Di alam dewa tak terbatas, segala sesuatu berada di bawah penguasaan para Saint—makhluk yang diciptakan oleh Leluhur Dao untuk menjaga keseimbangan kekuatan alam semesta. Dari sekian banyak Saint, Che Tian adalah salah satu yang terkuat, lebih unggul dibandingkan kebanyakan lainnya. Namun, meskipun kekuatannya luar biasa, ia selalu berada di bawah bayang-bayang Taiqing, penguasa alam dewa yang dipilih oleh Leluhur Dao. Taiqing yang jauh lebih rendah dari Che Tian dalam hal kekuatan fisik, namun karena takdir, ia dipilih untuk menjadi pemimpin. Sebuah keputusan yang menghancurkan kebanggaan Che Tian.
Hari itu, suasana di ruang pusat alam dewa terasa sangat berbeda. Biasanya penuh dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang tenang, namun kali ini, ada ketegangan yang meluap di udara. Che Tian berdiri di depan Taiqing, dengan wajah yang keras dan mata yang memancarkan kemarahan. Di samping Taiqing berdiri Yuechan, kekasih yang sangat ia cintai, namun ekspresinya kosong, seolah dia tak lagi mengenali diri Che Tian. Sesuatu yang telah lama ia rasakan akhirnya menjadi kenyataan yang tak bisa ia hindari.
Che Tian melihat ke arah Yuechan. Wajahnya, yang dulu selalu penuh dengan kehangatan dan cinta, kini hanya bisa menatapnya dengan keheningan yang menyakitkan. Rasa sakit yang menyelusup ke dalam dirinya semakin menjeratnya. “Taiqing… apa yang telah kau lakukan?” Suara Che Tian bergema, namun di dalamnya ada rasa kebingungan yang dalam. Ia merasa seperti ada yang salah, sangat salah.
Taiqing, dengan senyum yang sangat tidak biasa, tidak menjawab langsung. Ia hanya melirik Yuechan dan mengangguk, seolah memberi isyarat yang lebih dari cukup untuk menjelaskan segalanya. “Apa yang terjadi dengan Yuechan, Che Tian?” tanya Taiqing, dengan nada yang tidak peduli.
Saat itu, Che Tian merasakan dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Hatinya yang keras dan penuh kebijaksanaan kini dipenuhi oleh kebingungannya yang mendalam. "Kau… merebutnya dariku?" Pertanyaan itu terlepas begitu saja dari bibirnya, penuh dengan penyesalan dan rasa sakit yang tak tertahankan.
Yuechan, kekasih yang telah ia cintai dengan tulus, hanya bisa menunduk, tidak berani menatapnya. Perasaan itu membuat dada Che Tian semakin sesak. "Apa… apa yang terjadi? Mengapa?" tanya Che Tian, meskipun ia sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengarnya dari mulut Yuechan. Namun, yang ia dapatkan hanyalah keheningan yang memekakkan telinga.
Kecewa dan hancur, Che Tian merasa ada sesuatu yang runtuh dalam dirinya. Di hadapannya, Taiqing berdiri dengan sikap yang penuh dominasi, dengan senyuman yang sangat meyakinkan seakan menganggap segala hal ini wajar saja. "Dia adalah pilihanku, Che Tian," kata Taiqing, dengan nada yang penuh keyakinan.
Kata-kata itu begitu tajam, lebih tajam daripada pedang manapun. Che Tian bisa merasakan hatinya yang retak semakin jauh terpecah. Selama ini, ia percaya bahwa ia dan Yuechan adalah takdir yang telah ditentukan, tetapi kenyataan ini—kenyataan bahwa ia telah kehilangan segalanya—membuatnya kehilangan arah.
Rasa sakit yang luar biasa itu membakar dirinya. “Kenapa dia? Kenapa bukan aku?” Che Tian berteriak, suaranya penuh dengan rasa sakit yang mendalam. Ia tahu bahwa ini bukan hanya soal Yuechan. Ini soal pengkhianatan, soal ketidakadilan yang ia rasakan begitu dalam.
Taiqing hanya menatapnya tanpa ekspresi, seolah semua ini hanyalah bagian dari sebuah permainan yang tak ada artinya. “Karena aku dipilih, dan kau tidak.” Jawabannya begitu singkat, namun begitu menyakitkan. Semuanya terasa seperti luka yang begitu dalam, yang tidak akan pernah bisa sembuh.
Saat itu, Che Tian merasakan amarah yang menggelegak dalam dirinya. Perasaan tak berdaya yang biasanya tidak ia rasakan kini menguasainya. Tanpa bisa menahan diri, ia maju dengan cepat, tatapannya tajam. "Aku menantangmu, Taiqing! Aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!"
Seketika, ruang dewa yang penuh dengan energi tersebut seakan membeku. Semua yang hadir di sana menahan napas, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, sebelum pertarungan dapat dimulai, sebuah suara yang sangat dalam dan berat terdengar, menggema di seluruh alam dewa.
“Cukup, Che Tian.” Suara Leluhur Dao menggema, penuh dengan otoritas yang tak terbantahkan. Ia muncul di hadapan mereka dengan sikap tenang, namun jelas menunjukkan bahwa ini adalah masalah yang lebih besar dari yang Che Tian pahami. “Kau berani menantang Taiqing, penguasa alam dewa?”
Che Tian menggigit bibirnya, menahan amarah yang semakin memuncak. Ia merasa tubuhnya seperti dipenuhi dengan Api yang siap membakar segala sesuatu di hadapannya. Namun, dia tahu konsekuensi dari tindakannya. Ini bukan hanya soal kekasihnya. Ini tentang keberanian dan harga dirinya.
“Kenapa bukan aku? Kenapa dia yang kau pilih?!” Teriak Che Tian dengan penuh amarah.
Leluhur Dao hanya memandang Che Tian dengan tatapan yang penuh makna, namun sangat berat. “Karena kau harus turun ke bumi. Di sana, di dunia yang lebih rendah, kau akan belajar sesuatu yang lebih penting daripada kekuatan. Di sana, kau akan menemukan kekuatan yang jauh lebih besar, jika kau pantas.”
Che Tian merasakan tubuhnya mulai tertarik ke bawah, menuju dunia yang lebih rendah. Ketika ia merasa seolah tubuhnya terhisap ke dalam jurang, ia berusaha melawan, namun sia-sia. Sebelum ia sepenuhnya hilang, matanya sempat menangkap sosok Yuechan yang menunduk, wajahnya dipenuhi dengan penyesalan yang mendalam.
“Yuechan… mengapa?” Itu adalah kata terakhir yang ia ucapkan sebelum tubuhnya benar-benar menghilang ke dunia yang jauh lebih rendah.
Che Tian terjatuh ke tanah, tubuhnya terasa sangat lelah dan patah, namun pikirannya tetap tajam. Dunia ini jauh lebih lemah daripada alam dewa, dan sepertinya tidak ada yang bisa ia percayai di sini. Tetapi satu hal yang pasti: ia tidak akan membiarkan dirinya dihancurkan oleh takdir. Ia akan mencari kekuatan, lebih besar dari sebelumnya, dan ia akan kembali ke alam dewa. Kali ini, ia akan menjadi yang tak terkalahkan.
Dengan Mandala Yin Yang dan Kipas Yin Yang yang masih berada di tangannya, Che Tian bangkit, memutuskan untuk berjalan. “Aku akan kembali… lebih kuat dari sebelumnya.” Kata-kata itu bergema di dalam hatinya, dan tak ada yang bisa menghentikan langkahnya menuju takdir yang lebih besar.
Gambar Mandala Yin Yang
Che Tian terjatuh ke bumi dengan keras, tubuhnya terhempas di atas tanah yang keras dan kasar. Saat tubuhnya menyentuh permukaan tanah, rasa sakit yang hebat menyebar ke seluruh tubuhnya, namun tidak ada yang lebih menyakitkan daripada perasaan hatinya yang hancur. Ia membuka matanya, dan yang pertama kali ia lihat adalah langit biru yang luas dan bersih, berbeda jauh dengan alam dewa yang dipenuhi oleh kabut dan cahaya kemilau. Sebuah dunia yang lebih rendah, lebih sederhana, tetapi penuh dengan potensi yang belum tergali.
Che Tian menggigit bibirnya, memaksakan dirinya untuk berdiri meskipun tubuhnya terasa lelah dan patah. "Aku tidak akan terjatuh di sini. Ini bukan akhirku," gumamnya dengan suara yang tegas. Meskipun bumi ini terasa lemah dan penuh dengan kekurangan, ia tahu bahwa di dunia ini terdapat banyak hal yang tersembunyi, hal-hal yang bisa menjadi kunci untuk kebangkitannya.
Bersandar pada pohon besar di dekatnya, Che Tian mulai berpikir. Ia harus mengumpulkan kekuatan. Kekuatan yang cukup untuk menguasai alam dewa dan menggulingkan Taiqing. Tetapi bagaimana ia bisa melakukannya? Kekuatan yang ia butuhkan tidak hanya sekedar fisik, tapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan takdir. Dan untuk itu, ia harus memiliki pengikut—orang-orang yang setia, yang akan mengikuti perintahnya tanpa ragu.
Di sanalah ia mendapat ide. "Murid… Aku harus mencari murid." Che Tian berbisik pada dirinya sendiri. "Murid yang kuat. Murid yang bisa aku percayai."
Namun, Che Tian tahu betul bahwa tidak mudah untuk menemukan orang yang memiliki potensi dan kesetiaan sekaligus. Ia mulai menyusun pemikirannya, membayangkan tipe murid seperti apa yang bisa membantunya. "Aku harus mencari mereka yang sedang dalam kesusahan. Mereka yang kehilangan sesuatu yang berharga. Dengan cara itu, mereka akan merasa berhutang budi dan kesetiaan mereka pasti tak terbatas."
Dengan keteguhan di hati, Che Tian memusatkan perhatian pada dunia sekitar. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya, ia menyelami energi sekelilingnya, mencari jejak-jejak dari mereka yang sedang menderita. "Aku akan mencari orang yang kesepian, yang terluka. Aku akan melihat masa lalu mereka dan menentukan apakah mereka berbakat." Dengan menggunakan teknik pengamatan, Che Tian bisa menembus waktu, melihat rekaman masa lalu seseorang seperti menonton sebuah film. Dengan cara ini, ia bisa mengukur potensi mereka dan memutuskan apakah mereka layak menjadi muridnya.
Ia berjalan tanpa tujuan yang jelas, namun langkahnya mantap, bagaikan seorang pemimpin yang sedang mencari jalan. Suasana alam yang tenang dengan suara-suara alam yang indah, seperti kicauan burung dan angin yang berhembus lembut, menciptakan suasana yang anehnya menenangkan bagi Che Tian. Namun, ketenangan itu tidak bisa menghilangkan keresahan yang ada di hatinya.
Setelah beberapa lama berjalan, pandangannya tertuju pada sesuatu yang menarik. Di kejauhan, ia melihat sebuah rumah kayu yang sederhana, namun ada sesuatu yang unik tentang tempat itu. Rumah tersebut terlihat sepi, namun ada cahaya yang keluar dari jendela. Che Tian merasa ada sesuatu yang menarik hatinya untuk mendekat.
Tanpa ragu, ia menggunakan teknik Kamuflase Mandala Yin Yang, menyelimuti dirinya dengan energi Yin Yang yang memungkinkannya untuk bergerak tanpa terdeteksi. Ia melangkah pelan menuju rumah itu, berhati-hati agar tidak menimbulkan keributan. Begitu sampai di dekat jendela, ia mengintip ke dalam, penasaran tentang siapa yang tinggal di rumah kecil itu.
Apa yang ia lihat membuatnya tertegun. Di dalam rumah, ada dua orang. Seorang bayi perempuan yang sangat mungil dan comel, dengan wajah yang memancarkan ketulusan dan ketidakberdayaan. Di hadapannya, berdiri seorang pemuda yang tampak muda, mungkin sekitar dua puluhan tahun. Pemuda itu tampak sangat berbeda dari orang biasa. Meskipun wajahnya tampak muda dan segar, ekspresi di wajahnya mengungkapkan kedalaman kesedihan yang tak terhingga.
Che Tian bisa melihat betapa pemuda itu sangat tertekan, matanya dipenuhi dengan air mata yang tak bisa ia tahan lagi. Pemuda itu menatap bayi perempuan yang berada di depannya dengan wajah yang penuh kasih sayang, namun ada kesedihan yang begitu dalam di dalam hatinya. "Ling'er," katanya dengan suara yang penuh dengan rasa sakit. Kata itu keluar dengan lembut, seperti bisikan yang menandakan betapa besar rasa cintanya terhadap bayi perempuan itu. Tetapi di balik kata-kata itu, Che Tian bisa merasakan kehampaan yang mendalam—kehilangan yang begitu luar biasa bagi pemuda tersebut.
Kehidupan ini penuh dengan cerita-cerita yang tersembunyi, penuh dengan tragedi yang tersembunyi di balik wajah-wajah yang tampak biasa. Che Tian bisa merasakan bahwa pemuda ini memiliki potensi yang besar, dan lebih dari itu, rasa sakit yang ia alami bisa menjadi dasar bagi kesetiaan yang tak tergoyahkan. “Ini adalah kesempatan yang tepat,” pikir Che Tian. “Aku akan membantu pemuda ini. Aku akan menjadikannya muridku.”
Dengan keputusan itu, Che Tian mengatur langkahnya dengan hati-hati, siap untuk mengubah takdir pemuda ini. Takdir yang penuh dengan kesedihan, namun mungkin juga penuh dengan harapan baru yang dapat ia bangun
Che Tian menutup matanya, membentuk segel tangan dengan gerakan yang lancar, dan Mandala Yin Yang bersinar lembut di sekitar tubuhnya. Keheningan menyelimuti sekitarnya, hanya suara alam yang menemani, namun bagi Che Tian, dunia di sekelilingnya seakan menghilang. Dalam sekejap, ia menembus waktu, menyelami arus kehidupan pemuda yang ada di depannya.
Seperti menonton gulungan kisah yang terlupakan, masa lalu pemuda itu terbuka di hadapannya—sebuah perjalanan penuh dengan kesakitan, pengkhianatan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Pemuda ini bukanlah siapa-siapa dari awalnya. Ia lahir dalam keluarga miskin, seorang pemahat kayu yang hidup dalam keterbatasan. Namun, kehidupan yang sulit itu berubah menjadi mimpi buruk ketika orang tuanya dibunuh oleh seseorang yang menuntut hutang yang tidak mampu dibayar.
Berdarah-darah dan terluka, pemuda itu melarikan diri membawa jiwa orang tuanya yang telah meninggal, tubuhnya gemetar karena rasa sakit dan keputusasaan. Kepergian yang tidak mudah. Ia melewati banyak sekali rintangan—gunung-gunung yang tinggi, lembah yang gelap, sungai yang deras, namun semua itu tidak dapat menghentikannya. Setiap langkahnya dipenuhi oleh penderitaan, namun juga oleh tekad yang kuat untuk bertahan hidup, demi orang tuanya, demi membalas dendam.
Setelah berhari-hari dan berbulan-bulan dalam pelarian, akhirnya ia tiba di sebuah kota yang jauh dari tempat asalnya, dan masuk ke dalam sebuah sekte yang menjanjikan perlindungan dan kekuatan. Di sanalah ia melihat seorang perempuan yang menarik hatinya—seorang perempuan yang penuh dengan keindahan dan kebaikan. Mereka saling jatuh cinta dan bersama-sama menghadapi suka dan duka hidup di sekte itu.
Namun, pada suatu hari yang penuh dengan kejutan, pemuda itu dibawa oleh seseorang ke reruntuhan dewa. Tempat yang penuh dengan misteri dan ujian berat. Ia terjebak di sana selama ratusan tahun, melalui ujian demi ujian yang membentuknya menjadi sosok yang tak terhentikan. Setelah 300 tahun, ia keluar dari reruntuhan dewa itu dengan membawa warisan dewa kuno yang memberinya kekuatan yang sangat besar. Namun, saat ia mengingat kekasihnya yang telah lama ditinggalkan, hatinya dipenuhi dengan kerinduan yang tak terucapkan.
Dengan segala daya dan upaya, ia mulai mencari petunjuk tentang keberadaan kekasihnya. Petunjuk itu membawanya ke sebuah sekte, di mana ia akhirnya menemukan bahwa kekasihnya telah dipaksa menikah dengan orang lain oleh ketua sekte. Perasaan marah yang mendalam menyelimuti hatinya, dan ia tidak bisa menerima kenyataan itu. Dengan penuh kemarahan dan tekad, ia menembus ranah untuk menghadang pernikahan tersebut.
Pertarungan yang sangat sengit terjadi antara pemuda itu dan para tetua, ketua, serta leluhur sekte. Dengan kekuatan yang luar biasa dari warisan dewa, pemuda itu berhasil mengalahkan mereka semua. Kekasihnya akhirnya bersatu kembali dengannya, dan mereka menikah dalam sebuah upacara yang penuh dengan kegembiraan. Setelah itu, pemuda itu menjadi pemimpin sekte yang baru, membawa sekte itu menuju kejayaan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Namun, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Rasa dendam terhadap orang yang membunuh orang tuanya terus menghantuinya. Pemuda itu meninggalkan istrinya yang baru saja dinikahinya dan pergi untuk menuntut balas. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membalas dendam pada orang yang telah menghancurkan hidupnya, melakukan kekejaman yang tak terbayangkan pada klan yang telah membunuh orang tuanya.
Setelah selesai dengan dendamnya, pemuda itu merasa hampa dan rindu pada istrinya. Ia kembali ke sekte, berharap dapat merasakan kebahagiaan yang sempat hilang. Mereka berdua kembali menjalani kehidupan bersama, menikmati momen-momen sederhana namun penuh kebahagiaan. Suatu hari, mereka duduk di bawah pohon yang rindang, menikmati cahaya bulan yang lembut. Pemuda itu meraih tangan istrinya, dan mereka berdua tersenyum dalam kebersamaan.
"Kita telah melalui begitu banyak bersama," ucap pemuda itu dengan suara penuh kasih sayang. "Kini, biarkan kita menikmati kebahagiaan yang tak terganggu lagi."
Istrinya tersenyum, wajahnya bercahaya oleh cinta yang mendalam. "Ya, mari kita nikmati setiap detik yang tersisa."
Namun kebahagiaan itu harus berakhir. Istrinya yang telah tua akhirnya meninggal karena usia. Pemuda itu merasakan kehilangan yang sangat besar. Tak ada yang bisa mengembalikan kebahagiaan yang telah hilang. Tiba-tiba, utusan surga datang untuk mengambil jiwa istrinya. Pemuda itu menolak dan bertarung dengan utusan tersebut. Meskipun usianya telah lanjut, ia berhasil mengalahkan utusan surga itu, namun dengan tubuh yang sangat lemah.
Setelah utusan itu pergi, pemuda itu menyimpan jiwa istrinya dalam sebuah kotak bersama jiwa orang tuanya yang telah mati. Dengan tekad yang bulat, ia berusaha membangkitkan istrinya dengan segala cara. Berbagai upaya dilakukan, namun hasilnya selalu gagal. Akhirnya, ia menggunakan cara terakhir—ia mencari bayi perempuan yang mirip dengan istrinya dan memasukkan jiwa istrinya ke dalam tubuh bayi itu.
Namun, saat bayi itu terlahir, jiwa istrinya menolak untuk berada di tubuh bayi yang tak berdosa. Perasaan kasihan pada bayi itu membuat pemuda itu mundur, namun hatinya tetap penuh dengan penderitaan. Istrinya yang kini terperangkap dalam tubuh yang berbeda, menolak untuk melanjutkan kehidupan baru itu.
Che Tian, setelah melihat masa lalu pemuda itu, merasa bahwa ini adalah orang yang tepat untuk menjadi muridnya. Pemuda ini memiliki kekuatan yang besar, dan kesulitan hidupnya memberikan alasan yang kuat untuk loyalitas yang tak tergoyahkan. Ini adalah kesempatan untuk mendapatkan seorang prajurit yang setia—seorang murid yang bisa mengubah nasibnya dan melawan takdir yang telah mengalahkannya.
"Pemuda ini… Dia berbakat. Namun, kesedihan yang ia bawa adalah sesuatu yang bisa kubimbing," pikir Che Tian dalam hati. Dengan tekad yang kuat, Che Tian memutuskan untuk mendekatinya. "Ling Yihan, aku akan membuatmu menjadi muridku."
Dan dengan itu, nasib pemuda itu pun berubah lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!