine. Dia mengusap rambut Celine dengan penuh kasih sayang. Wanita itu paham betul apa yang sekarang dirasakan oleh Celine. Siapa juga yang mau percaya dengan orang asing seperti dirinya.

"Selama ini Tante selalu merasa kesepian. Tante hanya memiliki satu anak. Anak Tante sangat sibuk dengan dunianya. Jadi Tante rasa kamu sangat cocok untuk menemani Tante." Ny. Lyn meletakkan tangan Celine kembali ke sofa. Dia memandang ke depan. Wajahnya terlihat sedih. Sepertinya dia tidak berbohong. Ny. Lyn memang memiliki uang banyak. Tapi dia merasa sangat kesepian dan butuh teman.

"Tapi ... Tante tidak tahu latar belakang Celine." Celine berusaha memastikan agar Nyonya Lin tidak akan kecewa di kemudian hari.

"Hati Tante berkata kalau kamu ini wanita yang baik, Celine. Itu semua sudah lebih dari cukup bagi Tante."

"Tapi Tante ...."

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Celine dan Nyonya Lyn. Wajah Celine terlihat takut saat itu. Dia tidak mau jika penjahat tadi muncul di apartemennya. Apa lagi sampai membuat masalah.

Begitupun dengan Ny. Lyn yang terlihat khawatir. Wanita paruh baya itu memegang tangan Celine untuk memberinya kekuatan. "Kita lihat sama-sama ya."

Celine berjalan perlahan menuju ke arah pintu. Di belakangnya ada Nyonya Lyn yang mengikuti dengan penuh waspada. Jika memang penjahat itu kembali muncul, Nyonya Lyn akan mengambil benda apa saja yang ada di dekatnya dan akan melemparkannya. Seperti itulah rencananya saat ini. Dia juga tidak mau sampai Celine celaka.

Saat pintu terbuka lebar Ny. Lyn terlihat sangat bahagia. Sedangkan Celine hanya terdiam mematung melihat pria tampan yang kini berdiri di hadapannya.

"Jason," kata Ny. Lyn. Wanita paruh baya itu melangkah dan berdiri disamping Celine.

"Mama. Apa Mama baik-baik saja?" Tanpa permisi pria itu masuk ke dalam dan memeluk Nyonya Lyn. Terlihat jelas raut wajah kekhawatiran di sana.

"Mama?" batin Celine. Dari obrolan mereka saja Celine sudah tahu kalau pria itu pasti anak Tante Lyn yang baru saja dibicarakan.

"Jason, Mama baik-baik saja. Semua ini berkat Celine." Ny. Lyn memandang Celine yang saat itu berdiri di dekat Jason.

"Celine?" Jason mengernyitkan dahinya. Pria itu memandang Celine sejenak sebelum memandang ke arah sekretaris pribadinya. "Ben, urus wanita ini. Berikan uang berapapun yang dia mau," ucap Jason dengan angkuhnya.

"Apa kamu bilang? Jason kamu ini benar-benar tidak sopan ya. Siapa yang mengajarimu bersikap sombong seperti ini?" Nyonya Lyn geram hingga menarik telinga anaknya. Dia tidak peduli kalau kini anaknya sudah dewasa. Baginya attitude tetap nomor satu. Meskipun di luar sana Jason selalu berkuasa dan bisa mengatur semua orang sesuka hatinya.

"Ma, sakit." Jason merengek seperti anak kecil. Celine menahan tawa melihatnya. Ternyata pria berbadan kokoh itu bisa takut juga dengan ibu kandungnya sendiri. Wanita itu memalingkan pandangannya ke arah lain. Sebenarnya dia sama sekali tidak tersinggung dengan perkataan Jason. Bukankah memang seperti itu watak asli orang-orang kaya? Celine sendiri tidak bisa memungkirinya.

"Cepat. Ucapkan terima kasih kepada Celine."

"Iya, Ma. Tapi lepas dulu." Jason berdiri sedikit menjauh. Dia juga tidak mau terlalu dekat dengan wanita asing di depannya itu.

Ny. Lyn segera melepas telinga putranya. Dia tetap menunggu putranya mengucapkan terima kasih kepada Celine. Menatap mata putranya dengan penuh tekanan dan ancaman.

"Terima kasih," ucap Jason malas.

"Kurang keras!" teriak Ny. Lyn tegas.

"Terima kasih. Sekarang apa mama puas?" teriak Jason kesal.

Nyonya Lyn mengangguk sambil tersenyum. Wanita paruh bayah itu segera merangkul lengan Celine dan mengajaknya pergi. "Sepertinya tadi kita sudah sepakat. Sekarang ayo ikut pulang bersama dengan Tante."

"Ma, apa-apaan ini?" protes Jason tidak setuju.

Tante Lyn tidak peduli lagi dengan putranya. Wanita paruh baya itu terus saja melangkah bersama Celine.

Jason mendesah karena kesal. Dia memandang Ben sambil merapikan kembali penampilannya. "Apa kau sudah berhasil menangkap mereka?"

"Sudah, Tuan."

"Sekarang selidiki wanita itu. Pastikan keberadaannya tidak mengancam nyawa mama."

"Baik, Tuan."

Jason kembali memandang punggung Celine yang sudah menjauh darinya. "Mantra apa yang sudah dia berikan kepada Mama sampai Mama sebaik itu padanya?"

Bab. 3 Nona Muda

Celine hanya bisa duduk diam saat mobil mewah itu melaju cepat meninggalkan tempat tinggalnya selama ini. Di sampingnya ada Nyonya Lyn yang sejak tadi tersenyum lebar. Sepertinya wanita paruh baya itu senang sekali kini Celine ada di mobilnya. Sedangkan Jason ada di mobil yang berbeda. Lebih tepatnya di belakang mobil yang kini ditumpangi oleh Celine dan Nyonya Lyn.

Celine mengernyitkan dahi saat mobil yang ia tumpangi kini memasuki kawasan bandara. Wanita itu terlihat gusar sambil memperhatikan sekitarnya. Tatapannya bingung. Hal itu bisa dirasakan dengan jelas oleh Nyonya Lyn. Wanita paruh baya tersebut segera menggenggam tangan Celine untuk membuatnya kembali tenang.

"Apa yang sedang kamu pikirkan Celine?"

Celine memandang ke arah Ny. Lyn sejenak sebelum ke samping. "Kita mau ke mana, Tante?"

"Pulang." Ny. Lyn terlihat biasa saja. Dia tidak merasa ada yang salah dengan perbuatannya malam itu.

"Pulang? Rumah tante nggak di kota ini?" Celine kembali memastikan.

Ny. Lyn tersenyum lebar sambil menggelengkan kepalanya. "Nggak, Celine. Tante ke kota ini karena ingin menghadiri pesta Putri teman Tante. Rumah Tante ada di Sisilia."

"Sisilia?" Kedua mata Celine sampai hampir keluar saat mendengar jawaban Ny. Lyn. Bagaimana tidak? Sejak awal Celine berpikir kalau dia akan tetap berada di Swiss meskipun tidak lagi tinggal di apartemen sederhananya. Tidak disangka, kini dia harus pergi meninggalkan kota kesayangannya itu.

"Kenapa, Celine? Apa kamu tidak suka? Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh. Tante ini orang baik. Tante janji tidak akan mencelakaimu." Ny. Lyn berusaha untuk meyakinkan Celine agar mau ikut dengannya. Dia tidak mau jika Celine sampai berubah pikiran. Akan sangat sulit bagi mereka untuk bertemu kembali jika Celine tidak jadi ikut dengannya ke Sisilia. Mengingat mereka berdua tinggal di negara yang berbeda.

"Tante, Celine percaya sama Tante," jawab Celine. Dia kembali membuang tatapannya keluar jendela mobil. "Hampir 1 tahun aku tinggal di kota ini. Tidak aku sangka malam ini aku harus meninggalkannya. Di sini aku juga tidak memiliki kerabat dekat. Kelihatannya Tante Lyn juga wanita yang baik. Semoga saja aku telah mengambil keputusan yang tepat."

Jet pribadi itu sudah menunggu kedatangan Jason dan Ny. Lyn. Para awak pesawat berbaris rapi menyambut kedatangan Nyonya Lyn dan juga Celine. Mereka menunduk hormat. Celine melirik satu persatu awak kapal sambil terus mengikuti Nyonya Lyn dari belakang. Wanita itu hampir saja terpeleset karena tidak fokus dengan langkah kakinya. Seorang pramugari memegang tangan Celine dan tersenyum ramah.

"Hati-hati, Nona," ucap pramugari itu.

Celine hanya mengangguk saja. Dia kembali melanjutkan langkah kakinya mengikuti Ny. Lyn.

Dari bawah, Jason memperhatikan Celine dengan tatapan tidak suka. Sebuah mobil berhenti di dekat mobil yang ditumpangi Jason. Ben keluar dengan tumpukan berkas di tangannya. Dia berjalan mendekati Jason untuk menyampaikan informasi yang baru saja berhasil ia dapatkan.

"Namanya Celine, Tuan. Sudah satu tahun dia tinggal di apartemen tadi. Selama ini dia bekerja di restoran cepat saji. Beberapa hari yang lalu dia baru saja diberhentikan karena memukul pelanggan. Dari penyelidikan saya dia sama sekali tidak mencurigakan, Tuan."

"Apa kau sudah membawa mereka ke tempat yang aku katakan?" Jason kembali ingat dengan sekelompok orang yang sudah berani mengusik ketenangan ibu kandungnya.

"Sudah, Tuan."

Jason segera mengambil ponselnya dari dalam saku. "Ma, Jason masih ada urusan." Pria itu segera memutuskan panggilan teleponnya. Tidak lama setelah itu, pesawat segera lepas landas. Jason dan Ben segera masuk ke dalam mobil. Mereka akan pergi ke tempat musuh mereka berkumpul.

***

Pukul 10.00 malam Celine dan Nyonya. Lyn tiba di sebuah rumah mewah yang ada di Sisilia. Para pelayan dan pengawal telah menyambut kedatangan mereka. Pelayan wanita itu mengenakan setelan biru tua sedangkan para pengawal dengan jas hitam yang lengkap dengan senjata api. Dua pengawal segera membukakan pintu mobil. Memberi jalan kepada Nyonya Lyn dan Celine turun dari mobil.

Celine menurunkan kakinya dan melangkah dengan hati-hati. Jantungnya terus saja berdebar saat melihat rumah berukuran luas yang ada di hadapannya. Rumah itu memang besar dan mewah. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan apartemen yang selama ini ditempati oleh Celine. Sejenak Celine berpikir kalau bangunan rumah itu mirip dengan hotel berbintang yang ada di Swiss.

"Celine, ayo masuk." Ny. Lyn memecah lamunan Celine. Wanita paruh baya itu segera memegang tangan Celine dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Dia memperlakukan Celine layaknya calon menantu.

"Tante, apa ini rumah Tante?"

"Bisa dibilang rumah ini milik anak Tante, Celine." Wanita itu tersenyum ramah. Dia ingin Celine tetap merasa nyaman berada di rumahnya.

"Selamat malam, Nyonya." Seorang pria berumur 50-an menyapa Nyonya Lyn dengan penuh hormat. Namun kini pria itu memandang Celine dengan penuh tanya.

"Celine, ini Pak Jim. Orang yang bertanggung jawab atas rumah ini. Dia kepala pelayan di sini." Ny. Lyn memandang Pak Jim. "Dia Celine. Tolong bawa Celine ke kamarnya."

"Baik, Nyonya." Pak Jim memandang pelayan di dekatnya. Seorang wanita muda berjalan mendekati Celine.

"Mari, Nona. Saya akan mengantar Anda ke kamar."

"No ... Nona?" celetuk Celine bingung. Bukankah dia datang ke rumah itu untuk bekerja? Kenapa sekarang dia harus diperlakukan layaknya tuan rumah.

"Celine, pergilah. Kamu pasti sangat lelah. Kamu bisa istirahat setelah mandi."

Celine mengangguk canggung. Tubuhnya benar-benar lelah saat ini. Dia memang membutuhkan tempat untuk istirahat. "Selamat malam, Tante."

"Selamat malam, Celine."

Nyonya Lyn terus aja memandang punggung Celine sampai wanita itu benar-benar menjauh. "Pak Jim, saya membawanya dengan alasan memberinya pekerjaan di rumah ini. Tetapi tujuan saya bukan itu. Celine memiliki aura yang berbeda. Saya akan merubahnya menjadi wanita berkelas. Setelah itu saya akan meminta Jason untuk menikahinya."

"Nyonya, apa ini tidak terlalu mendadak? Bagaimana kalau Tuan Jason tidak siap?" Terlihat jelas kekhawatiran di wajah Pak Jim. Pria itu paham betul seperti apa sifat Jason.

"Dengan gaya hidup Jason yang sekarang dia tidak akan pernah menikah seumur hidupnya. Usianya sudah hampir 34 tahun. Mau sampai kapan aku menunggu? Mulai sekarang perlakukan Celine dengan baik. Pastikan dia nyaman selama tinggal di rumah ini. Soal Jason akan menjadi urusanku nanti." Ny. Lyn tidak suka dibantah. Dia sudah merencanakan semua ini sejak pertama kali berkenalan dengan Celine.

"Baik, Nyonya." Pak Jim tidak bisa protes lagi. Pria itu menunduk sampai Ny. Lyn menghilang dari pandangannya. Dia kembali mengangkat kepalanya setelah Ny. Lyn benar-benar menjauh.

"Rencana Ny. Lyn cukup bagus. Tapi wanita itu akan menderita jika Tuan Jason tidak menyukainya."

Di sisi lain, Jason menatap tajam satu pria yang kini berlutut dihadapannya. Dia adalah bagian dari komplotan yang hampir saja melukai Ny. Lyn. Wajahnya sudah babak belur karena Ben telah memberi perhitungan kepadanya terlebih dulu.

"Tuan, ampuni saya. saya melakukan semua ini karena diancam. Saya tidak bersalah," ucap pria itu dengan wajah memohon. Hanya dengan menatap Jason dia sudah merinding ketakutan. Tidak bisa dibayangkan seperti apa sakitnya jika Jason sampai menyiksanya detik ini juga.

"Tidak bersalah?" Jason berjongkok di depan pria itu. Dia memamerkan belatihnya yang tajam. Pria itu memainkannya di udara sebelum menusuk dada pria yang ada di hadapannya. Suara erangan terdengar dengan jelas. Pria itu kesulitan bernapas. Darah segar mengalir dengan deras. Setelah puas melihat lawannya kesakitan, Jason menarik belatih itu. Dia memamerkan darah segar yang tersisa di senjata tajam tersebut.

"Sekarang cepat katakan. Siapa yang sudah menyuruhmu melakukan semua ini?"

"Tuan ...." Pria itu memegang dadanya yang terluka. "Semua ini perbuatan-" Mata pria itu langsung melotot dan seketika tubuhnya jatuh tergeletak. Sebuah peluru mendarat sempurna di pelipis kanannya.

Jason memandang ke samping. Pria itu mengumpat kesal karena secara diam-diam ada yang mengawasinya.

"Tangkap bajingan itu!"

Ben segera berlari mencari keberadaan si penembak jitu. Sedangkan Jason, menatap sinis ke arah pria yang sudah tidak bernyawa tersebut. "Apa masih orang yang sama? Sepertinya dia tidak pernah puas melihatku duduk tenang."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!