NovelToon NovelToon

Di Balik Tawa Ibu Mertua

Bab 1

Bug...

Sebuah pakaian melayang ke atas wajah wanita tua itu. Siapa lagi pelaku nya jika bukan menantu yang selama ini ia sayang.

"Bu, bukan kah sudah aku katakan. Cuci nya itu pake tangan. Pasti Ibu make mesin cuci kan. Lihat aja deh. Noda nya nggak hilang."

"Maaf Ayu. Ibu cuci nya pakai tangan. Noda itu memang tidak mau bersih. Padahal sudah Ibu coba untuk membersihkan nya."

"Ala, bilang aja Ibu yang tidak ikhlas mencuci pakaian ku. Aku nggak mau tahu. Pokok nya semua pakaian ini harus bersih dan wangi!"

Brak...

Pintu kamar itu di tutup kuat dan membuat wanita tua itu terkejut. Ya seperti itu lah perangai menantu nya selama ini.

Bu Aminah pun berjalan pelan. Sudah beberapa hari ini rematik nya kambuh. Sebenarnya ia sudah tak sanggup untuk bergerak.

Tapi sang menantu, tak bisa jika tak menyuruh beliau untuk kerja bak pembantu di rumah itu.

"Mau kemana, Bu? Kok jalan nya pincang gitu?" Ucap Anak pertama nya Dika.

"Lutut Ibu sakit, nak. Sepertinya rematik Ibu kambuh."

"Ibu sih. Udah tua tapi masih suka jalan sana sini. Bukan nya istirahat di rumah."

"Ibu jalan kan di suruh Istri mu untuk membeli es campur kesukaan nya."

"Jangan salahin Ayu deh, Bu. Bilang aja Ibu yang mau. Ayu itu wanita yang baik. Ibu saja tidak pernah bisa akur dengan Istri ku."

Setelah mengatakan hal itu, Dika pun pergi. Tak ia pedulikan Ibu nya yang berjalan tertatih hanya untuk pergi ke sumur dan mencuci kembali pakaian Istri nya.

Berapa kali pun Bu Aminah mencoba untuk menyikat nya, pakaian itu tetap saja tidak pernah bersih. Ia pun pasrah dan tidak bisa lagi melakukan apapun dengan pakaian itu.

"Ayu, pakaian mu tak mau bersih. Ibu sudah berkali-kali menyikat nya."

"Apa? Ibu menyikat nya? Ibu mau pakaian ku rusak? Pakaian itu tidak boleh di sikat. Ibu ini bo-doh atau bagaimana sih? Ah, akan aku adukan pada Bang Dika nanti kelakuan Ibu."

Aminah hanya diam. Hal seperti ini sudah sering ia terima. Mau membela diri pun tak bisa. Jika Ayu sudah bicara, anak laki-laki nya pasti akan langsung percaya pada Sang Istri.

Aminah pun langsung masuk ke kamar lusuh yang ada di belakang. Di sana lah ia tidur selama ini. Sedangkan kamar nya dulu, sudah dijadikan kamar cucu nya.

Brak!

"Bu, bisa nggak sih. Ibu akur dan baik sedikit saja dengan Ayu. Ibu itu mau nya apa? Aku sedang kerja di sawah orang dan terpaksa kembali karena Ibu menyik-sa Ayu."

"Berjalan saja Ibu susah. Bagaimana mungkin Ibu menyiksa Istri mu?"

"Ah, sudah lah. Hari ini Ibu tak boleh makan. Tidur saja sampai besok. Aku muak melihat tingkah laku orang tua seperti mu!"

Aminah hanya bisa menghembuskan nafas nya dengan kasar. Sudah biasa ia tak makan. Kejadian seperti itu, bukan pertama kali nya terjadi.

Ayu tak pernah memperlakukan diri nya dengan baik. Bukan itu saja, Ayu juga sering mengatakan hal yang buruk supaya Dika membenci Ibu nya.

Setelah puas memarahi Ibu kandungnya itu, Dika pun menghampiri sang Istri yang saat ini pura-pura merajuk.

"Sudah lah jangan menangis lagi. Nanti kita pergi mencari pakaian yang baru. Yang lebih bagus dari ini. ya?"

"Tapi, uang dari mana? Abang kan belum gajian."

"Tenang saja. Tidak lama lagi, pasti Romi gajian. Seperti biasa, ia akan mengirimkan uang untuk Ibu. Pakai saja uang itu untuk mu. Nanti Abang akan minta uang lebih."

"Emang nya, Romi mau memberikan kita uang itu?"

"Tentu saja. Kita sudah lelah selama ini merawat Ibu. Urusan nya, memberikan kita uang. Di dunia ini, tak ada yang gratis."

"Abang benar. Jika kita jahat, sudah kita usir Ibu dari rumah ini. Bukti nya sampai saat ini, Ibu masih tinggal dengan baik di sini."

"Tentu saja. Mana ada orang baik seperti kita saat ini. Kalau anak lain malah, sudah di buang Ibu nya ke hutan."

Dika dan Ayu, masih saja tidak menyadari apa yang telah mereka lakukan pada Ibu mereka. Dika pun dengan cepat mengambil ponsel nya dan menghubungi sang adik yang ada di kota.

"Halo, Romi."

"Iya, Bang Dika. Ada apa?"

"Begini, Abang jadi tidak enak mau ngomong nya."

"Iya ada apa? Bicara saja, Bang."

"Ibu sakit. Rematik nya kambuh. Apa kamu bisa kirim uang lebih, untuk biaya pengobatan beliau?"

"Bukan nya Aku baru saja ngirim? Apa Ibu tidak ke puskesmas?"

"Uang segitu mana cukup, Romi."

"Baiklah kalau begitu. Sebentar lagi akan aku kirim kan."

Setelah Romi mengatakan hal itu, Dika langsung saja mengakhiri panggilan tersebut. Ia sudah tidak sabar lagi menerima uang yang akan di berikan oleh Adik nya yang merantau.

Karena begitu senang, Dika dan Ayu malah tertidur hingga siang hari. Dika yang pekerjaan nya di sawah milik orang lain, malah tidak bekerja hari itu.

Aaaaaaaaaaa

Terdengar suara teriakan anak mereka siang itu. Mereka berdua pun bangun dan melihat ada apa.

"Kenapa sih Nak?"

"Bu, aku terpeleset. Sakit sekali. Semua karena nenek tidak mau mengambilkan aku minum."

"Apa? Ku-rang ajar sekali nenek mu itu. Tunggu di sini."

Ayu pun langsung mendatangi kamar mertua nya. Bukan nya mengetuk pelan, ia malah langsung masuk begitu saja.

"Ada apa, Ayu?"

"Ibu apa mau membuat anak ku celaka? Bu, kenapa Ibu tidak mau mengambilkan nya air minum?"

"Maafkan Ibu. Ibu tadi sedang shalat."

"Nggak usah alasan deh, Bu. Ingat ya, Bu. Kalau Ibu tak bisa di atur, jangan salah kan kami yang nanti akan mengusir Ibu."

"Ini rumah Ibu. Tak berhak kalian mengusir Ibu."

"Jadi, maksud Ibu. Kami yang harus pergi? Gitu? Apa Ibu mengusir kami? Ibu tega ya. Ayu tak menyangka Ibu sejahat ini!"

Lagi, Bu Aminah akan menjadi seseorang yang jahat di mata anak dan menantu nya itu. Menantu nya benar-benar sangat pintar dalam berakting.

Di depan semua tetangga, pasti ia akan menjadi menantu yang baik. Tapi, setelah dirumah, ia akan berubah kembali menjadi orang yang mengerikan.

"Bu, apa Ibu ingin mengusir kami?"

"Tidak. Ibu tidak mengusir kalian. Istri mu salah paham."

"Ibu jangan bohong. Istri ku tak mungkin berbohong pada ku."

"Jadi, Kamu malah menyalahkan Ibu lagi kali ini?"

"Aku bisa saja percaya pada Ibu. Asalkan Ibu mau melakukan satu hal."

"Apa itu?"

"Serahkan rumah ini, untuk ku."

"Apa!"

Bab 2

"Tidak. Sampai kapan pun rumah ini tetap menjadi milik Ibu. Bukan nya Ibu tidak ingin memberikan rumah ini pada mu. Tapi, ada hak adik mu juga di sini."

"Bu, tapi kami berdua yang merawat Ibu di sini. Lihat lah Romi. Apa pernah dia pulang dan menjenguk Ibu? Tidak, kan?"

"Iya, Bu. Apa salah nya Ibu memberikan rumah jelek ini pada Bang Dika. Toh kami juga yang merawat Ibu di sini."

"Tidak. Sampai kapan pun, rumah ini tidak akan bisa menjadi milik kalian seutuh nya."

Ayu dan Dika begitu kesal karena Aminah sama sekali tidak mau memberikan rumah itu pada mereka.

Mereka pun membanting pintu dan pergi begitu saja sambil meninggalkan Aminah seorang diri di rumah.

Mereka bahkan tidak pulang hingga malam. Di rumah itu, tidak ada apapun untuk dimakan. Aminah harus rela menahan lapar lagi untuk malam itu.

Tok

Tok

Tok

"Assalamualaikum,"

Terdengar seseorang di luar sana yang sedang mengetuk pintu. Aminah tidak tahu entah siapa yang datang malam-malam begini.

Dengan ia seorang diri di rumah, ia tidak berani membuka pintu itu di tengah malam.

"Bu, apa Ibu sudah tidur?" Ucap suara itu lagi.

Aminah begitu terkejut saat mendengar suara laki-laki yang memanggil nya Ibu. Ia pun bergegas dengan kaki yang di seret pelan untuk melihat, siapa yang ada di luar sana.

Aminah menyibak gorden yang ada di dalam rumah nya terlebih dahulu. Ia tidak berani langsung membuka pintu, walaupun laki-laki itu memanggil nya Ibu.

"Romi, apa itu kamu nak?" Ucap Bu Aminah sambil menyeka air mata nya.

Bu Aminah langsung membuka pintu rumah nya dan memeluk Putra kedua nya itu. Ia pun menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Romi.

"Ibu, maafkan Romi yang tidak pernah pulang."

"Sudah lah, Nak. Yang penting saat ini kau sudah pulang. Ayo masuk."

Romi pun masuk ke dalam rumah Ibu nya. Rumah itu terasa sepi. Romi mengira jika Abang nya sudah tidur.

Kruk......

Terdengar suara dari perut Ibu nya. Romi tahu sekali jika Ibu nya pasti lapar.

"Bu, apa Ibu lapar? Kalau Ibu lapar, biar Romi buatkan sesuatu." Ucap Romi sambil bangun dari duduk nya dan pergi ke dapur.

Aminah ingin menghalangi nya. Namun, Romi begitu cepat berlalu. Ia hanya bisa pasrah jika Romi tahu di dalam rumah nya tak ada apa-apa.

Dan benar saja. Saat Romi pergi ke dapur, ia tak menemukan apapun yang bisa di makan. Bahkan satu bawang pun.

"Apa yang kau cari, nak?"

"Bu, ada apa dengan rumah Ibu? Bahkan satu bawang pun tak kutemukan."

"Semua nya habis dalam waktu yang bersamaan."

"Hmmm,, Kasihan Ibu. Yasudah kalau gitu. Sebentar, ya. Romi ada sesuatu untuk Ibu."

Romi pun kembali ke depan dan mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Ada sedikit roti yang ia beli ketika dalam perjalanan tadi.

"Apa ini?"

"Makan lah, Bu. Hanya ini yang ada. Besok pagi, Romi akan belanja dan memasak."

Aminah hanya tersenyum. Ia bersyukur masih bisa makan sedikit roti malam itu. Saat Aminah lagi sibuk makan, Romi masuk ke dalam kamar Abang nya yang ia kira, masih lah kamar Aminah.

"Bu, kok kamar Ibu terkunci?"

"Eh, anu, itu. Ada apa, Bu?"

"Abang mu dan Istri nya Ibu suruh tidur di situ."

"Oohh, loh, kamar yang ini juga tidak bisa di buka."

"Itu kamar keponakan mu."

"Lalu, dimana Ibu tidur? Bukan nya rumah ini hanya ada dua kamar?"

"Eh,"

Aminah terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata. Romi pun mencari tahu dan akhirnya ia melihat seluruh pakaian usang milik sang Ibu, ada di kamar belakang.

Kasur tipis di atas semen yang dingin. Tidak ada lemari. Pakaian Aminah tergeletak begitu saja di atas semen.

Bahkan dinding-dinding kamar nya sudah di makan usia. Romi tidak bisa berkata-kata. Ia tidak menyangka jika Ibu nya tidur di kamar bekas gudang.

Ia pergi mendobrak kamar Abang dan juga Kakak nya. Ia tidak peduli jika mereka sedang tidur.

Namun sekali lagi, Romi sangat terkejut saat melihat kamar itu kosong.

"Bu, mereka meninggalkan Ibu di rumah seorang diri?"

"Mereka sedang keluar sebentar."

"Jika mereka tidak pulang, harus nya mereka biarkan Ibu tidur di kamar keponakan ku barang sesaat."

Aminah menunduk. Ia tidak tahu harus berkata apa. Yang sangat membuat Romi kesal, kamar Abang dan juga keponakan nya sungguh berbeda dengan kamar Ibu nya yang ada di gudang.

Abang nya dan Anak nya tidur di atas springbed. Di kamar mereka masing-masing ada televisi dan juga lemari cantik yang harga nya pasti mahal.

Lampu hias di dalam kamar itu pun, membuat Romi tak bisa berkata-kata. Dan Aminah, ia tidak bisa mengatakan apapun.

"Apa Ibu bisa menjelaskan pada ku tentang semua ini? Dan mengapa baju-baju yang aku belikan untuk Ibu di kota, malah ada di kamar kak Ayu?"

"Romi, Ibu sedang tidak ingin membahas apapun."

Aminah langsung bangkit dan ingin pergi. Namun, kaki nya yang sakit membuat nya tidak bisa leluasa menggerakkan nya.

"Agh,,,"

"Bu, Ibu baik-baik saja?"

"Tidak apa. Sudah biasa Ibu menghadapi penyakit ini."

"Bukan nya Ibu sudah ke dokter?"

"Dari mana uang untuk ke dokter, Romi?"

"Bu, Setiap seminggu sekali Bang Dika meminta Uang untuk biaya pengobatan Ibu."

"Apa? Seminggu sekali?"

"Iya. Bahkan kemarin, Abang meminta lagi dan mengatakan Ibu sakit. Maka dari itu Romi langsung izin kerja dan ingin melihat. Tapi, apa yang Romi dapat."

Aminah lagi-lagi terdiam. Ia tak tahu harus bicara apa. Entah sudah berapa banyak anak Sulung nya itu menipu sang adik.

Dan Romi tahu jika uang nya memang tak pernah di nikmati oleh sang Ibu. penampilan Ibu nya sudah seperti gembel.

Bahkan Ibu nya tidak memiliki pakaian yang layak pakai. Semua nya sudah koyak dan banyak tambalan nya.

Romi pun langsung menggendong Sang Ibu dan membawa nya ke kamar sang keponakan yang wangi dan indah itu.

"Mau ngapain kita di sini?"

"Bu, malam ini kita tidur di sini. Toh pemilik nya juga tak ada. Eh, Romi lupa. Ibu lah sang pemilik rumah ini. Jadi, apapun yang terjadi dengan rumah ini, itu hak Ibu." Ucap Romi sambil tersenyum.

Dan malam itu, akhirnya Aminah bisa tidur dengan perut kenyang dan hati lega. Ada Romi anak nya, yang akan berada di samping nya mulai saat ini.

Bab 3

Pagi-pagi sekali, Romi sudah merapikan rumah dan berbelanja. Ia berjalan kaki untuk berbelanja karena di rumah itu, tidak ada apapun untuk ia pakai.

Padahal, beberapa bulan yang lalu. Abang nya meminta uang untuk membeli sepeda motor. Alasan nya, supaya lebih mudah membawa Ibu mereka ke puskesmas.

"Kau Romi, kan?" Tanya salah satu Wanita paruh baya, yang juga sedang berbelanja.

"Iya, Bu. Saya Romi anak nya Bu Aminah."

"Akhirnya pulang juga kau, Romi. Apa kau tak kasihan pada Ibu mu? Kau bekerja tapi tak pernah mengirimkan uang. Untung ada Abang mu yang rela merawat Ibu mu itu."

"Maaf, dari mana anda tahu jika saya tidak pernah mengirimkan uang? Apa setiap hari anda nongkrong di rumah saya?"

"Nggak perlu nongkrong pun sudah bisa di pastikan."

"Bagaimana kalau apa yang anda katakan itu salah?"

"Ya mana saya tahu. Pokoknya kamu itu jangan jadi anak durhaka."

Salah satu wanita yang mengajak Romi bicara, langsung pergi begitu saja. Untung saja Romi masih bisa menahan rasa kesal nya.

"Tak perlu di dengarkan omongan itu, Nak Romi. Ibu percaya kok, kamu anak yang baik. Malah Ibu tidak percaya sama Abang mu dan Istrinya itu."

"Kenapa Ibu bisa berbicara seperti itu?"

"Ibu tak pernah melihat kakak ipar mu belanja. Padahal kaki Ibu mu susah untuk di pakai berjalan. Bahkan, Abang mu pernah lewat begitu saja dan tidak mau memberi Ibu mu tumpangan.

Dengan barang belanjaan yang sangat banyak. Abang mu hanya berlalu begitu saja. Ibu sedih sekali rasa nya."

Ibu pemilik warung pun menceritakan apa yang ia tahu dan ia lihat selama ini. Romi benar-benar tak sanggup menahan air mata nya.

Ia di rantau bahkan berhemat agar bisa mengirim kan uang untuk Ibu nya. Tapi Abang dan Kakak ipar nya, malah melakukan hal yang buruk.

Romi pun bergegas pulang dan memasak untuk Ibu nya. Setelah semua nya selesai, mereka pun makan bersama.

Romi dan Bu Aminah, sama sekali tidak membahas apapun. Romi pun makan dengan diam.

"Wah, anak Ibu semakin pintar masak ya. Padahal dulu kamu tidak pernah ke dapur." Ucap Bu Aminah sambil tersenyum.

Senyuman Ibu nya membuat Romi malah semakin ingin menangis. Terakhir kali ia melihat sang Ibu, tidak sekurus itu.

Pakaian nya pun, sudah bertahun-tahun tidak di ganti. Romi masih ingat, kapan pakaian itu di beli oleh sang Ibu.

"Bu, apa benar Bang Dika tidak pernah memberi Ibu uang?"

"Romi, Ibu sedang tidak ingin membahas hal ini."

"Baiklah."

Romi pun diam dan segera menyelesaikan makan nya. Ia langsung ke belakang dan merenung di dalam kamar milik sang Ibu.

Tiba-tiba saja, ia mendengar suara yang tak asing di depan sana.

Prang...

Suara piring yang berjatuhan dan teriakan seorang wanita, membuat Romi ingin melihat apa yang terjadi.

"Bagus ya, Bu. Kalau kami tak ada. Ibu malah makan enak. Dari mana semua ini? Apa Ibu mencuri uang kami? Sayang, lihat lah kamar kita. Pasti Ibu mencuri uang kita."

"Bu, apa kenapa Ibu begini? Kenapa Ibu tega mencuri uang kami? Ibu kan tahu jika Dika perlu uang untuk anak dan Istri."

Bu Aminah hanya diam saja. Ia tidak ingin mengatakan apapun. Inilah yang paling ia takuti. Pasti Romi saat ini, mendengar kan apa yang di katakan oleh Anak dan juga mantu nya itu.

Bruk..

Bu Aminah tiba-tiba saja terjatuh karena di dorong oleh cucu nya itu. Kaki yang sakit, tidak mampu menahan tubuh nya. Ia jatuh terhuyung ke belakang.

"Rasakan nenek tua! Itu sih akibat nenek mencuri uang Ayah ku."

"Nenek tidak pernah mencuri uang Ayah mu, nak."

"Lalu, dari mana semua makanan enak ini? Bahkan selama ini, nenek kan makan nya cuma nasi basi dan garam."

"Yasudah! Begini saja. Lupakan masalah uang yang Ibu curi. Kali ini Dika maafkan kesalahan Ibu. Asalkan, Ibu tanda tangan surat ini."

"Surat apa?"

"Dika butuh banyak modal usaha. Rumah ini bisa di gadaikan."

"Tidak. Ibu tidak mau tanda tangan."

"Kalau Ibu tak mau tanda tangan. Maka, jangan salah kan kami, kalau Ibu kami masukkan ke dalam penjara."

Mata Aminah membulat sempurna. Ia benar-benar tak menyangka Dika akan Setega itu. Air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata nya.

"Jadi, seperti ini perlakuan kalian terhadap Ibu selama ini?" Ucap Romi yang sejak tadi mendengar apa yang dikatakan oleh Abang nya.

Ia sengaja bersembunyi terlebih dahulu untuk mengetahui seperti apa perangai Abang dan juga Kakak ipar nya itu. Bahkan, anak mereka pun sama.

"Romi, sejak kapan kau pulang?"

Bukan nya menjawab, Romi malah membantu sang Ibu untuk duduk kembali di atas kursi. Ia tahu, Ibu nya meringis menahan rasa sakit akibat rematik.

"Kenapa kalian malah menuduh Ibu, hanya karena Ibu makan enak hari ini?"

"Ini, lihat saja pintu kamar kami yang terbuka."

"Aku yang mendobrak nya. Karena aku mengira, kamar itu adalah kamar Ibu."

Mereka berdua terdiam. Baik itu Dika dan juga Ayu, mereka tidak bisa menjawab apapun.

"Om Romi, bagi duit lima puluh ribu. Aku mau top up game ini."

"Duit? Anak sekecil ini udah tahu duit sebanyak itu?"

"Jelas dong. Kata Ayah Doni kan, Om Romi banyak duit."

Romi hanya tertawa saat mendengar kan keponakan nya itu berbicara. Entah seperti apa didikan kedua orang tua nya itu. Romi benar-benar tak habis pikir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!