Sky Miller
Si Bad Girl Beraksi
Suara bel sekolah menggema di seluruh lorong, menandakan jam pelajaran pertama akan segera dimulai.
Tapi bagi Sky Miller, suara itu tidak lebih dari sekadar pengingat bahwa hari yang membosankan baru saja dimulai.
Dengan jaket kulit hitam yang sedikit oversized, celana robek di lutut, dan sebatang permen karet yang terus dikunyahnya, Sky berjalan santai menuju gerbang sekolah—bukan untuk masuk, tapi untuk melarikan diri sebelum ada guru yang melihatnya.
Sebuah suara memanggilnya dari belakang. Ava Thompson, sahabat sekaligus partner in crime-nya, berlari kecil menghampirinya.
Ava Thompson
Mau kabur lagi?
Sky hanya mengangkat bahu.
Sky Miller
Ngapain juga masuk? Gurunya ngomong kayak kaset rusak.
Ava Thompson
Oke, terus kita ke mana hari ini? Café atau taman skate?
Sky melirik ke arah gedung sekolah.
Beberapa siswa lain masih berlarian masuk kelas, beberapa melirik ke arahnya dengan ekspresi yang sudah biasa ia lihat—antara iri, takut, atau sekadar penasaran.
Reputasi Sky Miller sudah seperti legenda di sekolah ini.
Sky Miller
Aku ada ide lebih seru
Sky menyeringai dan menarik Ava ke arah parkiran belakang sekolah.
Di sana, terparkir motor sport hitam milik salah satu senior yang terkenal sombong, Lucas.
Sky tahu betul Lucas sering membanggakan motornya seakan itu barang paling berharga di dunia.
Ava Thompson
Apa yang mau lo lakuin?
Ava bertanya dengan mata berbinar, tahu betul kalau temannya ini sedang merencanakan sesuatu yang gila.
Sky mengeluarkan sebuah kunci kecil dari saku jaketnya.
Sky Miller
Kita kasih sedikit kejutan buat si Lucas
Dengan cepat dan cekatan, Sky merusak lubang bensin motor itu, menuangkan sedikit soda ke dalamnya, lalu menutupnya kembali.
Sky Miller
Biar dia belajar nggak sombong
Sebelum mereka sempat kabur, suara berat terdengar dari belakang.
Sky membalikkan badan, mendapati Mr. Harris berdiri dengan tangan bersilang di dada, tatapan tajam menusuk ke arahnya.
Sky, bukannya panik, justru menyeringai santai.
Sky Miller
Pak guru, lama nggak ketemu.
Mr. Harris tidak terkesan dengan ucapan Sky.
Mr. Harris
Ikut saya ke kantor sekarang!
Sky mendesah dramatis dan mengangkat tangan, pura-pura menyerah.
Sky Miller
Baiklah, baiklah. Jangan terlalu serius, Pak.
Tapi saat ia berjalan melewati Mr. Harris, Sky tidak bisa mengabaikan tatapan guru itu—tatapan seseorang yang tidak hanya sekadar marah, tapi kecewa.
Dan untuk alasan yang tidak bisa ia jelaskan, itu sedikit mengganggunya.
Reputasi Buruk Sky Miller
Sky duduk di kursi keras ruang kepala sekolah, menyilangkan tangan di dada dengan ekspresi bosan.
Di hadapannya, Mr. Harris bersandar di mejanya, menatapnya dengan campuran kesal dan lelah.
Mr. Harris
Sky, kau sadar kalau ini sudah keberapa kalinya kau dipanggil ke sini dalam bulan ini?
Sky Miller
Tiga? Empat? Jujur, aku udah nggak ngitung, Pak.
Mr. Harris menggeleng pelan.
Mr. Harris
Kau pikir ini lucu?
Sky Miller
Kalau jujur, iya.
Di sudut ruangan, kepala sekolah, Ms. Caty, mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja dengan tidak sabar.
Ms. Caty
Sky, kami lelah dengan kelakuanmu. Tawuran, membolos, dan sekarang—merusak properti siswa lain? Apa kau tahu betapa banyak laporan yang kami terima tentangmu?
Sky diam saja, tidak tertarik membela diri.
Lagipula, sejak kapan ada orang yang peduli dengan alasannya? Semua orang di sini hanya tahu satu hal: Sky Miller adalah masalah berjalan.
Ms. Caty menghela napas tajam.
Ms. Caty
Kami sudah berusaha memberikanmu peringatan, tapi kau tidak pernah berubah. Aku sudah bicara dengan orang tuamu. Jika ini terjadi lagi, kami tidak punya pilihan lain selain memberimu skorsing lebih lama, atau bahkan mengeluarkanmu.
Mendengar kata "orang tua," ekspresi Sky berubah sejenak, tapi ia cepat-cepat menyembunyikannya di balik tawa kecil.
Sky Miller
Ah, jadi kalian akhirnya berhasil menghubungi mereka?
Sky menyeringai, tapi ada nada sinis di suaranya.
Sky Miller
Hebat juga. Biasanya mereka terlalu sibuk buat dihubungi.
Mr. Harris menatapnya tajam.
Sky berdiri, menyandarkan tangannya di meja.
Sky Miller
Dengar, Pak, Bu. Aku tahu kalian muak denganku. Tapi percayalah, aku juga muak dengan tempat ini. Jadi, kenapa kita nggak saling membiarkan hidup masing-masing aja?
Ms. Caty menatapnya dengan ekspresi tegas.
Ms. Caty
Bukan seperti itu cara dunia bekerja, Sky. Kau tidak bisa terus-menerus lari dari konsekuensi.
Sky tertawa kecil dan melangkah mundur.
Tanpa menunggu izin, dia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, membanting pintu di belakangnya.
Di luar, Ava sudah menunggunya, bersandar di loker dengan tangan disilangkan.
Ava Thompson
Jadi, lo masih bisa bertahan hidup?
Sky Miller
Yap. Masih belum diusir. Mengecewakan, ya?
Ava Thompson
Jujur, gue hampir berharap lo di-skors. Biar kita bisa cari masalah lebih banyak di luar.
Sky hanya tertawa, tapi di dalam kepalanya, kata-kata Ms. Caty masih berputar.
Ms. Caty
"Kau tidak bisa terus-menerus lari dari konsekuensi.
Tapi bukankah itu yang sudah ia lakukan selama ini?
Dan bukankah itu yang selama ini paling ia kuasai?
Langit Semakin Gelap
Sky berjalan keluar dari gedung sekolah dengan langkah santai, meskipun pikirannya tidak sesantai itu.
Udara sore yang mulai dingin menusuk kulitnya, tapi dia tidak peduli. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah satu hal: keluar dari tempat sialan ini secepat mungkin.
Ava mengikutinya dari belakang.
Ava Thompson
Lo, serius mau cabut sekarang?
Sky mengangguk sambil mengeluarkan sebatang rokok dari saku jaketnya.
Ia menyalakannya dengan santai, meskipun tahu betul kalau ketahuan bisa menambah panjang daftar masalahnya. Tapi apakah itu penting? Tidak.
Ava Thompson
Gue suka gaya lo.
Mereka berjalan menuju tempat biasa mereka nongkrong, sebuah taman kecil di belakang pusat perbelanjaan tua.
Tempat itu hampir selalu sepi, kecuali beberapa anak nakal lain yang kadang nongkrong di sana.
Begitu sampai, Sky langsung duduk di salah satu bangku kayu yang sudah mulai rapuh, menghembuskan asap ke udara.
Ava bersandar di pohon di dekatnya,
Ava Thompson
Mau ngapain sekarang? Mau ke klub? Cari masalah di jalan? Apa lo udah punya rencana baru buat bikin sekolah makin kesel?
Sky menatap ke langit yang mulai gelap.
Sky Miller
Gue nggak tahu. Kayaknya gue mulai bosen.
Ava menatapnya, sedikit terkejut.
Ava Thompson
Bosen? dengan semua ini?
Sky Miller
Lo pernah ngerasa kayak… lo udah ngelakuin semua hal buruk yang bisa lo lakuin, tapi tetep aja lo nggak ngerasa lebih baik?
Ava terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa kecil.
Ava Thompson
Nggak. Karena gue nggak mikirin hal-hal kayak gitu.
Sky Miller
Tentu aja lo nggak.
Tiba-tiba, suara dering ponsel Sky memecah keheningan. Ia mengerutkan kening dan melihat layar.
Sky merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Ibunya hampir tidak pernah menelepon.
Bahkan, terakhir kali mereka benar-benar bicara lebih dari dua kalimat adalah… entahlah, mungkin berbulan-bulan yang lalu.
Ava Thompson
Kenapa nggak diangkat?
Sky menatap layar ponselnya sebentar, lalu tanpa berpikir panjang, menekan tombol merah. Panggilan ditolak.
Ava Thompson
Lo nggak mau tahu ada apa?
Sky tersenyum kecil, tapi matanya kosong.
Sky Miller
Percaya sama gue. Nggak ada yang penting.
Di dalam kepalanya, dia ingin percaya pada kata-katanya sendiri.
Tapi jauh di dalam hati, dia tahu… sesuatu tidak beres.
Dia benci perasaan itu...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!